LAMPIRAN Lampiran 1. Bagan Penelitian
B T
K2
K5
K7
K0
K1
K4
K6
K7
K4
K2
K0
K6
K1
K0
K1
K5
K6
K4
K7
K2
Lampiran 2. Formula Media NA Cair (Rao, 1982).
Nama Bahan Jumlah
Pepton 5 g
Beef Ekstrak 3 g
NaCl 5 g
pH 6,8
Lampiran 3. Hasil Analisa Awal Tanah, Vermikompos, dan Biochar Jerami Padi
Lampiran 3.1. Hasil Analisa Awal Tanah
Parameter Nilai Satuan Metode Uji
pH 4,72 -- Potensiometri
C-Organik 0,23 % Titrimetri
N-Total 0,24 % Volumetri
Kadar Air 20,54 % Oven
Kapasitas Lapang 39,27 % Oven
Total Mikroorganisme 93 x 102 CFU/mL Most Probable Number Total Respirasi 0,675 g CO₂ Titrimetri
Tekstur Tanah
%Pasir %Debu %Liat Kelas Tekstur
36 28 36 Lempung Berliat
Lampiran 3.2. Hasil Analisa Awal Vermikompos
Parameter Nilai Satuan Metode Uji
pH 8,92 -- Potensiometri
C-Organik 14,51 % Titrimetri
Kadar Air 71,90 % Oven
N-Total 2,48 % Volumetri
Lampiran 3.3. Hasil Analisa Biochar Jerami Padi
Parameter Nilai Satuan Metode Uji
pH 10,12 -- Potensiometri
C-Organik (metode Walkley & Black) 9,48 % Titrimetri C-Organik (metode Pembakaran) 25 % Gravimetri
Kadar Air 21,95 % Oven
Lampiran 4. Standar Kualitas Kompos(SNI 19-7030-2004)
No Parameter Satuan Minimum Maksimum
1 Kadar Air % - 50
Lampiran 5. Kriteria Sifat Tanah
Sifat Tanah Satuan S.Rendah Rendah Sedang Tinggi S.Tinggi
Lampiran 6. Hasil Analisa pH Tanah
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 7. Daftar Sidik Ragam pH tanah
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 8. Hasil Analisa Kadar Air Tanah (%)
Perlakuan Ulangan total rataan
Lampiran 9. Daftar Sidik Ragam Kadar Air Tanah
Lampiran 10. Hasil Analisa Total Mikroorganisme Tanah (CFU/mL)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 11. Daftar Sidik Ragam Total Mikroorganisme Tanah
Lampiran 12. Hasil Analisa Total Respirasi Tanah (g CO₂)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 13. Daftar Sidik Ragam Total Respirasi tanah
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 14. Hasil Analisa C- Organik Tanah Metode Walkley and Black (%) Akhir Inkubasi
Perlakuan Ulangan total rataan
Lampiran 15. Daftar Sidik Ragam C- Organik Tanah Metode Walkley and Black (%) Akhir Inkubasi
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 16. Hasil Analisa N-Total Tanah (%) Metode Kjeldhal
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 17. Daftar Sidik Ragam N-Total Tanah (%) Metode Kjeldhal
Lampiran 18. Hasil Analisa Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air Awal Inkubasi)
Lampiran 19. Daftar Sidik Ragam Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air awal inkubasi)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 20. Hasil Analisa Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air Satu Minggu Inkubasi)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Perlakuan Ulangan total rataan
Lampiran 21. Daftar Sidik Ragam Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air Satu Minggu Inkubasi)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 22. Hasil Analisa Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air Dua Minggu Inkubasi)
Perlakuan Ulangan total rataan
Lampiran 23. Daftar Sidik Ragam Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL) (Pemberian Air Dua Minggu Inkubasi)
Lampiran 24. Hasil Analisa Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Awal Inkubasi)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 25. Daftar Sidik Ragam Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Awal Inkubasi)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 26. Hasil Analisa Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Satu Minggu Inkubasi)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III total 1351,21 1198,72 1365,27 3915,203
Lampiran 27. Daftar Sidik Ragam Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Satu Minggu Inkubasi)
SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Keterangan
Lampiran 28. Hasil Analisa Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Dua Minggu Inkubasi)
Perlakuan Ulangan total rataan
I II III
Lampiran 29. Daftar Sidik Ragam Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Dua Minggu Inkubasi)
Lampiran 30. Pengukuran Total Mikroorganisme dengan Metode MPN (Most Probable Number)
Pembuatan Media Kultur
- Ditimbang seluruh bahan-bahan yaitu 5 g pepton, 3 g beef ekstrak, 5 g NaCl, dilakukan pengukuran pH hingga 6,8
- Dilarutkan semua bahan ke dalam 1 L aquades
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup menggunakan kapas dan aluminium foil
- Disetrilisasi aquades sebagai air steril yang digunakan untuk pengenceran - Selanjutnya media dan aquades disterilisasikan menggunakan autoklaf
pada suhu 121 °C selama 2 jam
Pengenceran dan Penuangan Larutan Tanah
- Tanah yang telah ditimbang 10 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dimasukkan air steril 90 mL
- Selanjutnya dituang air steril ke dalam 5 tabung reaksi
- Dilakukan pengenceran sampai 5 kali dengan masing-masing pengenceran diambil 1 mL dan dihomogenkan dengan rotarymixer
- Dilakukan penuangan pada media yang telah disterilisaikan masing-masing 3 ulangan pada pengenceran 3, pengenceran 4, dan pengenceran 5. - Diinkubasi selama 3 hari
Lampiran 31. Pengukuran Total Respirasi Tanah (Metode Basalt Respiration)
Cara Kerja
- Dimasukkan 100 g tanah ke dalam botol putih
- Dimasukkan ke gelas kecil 5 mL 0,2 N KOH dan 10 mL aquades - Ditutup sampai botol kedap udara
- Diinkubasi 28-30 °C di tempat gelap selama 8 hari - Pada akhir inkubasi, CO2 ditentukan dengan cara titrasi
- Ditambahkan 2 tetes Penolphtalein dalam gelas yang berisi KOH
- Dititrasi dengan HCL sampai warna merah hilang, catat volume HCL yang digunakan
- Ditambahkan 2 tetes indikator metil orange
- Dititrasi dengan HCL sampai warna kuning berubah menjadi warna pink (Perubahan warna tidak terlalu kentara dan oleh karena itu harap hati-hati dalam menentukan titik akhir titrasi
- Dicatat volume HCL yang digunakan
- Jumlah HCL yang digunakan pada tahap kedua titrasi berhubungan dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroognaisme
Reaksi yang terjadi
- Perubahan warna menjadi tidak berwarna (dengan penambahan indikator Penolphtalein).
CO2 + KOH K2CO3
K2CO3 + HCL KCL + KHCO3
- Perubahan warna kuning menjadi pink dengan penambahan indikator metil orange).
KHCO3 + HCL KCL + H2O + CO2
Jumlah CO2 yang dihasilkan per kg tanah lembab per hari (r) dapat dihitung
Lampiran 32. Foto Kegiatan Penelitian
Gambar 4. Proses pengukuran suhu pirolisis & hasil pirolisis
Gambar 6. Vermikompos dan Biochar jerami padi yang siap digunakan
Gambar 8. Foto inkubasi perlakuan K0 sampai K4
G
Gambar 10. Kegiatan pengukuran pH tanah
DAFTAR PUSTAKA
Agegnehu, G., M. I. Bird., P. N. Nelson., and A.. M. Bass. 2015.The Ameliorating Effects of Biochar and Compost on Soil Quality and Plant Growth on A Ferralsol. J Soil Research. Vol 53 : 1–12.
Atmojo, H. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Alexander, M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Academic Press. New York.
Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium: Biologi Tanah Dalam Praktek. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.
Azizah, R. T. N., Subagyo., dan E. Rosanti. 2007. Pengaruh Kadar Air Terhadap Respirasi Tanah Tambak pada Penggunaan Katul Padi Sebagai Primming Agent. Jurusan Ilmu Kelautan. UNDIP. 12 (2) :67-72.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan. Bogor.
BPTP Aceh. 2011. Arang Hayati (Biochar) Sebagai Bahan Pembenah Tanah. Nad, Banda Aceh.
BPS Sumut. 2014. Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah 2003 – 2014. BPS Provinsi Sumatera Utara.
Chan, K.Y., Van Zwieten, L., Meszaros, I., Downie, A. and Joseph, S. 2007. Agronomic values of greenwaste biochar as a soil amendment. Australian Journal of Soil Research 45(8): 629-634.
Damanik, M. M. B., B. E Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Domene, X., Stefania M., Kelly H., Akio E., and Johannes L. 2014. Medium-Term Effects Of Corn Biochar Addition On Soil Biota Activities And Functions In A Temperate Soil Cropped To Corn. C J. Soil Biology & Biochemistry (72) : 152-162.
Endriani., Sunarti., dan Ajidirman. 2013. Pemanfaatan Biochar Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Soil Amandement Ultisol Sungai Bahar-Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. 15 (1) : 39-46.
Glaser, B. 2001. The terra preta phenomenon: A model for sustainable agriculture in the humic tropic. Die Naturwissenschaften.Vol 88: 37-41.
Goenadi, D H. 2008. Energi alternatif biochar : Solusi Untuk Krisis Energi dan Panga
Hadjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.
Hanafiah, A. S., Tengku S., dan Hardy G. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hudayana, Dian. 2007. Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Anakan Acacia Crassicarpa A. Cunn. Ex. Benth, Paraserianthes Falcataria (L) Nielsen, Swietenia Macrophylla King dan Shorea Selanica Bl. pada Berbagai Kadar Air Tanah. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Isroi. 2010. Pengomposan Limbah Padat Organi (23 Mei 2015)
Lahuddin., Hardy Guci., Bintang S., dan Risna A Y. 2010. Interaksi Kompos dan Dolomit: Efek Interaksi Perlakuan Kompos dan Dolomit pada Tanah Sangat Asam terhadap Kadar Ca-dd, Al-dd, dan P-Bray II dalam Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Lehmann, J., Czimczik, C., Laird, C., Sohi, S., 2009. Stability of Biochar in Soil. In: Lehmann, J., Josep, S. (Eds.), Biochar for Environmental Management: Science and Technology. Earthscan, London.
Manurung, Hetty. 2011. Aplikasi Bioaktivator (Effective Microorganisms4 dan Orgadec) untuk Mempercepat Pembentukan Kompos Limbah Kulit Pisang Keprok. Jurnal Bioprospek. Vol 8 : 2.
Nurbani dan Bahrian P. 2011. Pemanfaatan Limbah Pertanian (Jerami Padi) Sebagai Bahan Organik dengan Menggunakan Tricholant. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur. Kementerian Pertanian.
Ok-Youn Yu, Brian. R and Sam. S. 2013. Impact of Biochar on The Water Holding Capacity of Loamy Sand Soil. International Journal of Energy and Environmental Engineering. Vol 4 : 44
Piccolo, A., Pietramellara, G. and Mbagwu, J. S. C. 1996. Effects Of Coal-Derived Humic Substances on Water Retention and Structural Stability of Mediterranean Soils. J Soil Use andManagement. (12) : 209–213
Prasetyo, B. H dan D. A. Suriadikarta, 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian.Vol 25 : 2
_______, Y. 2015. Pengaruh Kombinasi Bahan Baku dan Dosis Biochar Terhadap Perubahan Sifat Fisika Tanah Pasiran Pada Tanaman Jagung
(Zea Mays L.). Fakultas Pertanian. Universitas Jember.
Sinaga, Beatrix I.L.J. 2015. Dampak Ketebalan Abu Vulkanik Erupsi Gunung Sinabung terhadap Sifat Biologi Tanah di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Solichin, M . 2009 . Teknologi Asap Cair ”deorub” dalam Industri Karet Alam. Technology Indonesia. Diunduh dari: com. [18 Feb 2016].
Steiner, C. 2007. Soil Charcoal Amendments Maintain Soil Fertility and Establish Carbon Sink-Research and Prospects. Soil Ecology Res Dev, 1-6.
Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah: Mikrobiologi Dasar. Universitas Veteran. Yogyakarta.
Susila, A D dan Juang G K. 2008. Phosphor Rate for Vegetable Grown in the Ultisol-Nanggung, IPB, Bogor, Indonesia.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik Pemasyarakatan & Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Sutedjo, M. M dan A. G. Kartasapoetra, 2002. Pengantar Ilmu Tanah, Terbentuknya Tanah dan Tanah Pertanian. Rineka Cipta, Jakarta.
USDA. 2008. Soil Quality Indicators. USDA Natural Resources Conservation Services.
Wardle, D. A. 1998. Controls of Temporal Variability of The Soil Microbial Biomass : A Global-Scale Synthesis. Soil Biology andBiochemistry. (30) : pp 1627–1637.
Walhi, 2008. Pertanian Terpadu Suatu Strategi untuk Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan. Artikel Pertanian, Jawa Barat.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Kesuburan Tanah,
Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan
Laboratorium PT. Socfindo. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April -
September 2016
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah ultisol sebagai
media mikroorganisme, vermikompos padi sebagai perlakuan, biochar jerami padi
sebagai perlakuan, air diberikan 300 mL pada semua perlakuan untuk mengetahui
kemampuan tanah dalam menyimpan air, bahan-bahan kimia yang diperlukan
dalam analisis laboratorium
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah wadah modifikasi
perlakuan sebagai wadah inkubasi, timbangan untuk menimbang tanah, gelas ukur
untuk menyiram tanah, oven untuk mengering-ovenkan tanah, alat-alat lain yang
diperlukan selama penelitian
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
satu faktor dengan bentuk penelitian sebagai berikut :
K0 = Kontrol (tanah tanpa perlakuan)
K1 = Vermikompos dosis 10 ton/ha
K2 = Vermikompos dosis 20 ton/ha
K3 = Biochar jerami padi dosis 10 ton/ha
K5 = Vermikompos + Biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha)
K6 = Vermikompos + Biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha)
Untuk pemberian dosis masing-masing perlakuan berdasarkan
Domene et al., (2014).
Jumlah perlakuan adalah 7 Unit dengan 3 Ulangan, maka jumlah unit
penelitian adalah 21 unit penelitian
Model linier Penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) non
faktorial adalah sebagai berikut :
Yij = μ+ Ti +βj +εij
Dimana :
Yij = Nilai pengamatan pada blok ke-i dan Perlakuan ke-j µ = Nilai tengah umum
Ti = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh blok ke-j
εij = Pengaruh galat (error) percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Selanjutnya data dianalisis dengan Analisis of Variance (ANOVA) untuk
setiap parameter yang diukur dan diuji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan
menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test)
taraf5%.
Pelaksanaan Penelitian Persiapan Biochar
Proses Pirolisis Jerami Padi
Proses ini dilakukan dalam beberapa langkah. jerami padi ditentukan
kadar airnya terlebih dahulu, lalu ditimbang, selanjutnya jerami padi dimasukkan
ke dalam reaktor pirolisis. Disiapkan bahan bakar serbuk gergaji dalam tungku
lalu dibakar selama 2 jam. Selama proses, suhu proses diukur menggunakan
tungku dipadamkan dengan cara menyiramnya dan dibiarkan dingin secara alami
(Solichin, 2009).
Kadar Air
Biochar yang telah jadi ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 104-110°C selama 1 jam sampai beratnya
konstan dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan :
KA = X1−X2
X2 x 100%
Keterangan :
K A = Kadar air (%)
X1 = Bobot sampel awal (g)
X2 = Bobot sampel setelah dikering-ovenkan (g)
Analisis Biochar
Analisis biochar yakni berupa analisis N-total dengan metode Kjeldhal,
dan analisis karbon pada biochar dengan metode Pembakaran. Serta dilakukan
pengukuran pH dengan metode elektrometri dengan perbandingan 1 : 20.
Persiapan Kompos Pengomposan
Semua bahan kompos yakni jerami padi yang telah dicacah sebanyak
1800 g, bahan hijauan dari tumbuhan legum sebanyak 800 g, 180 g kotoran sapi
segar, dan 120 g cacing dekomposer dari spesies Eisenia foetida dimasukkan ke
dalam kotak sterofoam. Kotak Sterofoam tersebut diletakkan ditempat yang teduh.
Pemeliharaan Kompos
Pemeliharaan kompos dilakukan dengan menjaga kelembaban dan
penyiraman pada saat kering, serta dilakukan pembalikan terhadap kompos.
Analisis Kompos Analisis C-organik
Analisis C-organik setelah kompos dikompositkan menggunakan metode
Walkley and Black dilakukan pada akhir pengomposan guna mengetahui
kandungan C-organik kompos sebelum diaplikasikan
Analisis N-Total
Analisis N-total setelah kompos dikompositkan dengan menggunakan
metode Kjeldhal dilakukan pada akhir pengomposan guna mengetahui kandungan
N-Total kompos sebelum diaplikasikan.
Rasio C/N
Nilai rasio C/N kompos didapatkan dari perbandingan antara C-Organik
dan N total Setiap Perlakuan pada akhir pengomposan sampai dijumpai rasio C/N ≤ 20.
Analisis pH Kompos
Analisis pH kompos dilakukan pada akhir pengomposan dengan metode
eletrometri dengan perbandingan 1 : 2,5.
Kadar Air Kompos
Kompos yang telah matang ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam oven pada suhu 104-110°C selama 1 jam sampai beratnya
konstan dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan persamaan :
KA = X1−X2
X2 x 100 %
Keterangan :
K A = Kadar air (%)
X1 = Bobot sampel awal (g)
Persiapan Tanah
Tanah ultisol diambil dari lokasi Jl. Pantai Rambung pasar 3 Kecamatan
Patumbak Kabupaten Deliserdang secara komposit pada kedalaman 0-20 cm dari
permukaan tanah. Tekstur tanah ditetapkan dengan metode Hidrometer
Bouyoucos, kadar air tanah kemudian diukur.
Pemberian Perlakuan
Tanah yang telah ditimbang 400 g kapasitas lapang kemudian diberi
perlakuan masing-masing biochar dan jerami padi. Tanah dan masing-masing
perlakuan dikompositkan. Kemudian Tanah dimasukkan ke dalam wadah
perlakuan seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Diameter =15 cm Wadah
20 cm Tanah sebanyak
400 g KL
Kain kassa
Alat penampung air
Gambar 2. Wadah inkubasi
Tanah selanjutnya diinkubasi hingga 4 minggu berdasarkan penelitian
Analisis Awal Parameter
Analisis awal parameter meliputi pengukuran pH, C-organik tanah,
N- total tanah, rasio C/N, kadar air tanah, kadar air tanah kapasitas lapang, total
mikroorganisme tanah, dan total respirasi tanah. Analisis dilakukan pada tanah
sebelum pemberian perlakuan. Analisis dilakukan di Laboratorium PT. Socfindo
dan Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pemeliharaan
Untuk penetapan kapasitas menyimpan air tanah, pemberian air sebanyak
300 mL untuk semua perlakuan dilakukan awal inkubasi, satu minggu, dan dua
minggu setelah inkubasi dan dilakukan pengamatan jumlah air tertahan dalam
tanah pada semua perlakuan dan pengamatan debit air bergerak mencapai wadah
penampung (mL/jam).
Analisis Akhir Parameter
Analisis akhir parameter pada semua perlakuan setelah tiga minggu masa
inkubasi meliputi pengukuran pH tanah, C-organik tanah, N-total tanah, kadar air
tanah, total mikroorganisme tanah, total respirasi tanah, jumlah air tertahan
dalam tanah, debit air bergerak mencapai wadah penampung (mL/jam) di
Laboratorium Biologi Tanah, Laboratorium PT. Socfindo, dan Laboratorium
Kimia Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Parameter Yang Diamati
a. pH tanah (H2O) dengan metode elektrometri perbandingan 1 : 2,5
b. Kadar air tanah dengan rumus
KA = Berat tanah kering udara−Berat tanah kering oven
d. Total respirasi dengan metode basalt respiration.
e. C-organik tanah dilakukan dengan metode Walkley and Black
f. N-total tanah dengan metode Kjeldhal.
g. Jumlah air tertahan dalam tanah (mL) dilakukan dengan rumus:
Jumlah air yang diberikan – jumlah air yang tertampung di bawah
h. Debit air bergerak mencapai wadah penampung (mL/jam). Parameter ini
diambil pada pemberian air awal inkubasi, satu minggu inkubasi, dan dua
HASIL DAN PEMBAHASAN pH Tanah
Dari data pengukuran pH tanah dan dari hasil sidik ragam pH tanah
diperoleh bahwa pemberian vermikompos dan biochar jerami padi berpengaruh
nyata terhadap pH tanah. Nilai pH tanah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. pH tanah tiga minggu setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan pH Tanah Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Dari tabel 1 di atas, diketahui bahwa nilai pH tanah akibat pemberian
vermikompos dengan dosis 10 dan 20 ton/ha dan vermikompos + biochar jerami
padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanah tanpa
perlakuan). Namun demikian nilai pH tanah cenderung meningkat akibat
perlakuan vermikompos. Admojo (2003) menyatakan bahwa bahan organik yang
telah matang apabila diaplikasikan pada tanah masam dengan kandungan Aldd
tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil
dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga
Al tidak terhidrolisis lagi. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan biochar
jerami padi dosis 20 ton/ha yaitu 5,75 dan nilai pH terendah yaitu pada kontrol
Berdasarkan data pada tabel 1, diketahui bahwa pemberian vermikompos
dan biochar jerami padi cenderung menaikkan nilai pH tanah. Ini dapat
disebabkan karena bahan organik yang diberikan telah mencapai tingkat
kematangannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Admojo (2003) yang
menyatakan bahwa Peningkatan pH tanah juga akan terjadi apabila bahan organik
yang ditambahkan telah terdekomposisi lanjut (matang), karena bahan organik
yang telah termineralisasi akan melepaskan mineralnya, berupa kation-kation
basa.
Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha dan vermikompos + biochar jerami
padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) memiliki kemampuan yang sama mampu
meningkatkan pH tanah dibandingkan tanpa pemberian biochar. Hal ini didukung
oleh hasil penelitian Endriani (2013) dimana analisis sifat kimia tanah
menunjukkan bahwa aplikasi biochar meningkatkan pH tanah dibandingkan
dengan tanpa pemberian biochar.
Dibandingkan vermikompos, biochar jerami padi lebih baik dalam
menaikkan pH tanah. Hal ini dapat disebabkan karena hasil pengukuran awal nilai
pH biochar sendiri memang lebih tinggi dibandingkan dengan pH awal
vermikompos (lampiran 3). Hasil ini didukung dengan hasil pengukuran pH
kompos dan biochar dimana nilai pH kompos 8,1 sedangkan nilai pH biochar
yang berasal dari kayu sebesar 9,5 (Agegnehu, et al., 2015).
Kadar Air Tanah
Dari data pengukuran kadar air tanah dan dari hasil sidik ragam kadar air
berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah. Persen kadar air tanah dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. Kadar air tanah 21 hari setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan Kadar Air
(%)
K0 = Kontrol (tanah tanpa perlakuan) 20,99
K1 = Vermikompos dosis 10 ton/ha 28,61
K2 = Vermikompos dosis 20 ton/ha 22,51
K3 = Biochar jerami padi dosis 10 ton/ha 21,46
K4 = Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha 21,96
K5 = Vermikompos + Biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) 21,96 K6 = Vermikompos + Biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) 22,97
Dari tabel di atas, diketahui bahwa pemberian vermikompos dan biochar
jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah. Nilai rataan kadar
air tanah tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (vermikompos dosis 10 ton/ha)
yaitu 28,6%. Nilai rataan kadar air terendah terdapat pada Kontrol (tanah tanpa
perlakuan) yaitu sebesar 20,99%.
Meskipun menurut uji statistik menunjukkan pengaruh yang tidak nyata,
pemberian vermikompos dan biochar jerami padi tetap dapat meningkatkan kadar
air tanah pada akhir masa inkubasi (tiga minggu). Pemberian vermikompos
dengan dosis 10 ton/ha lebih besar mempengaruhi kadar air tanah. Hal ini
disebabkan karena vermikompos merupakan bahan organik yang mampu
mengikat dan menahan air. Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah et al.(2009)
yang menyatakan bahwa bahan organik mampu meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap kekeringan karena kemampuan bahan organik menahan air.
Kadar air tanah akibat pemberian vermikompos 10 ton/ha lebih tinggi
ini diduga karena vermikompos dengan dosis 10 ton/ha lebih mampu menciptakan
pori mikro di dalam tanah sehinggga kapasitas memegang air tanahnya lebih
tinggi. Hasil ini didukung hasil pengukuran kadar air tanah kapasitas lapang oleh
Uno (2013) dimana kadar air kapasitas lapang tanah dengan pemberian bahan
organik eceng gondok dengan dosis 3 ton/ha lebih tinggi 4,15% dibandingkan
bahan organik eceng gondok dosis 6 ton/ha.
Total Mikroorganisme
Dari data pengukuran total mikroorganisme tanah dan dari hasil sidik
ragam total mikroorganisme tanah diperoleh bahwa pemberian vermikompos dan
biochar jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap total mikroorganisme tanah.
Total mikroorganisme tanah dapat dilihat pada tabel di berikut ini.
Tabel 3. Total mikroorganisme tanah tiga minggu setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan
Dari tabel di atas, diketahui bahwa pemberian vermikompos dan biochar
jerami padi tidak berpengaruh nyata terhadap total mikroorganisme tanah. Nilai
rataan total mikroorganisme tanah tertinggi terdapat pada perlakuan K1
(Vermikompos dosis 10 ton/ha) yaitu 198 × 103 CFU/mL. Nilai rataan total
mikroorganisme terendah terdapat pada Kontrol (tanah tanpa perlakuan) yakni
Total mikroorganisme tanah akibat pemberian vermikompos, biochar
jerami padi dan kombinasinya (vermikompos + biochar jerami padi) cenderung
meningkat dibandingkan tanah tanpa perlakuan. Perlakuan vermikompos dengan
dosis 10 ton/ha memberikan hasil tertinggi dalam peningkatan total
mikroorganisme tanah sebesar 198 × 103 CFU/mL. Hal ini dapat disebabkan
karena kandungan air pada tanah dengan perlakuan vermikompos dosis 10 ton/ha
juga paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang turut
mempengaruhi kelembaban tanah. Hal ini didukung oleh pernyataan Wardle
(1998), yang menyatakan bahwa kelembaban, suhu, dan pH merupakan faktor
lingkungan yang paling mempengaruhi kelimpahan keragaman, dan aktivitas
mikroba.
Total Respirasi
Dari data pengukuran total respirasi tanah dan dari hasil sidik ragam total
respirasi tanah diperoleh bahwa pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
berpengaruh nyata terhadap total respirasi tanah. Total respirasi tanah dapat dilihat
pada tabel di berikut ini.
Tabel 4. Total respirasi tanah tiga minggu setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan Respirasi
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pemberian vermikompos
dan biochar jerami padi berpengaruh nyata terhadap total respirasi tanah.
Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Respirasi merupakan proses dekomposisi bahan organik yang secara umum
mengindikasikan kegiatan mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon
yang merupakan sumber utama bagi pembentukan material-material baru
(Alexander 1977).
Total respirasi tanah tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (vermikompos
dosis 20 ton/ha) yaitu 1,94 g CO₂. Nilai rataan total respirasi terendah terdapat
pada Kontrol (tanah tanpa perlakuan) yakni sebesar 0,17 g CO₂. Tingginya nilai
respirasi tanah akibat pemberian vermikompos dosis 20 ton/ha mengindikasikan
bahwa tingginya aktivitas mikroorganisme tanah, dimana aktivitas
mikroorganisme tanah banyak ditentukan oleh sumber makanan yang terdapat
pada tanah. Vermikompos dapat menjadi sumber karbon tanah yang dapat
dimanfaatkan oleh miroorganisme tanah dalam metabolismenya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Atmojo (2003) yang menyatakan bahwa bahan organik
merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna tanah. Penambahan bahan
organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi
dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitasdekomposisi dan
mineralisasi bahan organik.
C-organik Tanah
Berdasarkan data pengukuran C-organik tanah dan dari hasil sidik ragam
padi berpengaruh nyata terhadap C-organik tanah. Kandungan C-organik tanah
dapat dilihat pada tabel di berikut ini.
Tabel 5. Kandungan C-organik tanah tiga minggu setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan C-organik Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan C-organik tanah
akibat pemberian vermikompos dosis 20 ton/ha (K2) tidak berbeda nyata dengan
organik tanah akibat perlakuan biochar jerami padi dosis 10 ton/ha (K3),
C-organik tanah akibat perlakuan biochar jerami padi dosis 20 ton/ha (K4), dan
C-organik tanah akibat perlakuan vermikompos + biochar jerami padi (5 ton/ha : 5
ton/ha) (K5) namun berbeda nyata terhadap K0, K1, dan K6. Kandungan
C-organik tanah tertinggi terdapat pada perlakuan K6 (vermikompos + biochar
jerami padi ) (10 ton/ha : 10 ton/ha) yaitu 0,43% dan terendah terdapat pada
kontrol (tanah tanpa perlakuan) yakni sebesar 0,23%.
Kandungan C-organik tanah akibat perlakuan K6 (vermikompos + biochar
jerami padi ) (10 ton/ha : 10 ton/ha) memiliki nilai tertinggi dibandingkan
C-organik tanah akibat perlakuan lainnya. Kombinasi ini merupakan perlakuan
terbaik dalam meningkatkan C-organik tanah. Hasil ini didukung dengan hasil
pengukuran C-organik tanah oleh Gosh et al. (2013) dimana hasil pengukuran
lebih tinggi 0,17% dibandingkan tanah dengan pemberian tanah : biochar :
kompos (3 : 1 : 1).
Kandungan C-organik tanah akibat pemberian vermikompos + biochar
jerami padi (dosis 10 ton/ha : 10 ton/ha) masih tergolong pada kriteria sangat
rendah menurut Balai Penelitian Tanah (2005). Meskipun demikian, pemberian
vermikompos + biochar jerami padi (dosis 10 ton/ha : 10 ton/ha) padi masih tetap
dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah sebesar 86,95%. Untuk
meningkatkan C-organik tanah, pemberian bahan organik dilakukan dengan
meningkatkan dosis yang diberikan dan dilakukan secara kontiniu. Dariah (2015)
menyatakan bahwa bahan organik telah terbukti mempunyai banyak fungsi (multi
fungsi), namun dibutuhkan dosis yang relatif tinggi, yaitu berkisar 5-20 ton/ha dan
seringkali dibutuhkan pemberian yang kontinyu.
N-Total Tanah
Dari data pengukuran N-total tanah dan dari hasil sidik ragam N-total
tanah diperoleh bahwa pemberian vermikompos dan biochar jerami padi tidak
berpengaruh nyata terhadap N-total tanah. Kandungan N-total tanah dapat dilihat
pada tabel di berikut ini.
Tabel 6. N-total tanah tiga minggu setelah aplikasi akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan N-total (%)
K0 = Kontrol (tanah tanpa perlakuan) 0,11
K1 = Vermikompos dosis 10 ton/ha 0,11
K2 = Vermikompos dosis 20 ton/ha 0,11
Kandungan N-total tanah akibat pemberian biochar jerami padi dosis 10
ton/ha (K3), biochar jerami padi dosis 20 ton/ha (K4), dan vermikompos +
biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) (K5) lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan N-total tanah akibat perlakuan K0 (tanah tanpa perlakuan),
vermikompos dosis 10 ton/ha (K1), vermikompos padi dosis 20 ton/ha (K2), dan
vermikompos + biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) (K6).
Dibandingkan dengan analisis awal N-total tanah (lampiran 3), Kandungan
N-total tanah semakin berkurang. Hal ini dapat disebabkan karena unsur
hara N memang mudah tercuci dan menguap. Kehilangan nitrogen dari tanah
terdiri dari kehilangan dalam bentuk gas (N2, N2O, NO, dan NH3), kehilangan
akibat pencucian dan kehilangan hara panen (Damanik, et al., 2011)
Biochar jerami padi mampu mempertahankan tanah dari kehilangan hara
nitrogen dibandingkan dengan kompos. Kehilangan hara akibat pencucian dapat
disebabkan oleh faktor struktur tanah dan tekstur tanah. Biochar mempunyai
struktur pori yang cukup bagus. Bornemann et al. (2007) menyatakan ukuran pori
biochar yang biasanya dianalisis berdasarkan IUPAC hasilnya rata-rata yakni pori
mikro dengan diameter <2 x 10-3μm , pori meso 2–50 x 10–3μm dan pori makro
>50 x 10–3μm).
Pemberian biochar jerami padi dinilai cukup mampu mengimbangi
vermikompos dalam hal mempertahankan kandungan hara tanah akibat pencucian.
Ini dapat diakibatkan karena sifat menjerap yang dimiliki oleh biochar serta
luas permukaan yang dimiliki oleh biochar yang luas sehingga hara-hara
seperti N lebih banyak terikat di permukaannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bahwa sifat menjerap yang dimiliki biochar berkontribusi dalam menjerap unsur
hara melalui pertukaran ion maupun interaksi kovalen pada area permukaan yang
luas. Porositas yang luas yang dimiliki biochar ditambah dengan luas permukaan
yang luas, dimana molekul hidrophilik maupun hidrophobik dapat terserap.
Jumlah Air Tertahan dalam Tanah (mL)
Berdasarkan pengukuran jumlah air tertahan dalam tanah pada pemberian
air awal inkubasi, satu minggu, dan dua minggu inkubasi serta hasil sidik
ragamnya diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 7. Jumlah air tertahan dalam tanah (mL) akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan
Jumlah air tertahan dalam tanah (mL) K6 = Vermikompos + Biochar jerami padi
(10 ton/ha : 10 ton/ha) 180,00 40,00 68,33 96,11 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Berdasarkan data pada Tabel 7, diketahui bahwa jumlah air tertahan dalam
tanah pada awal inkubasi tertinggi adalah pada perlakuan biochar jerami padi
dosis 20 ton/ha (K4) (209,67 mL), dan terendah yakni pada perlakuan
vermikompos + biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) (K6) (180 mL), yang
tidak berbeda nyata dengan jumlah air tertahan dalam tanah pada perlakuan K0
(196,67 mL), K1 (200 mL), K2 (196,67 mL), K3 (190 mL), dan K5 (183,33 mL).
Meskipun tidak nyata, pemberian biochar jerami padi dengan dosis 20
pemberian air awal inkubasi dengan nilai tertinggi sebesar 209,67 mL. Hal ini
disebabkan karena biochar sendiri memang memiliki kemampuan mengikat air
yang tinggi akibat permukaan yang dimiliki oleh biochar itu sendiri. Hal ini
didukung oleh pernyataan Chan et al. (2007) yang menyatakan bahwa ada suatu
bukti yang menyarankan aplikasi biochar dapat memperbaiki permukaan tanah,
dan pengaruhnya dapat meningkatkan retensi air tanah (Downie et al., 2009).
Jumlah air tertahan dalam tanah pada satu minggu inkubasi tertinggi
terdapat pada perlakuan biochar jerami padi dosis 20 ton/ha (K4) (61,67 mL), dan
jumlah air tertahan dalam tanah terendah pada perlakuan K0 (196,67 mL), yang
tidak berbeda nyata dengan jumlah air tertahan dalam tanah pada perlakuan
lainnya, K1 (43,33 mL), K2 (51,67 mL), K3 (38,33 mL), dan K5 (40,00 mL) dan
K6 (40,00 mL).
Pada pemberian air satu minggu setelah aplikasi perlakuan, jumlah air
tertahan dalam tanah tetap pada perlakuan K4 (biochar jerami padi 20 ton/ha)
sebesar 61,67 mL. Ini mengindikasikan bahwa pemberian perlakuan biochar
jerami padi dengan dosis 20 ton/ha mampu mempertahankan air lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya yang disebabkan oleh karena
pengaruh bahan organik dan tekstur tanah. Verheijen et al. (2010) menyatakan
bahwa retensi air tanah ditentukan oleh distribusi dan konektivitas pori-pori di
dalam tanah, yang sebagian besar ditentukan oleh ukuran partikel tanah (tekstur),
dikombinasikan dengan karakteristik struktural (agregasi) dan kandungan bahan
organik tanah.
Pada pemberian air dua minggu setelah aplikasi perlakuan, jumlah air
(K4) (83,33 mL), dan terendah pada perlakuan K0 (56,67 mL), yang tidak berbeda
nyata dengan jumlah air tertahan dalam tanah perlakuan lainnya, K1 (58,33 mL),
K2 (66,67 mL), K3 (71,67 mL), dan K5 (58,33 mL) dan K6 (68,3 mL).
Hingga pemberian air dua minggu setelah inkubasi, jumlah air tertahan dalam
tanah tertinggi tetap pada perlakuan K4 (Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha)
sebesar 83,33 mL. Terlihat bahwa pengaruh pemberian perlakuan pada tanah
memberikan efek meningkatnya kemampuan tanah dalam menyimpan dan
mengikat air lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan). Ini
mengindikasikan bahwa bahan organik dapat menambah kekuatan tanah dalam
menyimpan air. Hal ini didukung oleh pernyataan Atmojo (2003) yang
menyatakan bahwa Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah
di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air
dalam tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan
menahan air sehinggakemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan
tanaman meningkat.
Jumlah air tertahan dalam tanah lebih besar pada saat awal inkubasi
dibandingkan dengan satu minggu inkubasi namun kembali meningkat ketika dua
minggu inkubasi. Keadaan ini dapat disebabkan karena kecenderungan tanah
untuk berevavorasi sehingga kandungan air pada tanah berkurang, maka ketika
diberikan irigasi terjadi peningkatan jumlah air tertahan dalam tanah. Evaporasi
akan menyebabkan kandungan air tanah turun, sehingga kecepatan evaporasi juga
akan turun (Hudayana, 2007).
Nilai rataan mingguan jumlah air tertahan dalam tanah pada perlakuan
dibandingkan dengan tanah tanpa perlakuan (K0), hal ini terjadi karena jumlah air
tertahan dalam tanah awal inkubasi K0 lebih tinggi 7,2% dibandingkan dengan
K5. Ini dapat disebabkan karena pada awal inkubasi, tanah belum bereaksi dengan
perlakuan yang diberikan sedangkan liat memiliki pori mikro yang mampu
menahan air dari drainase bebas. Hal ini ditegaskan oleh literatur
USDA (2008) yang menyatakan bahwa tanah bertekstur halus memiliki lebih
banyak mengandung pori mikro yang mampu menahan air untuk melawan
drainase bebas , sehingga mempunyai kapasitas lapang lebih tinggi (besar).
Jumlah air tertahan dalam tanah awal inkubasi, satu minggu inkubasi, dan
dua minggu inkubasi tidak berbeda nyata akibat perlakuan K0 (95,56 mL),
K1(100,56 mL), K2 (105,00 mL), K3 (100,00 mL), K5(93,89 mL), dan K6 (96,11
mL), namun berbeda nyata dengan jumlah air tertahan dalam tanah pada
perlakuan K4 (118,22 mL). Dapat diasumsikan bahwa pada pemberian irigasi air
sebanyak 300 mL untuk semua perlakuan, pemberian biochar dengan dosis 20
ton/ha mampu menigkatkan jumlah air tertahan dalam tanah karena
kemampuannya cukup tingggi dalam mengikat suatu molekul termasuk air.
Porositas yang luas yang dimiliki biochar ditambah dengan luas permukaan yang
luas, menyebabkan molekul hidrophilik maupun hidrophobik dapat terserap
(Lehmann and Joseph, 2009).
Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung(mL/jam) (Pemberian Air Awal Inkubasi)
Berdasarkan hasil data tentang debit air bergerak mencapai wadah
penampungdan dari hasil anilisis sidik ragamnya diketahui bahwa pemberian
terdapat pada perlakuan K5 (Vermikompos + Biochar jerami padi 5 ton/ha : 5
ton/ha) yakni 97,90 mL/jam dan yang paling lambat pada perlakuan K4 (biochar
jerami padi dosis 20 ton/ha) yaitu 70,20 mL/jam. Perlakuan tersebut tidak
berpengaruh nyata dengan perlakuan lainnya yakni K1 (84,23 mL/jam), K2
(82,76 mL/jam), K3 (86,38 mL/jam), K6 (94,46 mL/jam) dan kontrol (tanah tanpa
perlakuan) yaitu 94,05 mL/jam. Debit air bergerak mencapai wadah penampung
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 8. Debit air bergerak mencapai wadah penampung (awal inkubasi) akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi
Perlakuan Debit
(mL/jam)
K0 = Kontrol (tanah tanpa perlakuan) 94,05
K1 = Vermikompos dosis 10 ton/ha 84,23
K2 = Vermikompos dosis 20 ton/ha 82,76
K3 = Biochar jerami padi dosis 10 ton/ha 86,38
K4 = Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha 70,20
K5 = Vermikompos + Biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) 97,90 K6 = Vermikompos + Biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) 94,46
Meskipun tidak berpengaruh nyata dengan kontrol (tanah tanpa
perlakuan), pemberian vermikompos, biochar jerami padi, mampu menahan air
lebih lama pada tanah untuk mengalir ke bawah mengikuti gravitasi pada
pemberian air awal inkubasi. Hal ini dapat disebabkan karena agregat-agregat
vermikompos dan biochar yang diberikan mampu menahan air dan memperbaiki
kondisi fisik dan agregat tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003)
yang menyatakan bahwa bahan organik tanah merupakan salah satu bahan
pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar
partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik
Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung(mL/jam) (Pemberian Air Satu Minggu Inkubasi)
Berdasarkan hasil data debit air bergerak mencapai wadah penampung
(pemberian air satu minggu inkubasi) dan dari hasil anilisis sidik ragamnya
diketahui bahwa pemberian biochar dan jerami padi tidak berpengaruh nyata
terhadap debit air bergerak mencapai wadah penampung. Debit air bergerak
mencapai wadah penampung tercepat terdapat pada perlakuan K5 (Vermikompos
+ Biochar jerami padi 5 ton/ha : 5 ton/ha) yakni 374,96 mL/jam dan yang paling
lambat pada perlakuan K1(vermikompos dosis 10 ton/ha) 105,73 mL/jam.
Perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata dengan perlakuan lainnya yakni K2
(211,92 mL/jam), K3 (149,93 mL/jam), K4 (155,36 mL/jam), K6 (143,39
mL/jam) dan kontrol (tanah tanpa perlakuan) yaitu 163,78 mL/jam. Debit air
bergerak mencapai wadah penampung dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 9. Debit air bergerak mencapai wadah penampung (Pemberian air satu minggu inkubasi) akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi.
Perlakuan Debit
(mL/jam)
K0 = Kontrol (tanah tanpa perlakuan) 163,78
K1 = Vermikompos dosis 10 ton/ha 105,73
K2 = Vermikompos dosis 20 ton/ha 211,92
K3 = Biochar jerami padi dosis 10 ton/ha 149,93
K4 = Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha 155,36
K5 = Vermikompos + Biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) 374,96 K6 = Vermikompos + Biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha) 143,39
Pemberian K5 (vermikompos + biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha)
menyebabkan pergerakan air mencapai wadah penampung lebih cepat
dibandingkan dengan tanah tanpa perlakuan. Hal ini dapat disebabkan karena
lebih sulit tertembus air, sedangkan K5 memiliki sejumlah bahan organik
yang dapat menyebabkan peningkatan total ruang pori tanah sehingga tanah
lebih mudah mengalami infiltrasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Yulnafatmawita et al. (2014) yang menyatakan bahwa Korelasi bersifat positif
antara kandungan bahan organik dengan total ruang pori 69% pertambahan total
ruang pori disebabkan seiring meningkatnya kandungan bahan organik.
Debit Air Bergerak Mencapai Wadah Penampung (mL/jam) (Pemberian Air Dua Minggu Inkubasi)
Berdasarkan hasil data tentang debit air bergerak mencapai wadah
penampung (pemberian air dua minggu inkubasi) dan dari hasil anilisis sidik
ragamnya diketahui bahwa pemberian biochar dan jerami padi berpengaruh nyata
terhadap debit air bergerak mencapai wadah penampung. Debit air bergerak
mencapai wadah penampung dapat dilihat pada tabel di berikut ini.
Tabel 10. Debit air bergerak mencapai wadah penampung (Pemberian air dua minggu inkubasi) akibat pemberian vermikompos dan biochar jerami padi Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT
Debit air bergerak mencapai wadah penampung tercepat pada perlakuan
K5 (vermikompos + biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha) yakni 347,76
mL/jam, dan yang paling lambat pada perlakuan K1 sebesar 99,02 mL/jam. Debit
berpengaruh nyata terhadap debit air bergerak mencapai wadah penampung akibat
perlakuan lainnya. Debit air bergerak mencapai wadah penampung tercepat
akibat perlakuan K5 diduga dapat diakibatkan karena akibat perlakuan lainnya
dan kontrol, tanah pada dua minggu inkubasi mengalami pemadatan yang dapat
mengakibatkan pori-pori tanah lebih sulit tertembus air, sehingga mengurangi
debit air untuk bergerak melewati tanah menuju beker penampung. Perlakuan K5
Secara tidak langsung dapat memperbaiki struktur tanah dan stabilitas agregat
tanah, sehingga meningkatkan ukuran pori dan volumenya. Perbaikan kualitas
tanah ini dapat memperbaiki infiltrasi, dan pergerakan air dalam tanah
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian vermikompos dan biochar jerami padi serta kombinasi
vermikompos + biochar jerami padi mampu meningkatkan pH tanah Ultisol
mendekati netral, meningkatkan total respirasi tanah, dan meningkatkan
kandungan C-organik tanah Ultisol, namun total mikroorganisme tanah selama
21 hari masa inkubasi tidak berbeda nyata dengan kontrol.
2. Kandungan N-total tanah akibat pemberian biochar jerami padi lebih tinggi
dibandingkan dengan kandungan N-total tanah kontrol dan perlakuan tanpa
aplikasi biochar jerami padi.
3. Biochar jerami padi dengan dosis 20 ton/ha mampu menyerap air pada tanah
Ultisol sebesar 23,71% dari jumlah air yang diaplikasikan
Saran
Diperlukan peningkatan dosis vermikompos dan biochar jerami padi untuk
meningkatkan pengaruhnya terhadap sifat biologi tanah dan kemampuan tanah
TINJAUAN PUSTAKA Biochar
Biochar adalah arang hitam hasil dari proses pemanasan biomassa pada
keadaan oksigen terbatas atau tanpa oksigen. Biochar merupakan bahan organik
yang memiliki sifat stabil dapat dijadikan pembenah tanah lahan kering.
Penggunaan biochar sebagai suatu pilihan selain sumber bahan organik segar
dalam pengelolaan tanah untuk tujuan pemulihan dan peningkatan kualitas
kesuburan tanah terdegradasi atau tanah lahan pertanian kritis semakin
berkembang dan sekarang ini mendapatkan fokus perhatian penting para ilmuan
tanah dan lingkungan. Fokus perhatian internasional dalam pemanfaatan biochar
sebagai pembenah tanah pertanian berkembang dari hasil pengamatan di Amazon,
Brazil (Glaser, 2001).
Biochar adalah produk kaya akan karbon (C) yang dihasilkan oleh
dekomposisi termal dari biomassa pada suhu relatif di bawah 700 °C dan dengan
sedikit oksigen, dalam proses yang disebut pirolisis. Selama proses pemanasan,
gas-gas yang mudah terbakar dan cairan diproduksi bersama dengan residu
padatan, biochar. Proses pembuatan biochar bisa dilakukan secara tradisional,
dimana hasil biocharnya dapat digunakan sebagai amandemen tanah
(Lehmann et al., 2009).
Di beberapa negara telah ditetapkan suatu kebijakan untuk
mengembangkan bio-char dalam skala industri guna meningkatkan
simpanankarbon di dalam tanah. Teknologi pemanfaatan (pengolahan) bio-char
merupakan salah satu solusi cepat untuk mengurangi pengaruh pemanasan global
mengelola limbah pertanian dan perkebunan (Goenadi, 2008). Bio-char dapat
memperbaiki sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Pencucian pupuk N dapat
dikurangi secara signifikan dengan pemberian bio-char tersebut ke dalam media
tanam (Steiner, 2007).
Aplikasi Biochar dalam Usahatani Padi Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Nanggroe Aceh Darussalam bekerjasama dengan peneliti dari
Balai Penelitian Tanah dan Balai Besar Penelitian Padi dengan dukungan dari
Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) telah
melaksanakan pengkajian di salah satu lokasi lahan penelitian di Kabupaten Aceh
Besar yakni pengkajian pemanfaatan biochar dari sekam padi pada lahan sawah.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian biochar pada lahan sawah untuk
pertanaman padi dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, sehingga
jumlah kebutuhan pupuk dapat dihemat dengan tetap mempertahankan
produktifitas padi yang tinggi. Biochar dapat menghemat kebutuhan pupuk
dengan produktifitas padi tetap tinggi (BPTP Aceh, 2011).
Hasil penelitian Prasetyo (2015) menunjukan bahwa interaksi bahan baku
dan dosis biochar memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan sifat
fisika tanah pasiran pada berat volume, porositas, distribusi pori makro, dan
distribusi pori meso sedangkan panjang akar tanaman jagung erat kaitannya
dengan pertumbuhan akar yang semakin banyak didalam tanah yang berperanguh
terhadap berat basah akar sehingga berdampak pada berat basah brankasan yang
meningkat pula pada perlakuan pemberian dosis 150 g biochar untuk
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna
tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan
populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan
aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Aplikasi biochar mampu
meningkatkan jumlah mikrobia, seiring dengan penambahan dosis, serta
mikrobia tersebut mampu mendekomposisi bahan-bahan organik pada tanah
(Domene et al., 2014),
Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, aerobik, maupun
anaerobik (Isroi, 2003). Proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi disebut dengan pengomposan (Manurung, 2011).
Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami pembusukan atau pelapukan
dengan bahan mikroorganisme seperti daun-daun, jerami, alang-alang,
rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur serta kotoran hewan. Bahan-bahan ini
sudah hancur atau lapuk disebut pupuk organik (kompos). Di lingkungan alam
terbuka kompos bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses alami (Wibawati,
2013).
Vermikompos adalah pupuk organik yang mengandung sekresi cacing,
humus, cacing hidup, dan organisme lainnya. Bahan sekresi mengandung senyawa
yang segera tersedia untuk tanaman, vitamin, enzim, dan mikroorganisme
(Sutanto, 2002).
Kandungan bahan organik tanah merupakan salah satu faktor yang
menentukan tingkat kesuburan tanah. Tanah-tanah di daerah tropik basah,
memiliki bahan organik yang rendah, hal ini disebabkan tingginya suhu tanah dan
laju dekomposisi. Pemberian pupuk organik seperti kompos bertujuan untuk
meningkatkan bahan organik yang memberikan banyak manfaat bagi tanah, antara
lain mensuplai nitrogen, dan sulfur, meningkatkan serapan P oleh tanaman,
meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan pengikatan air yang tersedia bagi
tanaman (Lahuddin et al., 2010).
Manfaat kompos jerami padi tidak hanya dilihat dari sisi kandungan hara
saja. Kompos juga memiliki kandungan C organik yang tinggi. Penambahan
kompos jerami akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian
kompos jerami yang konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan
kandungan bahan organik tanah dan mengembalikan kesuburan tanah
(Nurbani dan Bahrian, 2011).
Bahan organik merupakan sumber energi bagi makro dan mikro-fauna
tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah akan menyebabkan aktivitas dan
populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan
aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme
yang beperan dalam dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan
aktinomisetes. Di samping mikroorganisme tanah, fauna tanah juga berperan
dalam dekomposi bahan organik antara lain yang tergolong dalam protozoa,
Tanah Ultisol
Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan
berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan
organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi
(Hardjowigeno, 1993).
Kandungan bahan organik dalam tanah-tanah mineral pada umumnya
hanya menunjukkan kadar presentase yang rendah sekitar 5% saja, namun
demikian peranannya tetap besar dalam mempengaruhi sifat fisika, kimia dan
biologi tanah. Sumber utama bahan organik tanah ialah jaringan tanaman dan
organisme tanah, baik berupa serasah atau sisa-sisa tanaman, yang setiap tahunnya
dapat tersedia dalam jumlah yang besar sekali (Sutedjo danKartasapoetra, 2002).
Ultisol memiliki ciri reaksi tanah sangat masam (pH 4,1 – 4,8).
Kandungan bahan organik lapisan atas yang tipis (8-12 cm), umumnya rendah
sampai sedang. Rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial yang
rendah dan K-potensial yang bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik lapisan
atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa tukar rendah, kandungan K-dd
hanya berkisar 0-0,1 me/100 g tanah disemua lapisan termasuk rendah, dapat
disimpulkan potensi kesuburan alami Ultisol sangat rendah sampai rendah. Ultisol
di daerah Aceh dan Sumatera Utara dicirikan dengan kandungan Al-dd 4,2
me/100 g, KTK 3-7 me/100 g, pH H2O 4,1-5,5% C-organik 1,9% N
0,2 (Susila dan Juang, 2008).
Menurut Walhi (2008), tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang
tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian
pada tanah ultisol sehingga dapat menjadi yang siap dimanfaatkan untuk budidaya
tanaman apabila iklimnya mendukung. Tanah ultisol memiliki tingkat kemasaman
sekitar 5,5. Upaya meningkatkan produktivitas ultisol, dapat dilakukan
melalui pemberian kapur, pemupukan, dan penambahan bahan organik
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Sifat Biologi Tanah
Menurut Sumarsih (2003), jasad hidup yang ukurannya kecil sering
disebut sebagai mikroba atau mikroorganisme atau jasad renik. Jasad renik
disebut sebagai mikroba bukan hanya karena ukurannya yang kecil, sehingga
sukar dilihat dengan mata biasa, tetapi juga pengaturan kehidupannya yang lebih
sederhana dibandingkan dengan jasad tingkat tinggi. Ukuran mikroba biasanya
dinyatakan dalam mikron (μ), 1 mikron adalah 0,001 mm.
Mikroorganisme ditemukan dalam jumlah besar di tanah, biasanya antara
satu hingga sepuluh juta mikroorganisme yang hadir per gram tanah dengan
bakteri dan jamur yang paling umum. Namun ketersediaan nutrisi sering
membatasi pertumbuhan mikroba dalam tanah dan sebagian besar ketersedian
nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme berupa air, sumber nitrogen, mineral dan
sumber energi. Jika ketersediaan ini mengalami keterhambatan aktivitas
mikroorganisme dalam tanah akan tidak aktif secara fisiologis sampai kebutuhan
akan nutrisi dapat terpenuhi (Sinaga, 2015).
Pupuk organik dapat memperbaiki sifat biologi tanah. Bahan organik akan
menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang
kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikroflora,
Biota tanah mempunyai kemampuan untuk menstimulasi pertumbuhan
tanaman sebesar kemampuan mereka menghambat pertumbuhan tanaman itu
sendiri. Pengaruh yang merugikan dari biota tanah (terutama mikrobia) adalah
penyebab berbagai macam penyakit. Sedangkan pengaruh yang menguntungkan
dari biota tanah adalah dalam pembentukan tanah, siklus hara, dan
mempertahankan kehidupan di bumi ini dengan berperan dalam berbagai proses
biologi di dalam tanah misalnya proses dekomposisi bahan organik, transformasi
unsur hara, mengatasi polusi, digunakan sebagai pupuk biologi, degradasi
senyawa toksik, transformasi molekul anorganik, asosiasi menguntungkan dengan
tanaman, pencegahan penyakit (sebagai biopestisida) (Hanafiah, et al., 2009).
Respirasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa
berupa CO2 dan H2O dan pelepasan energi. Metabolisme ini merupakan proses
dekomposisi bahan organik yang secara umum mengindikasikan kegiatan
mikroorganisme, dengan tujuan menyediakan karbon yang merupakan sumber
utama bagi pembentukan material-material baru (Alexander, 1977). Selanjutnya
hasil proses dekomposisi sebagian digunakan organisme untuk membangun
tubuh, akan tetapi terutama digunakan sebagai sumber energi atau sumber karbon
utama, dimana proses dekomposisi dapat berlangsung dengan mediasi
mikroorganisme, sehingga mikroorganisme merupakan tenaga penggerak dalam
respirasi tanah (Azizah et al., 2007).
Jumlah CO2 yang dihasilkan dan O2 yang dikonsumsi tergantung pada tipe
dari substrat, faktor lingkungan, dan mikroorganisme yang terlibat. Pengukuran
respirasi mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan
transformasi nitrogen atau fosfor, pH, dan rata-rata jumlah mikroorganisme
(Anas, 1989).
Kapasitas Menyimpan Air
Tanah memiliki nilai kapasitas menyimpan air yang berbeda-beda. Tanah
bertekstur kasar memiliki kapasitas lapang yang lebih rendah karena mereka kaya
pori-pori makro yang mengalami drainase bebas. Tanah bertekstur halus memiliki
lebih banyak mengandung pori mikro yang mampu menahan air untuk melawan
drainase bebas, sehingga mempunyai kapasitas lapang lebih tinggi (besar). Namun
demikian, kalau dibandingkan dengan tanah-tanah lempung dan lempung
berdebu yang agregasinya bagus, kapasitas air tersedia pada liat tanah cenderung
lebih rendah karena tanah liat ini memiliki titik layu permanen yang tinggi
(USDA, 2008).
Bahan organik merupakan sumber unsur hara yang dapat didekomposisi,
dan berfungsi mempertahan kan jalannya siklus hara. Bahan organik berfungsi
sebagai sumber energi kabon dan mineral untuk mikrobia dan meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap kekeringan karena kemampuan bahan organik
menahan air (Hanafiah et al., 2009).
Bahan organik tanah meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air ,
baik langsung maupun tidak langsung. Ketika tanah pada keadaan kapasitas
lapang, bahan organik memiliki kapasitas memegang air yang lebih tinggi
daripada tanah mineral . Air yang dapat ditahan oleh bahan organik pada titik layu
permanen juga lebih tinggi, secara keseluruhan, peningkatan bahan organik tanah
meningkatkan kemampuan tanah untuk menyimpan air tersedia bagi tanaman
Air merupakan faktor ekologi yang paling berpengaruh. Air secara
langsung berperan terhadap senyawa-senyawa penting yang dibutuhkan oleh
makhluk hidup. Secara tidak langsung air mempengaruhi pertukaran gas sambil
mengangkut secara vertikal atau horizon senyawa seperti substrat energi yang
larut dalam air (seperti asam amino dan karbohidrat dari serasah), dan sel-sel
mirkobia (Hanafiah et al., 2009). Hubungan dasar antara air tanah dengan sifat
fisik kimia dan aktifitas biota tanah dapat digambarkan sebagai berikut.
Aktifitas fisika- kima tanah
Gambar 1. Pengaruh air tanah terhadap sifat-sifat dan proses fisika kimia yang menentukan aktivitas biologi tanah (van Elsas et al. 2006).
Biota tanah berperan sangat penting pada fungsi tanah dan berpengaruh
terhadap kepentingan ekosistem. Terdapat interaksi antara biochar dengan biota
tanah, bila digunakan sebagai amandemen tanah. Seperti sebagai tempat tinggal
jamur mikoriza serta pengaruhnya pada kapasitas menahan air, yang mengarah
kepada hasil pertanian (Verheijen et al., 2010).
Kapasitas menahan air dalam tanah sebagian ditentukan oleh kandungan
bahan organik, dan amandemen bahan organik yang umumnya meningkatkan
kapasitas memegang air pada tanah. Zat humat yang berasal dari biochar telah air tanah
Difusi unsur hara dan aliran massa
mobilitas Suhu& aerasi pH & Eh
air tanah, serta meningkatkan stabilitas agregat tanah terdegradasi
(Piccolo et al., 1996).
Ok-Youn et al, (2013) menyatakan bahwa penggunaan biochar dapat
meningkatkan kapasitas menyimpan air tanah lempung berpasir hingga 1,7%
dengan peningkatan dosis biochar hingga 10%. Pengaruh biochar terhadap air
ketika dicampur dengan tanah sangat penting untuk dipahami karena aktivitas
mikrobia, pertumbuhan tanaman dan kebutuhan nutrisi sangat ditentukan oleh
PENDAHULUAN Latar Belakang
Jerami padi sebagai sisa panen belum dimanfaatkan secara optimal. Setiap
panen akan dihasilkan jerami rata-rata 1,5 x hasil gabah (Nurjaya et al.,
2013).Menurut BPS Sumut (2014), Luas panen padi sawah pada tahun 2014
seluas 676.724 ha, dan produksi gabah yaitu 3.490.516 ton. Jika dikalikan 1,5 ton
produksi maka akan diperoleh hasil jerami sebanyak 5.235.774 ton. Jumlah
tersebut sangat tinggi. maka perlu suatu usaha untuk memanfaatkan limbah
tersebut agar pertanian dapat berkelanjutan.
Saat ini pengelolaan jerami padi oleh petani lebih banyak tidak
dikembalikan lagi ke lahan semula. Banyak petani yang masih melakukan
pembakaran jerami. Biochar dan kompos merupakan teknik yang dapat dilakukan
untuk mengelola limbah jerami padi.
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang mendominasi di lahan
kering. Kelangkaan air sering kali menjadi pembatas utama dalam pengelolaan
lahan kering. Tanah ultisol yang kebanyakan didominasi oleh liat memiliki
kapasitas air tersedia yang cenderung lebih rendah daripada tanah dengan tekstur
lempung berdebu yang agregasinya bagus, karena tanah liat ini memiliki titik layu
permanen yang tinggi (USDA, 2008). Permasalahan lainnya yang didapati pada
tanah ultisol yakni pH yang rendah, c-organik rendah dan kandungan N- total
yang rendah (Susila dan Juang, 2008).
Aplikasi kompos dan biochar pada lahan kering marjinal dapat
tanah, dapat juga meningkatkan kapasitas menyimpan air apabila turut
diaplikasikan biochar. Ok-Youn et al., (2013) menyatakan bahwa penggunaan
biochar dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air tanah lempung berpasir
hingga 1,7% dengan peningkatan dosis biochar hingga 10%. Pengaruh pemberian
biochar terhadap keberadaan air pada tanah sangat penting untuk dipahami karena
keberadaan air mempengaruhi aktivitas mikrobia, pertumbuhan tanaman dan
ketersediaan hara.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh
biochar dan kompos jerami terhadap sifat biologi tanah dan kapasitas menyimpan
air pada tanah ultisol.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian vermikompos dan biochar jerami padi terhadap sifat biologi tanah dan
kapasitas menyimpan air pada tanah Ultisol.
Hipotesis Penelitian
Pemberian vermikompos dan biochar jerami padi mempengaruhi sifat
biologi tanah dan kapasitas menyimpan air pada tanah Ultisol.
Kegunaan Penulisan
1. Sebagai bahan informasi tentang pengaruh pemberian biochar dan kompos
jerami padi terhadap sifat biologi tanah dan kapasitas menyimpan air pada
tanah Ultisol.
2. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
ABSTRAK
Sifat biologi tanah dan kapasitas menyimpan air tanah merupakan salah salah satu aspek penting dalam menentukan kesehatan tanah. Pemberian vermikompos dan biochar jerami padi dapat mempengaruhi sifat biologi tanah dan kapasitas menyimpan air tanah Ultisol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biochar dan kompos jerami padi terhadap sifat biologi tanah dan kapasitas menyimpan air pada tanah Ultisol. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan satu faktor yaitu Tanah tanpa perlakuan, Vermikompos dosis 10 ton/ha, Vermikompos dosis 20 ton/ha, Biochar jerami padi dosis 10 ton/ha, Biochar jerami padi dosis 20 ton/ha, Vermikompos + Biochar jerami padi (5 ton/ha : 5 ton/ha), Vermikompos + Biochar jerami padi (10 ton/ha : 10 ton/ha). Pemberian perlakuan berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah, total respirasi tanah, C-organik tanah, namun
tidak berpengaruh terhadap kadar air tanah, total mikroorganisme tanah, dan N-total tanah, Biochar jerami padi berpengaruh terhadap jumlah air tertahan
dalam tanah. Debit air bergerak mencapai beker penampung berpengaruh hanya pada pemberian air irigasi dua minggu inkubasi.
ABSTRACT
Soil biology and soil water holding capacity is an important aspect in determining the health of the soil. Giving vermicompost and paddy straw biochar can affect the biological properties of the soil and ultisol soil water holding capacity. This study aimed to determine the effect of vermicompost and paddy straw biochar on biological properties of the soil and the ultisol water holding capacity. The research was conducted in the laboratory. This research used randomized block design with one factor, that was soil without treatment, Vermicompost dose of 10 ton / ha, Vermicompost dose of 20 ton / ha, Paddy Straw Biochar dose of 10 ton / ha, Paddy Straw Biochar dose of 20 ton / ha, Vermicompost + Paddy Straw Biochar (5 tons / ha: 5 tons / ha), Vermicompost + Paddy Straw Biochar (10 tons / ha: 10 tons / ha). Treatment giving affected on increasing soil pH, total soil respiration, soil organic Carbon, but did not affect the soil moisture content, total soil microorganisms, and soil N-total. Paddy straw biochar effected on the amount of water retained in the soil. Rate of water flowed moving to glassbeaker affected only atwater irrigation in two week soil incubation.
PENGARUH PEMBERIAN VERMIKOMPOS DAN BIOCHAR JERAMI PADI TERHADAP SIFAT BIOLOGI TANAH DAN KAPASITAS
MENYIMPAN AIR PADA TANAH ULTISOL
SKRIPSI
Oleh:
AZHARI RAMADHAN 120301189
AGROEKOTEKNOLOGI – ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN