57
Pemodelan Lintasan Komet pada Tata Surya dengan Variasi
Massa dan Posisi
Ria Anandaa, Joko Sampurnoa*, Boni P. Lapanporoa
aProdi Fisika, FMIPA Universitas Tanjungpura
Jalan Prof. Dr. Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia *Email : jokosampurno@physics.untan.ac.id
Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk mensimulasi lintasan komet menggunakan Metode Leapfrog. Penelitian ini menggunakan data massa, posisi dan kecepatan delapan planet serta komet. Data massa dan posisi awal komet divariasikan untuk melihat variasi lintasan komet yang dihasilkan. Adapun variasi massa komet
yaitu 1x109 kg, 1x1015 kg dan 2,2x1014 kg, dan variasi posisi awal komet pada sumbu x, yaitu 2,25 AU dan
10,5 AU serta pada sumbu y, yaitu -8 AU dan -20 AU. Hasil simulasi menunjukkan bahwa lintasan komet bervariasi bergantung dengan massa dan posisi awalnya dan tidak mengganggu keteraturan lintasan planet. Lintasan planet tidak stabil dan mengalami pergeseran ketika massa komet diperbesar hingga 500 kali massa bumi. Arah lintasan komet dapat diverifikasi dengan potensial gravitasi. Gerak komet cenderung terbelokkan ketika memasuki potensial gravitasi yang lebih tinggi. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa Metode Leapfrog dapat digunakan untuk menentukan persamaan gerak komet.
Kata Kunci : Metode Leapfrog, Pemodelan Lintasan Komet, Potensial Gravitasi
1. Latar Belakang
Tata surya merupakan contoh sistem gerak
yang teratur dan seimbang. Keadaan
kesetimbangan antar benda langit dapat terjadi karena adanya tarik-menarik antar benda. Fenomena ini diungkapkan oleh Sir Issac Newton pada tahun 1687 dengan mempublikasikan Hukum Gravitasi yang berbunyi: Setiap partikel di alam semesta menarik partikel lain dengan gaya yang berbanding lurus dengan hasil kali massa-massa partikel dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak partikel tersebut [1]. Studi tentang gerak partikel akan lebih menarik jika ditampilkan dalam bentuk simulasi. Beberapa metode digunakan peneliti sebelumnya untuk menampilkan simulasi dalam gerak dan meninjau pengaruh gaya gravitasi newton terhadap beberapa benda.
Simulasi gerak bumi dengan
mempertimbangkan pengaruh planet Jupiter dan Matahari sebagai pusat orbit telah dilakukan.
Adapun hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa planet Jupiter tidak
berpengaruh terhadap orbit bumi.
Ketidakstabilan lintasan orbit bumi baru terasa jika massa Jupiter diperbesar [2]. Penelitian lain juga telah dilakukan untuk meneliti model gerak delapan planet melalui solusi numerik. Metode yang digunakan yaitu Euler, Leapfrog [3] dan Runge-Kutta orde-4 [4]. Dari penelitian yang dilakukan, didapatlah hasil jika Metode Leapfrog merupakan metode terbaik untuk grafik profil gerak planet dan memiliki nilai galat (error) yang lebih kecil [5].
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumya, pada penelitian ini dilakukan simplifikasi kasus benda langit dengan mengkaji studi numerik lintasan komet pada tata surya dengan menggunakan Metode Leapfrog. Dalam penelitian, komet bergerak di antara planet mengitari tata surya. Keadaan ini dapat digunakan untuk mempelajari bagaimana pengaruh massa dan posisi sebuah komet terhadap perilaku lintasan yang dihasilkan dengan pengaruh delapan planet, serta lebih lanjut dapat mempelajari perilaku gerak partikel di sekitar sistem.
2. Metodologi
2.1 Persamaan Gerak Komet
Sir Isaac Newton menyatakan bahwa terdapat suatu gaya yang memungkinkan dua benda atau lebih saling berinteraksi pada jarak
tertentu. Dalam penelitiannya, Newton
menyimpulkan bahwa gaya gravitasi atau gaya tarik-menarik sebanding oleh massa setiap benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak kedua benda [1]. Komponen gaya yang
bekerja pada komet bermassa 𝑚𝑘 oleh benda
langit lain bermassa 𝑚𝑖 adalah sebagai berikut :
2 cos 3 k i k i i k x m m m m F G G x x r
r (1) dan
2 sin 3 k i k i i k y m m m m F G G y y r
r (2)Ilustrasi sistem digambarkan pada Gambar 1, seperti berikut:
58
Gambar 1. Skema vektor gaya gravitasi Hubungan antara besaran gaya, massa dan percepatan dapat dituliskan dengan rumus Hukum II Newton sebagai berikut :
F m a
(3) Jika persamaan (1) dan persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (3) dan digunakan untuk persamaan gerak komet yang berinteraksi dengan delapan planet dan matahari maka persamaannya menjadi :
3 3 3 3 3 3 3 3 3 m m k v v k x k k km kv j j k b b k r r k kb kr kj s s k u u k n n k ks ku kn Gm x x Gm x x dv GMx dt r r r Gm x x Gm x x Gm x x r r r Gm x x Gm x x Gm x x r r r (4) dan
3 3 3 3 3 3 3 3 3 y k m m k v v k k km kv j j k b b k r r k kb kr kj s s k u u k n n k ks ku kn dv GMy Gm y y Gm y y dt r r r Gm y y Gm y y Gm y y r r r Gm y y Gm y y Gm y y r r r (5)
Dengan G adalah konstanta gravitasi, M
merupakan simbol untuk massa matahari, mm
untuk massa merkurius, mv massa venus, mb
massa bumi, mrmassa mars, mj massa jupiter, ms
massa saturnus, mu massa uranus, mn massa
neptunus, k sebagai simbol komet, r jarak antar
komet dan planet sedangkan x merupakan posisi
pada bidang x, dan y merupakan posisi pada
bidang y, serta v merupakan kecepatan.
Jarak antara komet dan planet dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
2
21 1 1
k k k
r x x y y
(6)
2.2 Metode Leapfrog
Metode yang digunakan dalam simulasi ini adalah Metode Leapfrog. Metode tersebut digambarkan dengan persamaan sebagai berikut [6]: 1 1 1 1 2 2 n n n n i i i i x x x x a t t (7)
Algoritma yang dihasilkan dengan penggunaan persamaan (7) yang bersesuaian dengan persamaan (4) dan (5) dituliskan sebagai berikut:
kecepatan dalam arah x,
3 3 3 3 1 ,k ,k 3 3 3 3 3 2 m m k v v k k k km kv j j k i i b b k r r k x x kb kr kj s s k u u k n n k ks ku kn Gm x x Gm x x GMx r r r Gm x x Gm x x Gm x x v v t r r r Gm x x Gm x x Gm x x r r r
(8)posisi dalam arah x, txv
1 1 ,k i i i k k x x x vt
(9)
kecepatan dalam arah y,
1 y,k y, 3 3 3 3 3 3 3 3 k 3 2 m m k v v k k k km kv j j k i i b b k r r k kb kr kj s s k u u k n n k ks ku kn Gm y y Gm y y GMy r r r Gm y y Gm y x Gm y x v v t r r r Gm y y Gm y y Gm y y r r r
(10)
posisi dalam arah y,
1 1 y,k i i i k k y y vt
(11) 2.3 Potensial Gravitasi
Arah lintasan komet dapat ditentukan oleh potensial gravitasi. Potensial gravitasi adalah besar energi potensial tiap satuan massa benda yang terletak disuatu titik. Potensial gravitasi dinyatakan dengan persamaan :
cos 𝜃 =(𝑥𝑖− 𝑥𝑘) 𝑟 ϴ Matahari xk xi r mi mk yk yi
F
x Fy sin 𝜃 =(𝑦𝑖− 𝑦𝑘) 𝑟59
GM V
r
(12)
karena hanya akan ditinjau besar potensial gravitasi saja, maka tanda minus pada persamaan (12) boleh diabaikan, namun kasus pada penelitian ini merupakan kasus benda banyak maka persamaan (12) dapat dituliskan ke dalam bentuk : m v b r m v b r j s u n k j s u n k Gm Gm Gm Gm GM V r r r r r Gm Gm Gm Gm Gm r r r r r
(13)
dengan r merupakan jarak antara benda bermassa ke suatu titik (x,y)
2 2 ( ) ( ) k k k r xx yy
(14)
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Simulasi Lintasan Komet
Berdasarkan hasil running program yang ada, diperoleh gambar dengan memvariasikan massa dan posisi awal komet. Adapun tiga buah variasi massa komet tersebut berturut-turut
adalah 1x109 kg, 1x1015 kg dan 2,2x1014 kg.
Sedangkan posisi awal komet pada sumbu x yaitu 2,25 AU dan 10,5 AU, serta pada sumbu y, variasi posisi komet yaitu -8 AU dan -20 AU.
Satuan jarak yang digunakan dalam penelitian adalah satuan astronomi atau AU (1
AU = 1,496 x 1011 m). Sedangkan satuan waktu
yang digunakan adalah tahun (1 tahun = 3,15 x
107 s).
Hasil simulasi program lintasan komet terhadap planet dengan Metode Leapfrog dapat dilihat pada gambar 2. sebagai berikut :
Gambar 2. Grafik lintasan komet dengan massa komet 1 10 9kg dengan posisi awal komet (a)
𝑥𝑘= 2,25 AU, 𝑦𝑘 = −8 AU; (b) 𝑥𝑘 = 10,5 AU, 𝑦𝑘= −8 AU; (c) 𝑥𝑘= 2,25 AU, 𝑦𝑘=
−20 AU; (d) 𝑥𝑘= 2,25 AU, 𝑦𝑘 = −20 AU
Gambar 2 merupakan hasil simulasi lintasan
gerak komet dengan massa komet 1x109 kg.
Posisi awal komet dibuat bervariasi untuk melihat variasi lintasan. Lintasan garis warna merah pada keempat gambar di atas merupakan lintasan komet. Warna hitam, hijau, merah dan biru berbentuk elips dari yang terluar merupakan lintasan planet dari planet neptunus, uranus, saturnus dan jupiter, sedangkan lintasan
yang berada di dalam lintasan berwarna biru merupakan planet dalam yang terdiri dari merkurius, venus, bumi dan mars.
Dari Gambar 2, terlihat bahwa bentuk lintasan komet tidak sama, bergantung posisi awal dan
massa komet
.
Lintasan komet berbelok lebihbesar pada posisi 𝑥𝑘= 2,25 AU yaitu pada saat
posisi awal komet lebih dekat dengan matahari dan planet lainnya seperti terlihat pada gambar (c)
(a) (b)
60
2(a) dan 2(c)
.
Sedangkan pada gambar 2(b) dan2(d) menunjukkan lintasan komet yang pembelokannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena posisi awal komet yang jauh dari pusat massa.
Lintasan komet untuk massa 1x1015 kg dan
2,2x1014 kg tidak mengalami perbedaan yang
signifikan terhadap lintasan komet dengan
massa 1x109 kg. Hal ini disebabkan karena
variasi massa komet yang digunakan jauh lebih kecil dari matahari maupun planet-planet.
Untuk memprediksi apa yang terjadi jika sebuah benda dengan massa yang besar melintasi tata surya, maka massa komet akan diperbesar. Penggunaan massa sebesar 500 dan 700 kali massa bumi digunakan dengan landasan eksperimen yang telah dilakukan oleh Supardi pada tahun 2011. Adapun hasil lintasan yang diperoleh sebagai berikut :
(a) (b)
Gambar 3. Grafik lintasan komet dengan massa komet 500 kali massa bumi dengan posisi awal
komet (a) 𝑥𝑘= 2,25 AU , 𝑦𝑘 = −8 AU; (b) 𝑥𝑘 = 2,25 AU, 𝑦𝑘= −20 AU
(a) (b)
Gambar 4. Grafik lintasan komet dengan massa komet 700 kali massa bumi dengan posisi awal
komet (a) 𝑥𝑘 = 2,25 AU, 𝑦𝑘= −8 AU; (b) 𝑥𝑘= 2,25 AU, 𝑦𝑘 = −20 AU
Gambar 3 dan gambar 4 merupakan hasil simulasi lintasan gerak komet dengan massa komet diperbesar 500 kali dan 700 kali massa bumi. Bentuk lintasan komet pada kondisi ini tidak berbeda dengan gambar sebelumnya, hanya saja dengan perbesaran massa hingga 500 kali dan 700 kali massa bumi, mempengaruhi lintasan planet-planet. Hal ini disebabkan karena gaya tarikan antara komet dan planet akan menjadi sangat besar sehingga ketika komet bergerak mendekati planet-planet tersebut maka planet-planet itu tertarik cukup kuat ke arah komet dan terjadi pergeseran lintasan pada planet. Pada gambar 3(a) dan 4(a) dihasilkan
lintasan planet yang terganggu akibat besarnya massa komet, tetapi lintasan planet Neptunus masih dapat mempertahankan bentuk lintasan ellipsnya meskipun terdapat pergeseran lintasan yang kecil. Berbeda dengan keadaan tersebut, pada gambar 3(b) dan gambar 4(b) lintasan planet Neptunus juga terganggu. Perbedaan kondisi ini dikarenakan posisi awal komet yang berbeda.
61 3.2 Potensial Gravitasi
Verifikasi solusi numerik dilakukan untuk mengetahui kebenaran dari hasil penyelesaian model lintasan gerak komet yang diselesaikan menggunakan Metode Leapfrog. Verifikasi ini
dilakukan dengan menggunakan rumus
Potensial Gravitasi dari persamaan (13) yang menampilkan hasil akhir berupa kontur potensial gravitasi. Adapun hasil simulasi yang diperoleh adalah sebagai berikut :
Gambar 5. Kontur Potensial Gravitasi Gambar 5 merupakan kontur potensial gravitasi yang diperoleh untuk mengetahui di daerah mana komet akan terbelokkan. Dari hasil simulasi, didapat kontur yang konstan untuk ketiga variasi massa komet. Kondisi ini terjadi karena plot yang diambil adalah kondisi akhir dimana komet sudah berada cukup jauh dari planet-planet sehingga kontribusi potensial gravitasi yang dominan hanyalah matahari dan planet-planet di sekitarnya. Dari gambar yang dihasilkan, terlihat bahwa komet akan terbelokkan ketika memasuki daerah potensial gravitasi yang lebih kuat dari potensial gravitasi posisi awalnya. Lingkaran merah menunjukkan daerah potensial gravitasi yang sangat kuat berada disekitar matahari, hal ini disebabkan karena massa matahari jauh lebih besar dari massa planet-planet.
Bulatan biru muda juga menunjukkan daerah potensial gravitasi yang lebih besar dari sekitarnya.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Metode Leapfrog dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan gerak komet. Simulasi membuktikan bahwa massa dan posisi komet menentukan lintasan komet, namun tidak mempengaruhi lintasan planet. Pengaruh massa komet dapat membuat lintasan planet tidak stabil jika massa komet ditingkatkan menjadi 500 kali massa bumi. Lintasan gerak komet berbelok ke arah potensial gravitasi yang lebih tinggi.
Daftar Pustaka
[1] Young HD, Freedman RA. Fisika
Universitas Jakarta: Erlangga; 2002.
[2] Supardi , Darmawan D. Pendekatan Three
Body Problem Theory untuk
Mensimulasikan Efek Jupiter terhadap Gerakan Orbit Bumi. Laporan Penelitian. Yogyakarta: UNY, FMIPA; 2011.
[3] Dehnen W, Read JI. N-Body Simulations of
Gravitational Dynamics. The European Physical Journal Plus. 2011; 126: p. 55.
[4] Sulthon MB. Analisis Solusi Numerik
Model Gerak Planet dengan Metode Runge-Kutta (Skripsi) Jember: Universitas Jember; 2013.
[5] Suraina , Arman Y, Lapanporo BP. Simulasi
Orbit Planet dalam Tata Surya dengan Metode Euler, Leapfrog dan Runge-Kutta. PRISMA Fisika. 2015; Vol. 3 No. 3.
[6] Hoffman KA, Chiang ST. Computational
Fluid Dynamics USA: Engineering
Education System; 2000. Kontur Potensial Gravitasi Akhir
x (AU) y ( A U ) -6 -4 -2 0 2 4 6 -6 -4 -2 0 2 4 6 Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 level 6 level 7 level 8