• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi botani tanaman jambu air Deli Hijau adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo: Myrtales, Keluarga: Myrtaceae, Genus: Syzigium, Spesies: Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry (Merril and Perry, 1938)

Syzygium samarangense merupakan tanaman pohon dengan tinggi mencapai 15 m, memiliki lebar batang yang sempit dan melengkung, berdiameter 25-50 cm, batang sering kali bercabang dekat pangkal dengan lebar kanopi tidak teratur.

Daun terletak secara berlawanan yang berbentuk jorong sampai berukuran 10-25 cm x 5-12 cm, lapisan kulit daun memiliki tepi yang tipis berwarna bening putus-putus, ketika daun dihancurkan akan menimbulkan aromatik, tebal tangkai daun sekitar 3-5 mm.

Bunga jambu memiliki tipe terminal, bunga muncul pada ketiak daun dengan jumlah 3 - 30 bunga, ukuran bunga 3-4 cm, panjang kelopak sampai tabung sekitar 1,5 cm dengan ventricoseter dapat di ujung bunga, panjang daun telinga bunga 3-5 mm, jumlah kelopak 4 berbentuk bundar seperti spatulat dengan ukuran 10-15 mm, bunga berwarna kuning sampai putih, terdapat banyak benang sari dengan panjang sampai 3 cm (Orwa et al., 2009).

Buah biasanya berwarna merah cerah, kadang terdapat buah berwarna kehijauan sampai putih atau berwarna krem, buah berbentuk seperti buah pir menyempit di dasar dan meluas di bagian atas, dihiasi dengan 4 kelopak daun

telinga berdaging dan rata pada bagian atas, panjang buah 3,4-5 cm dan lebar 4,5 - 5,4 cm. Kulit buah sangat tipis, daging buah berwarna putih, renyah dan kandungan air tinggi, rasa daging buah cenderung asam manis hingga hambar. Umumnya buah mengandung biji sebanyak 1-2 dengan bentuk biji agak membulat dan lebar sekitar 0,5 - 0,8 cm, terkadang pada beberapa buah tidak terdapat biji (Steenis et al., 2003).

Syarat Tumbuh Iklim

Unsur iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman jambu air Deli Hijau antara lain: curah hujan, intensitas sinar matahari, temperatur udara dan kelembaban udara siang dan malam hari. Tanaman air jambu Deli Hijau akan tumbuh dengan baik pada dataran rendah, dengan curah hujan rata-rata 500-3000 mm/tahun dengan temperatur udara antara 18-28˚C, kelembaban udara

yang diinginkan 50-80 %, dan intensitas cahaya matahari yang ideal antara 40-80% (Tim Peneliti, 2012).

Angin sangat berperan dalam pembudidayaan jambu air.Angin berfungsi dalam membantu penyerbukan pada bunga. Tanaman jambu air akan tumbuh baik di daerah yang curah hujannya rendah/ kering, sekitar 500-3.000 mm/tahun dan musim kemarau lebih dari 4 bulan. Dengan kondisi tersebut, maka jambu air akan memberikan kualitas buah yang baik dan rasa lebih manis. Cahaya matahari berpengaruh terhadap kualitas buah yang akan dihasilkan. Intensitas cahaya matahari yang ideal dalam pertumbuhan jambu air adalah 40-80 %. Suhu yang cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu air adalah 18-28 ˚C, kelembapan udara

Tanah

Media tanam yang dikehendaki jambu air Deli Hijau adalah tanah yang mempunyai drainase dan aerase yang baik serta subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai 5,5 – 7,0 pada tanah topografi datar, kedalaman air tanah antara 50-150 cm, dengan ketinggian tempat 20-600 m dpl (Tim Peneliti, 2012).

Jambu air sangat cocok tumbuh pada daerah datar. Tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik baik untuk petumbuhan jambu air. Derajat keasaman tanah (pH) yang sesuai adalah 5,5-7,5. Kedalaman kandungan air yang ideal untuk tempat budidaya jambu air adalah 0-50 cm, 50-150 cm dan 150-200 cm (Prihatman, 2000).

Botani dan Morfologi Jambu Biji

Secara taksonomi jambu biji dapat diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae, Divisi : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas: Dicotyledonae, Ordo : Myrtales, Famili : Myrtaceae, Genus : Psidium, Spesies : Psidium guajava L. (Steenis et al., 2003).

Jambu biji perdu atau pohon kecil dengan tinggi 3-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna coklat kehijauan.

Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong,ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau (Hapsoh dan Hasanah, 2011).

Buah jambu biji berdompolan, bentuknya globose, bulat telur, lonjong atau berbentuk buah pir, atau bentuknya seperti bentuk telur terbalik. Daging buah berwarna putih kekuningan atau merah muda (Steenis et al., 2003).

Syarat Tumbuh Iklim

Dalam budidaya tanaman jambu biji angin berperan dalam penyerbukan, namun angin yang kencang dapat menyebabkan kerontokan pada bunga. Tanaman jambu biji merupakan tanaman daerah tropis dan dapat tumbuh di daerah sub-tropis dengan intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).

Tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari.Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), yang ideal musim berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-September sedang musim buahnya terjadi bulan Nopember-Februari bersamaan musim penghujan (Prihatman, 2000).

Kelembaban udara sekeliling cenderung rendah karena kebanyakan tumbuh di dataran rendah dan sedang.Apabila udara mempunyai kelembaban yang rendah, berarti udara kering karena miskin uap air.Kondisi demikian cocok untuk pertumbuhan tanaman jambu biji.

Tanah

Tanaman jambu biji sebenarnya dapat tumbuh pada semua jenis tanah. Jambu biji dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik atau pada tanah yang keadaan liat dan

sedikit pasir (Prihatman, 2000).

Derajat keasaman tanah (pH) tidak terlalu jauh berbeda dengan tanaman lainnya, yaitu antara 4,5-8,2 dan bila kurang dari pH tersebut maka perlu dilakukan pengapuran terlebih dahulu.

Tanaman ini mampu tumbuh dalam keadaan tanah yang salin dan kekeringan serta pH antara 4.5 sampai 8.2 ,tanaman jambu bijidapat tumbuh subur pada daerah tropis dengan ketinggian antara 5-1200 m dpl.

Keanekaragaman Serangga (Insect Diversity)

Serangga memegang peranan yang sangat penting dalam ekosistem pertanian, tidak hanya sebagai kelas terbesar dari filum artropoda, tetapi juga kemampuannya dalam beradaptasi terhadap perubahan ekosistem pertanian yang dinamis dan kurang stabil (Chinery, 1991). Keadaan ekosistem pertanian yang lebih sederhana dapat menyebabkan satu atau lebih organisme pemakan tumbuhan menjadi hama. Perubahan status dari bukan hama menjadi hama disebabkan karena berlimpahnya tanaman makanan. Di samping itu, akan terjadi dominasi suatu suatu jenis serangga terhadap serangga lainnya, karena di dalam ekosistem banyak mekanisme alami yang bekerja secara efektif dan efisien. Kondisi ekologi yang ada berpengaruh terhadap kehadiran organisme (Sosromarsono, 1981; Untung dan Sudomo, 1997). Kondisi ini juga terjadi pada tanaman jambu air dan jambu biji, yang merupakan tanaman perkebunan rakyat (98%).

Serangga-serangga yang berasosiasi pada tanaman jambu memiliki peranan yang beragam. Serangga tersebut dapat berperan sebagai fitofag, predator, polinator, maupun hanya singgah sementara pada tanaman jambu mete (Freitas dan Paxton 1996). Pengetahuan mengenai jenis dan peranan serangga

pada tanaman ini penting untuk diketahui terutama hubungannya dalam teknik pengelolaannya. Serangga yang berstatus sebagai hama, populasinya diupayakan berada dalam keadaan keseimbangan di bawah ambang kerusakan. Serangga hama dapat menyerang pohon jambu mete pada berbagai fase pertumbuhan seperti akar, batang, cabang, bunga dan inflorenscence, serta buah.

Menurut Krebs (1978), ada 6 faktor yang saling berkaitan menentukan derajat naik turunnya keragaman, jenis yaitu :

o Waktu, keragaman komunitas bertambah sejalan waktu, berarti komunitas tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat organisme dari pada komunitas muda yang belum berkembang. Waktu dapat berjalan dalam ekologi lebih pendek atau hanya sampai puluhan generasi.

o Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar dan semakin tinggi keragaman jenisnya.

o Kompetisi, terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber yang sama yang ketersediannya kurang, atau walaupun ketersediannya cukup, namun persaingan tetap terjadi juga bila organisme-organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang yang lain atau sebaliknya.

o Pemangsaan, mempertahankan komunitas populasi dari jenis bersaing yang berbeda di bawah daya dukung masing-masing selalu memperbesar kemunginan hidup berdampingan sehingga mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemasangan terlalu tinggi atau rendah dapat menurunkan keragaman jenis.

o Kestabilan iklim, makin stabil, suhu, kelembaban, salinitas, pH dalam suatu lingkungan tersebut. Lingkungan yang stabil, lebih memungkinkan keberlangsungan evolusi.

o Produktifitas, juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman yang tinggi.

Serangga memiliki keragaman yang luar biasa mungkin didasarkan pada kemampuan mereka dalam berinteraksi dengan tanaman, yang telah memicu timbal balik adaptasi, spesialisasi dan evolusi bersama lebih dari ratusan juta tahun. Serangga berinteraksi dengan tanaman dalam berbagai peran, yang paling

penting sebagai penyerbuk dan juga sebagai predator (Whitney and Federle, 2012).

Status Hama Pada Tanaman Jambu

Serangga dapat berperan sebagai pemakan tumbuhan (serangga jenis ini yang terbanyak anggotanya), sebagai parasitoid (hidup secara parasit pada serangga lain), sebabagai predator (pemangsa), sebagai pemakan bangkai, sebagai penyerbuk (misalnya tawon dan lebah dan sebagai penular (vector) bibit penyakit tertentu (Putra, 1994).

Serangga fitofagus

Serangga fitofagus adalah serangga pemakan tumbuhan. Beberapa jenis serangga fitofagus ada yang bersifat monofagus atau polifagus. Serangga monofagus berarti hanya memakan satu atau beberapa jenis tumbuhan saja, sedangkan serangga polifagus dapat memakan beberapa jenis tumbuhan dalam satu famili (Gullan & Cranston 2000). Serangga dianggap sebagai hama ketika keberadaannya merugikan kesejahteraan manusia, estetika suatu produk, atau

kehilangan hasil panen. Dengan demikian, walaupun banyak serangga fitofagus yang memakan bagian-bagian tanaman jambu mete, tetapi yang tergolong hama hanya beberapa jenis saja.

Hama utama atau hama kunci merupakan spesies hama pada kurun waktu yang lama selalu menyerang pada suatu daerah dengan intensitas serangan yang berat, sehingga memerlukan usaha pengendalian yang seringkali dalam daerah yang luas. Tanpa usaha pengendalian, maka hama ini akan mendatangkan kerugian ekonomi bagi petani. Biasanya pada suatu agroekosistem hanya satu atau dua hama utama. Sisanya adalah hama kategori hama yang lain (Untung, 2001).

Hama yang merupakan hama utama pada pertanaman jambu biji di berbagai negara adalah lalat buah. Hama lain merupakan hama sekunder, pada populasi rendah tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang nyata. Namun jika populasi melimpah pada suatu lokasi pertanaman atau keberadaannya berasosiasi dengan organisme pengganggu tanaman lain, hama tersebut menjadi penting (Gould and Raga, 2002).

Lalat buah subfamili dacinae merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman pekarangan seperti mangga, belimbing, jambu, nangka, semangka, melon, pare, dan cabai. Akibat serangan hama ini produksi dan mutu buah menjadi rendah, bahkan dapat mengakibatkan gagal panen karena buah berjatuhan sebelum masak atau buah menjadi rusak saat dipanen. Informasi dari perdagangan internasional menyatakan lalat buah merupakan ancaman utama sebagai hama kontaminan dan bersifat sebagai species invasive (Suputa, 2006).

Serangga Penyerbuk

Serangga penyerbuk berperan penting dalam penyerbukan tanaman berbunga, khususnya tanaman yang bersifat entomofili. Aktivitas serangga penyerbuk pada bunga memiliki potensi dan efektivitas yang berbeda dalam penyerbukan tanaman (Atmowidi 2008). Aktivitas kunjungan penyerbuk pada bunga dimulai pada pagi hari, meningkat hingga siang hari dan menurun pada sore hari (Pateel and Sattagi, 2007).

Tanaman memerlukan bantuan penyerbuk untuk pembentukan buah. Menurut Freitas and Paxton (1996), ada beberapa jenis serangga yang telah diketahui mengunjungi inflorescence, yaitu semut, lebah, kupukupu dan tabuhan. Peranan serangga-serangga tersebut bervariasi dalam penyerbukan. Camponotus sp. (Hymenoptera: Formicidae) berperan sedikit dibandingkan dengan Apis mellifera (Hymenoptera: Apidae) dan Centris tarsata (Hymenoptera: Apidae) dalam proses penyerbukan bunga karena semut tersebut tidak kontak langsung dengan organ reproduksi bunga. Demikian juga dengan peran beberapa jenis kupu-kupu. Aphrissa sp. (Lepidoptera: Pieridae) kadang-kadang mengunjungi bunga yang sudah tua, Danaus erippus Cramer (Lepidoptera: Nymphalidae) sering mengunjungi bunga ketika polen hanya tersedia sedikit, sedangkan E. Hegesra (Lepidoptera: Nymphalidae) hanya kadang-kadang mengunjungi bunga tanaman (Freitas and Paxton, 1996).

Menurut Freitas et al., (2002), tanaman yang mendapat bantuan penyerbuk dalam proses pembuahan, menghasilkan hasil panen yang lebih banyak. Oleh sebab itu, agar hasil produksi meningkat harus diperhatikan pengelolaan serangga penyerbuk agar populasinya cukup ketika musim pembungaan. Selain itu strain

tanaman dipilih yang dapat menghasilkan polen yang cocok satu sama lain. Penggunaan pestisida yang tidak tepat juga dapat membunuh penyerbuk.

Musuh Alami

Predator merupakan hewan yang membunuh, memangsa dan memakan seluruh atau sebagian bagian dari mangsanya dan membutuhkan banyak mangsa untuk terus berkembang (Price et al., 2011). Kelompok serangga predator paling dominan umunya berasal dari ordo Coleoptera (famili Coccinellidae, Carabidae, dan Staphylinidae), Neuroptera (famili Chrysopidae), Hymenoptera (famili Formicidae), Diptera, Hemiptera (famili Reduviidae), Odonata (famili Libellulidae) dan ordo Mantodea (famili Mantidae) (Borror et al. 1996). Keanekaragaman serangga predator pada suatu ekosistem sangat penting untuk diketahui, terutama dalam kaitan penekanan populasi serangga hama melalui pengendalian hayati. Semakin beragamnya keanekaragaman predator pada suatu ekosistem mampu menekan kerugian hasil akibat serangga hama (Furlong, 2010). Predator merupakan hewan yang membunuh, memangsa dan memakan seluruh atau sebagian bagian dari mangsanya dan membutuhkan banyak mangsa untuk terus berkembang (Price et al., 2011).

Parasitoid didefinisikan sebagai perilaku memakan tubuh arthropoda lainnya (inang), bahkan membunuhnya (Godfray, 1958). Serangga parasitoid merupakan serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai makanannya (Purnomo, 2010). Parasitoid kini telah dimanfaatkan sebagai agen pengendali hama secara hayati. Beberapa spesies dari famili Tachinidae, Ichneumonidae, Braconidae, dan famili dari subordo

Chalcidoidea telah banyak dilaporkan mengendalikan populasi inangnya. Salah satu contoh di Indonesia, parasitoid Brachymeria (Chalcididae) dimanfaatkan untuk mengendalikan ledakan hama ulat bulu Arctornis submarginata (Lepidoptera: Lymantriidae) pada tanaman mangga di Probolinggo awal tahun 2011 (Ant/ICH, 2011).

Larva Tachinidae bersifat endoparasit pada inang. Endoparasit merupakan perilaku larva yang memakan tubuh inang dari bagian dalam organ tubuh inang. Induk Tachinidae akan menempatkan telur di dalam tubuh inang. Telur kemudian menetas menjadi larva dan memakan tubuh inang dari dalam. Hal ini akan langsung membunuh inang. Kemampuannya ini telah dimanfaatkan untuk mengendalikan hama.

Braconidae merupakan kelompok serangga parasitoid Hymenoptera penting sebagai pengendali hayati karena jenis-jenisnya menyerang hama-hama utama komoditas pertanian dan kehutanan. Kelompok famili Baconidae ada yang bersifat ektoparasitoid atau endoparasitoid, soliter atau berkelompok. Famili ini dapat menyerang inang pada semua fase hidup inang, mulai dari telur, larva, pupa sampai imago. Inang dari Braconidae berasal dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera, Hymenoptera, Neuroptera dan Psocoptera (Borror et al., 1996). Braconidae merupakan parasitoid penting yang telah berhasil dimanfaatkan untuk mengendalikan hama. Salah satunya adalah parasitoid Opius sp. yang merupakan parasitoid potensial dalam mengendalikan Liriomyza huidobrensis (Diptera: Agromycidae) yang merupakan penggerek daun pada berbagai jenis komoditi pertanian (Purnomo et al., 2008).

Parasitoid dan predator dapat ditemui diarea pertanaman jambu. Mesocomis orientalis dan Trichogramma sp. merupakan parasitoid telur C. Trifenestrata. Tingkat parasitisasi Trichogramma sp. berkisar antara 60-80% (Wikardi and Wahyono, 1991). Di samping itu, Supeno (2006) menemukan ektoparasitoid imago S. indicora yang merupakan anggota famili Epipyropidae. Wereng pucuk ini juga dapat dikendalikan dengan menggunakan parasitoid telur Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae) (Purnayasa, 2003; Wahyono,

2005), parasitoid pupa Brachymeria sp. dan Tetrastichus sp. (Mardiningsih et al., 2004).

Predator seperti semut (Hymenoptera: Formicidae) dapat ditemukan pada pertanaman jambu. Semut semut tersebut ada yang bersifat sebagai predator maupun pemakan bahan organik tanah. Semut-semut yang berasosiasi dengan serangga penghasil embun madu seperti aphid, Stictococcus sp., Planococcoides njalensis dan T. aurantii adalah Pheidole megacephala, Crematogaster africana Mayr, Crematogaster striatula Emery, Oecophylla longinoda Latr., Cataulacus guineensis Smith, Polyrachis laboriosa Smith, dan Camponotus olivieri F. (Dwomoh et al., 2008). Jenis predator lainnya adalah Chilomenes lunata F. (Coleoptera: Coccinellidae). Menurut Dwomoh et al. (2008), kumbang ini dapat memangsa larva dan nimfa H. schoutedeni. Dysdercus superstitiosus dan H. schoutedeni juga dapat dimangsa oleh Sphodromantis lineola (Burm), Tarachodes afzelii Roy, dan Amorphoscelis sp. (Dictyoptera: Mantidae) (Dwomoh et al. 2008). Hasil penelitian Karmmawati et al., (2004) menunjukkan bahwa kehadiran semut dapat menekan persentase pucuk terserang Helopeltis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

Keadaan lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup (biodiversitas) dan sebaliknya lingkungan. Semua jenis flora dan fauna telah berevolusi untuk menyesuaikan hidup dengan lingkungan. kehidupan seranggapun sangat bergantung pada habitatnya. Oleh karena itu faktor lingkungan sangat menentukan dan berpengaruh pada perkembangan serangga. Faktor abiotik seperti salinitas, pH, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng, 1991).

Lingkungan biotik merupakan bagian dari keseluruhan lingkungan yang terbentuk oleh semua fungsi makhluk hidup yang satu dan lainnya saling berinteraksi. Faktor-faktor abiotik yang penting dalam mempengaruhi kehidupan serangga adalah temperatur, cahaya, presipitas, kelembaban dan angin, serta faktor abiotik lainnya yang kurang penting yang termasuk di dalam faktor-faktor cuaca dan iklim (Suratmo, 1974).

Menurut Willmer (1982) diacu dalam Kahono et al. (2003) iklim merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. Iklim berpengaruh langsung kepada kehidupan, pertumbuhan, reproduksi, dan kelimpahan serangga, fenologi, dan musuh alami.

Faktor lingkungan tediri dari lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Faktor lingkungan fisik atau abiotik mencakup unsur-unsur litosfer (lithosphere atau tanah: tipe, bahan induk, struktur, tekstur, sifat fisik dan kimia, kesuburan dll.), hidrosfer (hydrosphere, lautan dan perairan lainnya: arus, kedalaman)

Faktor fisik terhadap suhu, kelembapan, cahaya, angin, curah hujan yang mudah di evaluasi. Kelembapan udara mempengaruhi kehidupan serangga langsung dan tidak langsung, serangga yang hidup di lingkungan kering mempunyai cara tersendiri untuk mengifesienkan penggunaan air seperti menyerap kembali air yang terdapat pada fesces yang akan dibuang dan menggunakan air metabolik tersebut. Hujan secara langsung dapat mempengaruhi populasi serangga hama apabila hujan besar serangga hama banyak yang mati, berpengaruh terutama pada pertumbuhan dan keaktifan serangga unsur yang penting dalam analisis hujan adalah curah hujan, jumlah hari dan kelebatan hujan. Angin mempengaruhi metabolisme serangga, serangga kecil mobilitasnya dipengaruhi oleh angin selanjutnya sumber cahaya panas yang utama di alam adalah radiasi surya (Nenet et al., 2005).

PENDAHULUAN

Dokumen terkait