• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Klasifikasi tanaman mentimun sebagai berikut : Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Sub Divisio : Angiospermae ; Class : Dicotyledoneae ; Ordo : Cucurbitales ; Family : Cucurbitaceae ; Genus : Cucumis dan Spesies : Cucumis sativus L (Rukmana, 1994).

Perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya tembusnya relatif dangkal pada kedalaman 30-60 cm. Oleh karena itu tanaman mentimun termasuk tanaman peka terhadap kekurangan dan kelebihan air (Rukmana,1994).

Mentimun termasuk tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin. Batangnya basah, berbulu serta berbuku-buku, panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 cm –

250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun (Rukmana, 1994).

Daun tanaman mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau tua.daun ini tumbuh berselang seling keluar dari ruas

batang. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu, berbulu tidak begitu tajam ( Sunarjono, 2003).

Tanaman mentimun memiliki jumlah bunga jantan lebih banyak daripada bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari. Bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari mendahului bunga betina. Penyerbukan bunga mentimun adalah penyerbukan menyerbuk silang, penyerbukan buah dan biji menjadi penentu rendah dan tinggi produksi mentimun(Milawatie, 2006).

Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) memiliki bunga berbentuk terompet, warna kuning dan berumah satu. Bunga betina mempunyai bakal buah yang membengkak, terletak di bawah mahkota bunga. Pada bunga jantan tidak terdapat bagian yang membengkak, sehingga dalam pemilihan tetua, jumlah bunga betina per pohon terbanyak yang terpilih (Suryadi, dkk, 2004).

Tanaman mentimun dalam proses kehidupan mengalami fase jouvenil (fase muda) relatif pendek. Pada umur 20-25 hari umumnya tanaman sudah berbunga dalam bentuk calon bunga yang belum mekar. Apabila bunga pertama tumbuh merupakan pertanda bahwa tanaman sudah mengakhiri fase pertumbuhan muda dan beralih ke fase dewasa (produksi) (Imdad dan Nawangsih, 1995)

Perkembangan buah mentimun dimulai dari mengembangnya bakal buah yang terdapat tepat di belakang (dibawah) kelopak dan mahkota bunga. Lambat laun buah akan terbentuk sedang bagian kelopak dan mahkota bunga akan terdorong kemuka menempel dipucuk buah muda. Buah mentimun letaknya menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk dan ukurannya bermacam-macam tetapi umumnya bulat panjang dan bulat pendek, kulit buah

mentimun ada yang berbintil-bintil ada pula yang halus (Imdad dan Nawangsih, 1995).

Biji mentimun bentuknya pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-kuningan sampai coklat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman (Rukmana, 1994).

Syarat Tumbuh Iklim

Kelembapan relatif udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun untuk pertumbuhannya antara 50-85 %, sementara curah hujan yang diinginkan tanaman sayuran ini antara 200-400 mm/bulan, curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan tanaman ini terlebih pada saat mulai berbunga

karena curah hujan yang sangat tinggi akan banyak menggugurkan bunga (Sumpena, 2005).

Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun, penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam/hari (Sumpena, 2005).

Tanaman mentimun yang tumbuh baik pada daerah dengan suhu 22 -30ºC ini lebih banyak ditemukan di dataran rendah. Diperlukan cuaca panas, namun tidak lebih panas daripada cuaca untuk semangka. Selama pertumbuhannya, tanaman mentimun membutuhkan iklim kering, dan sinar matahari cukup (tempat terbuka) (Sunarjono, 2003).

Tanah

Tanaman mentimun dapat tumbuh baik di ketinggian 0-1000 m diatas permukaan laut, diketinggian lebih dari 1.000 meter dpl tanaman mentimun harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena diketinggian tersebut suhu tanah kurang dari 18°C dan suhu udara kurang dari 25°C (Sumpena, 2005)

Pada dasarnya mentimun dapat tumbuh dan beradaptasi di hampir semua jenis tanah. Tanah mineral yang bertekstur ringan sampai pada tanah yang bertekstur liat berat dan juga pada tanah organik seperti lahan gambut.

Kemasaman tanah yang optimal adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada frekuensi berbunga merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol dan andosol (Sumpena, 2005).

Urine Kelinci

Menurut Kartadisastra (2001), kelinci pada awalnya adalah ternak liar yang sulit dijinakkan. Tetapi sejak dua puluh abad yang silam hewan ini sudah mulai dijinakkan. Pada umumnya tujuan pemeliharaan kelinci adalah untuk ternak hias, penghasil daging, kulit dan untuk hewan percobaan. Manfaat lain yang bisa diambil dari kelinci adalah hasil ikutannya yang dapat dijadikan pupuk, kerajinan dan pakan ternak.

Menurut Syafwan (2011), secara kimiawi kandungan zat dalam urine diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolisme lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormon, dan sebagainya.

Menurut Sarwono (2002), kotoran dan urin kelinci mengandung unsur-unsur berpotensi tinggi yang dapat digunakan sebagai bahan baku teknologi terapan seperti pembuatan kompos, biogas, pupuk tanaman bunga (terutama tanaman bunga anggrek) dan sebagai media yang baik bagi pertumbuhan jamur dan cacing tanah. Kandungan unsur-unsur dalam kotoran dan urin kelinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tingginya kandungan nitrogen dari kelinci baik sebagai pensuplai unsur hara yang diperlukan tanaman.

Tabel 1. Kandungan zat hara beberapa kotoran ternak padat dan cair

No. Nama Ternak Bentuk Kotoran N (%) P(%) K(%) Air (%) 1. Kuda Padat 0.55 0.30 0.40 75 Cair 1.40 0.02 1.60 90 2. Kerbau Padat 0.60 0.30 0.34 85 Cair 1.00 0.15 1.50 92 3. Sapi Padat 0.40 0.20 0.10 85 Cair 1.00 0.50 1.50 92 4. Kambing Padat 0.60 0.30 0.17 60 Cair 1.50 0.13 1.80 85 5. Domba Padat 0.75 0.50 0.45 60 Cair 1.35 0.05 2.10 85 6. Babi Padat 0.95 0.35 0.40 80 Cair 0.40 0.10 0.45 87 7. Ayam Padat dan Cair 1.00 0.80 0.40 55 8. Kelinci muda* Cair 1.6-2.0 0.43-1.3 0.4-1.0 44.7-32.5 9. Kelinci dewasa** Cair 2.72 1.1 0.5 55.3 Sumber : (Klaus, 1985 dalam Sarwono, 2002).

Menurut Suradi (2005), potensi kelinci tidak hanya sebagai penghasil daging yang sehat. Juga sebagai penghasil kulit bulu (fur) dan wool. Selain dari pada itu kotoran kelinci merupakan sumber pupuk kandang yang baik karena mengandung unsur hara N, P dan K yang cukup baik dan arena kandungan proteinnya yang tinggi (18% dari berat kering) sehingga kotoran kelinci masih dapat diolah menjadi pakan ternak.

Menurut Sarwono (2002), pemberian pakan berupa kubis atau limbah sayuran lain akan membuat kencing kelinci keluar berlebihan. Karena limbah itu memiliki kandungan air tinggi. Kalau sistem perkandangan kurang bagus dan perawatan tidak memadai, di lingkungan peternakan kelinci akan timbul bau kurang sedap. Air kencing kelinci mengandung nitrogen (N) tinggi. Ketika terurai oleh bakteri akan menimbulkan bau gas amoniak yang kurang sedap.

Menurut Syafwan (2011), sebelum urine kelinci dimanfaatkan, sebaiknya urine difermentasikan terlebih dulu. Secara umum fermentasi akan memperkaya kandungan bahan kimia yang berguna bagi tanaman sehingga lebih mudah dicerna oleh tanaman karena sudah matang. Selain itu, baunya sudah tidak menyengat. Fermentasi ini dilakukan supaya hasil/kandungan kimia urine lebih baik dengan bantuan mikroorganisme fermentasi.

Menurut Noor dkk. (1996), manure dan urine kelinci dikenal sebagai sumber pupuk organik yang potensial untuk tanaman hortikultura. Petani sayuran di Ciwidey dan Lembang, Bandung juga banyak memanfaatkan manure dan urine kelinci yang dicampur berbagai bahan lain untuk strawberry, tomat dan sayuran lainnya. Penggunaan manure kelinci dibandingkan dengan manure ayam pada berbagai jenis sayuran di Sulawesi Selatan menunjukkan peningkatan produksi sebesar 2,1% (jagung), 11,8% (kubis), 12,5% (buncis), 22,7% (kacang merah) dan (kentang) 5,5%.

Menurut Sarwono (2002), urine kelinci banyak dimanfaatkan sebagai pupuk cair untuk bunga potong dan sayuran dan diduga mengandung hormon penunjang tumbuh seperti auxin atau giberillin. Untuk meningkatkan mutu pupuk yang dihasilkan termasuk mengurangi bau yang timbul, dekomposisi manure dan/atau urine dapat dilakukan dengan penggunaan probiotik.

Menurut Jumiati (2007), semakin tinggi dosis dan konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan dosis dan konsentrasi yang berlebihan justru akan

mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman Oleh karena itu, pemilihan dosis dan konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti maupun petani dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan.

PENDAHULUAN

Dokumen terkait