Klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut : Kingdom :
Plantae; Divisi : Spermatophyta; Sub Divisi : Angiospermae; Kelas :
Monocotyledoneae; Ordo : Liliales; Fam
Allium ascalonicum L. (Steenis, 2003).
Gambar 1. Penampilan organ-organ pada tanaman bawang merah muda (Sumber: Sinclair, 1988)
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut “discus” yang bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekat akar dan
mata tunas (titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah
akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis
kelopak bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau
Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip
pipa, berlubang, memiliki panjang 15-40 cm, dan meruncing pada bagian ujung.
Daun berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi
setegak daun yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung
tanaman (Suparman, 2010)
Gambar 2. Penampang melintang vertikal dan horizontal bawang merah (Sumber: Sinclair, 1988)
Pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang
tidak sempurna. Bagian bawah cakram menjadi tempat tumbuhnya akar-akar
serabut pendek, sedangkan bagian atas diantara lapisan kelopak daun yang
membengkak, terdapat mata tunas sebagai calon tanaman baru. Pada bagian
tengah cakram terdapat mata tunas utama yang memunculkan bunga. Tunas yang
memunculkan bunga ini disebut tunas apikal, sedangkan tunas lain yang berada
diantara lapisan kelopak daun dan dapat tumbuh menjadi tanaman baru disebut
tunas lateral. Setiap umbi bawang dapat dijumpai banyak tunas lateral, yaitu
mencapai 3-20 tunas (Brewster, 2008).
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.
Setiap tandan mengandung sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun
melingkar. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga
terdapat benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan
sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta
bakal buah duduk di atas membentuk suatu bangun seperti kubah
(Tim Bina Karya Tani, 2008).
Gambar 3. Pembungaan bawang merah normal pada awal tahap mekar (Sumber: Rabinowitch and Currah, 2002).
Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi
ukurannya lebih kecil. Perbedaan yang lain adalah umbinya, yang berbentuk
seperti buah jambu air, berkulit coklat kemerahan, berkembang secara
berkelompok di pangkal tanaman. Kelompok ini dapat terdiri dari beberapa
hingga 15 umbi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32 °C dan kelembaban nisbi
50-70 % (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim kering
dengan suhu agak panas dan mendapat sinar matahari lebih dari 12 jam serta
aerasinya baik. Bawang merah juga dapat tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 meter
diatas permukaan laut, curah hujan yang sesuai 300 - 2500 mm/th
(Dalmadi, 2010). Tanah
Tanaman bawang merah menginginkan tanah berstruktur remah, tekstur
sedang sampai liat, drainase/aerase baik, mengandung bahan organik yang cukup,
dan reaksi tidak masam. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah
adalah tanah Alluvial atau kombinasi dengan tanah Glei-Humus atau Latosol
karena jenis tanah ini memiliki sifat yang cukup lembab dan air tidak menggenang
(Sumarni dan Hidayat, 2005).
Bawang merah tumbuh pada tanah yang tidak tergenang air dan dapat
tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. pH tanah
dijaga antara 5.6 - 6.5. Jika pH-nya terlalu asam (lebih rendah dari 5,5), garam
alumunium (Al) larut dalam tanah, garam tersebut akan bersifat racun terhadap
tanaman bawang hingga tumbuhnya menjadi kerdil. Jika pH-nya lebih dari
6,5 (netral sampai basa), unsur mangan (Mn) tidak dapat dimanfaatkan hingga
umbi-umbinya menjadi kecil (Dalmadi, 2010).
Mutasi Pada Tanaman
Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk yang terjadi
secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi juga dapat diartikan sebagai perubahan struktural atau komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena
faktor luar yang disebut mutagen (Warianto, 2011).
Mutasi memiliki arti penting bagi pemuliaan tanaman, yaitu (1) Iradiasi
memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu karakter yang diinginkan saja,
tanpa mengubah karakter yang lainnya. (2) Tanaman yang secara umum
diperbanyak secara vegetatif pada umumnya bersifat heterozigot yang dapat
menimbulkan keragaman yang tinggi setelah dilakukannya iradiasi. (3) Iradiasi
merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan keragaman pada tanaman yang steril dan apomiksis
(Van Harten, 1982 dalam Melina, 2008).
Mutasi hanya mempengaruhi secara efektif gen-gen yang sudah ada.
Mutasi tidak dapat membentuk gen baru. Sifat mutasi yang acak dan tidak dapat
diarahkan untuk bekerja pada gen yang spesifik juga merupakan batasan dalam
penggunaan mutasi. Hal ini menyebabkan hasil yang akan didapat dari proses
mutasi tidak dapat diramalkan (Melina, 2008).
Mutasi pada materi genetik sering diekspresikan secara langsung dan
teramati pada fenotipe tanaman homozygote, dan diturunkan ke generasi berikutnya. Pada kasus lain, mutasi mungkin tidak secara langsung terekspresikan
pada fenotipe, yaitu bila mutasi terjadi ke arah resesif dan berada pada struktur
genotipe heterozygote (silent mutation). Ekspresi mutasi pada fenotipe dapat mengarah ke positif atau negatif (relatif tergantung pada tujuan pemuliaan), dan
mungkin juga mutasi dapat kembali menjadi normal (recovery). Mutasi ke arah sifat positif dan diwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang
diharapkan oleh pemulia pada umumnya. Mutasi ke arah negatif dapat
menyebabkan kematian (lethality), ketidaknormalan (abnormality), sterilitas
(sterility) atau kerusakan fisiologis lainnya (physiological disorders) (Human, 2007).
Mutasi berupa iradiasi pada tanaman dapat menimbulkan abnormalitas.
Hal ini menandakan telah terjadi perubahan pada tingkat genom, kromosom, dan
DNA sehingga proses fisiologis pada tanaman menjadi tidak normal dan
menghasilkan variasi-variasi genetik baru. Abnormalitas atau bahkan kematian
pada populasi mutan (M1) merupakan akibat dari terbentuknya radikal bebas
seperti H0, yaitu ion yang bersifat sangat labil dalam proses reaksi sehingga
mengakibatkan perubahan (mutasi) pada tingkat DNA, sel ataupun jaringan.
Abnormalitas tidak diharapkan dalam pemuliaan mutasi. Mutasi yang diharapkan
adalah yang dapat menimbulkan keragaman pada sifat yang akan diseleksi
sehingga sifat atau karakter yang lebih baik dapat diseleksi, sementara karakter
yang baik pada tanaman/varietas asal tetap dipertahankan (Asadi, 2011).
Mutagen yaitu agen yang dapat menyebabkan terjadinya mutasi dalam sel.
Agen mutagen tersebut dapat berupa mutagen alami maupun mutagen buatan.
Mutasi alami adalah perubahan yang terjadi secara alamiah atau dengan
sendirinya. Mutasi buatan adalah mutasi yang disebabkan oleh usaha manusia,
antara lain mutasi fisika dan kimia. Mutasi fisika berupa radiasi sinar gamma dan
radiasi sinar X (Warianto, 2011).
Pada mutasi juga terdapat situasi yang dinamakan diplontic selection. Pada situasi ini, jika sel-sel mutan kalah bersaing dengan sel-sel normal di
sekelilingnya, maka pada perkembangan selanjutnya jaringan tanaman akan
kembali tumbuh normal. Begitu juga sebaliknya, jika sel-sel mutan yang justru
dapat ‘mengalahkan’ sel-sel normal, maka pertumbuhan selanjutnya tanaman
akan tumbuh menjadi mutan, sampai pada generasi berikutnya (Aisyah, 2006).
Kembalinya karakter mutan menjadi karakter tanaman tetua setelah
perlakuan mutagenik, menjadi masalah utama dalam pemuliaan mutasi pada organ
somatik. Hal ini terjadi akibat banyaknya sel maristematik pada jaringan yang
diradiasi sehingga membuat sel-sel berkompetisi. Pada saat sejumlah mutan telah
didapatkan, maka seleksi harus dilakukan pada generasi yang tepat, dimana
mutan-mutan yang dihasilkan dari generasi tersebut sudah stabil dan tidak
mengalami perubahan lagi akibat fenomena diplontic selection (Aisyah, 2006).
Iradiasi Sinar Gamma Pada Tanaman
Teknik radiasi sinar gamma menimbulkan efek genetika berupa terjadinya
perubahan struktur dan komposisi pada kromosom dan molekul asam
deoksiribonukleat (DNA). Pada berbagai jenis tanaman pangan, proses tersebut
dapat menimbulkan berbagai macam bentuk mutasi pada keturunan dengan sifat
yang berbeda dengan induknya. Hal ini memungkinkan para ahli genetika dan ahli
pemulian tanaman untuk mendapatkan bibit yang lebih unggul (Aryanto, 2008).
Radiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radio aktif, panjang
gelombangnya lebih pendek dari sinar X, dan daya tembusnya adalah yang paling
kuat. Sinar gama adalah istilah untuk radiasi elektromagnetik energi tinggi yang
diproduksi oleh transisi energi karena percepatan elektron. Sinar gamma adalah
istilah untuk radiasi elektromagnetik energi-tinggi yang diproduksi oleh transisi
Radiasi dengan sinar-sinar radioaktif menimbulkan perubahan sifat pada
tanaman. Kenyataan ini telah dipergunakan di dalam ilmu pemuliaan tanaman
sebagai salah satu cara untuk memperbesar variabilitas sifat-sifat keturunan, ini
memungkinkan untuk memperoleh suatu jenis tanaman dengan sifat yang lebih
baik. Apabila sifat yang diinginkan bergandengan erat dengan sifat lain yang tidak
diinginkan (complete linkage). Untuk memisahkan kedua sifat ini sangatlah sulit dengan menggunakan hibridisasi. Radiasi dengan sinar radioaktif memungkinkan
tanaman untuk memisahkan dua sifat yang bergandengan erat itu sehingga timbul
bentuk baru dengan sifat yang diinginkan (Siwi, 1973).
Tanaman yang diiradiasi kebanyakan memunculkan keanehan pada daun
(leaf anomalies) yang meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan
struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun,
penyatuan daun dan terjadi mosaik daun (perubahan warna daun). Malformasi
bentuk atau warna daun yang terjadi disebabkan oleh penginduksian sinar gamma
yang mengganggu siklus perkembangan sel sehingga perkembangan sel pada
tanaman menjadi tidak seimbang dan menyebabkan kelainan-kelainan pada
bentuk daun (Grosch and Hopwood, 1979 dalam Melina, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedomo (1986) tentang studi
pendahuluan mengenai pengaruh radiasi gamma pada pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah, bahwa radiasi gamma dengan dosis 2,5 Gray,
5,0 Gray dan 7,5 Gray pada umbi bawang merah yang ditanam di Cipanas
(110 m dpl) menimbulkan kerusakan fisiologis yang meliputi penghambatan
pertumbuhan, berkurangnya jumlah bunga, dan penurunan hasil umbi. Pengaruh
radiasi tersebut makin meningkat dengan bertambahnya dosis radiasi.
Penelitian yang dilakukan Sunarjono, dkk (1984) yang berjudul pengaruh
iradiasi gamma terhadap pertumbuhan tanaman bawang merah didapat hasil
bahwa dalam seluruh peubah amatan yang diamati pertumbuhan dan produksi
tanaman kontrol lebih baik dibandingkan tanaman yang diiradiasi pada tanaman
generasi pertama.