• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakteri Asam Laktat dalam Fermentasi

Bakteri asam laktat (BAL) umumnya didefinisikan sebagai kelompok penghasil asam laktat, %G+C rendah, tidak berspora, Gram positif batang dan kokus, bersifat fermentatif, katalase negatif, anaerob fakultatif, tidak motil dan toleran terhadap asam. Bakteri asam laktat dibedakan dari bakteri Gram positif lain yang juga menghasilkan asam laktat (seperti, Bacillus, Listeria, dan Bifidobacterium) berdasarkan atas sejumlah perbedaan (Hutkins 2006), antara lain sebagian besar mesofilik, tetapi ada beberapa yang dapat tumbuh pada suhu 4 oC atau suhu tinggi (45 oC), pH pertumbuhan 4,0–4,5, tetapi galur tertentu dapat toleran dan tumbuh pada pH di atas 9,0 atau pH rendah 3,2 (Bamforth 2005).

Ada 16 genus BAL, 12 diantaranya aktif di dalam konteks makanan (Bamforth 2005). Bakteri asam laktat biasanya diketahui aman berdasarkan status yang diberikan oleh Generally Regarded As Safe (GRAS), dan mempunyai peran penting dalam pengawetan makanan dan produk fermentasi. Bakteri ini dapat digunakan sebagai mikrobiota kompetitif alami atau sebagai kultur starter spesifik di bawah kondisi yang terkendali (Cintas et al. 2001; Papagianni et al. 2006). Bakteri asam laktat mempunyai potensi yang besar untuk digunakan dalam biopreservasi karena bakteri ini aman untuk dikonsumsi dan selama penyimpanan bakteri ini secara alami mendominasi mikrobiota dari beberapa makanan (Stiles 1996).

Bakteri asam laktat merupakan dasar biologi dari banyak makanan fermentasi. Bakteri ini memainkan peran penting di dalam fermentasi makanan yang menyebabkan perubahan aroma dan tekstur bersamaan dengan pengaruh pengawetan yang menghasilkan peningkatan daya awet pada produk akhir (Stiles 1996; Hugas 1998). Kontribusi yang paling penting dari bakteri ini ialah untuk mengawetkan kualitas nutrisi bahan baku dan menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen (Diop et al. 2007). Hambatan ini karena BAL dapat memproduksi beberapa metabolit seperti asam organik (asam laktat dan asetat), hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin (Ross et al. 2002; Diop et al. 2007; Galvez et al. 2007). Selain itu BAL juga merupakan sumber bermacam-macam

enzim seperti enzim malolaktik, proteolitik, peptidolitik, glikosidase, pendegradasi polisakarida, urease, fenoloksidase, dan lipase (Matthews et al. 2004).

Bakteri asam laktat digunakan dalam makanan fermentasi karena kemampuannya untuk melakukan metabolisme gula dan membuat produk akhir asam laktat dan asam yang lainnya. Ada dua jalur fermentatif, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Jalur homofermentatif, lebih dari 90% substrat gula di ubah menjadi asam laktat. Berlawanan dengan jalur heterofermentatif menghasilkan kurang lebih 50% asam laktat dan 50% sebagai asam asetat, etanol dan karbon dioksida. Bakteri asam laktat mempunyai satu atau dua jalur ini (yaitu obligat homofermentatif atau obligat heterofermentatif), meskipun ada beberapa spesies yang mempunyai metabolisme yang memerlukan keduanya (fakultatif homofermentatif) ( Ross et al. 2002; Hutkins 2006).

Kelompok homofermentatif terdiri dari Lactocococcus, Pediococcus, Enterococcus, Streptococcus dan beberapa Lactobacillus menggunakan Embden– Meyerhof–Parnas pathway untuk merubah 1 mol glukosa menjadi 2 mol laktat. Sedangkan bakteri heterofermentatif menghasilkan jumlah laktat, CO2, dan etanol dengan molar yang sama dari glukosa menggunakan jalur heksosa monophosphat atau pentose, dan menghasilkan hanya setengah energi dari kelompok homofermentatif. Anggota kelompok ini meliputi Leuconostoc, Weissella dan beberapa Lactobacillus (Ross et al. 2002).

Bakteri asam laktat homofermentatif sering digunakan dalam pengawetan makanan karena memproduksi asam laktat dalam jumlah besar dan mampu menghambat bakteri penyebab kebusukan makanan dan bakteri patogen lainnya, sedangkan bakteri heterofermentatif lebih ditujukan kepada pembentukan flavor dan komponen aroma, seperti asetaldehida dan diasetil (Fardiaz 1989).

Bakteri asam laktat homofermentatif meliputi Lactococcus lactis, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus helveticus, dan L. delbrueckii subsp. bulgaricus (digunakan sebagai organisme starter produk susu); Pediococcus sp. (digunakan dalam kultur sosis); and Tetragenococcus (digunakan dalam kecap kedelai). Beberapa BAL heterofermentatif juga digunakan dalam fermentasi makanan, yaitu meliputi L. mesenteroides subsp. cremoris dan Leuconostoc lactis

(digunakan dalam fermentasi susu), L. mesenteroides subsp. mesenteroides dan Leuconostoc kimchii (digunaka dalam fermentasi sayuran), O. oeni (digunakan dalam fermentasi anggur) dan Lactobacillus sanfranciscensis (digunakan dalam roti sourdough) (Hutkins 2006).

Isolasi BAL dari produk fementasi telah banyak dilakukan. Bakteri ini ada secara alami dengan mikroorganisme lain dan bertanggungjawab untuk pengasaman dan pematangan. Selain itu ada khamir dan bakteri lain juga diisolasi, akan tetapi jumlahnya lebih sedikit daripada BAL. Bakteri asam laktat paling banyak tersebar luas dan merupakan mikroorganisme yang diinginkan dalam fermentasi makanan. Bakteri ini mengubah karbohidrat yang ada menjadi asam laktat, dengan jumlah asam asetat yang kecil, menghasilkan penurunan pH (Tanasupawat & Visessanguan 2008).

Kelly et al. (1996) telah melakukan isolasi BAL dari berbagai bentuk makanan yang dijual siap saji (daging, ikan dan produk susu), dan isolat penghasil bakteriosin yang khusus ditemukan dalam produk ini adalah spesies Lactobacillus dan Leuconostok. Sedangkan pada produk buah dan sayuran sebagian besar isolat penghasil bakteriosin yang ditemukan adalah Lactococcus.

Coventry et al. (1997) juga telah melakukan isolasi BAL dari 72 sampel produk susu dan daging diperoleh 663.533 koloni, yang terdeteksi rata-rata 0,2% penghasil bakteriosin. Isolasi juga dilakukan terhadap 40 sampel ikan dan sayuran diperoleh 83.000 koloni yang terdeteksi rata-rata 3,4 % penghasil bakteriosin. Isolat penghasil bakteriosin dikarakterisasi dengan reaksi biokimia dan dengan profil enzim restriksi DNA dan identifikasi taksonomi menunjukkan spesies Lactobacillus, Carnobacterium dan Lactococcus berdasarkan pada sekuen 16S rDNA.

Dewan & Tamang (2007) juga melakukan isolasi BAL dari 58 sampel produk susu fermentasi yang dikumpulkan dari tempat yang berbeda di India, Nepal dan Bhutan diperoleh 128 isolat BAL. Berdasarkan karakteristik fenotip meliputi uji gula API, BAL yang dominan diidentifikasi sebagai Lactobacillus bifermentans, L. paracasei subsp. pseudoplantarum, L. kefir, L. hilgardii, L. alimentarius, L. paracasei subsp. paracasei, L. plantarum, Lactococcus lactis subsp. lactis, L. lactis subsp. cremoris dan Enterococcus faecium. Bakteri asam

laktat ini menghasilkan spektrum enzim yang luas dan menunjukkan aktivitas galaktosidase, leusine-acrylamidase dan phosphatase yang tinggi.

Bakteri asam laktat juga telah ditemukan sebagai mikroorgansime dominan dalam beberapa produk fermentasi ikan (Ostergaard et al. 1998), seperti telah diisolasi di dalam fish sauce, yaitu Lactobacillus sp. (Ijong & Ohta 1995), L. acidipiscis dan Weissella thailandensis (Tanasupawat et al. 2000), Tetragenococcus halophilus dan Tetragenococcus muriaticus (Thongsanit et al. 2002) dan Lactobacillus dan Lactococcus lactis (Miao-xia et al. 2009). Selain BAL dalam fish sauce di Thailand (nam-pla) juga ditemukan archaea ekstrim halofilik, Halobacterium salinarum (Thongthai et al. 1992) dan bakteri ekstrim halofilik, Lentibacillus halophilus sp.nov (Tanasupawat et al. 2006).

Isolasi BAL dari dari produk fermentasi ikan plaa-som di Thailand juga

telah dilakukan oleh Paludan-Muller et al. (2002), yaitu P. pentosaceus, L. alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan Lactococcus

garviae. Selain itu BAL juga telah telah diisolasi dari bahan baku dan selama proses fermentasi som-fak oleh Paludan-Muller et al. (1999), meliputi Lactococcus lactis subsp. lactis, Leuconostoc citreum, L. paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa,L. plantarum, L. pentosus dan P. pentosaceus.

Tanasupawat et al. (1998) menyatakan bahwa ada 47 galur BAL homofermentatif berbentuk batang dan 5 heterofermentatif bentuk bulat yang diisolasi dari 4 jenis fermentasi ikan (pla-ra, pla-chom, kung-chom dan hoi-dong). Diop et al. (2007) telah berhasil mengisolasi 220 galur BAL dari 32 sampel makanan fermentasi tradisional di Sinegal.

Metabolisme Karbohidrat oleh BAL

BAL mempunyai dua jalur utama fermentasi heksosa, yaitu fermentasi homolaktik, dengan kata lain glikolisis (Embden-Meyerhof-Parnas pathway) dan fermentasi heterolaktik yaitu jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase (6-PG/PK). Berdasarkan kedua jalur fermentasi utama ini BAL dibagi ke dalam tiga kategori metabolism, yaitu homofermentatif obligat, heterofermentatif obligat dan fakultatif heterofermentatif. BAL homofermentatif obligat hanya dapat memfermentasi gula dengan glikolisis, sedangkan BAL heterofermentatif obligat

hanya menggunakan jalur 6-PG/PK dan BAL fakultatif heterofermentatif mempunyai kemampuan untuk menggunakan kedua jalur (Aarnikunnas 2006).

Tahap pertama glikolisis adalah fosforilasi glukosa menjadi fruktosa 1,6-difosfat (FDP) dan memisahkannya menjadi dihidroksiasetonfosfat (DHAP) dan giseraldehid-3-fosfat (GAP), (bentuk DHAP juga dirubah menjadi GAP). GAP kemudian dirubah menjadi piruvat melalu jalan yang meliputi dua tahap fosforilasi level substrat. Terakhir, piruvat direduksi menjadi asam laktat oleh laktat dehidrogenase (LDH) menggunakan NADH sebagai kofaktor. Dalam glikolisis reduksi kofaktor NADH adalah dioksidasi ulang menjadi NAD+ dan kemudian kesetimbangan redoks dihasilkan (Gambar 1). Dalam glikolisis (jalur Embden-Meyerhof-Parnas), dibawah kondisi normal, yaitu gula tidak dibatasi dan oksigen dibatasi, satu molekul glukosa secara teori difermentasi menjadi dua molekul asam laktat yang menghasilkan perolehan bersih dua molekul ATP (adenosin trifosfat) (Axelsson 2004).

Tahap pertama fosforilasi glukosa pada jalur 6-PG/PK sama seperti glikolisis. Tahap jalur kuncinya adalah dehidrogenase glukosa-6 P menjadi 6-fosfoglukonat, dekarboksilasinya diikuti oleh pemisahan silulosa-5-fosfat kedalam GAP dan asetil fosfat oleh fosfoketolase. GAP dimetabolisme menjadi asam laktat melalui jalur yang sama dengan glikolisis. Tanpa penambahan aseptor elektron, asetil fosfat kembali direduksi menjadi etanol melalui asetil CoA dan asetaldehid (Gambar 2). Pada jalur 6-PG/PK, produk akhirnya tidah hanya asam laktat, tetapi CO2 dan etanol juga dihasilkan. Secara teori, pada jalur 6-PG/PK perolehan bersih ATP adalah satu mol ATP/mol glukosa, dimana hanya setengah dari yang dihasilkan pada glikolisis (Axelsson 2004).

Gambar 1 Embden–Meyerhof–Parnas pathway yang digunakan oleh BAL homofermentatif. Garis putus-putus menunjukkan bagian oksidasi-reduksi NAD/NADH dari pathway (Hutkins 2006).

Gambar 2 Jalur fosfoketolase yang digunakan oleh BAL heterofermentatif (Hutkins 2006).

Beberapa BAL mampu memfermentasi gula pentosa dan permease khusus digunakan untuk memasukkan gula pentosa ke dalam sel. Di dalam sel, pentosa difosforilasi dan dirubah menjadi ribulosa-5-fosfat atau silulosa-5-fosfat oleh epimerase dan isomerase. Senyawa ini kemudian dimetabolisme oleh setengah

bagian bahwa jalur 6-PG/PK. Fermentasi pentosa menghasilkan produk akhir yang berbeda dibandingkan dengan fermentasi heksosa melalui jalur 6-PG/PK. Tidak ada tahap dekarboksilasi yang dibutuhkan dan tidak ada CO2 yang terbentuk. Karena reaksi dehidrogenasi tidak diperlukan dalam reaksi yang menghasilkan produk perantara silulosa-5-fosfat, redukasi asetil fosfat menjadi etanol menjadi berlebihan. Sebaliknya asetil fosfat digunakan oleh enzim asetat kinase dalam suatu tahap fosforilasi level substrat menghasilkan asetat dan ATP. Fermentasi pentosa menghasilkan produksi jumlah molar yang sama dari asam laktat dan asam asetat (Axelsson 2004).

BAL diketahui mampu merubah metabolismenya dalam merespon berbagai macam kondisi, yang mengakibatkan pola produk akhirnya berbeda daripada yang tampak dengan fermentasi glukosa dibawah kondisi normal. Piruvat mempunyai posisi kunci dalam fermentasi dimana mampu menghasilkan NAD+ supaya melanjutkan fermentasi. Tergantung pada kondisi tertentu, piruvat dapat digunakan dalam cara laternatif lain daripada mereduksinya menjadi laktat (Gambar 3). Kemampuan menggunakan jalur piruvat yang berbeda ini adalah spesifik galur (Hutkin 2006, Axelsson 2004).

Ada beberapa situasi yang memungkinkan jalur alternatif piruvat, yaitu pertama, glikolisis ialah subjek untuk beberapa tingkat regulasi, seperti ketika substrat fermentasi yang terbatasi, fluks glikolitik cenderung berkurang (Axelsson, 2004). Secara khusus, ketika konsentrasi fruktosa-1 ,6-difosfat rendah, aktivitas laktat dehidrogenase dikurangi. Kemudian, piruvat terakumulasi. Pada saat yang sama bahwa aktivitas laktat dehidrogenase menurun, enzim piruvat-format liase, diaktifkan. Enzim ini memisahkan piruvat untuk membentuk piruvat-format dan asetil CoA. Asetil CoA kemudian direduksi menjadi etanol atau terfosforilasi menjadi asetil fosfat (kedua reaksi melepaskan CoA). Yang penting, asetil fosfat dapat digunakan sebagai bagian dari reaksi fosforilasi tingkat substrat (melalui asetat kinase), yang menghasilkan pembentukan ATP (Hutkins 2006). Terutama, jalur ini digunakan oleh beberapa galur dari Lb. casei dan Lc. lactis, yang dikultur dalam kondisi anaerob secara kontiniu dengan pembatasan substrat, sehingga mengakibatkan perubahan dari homolaktat menjadi heterofermentatif. Produk akhir yang terbentuk adalah laktat, asetat, format, dan etanol. Produk ini terbentuk

dengan jumlah maksimum pada penurunan kecepatan pertumbuhan menurun, yaitu pada dilution rate yang lebih rendah dalam kultur kontinius (Axelsson 2004).

Gambar 3 Jalur alternatif piruvat. Keterangan: 1. Diasetil sintase, 2. asetolaktat sintase, 3. piruvat-format liase, 4. Piruvat dehidrogenase, 5. Piruvat oksidase dan 6. Asetat kinase (Axelsson 2004).

Di bawah lingkungan aerobik, piruvat-format liase tidak aktif, dan jalur lainnya yang menjadi aktif. Dalam jalur piruvat dehidrogenase, misalnya, piruvat didekarboksilasi oleh piruvat dehidrogenase, sehingga asetat dan CO2 yang terbentuk. NADH yang biasanya mereduksi piruvat juga dioksidasi langsung oleh molekul oksigen ketika lingkungannya aerob, sehingga penyediaannya tidak

tersedia untuk reaksi laktat dehidrogenase. Secara khusus, piruvat dapat berfungsi sebagai substrat untuk α-asetolaktat sintase untuk membentuk α-asetolaktat. Asetolaktat kemudian lebih jauh dioksidasi untuk membentuk diasetil, yang memiliki sifat aroma yang diinginkan (Hutkins 2006).

Fermentasi Ikan : Bekasam

Selain pengeringan, fermentasi adalah metode pengawetan yang paling tua didunia. Fermentasi menjadi populer dengan gambaran peradaban karena tidak hanya mengawetkan makanan tetapi juga memberikan bermacam-macam rasa, bentuk, dan sensasi rasa lainnya. Perlahan orang menyadari nilai nutrisi dan terapeutik dari makanan dan minuman fermentasi yang membuat makanan fermentasi saat ini menjadi lebih populer (Prajapati & Nair 2003).

Sebagai sebuah proses, fermentasi terdiri atas transformasi sederhana bahan baku menjadi produk yang memiliki nilai tambah dengan menggunakan fenomena pertumbuhan mikroorganisme dan/atau aktivitasnya pada bermacam-macam substrat. Ini berarti bahwa pengetahuan tentang mikroorganisme menjadi penting untuk memahami proses fermentasi (Prajapati & Nair 2003). Makanan fermentasi terus menerus popular, karena beberapa alasan, yaitu dapat meningkatkan daya awet, nilai nutrisi, fungsionalitas dan sifat-sifat organoleptik, unik serta dapat meningkatkan nilai ekonomi (Hutkins 2006).

Makanan fermentasi mengandung bermacam-macam komponen fungsional yang berasal dari bahan atau yang terbentuk selama fermentasi.

Keuntungan makanan fermentasi yang dapat mendukung kesehatan yaitu (Tanasupawat & Visessanguan 2008):

1. Meningkatkan digestibility (daya cerna) 2. Meningkatkan bioavailability

3. Meningkatkan kandungan mikronutrisi seperti, vitamin dan kofaktor 4. Sifat-sifat probiotik dan prebiotik

5. Produk mikrob seperti, enzim, metabolit dan bioaktif peptida yang dikeluarkan setelah pencernaan protein makanan secara enzimatik.

Fermentasi ikan merupakan suatu teknik pengolahan ikan secara tradisional yang biasa dilakukan masyarakat nelayan Indonesia di samping

penggaraman, pemindangan, pengeringan dan pengasapan. Fermentasi ikan menggunakan garam dengan konsentrasi tinggi untuk menyeleksi mikrob tertentu dan menghambat pertumbuhan mikrob yang menyebabkan kebusukan sehingga hanya mikrob tahan garam yang hidup. Jenis mikrob yang ada sangat menentukan senyawa-senyawa yang terbentuk dalam produk fermentasi. Akan tetapi fermentasi ikan dengan menggunakan sumber karbohidrat seperti bekasam, pada umumnya membutuhkan garam dalam jumlah yang rendah dibandingkan dengan fermentasi yang menggunakan ikan dan garam saja (Murtini et al. 1997).

Produk fermentasi ikan Indonesia memiliki bentuk, bahan baku dan tipe fermentasi yang beragam serta umumnya masih menggunakan proses fermentasi secara spontan. Sebagian besar dari produk fermentasi ikan ini belum dipelajari secara terperinci, oleh karena itu informasi ilmiah yang berhubungan dengan produk tersebut sulit ditemukan.Studi lanjut dengan mengidentifikasi BAL yang terlibat dalam fermentasi disarankan untuk meningkatkan kualitas produk yang dapat dicapai dengan penggunaan BAL yang terpilih (Irianto & Irianto 2009).

Bekasam merupakan salah satu produk olahan fermentasi ikan yang rasanya asam, banyak dikenal di daerah Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan bekasam pada umumnya ialah ikan air tawar, garam dan bahan tambahan berupa karbohidrat seperti nasi, tepung tapioka, beras sangrai dan tape ketan. Hasil fermentasi inilah yang akan menjadi bahan pengawet ikan dan memberikan rasa aroma yang khas. Bahan makanan ini biasanya dibumbui lagi dengan cabai dan gula, sebelum disajikan sebagai lauk-pauk (Murtini et al. 1997).

Proses pembuatan bekasam diawali dengan menyiangi ikan kemudian direndam terlebih dahulu dalam larutan garam 16% selama dua hari (48 jam). Ikan yang telah digarami kemudian ditiriskan, selanjutnya ditambah dengan sumber karbohidrat (misalnya nasi atau tape ketan). Ikan yang telah ditambah karbohidrat kemudian dimasukan ke dalam stoples plastik dan ditutup rapat untuk difermentasi selama satu minggu atau lebih. Secara prinsip pengolahan bekasam di berbagai daerah Indonesia ialah sama, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan, misalnya setelah ikan dibersihkan ada yang langsung dicampur dengan garam dan nasi, dan ada pula yang direndam terlebih dahulu dengan garam beberapa hari

baru ditiriskan dan diberi nasi, kemudian dimasukkan kedalam plastik, diikat dan disimpan dalam wadah tertutup misalnya toples/tong, setelah itu difermentasi selama kurang lebih satu minggu (Irianto & Irianto 2009).

Burongisda adalah produk sejenis bekasam yang berasal dari Philipina. Burongisda ini dibuat dari campuran ikan air tawar, nasi, garam dan angkak (beras merah sebagai pewarna). Proses fermentasi burongisda berlangsung selama satu minggu sampai daging ikan menjadi lembut serta rasa dan bau asam mulai berkembang. Bakteri asam laktat yang dominan pada produk ini ialah Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviciae, dan Lactobacillus plantarum (Olympia 1992).

Som-fak, plaa-som, pla-ra dan pla-chom ialah produk sejenis bekasam yang berasal dari Thailand. Som-fak adalah produk fermentasi yang terdiri atas fillet ikan, garam (2-5 %), nasi (2-12 %), dan irisan bawang putih (4 %) yang dicampur dan dibungkus dengan daun pisang atau kantong plastik kemudian difermentasi pada suhu 30 oC selama 2-5 hari. Mikroflora yang akan mendominasi yaitu BAL. Lactococcus lactis subsp.lactis, Leuconostoc citreum, Lactobacillus paracasei subsp. paracasei, Weisella confusa, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus pentosus dan Pediococcus pentosaceus telah diisolasi dari bahan baku dan selama proses fermentasi som-fak (Paludan-Muller et al. 1999).

Plaa-som terdiri dari ikan air tawar, garam, nasi dan bawang putih Bakteri asam laktat yang diisolasi dari produk ini ialah Pediococcus pentosaceus, Lactabacillus alimentarius/farciminis, Weisella confusa, L. plantarum dan Lactococcus garviae (Paludan-Muller et al. 2002). Kopersumb et al. (2006) juga mengisolasi bakteri asam laktat dari produk plaa-som, yaitu Lactobacillus spp., Pediococcus spp., Aerococcus spp., Cornobacterium spp. dan Enterococcus spp.

Pla-ra dan pla-chom ialah produk fermentasi ikan yang terdiri atas ikan, garam, dan tepung nasi panggang akan tetapi pada pla-chom ditambah dengan bawang putih (Tanasupawat & Visessanguan 2008). Lactobacillus acidipiscis sp. nov dan Weissella thailandensis sp. nov telah

Senyawa Antimikrob yang Dihasilkan oleh BAL

Karena metabolisme fermentatifnya, BAL menghasilkan asam organik, yaitu substansi antimikrob yang penting. Substansi antimikrobial lainnya yang dihasilkan BAL adalah hidrogen peroksida, CO2, diasetil dan bakteriosin (Ouwehand & Vesterlund 2004)

Asam Organik. Asam organik merupakan sunstansi antimikrob yang telah digunakan paling lama dan paling luas dan telah menyediakan suatu keamanan dalam pengawetan makanan (Ouwehand & Vesterlund 2004). Ross et al. (2002) menyimpulkan dari beberapa laporan bahwa beberapa asam organik seperti asam laktat, asetat dan propionat dihasilkan sebagai produk akhir yang memberikan lingkungan asam sehingga tidak menguntungkan untuk pertumbuhan beberapa mikroorganisme patogen dan pembusuk. Pengaruh antimikrob dari asam organik umumnya mengganggu potensial membran sel, menghambat transpor aktif, mengurangi pH intraseluler, dan penghambatan bermacam-macam fungsi metabolik. Asam organik mempunyai aksi yang luas dan dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram-negatif, khamir dan kapang.

Asam organik lemah memiliki sejarah yang cukup panjang sebagai pengawet makanan karena sifat aktivitas antibakterinya. Asam organik ini faktanya adalah preservatif yang paling umum digunakan dalam makanan, berstatus GRAS, memiliki spektrum yang luas sebagai bahan antibakteri. Asam organik sangat efektif untuk mengawetkan makanan karena selain aktivitas antibakteri, mereka juga bertindak sebagai penambah rasa asam (acidulants). Asam organik dapat mengurangi pertumbuhan bakteri dengan menurunkan pH dari produk makanan ke tingkat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Theron & Lues 2011).

Menurut Alakomi et al. (2000) bahwa sifat antimikrob asam laktat karena rendahnya pH. Asam laktat pada konsentrasi 5mM atau pH 4 dapat menyebabkan gangguan pada permeabilitas membran luar bakteri Escherichia coli O157:H7, Pseudomonas aeruginosa, and Salmonella enterica serovar typhimurium.

Efek antimikrob dari asam asetat, propionat dan laktat adalah karena molekul andisosiasinya. Konstanta disosiasinya (pKa) lah 4,8 untuk asam asetat,

4,9 untuk asam propionat dan 3,8 untuk asam laktat. Dengan demikian, sebagian besar pH makanan (5.0 dan di atasnya), fraksi tak terdisosiasi dari ketiga asam ini bisa sangat rendah, dan paling rendah adalah untuk asam laktat. Efektivitas antimikrob asam laktat lebih rendah mungkin karena pKanya rendah (Ray 2004).

Setiap bakteri memiliki ketahanan masing-masing terhadap jenis asam organik yang berbeda. L. monocytogenes memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap asam laktat dibandingkan dengan asam asetat. E. coli dan S. typhimurium memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam asetat. B. cereus yang merupakan golongan bakteri Gram positif memiliki kerentanan yang tinggi terhadap asam laktat dan asam propionat (Theron & Lues 2011). Charlier et al. (2009) menyatakan bahwa S. aureus akan bertambah rentan terhadap asam apabila terjadi peningkatan kadar garam. Bakteri S. aureus juga sangat peka terhadap aktivitas asam asetat.

Hidrogen Peroksida. Beberapa BAL menghasilkan H2O2 di bawah kondisi pertumbuhan aerob dan karena kekurangan katalase selular, pseudokatalase atau peroksidase, BAL ini melepaskannya ke dalam lingkungan untuk mencegah dirinya sendiri dari antimikrobnya. Beberapa galur BAL dapat memproduksi H2O2 pada kondisi pertumbuhan yang cocok. H2O2 cukup menyebabkan bakteriostatik (6-8 µg/ml) tapi jarang bersifat bakterisidal (30-40 µg/ml). Hidrogen peroksida merupakan agen pengoksidasi kuat dan dapat menjadi antimikroba terhadap bakteri, jamur dan virus (juga bakteriofage). Pada kondisi anaerob, sangat sedikit H2O2 yang dapat dihasilkan dari strain ini. Aksi antibakteri ini dihasilkan dari sifat pengoksidasi kuat dan kemampuannya untuk merusak komponen selular, khususnya membran. Karena sifat oksidasinya, maka dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dalam mutu pangan, seperti diskolorasi pada daging yang diproses, sehingga penggunaannya terbatas dalam pengawetan pangan (Ray 2004). Aktivitas H2O2 terhadap bakteri Gram positif, termasuk BAL, umumnya bakteristatik, sedangkan beberapa bakteri Gram negatif lebih cepat terbunuh (Ouwehand & Vesterlund 2004).

Karbon Dioksida. Karbon dioksida terutama dibentuk selama fermentasi asam laktat heterofermentatif, tetapi juga beberapa jalur metabolisme menghasilkan CO2 selama fermentasi. CO2 mempunyai pengaruh antimikrob

ganda. Bentuk ini membuat lingkungan anaerob dan CO2 dalam lingkungannnya sendiri mempunyai aktivitas antimikrob. Mekanisme aktivitas ini tidak diketahui, tetapi dinytakan bahwa dekarboksilasi secara enzimatik dihambat dan bahwa akumulasi CO2 di lipid bilayer menyebabkan disfungsi permeabilitas membrane. Pada konsentrasi rendah CO2 dapat merangsang pertumbuhan beberapa

Dokumen terkait