• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR

TINJAUAN PUSTAKA

Kepentingan Higiene dan Sanitasi

Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak dikonsumsi untuk manusia, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan. Pengertian daging adalah semua bagian dari hewan sembelih yang aman (safe)

dan layak (suitable) untuk konsumsi manusia. Arti aman dalam bahan makanan adalah tidak mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia dan fisik) yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pengertian layak dalam bahan makanan dapat diterima oleh manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis dan halal. Higiene daging didefinisikan sebagai semua kondisi dan tindakanuntuk menjamin keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan (Lukman 2004).

Kepentingan penerapan higiene dalam rantai makanan adalah (a) melindungi dan menjaga kesehatan manusia, (b) melindungi dan menjaga kesehatan hewan dan lingkungan, (c) menjamin kebersihan, (d) menghindari kerugian ekonomis, (e) menjaga kesegaran dan keutuhan makanan, serta (f) menghindari ketidak puasan konsumen. Secara umum higiene perlu juga diterapkan pada bangunan, proses/ produksi dan karyawan (Lukman 2004).

Salah satu persyaratan higiene dan sanitasi juga terletak pada higiene karyawan (higiene personal). Tujuan higiene personal adalah untuk menjamin bahwa orang yang berhubungan langsung atau tidak langsung melalui tubuhnya tidak mencemari bahan makanan, berperilaku dan bekerja sesuai aturan serta diharapkan pekerja yang sakit atau diduga sakit tidak ikut melakukan penanganan daging qurban (Lukman 2004).

Sanitasi adalah suatu upaya dalam menjaga kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kesehatan. Tujuan sanitasi tempat pemotongan hewan adalah mencegah pencemaran lingkungan agar diperoleh daging higienis dan sehat (Sudarwanto 2004).

Dalam Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1997 yang disebut pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Bakteri indikator adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau hewan. Bakteri indikator pada umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat didalam usus mahluk hidup. Jadi adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan oleh karenanya kemungkinan juga dapat ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga jenis bakteri indikator yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu Escherichia coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal dan Clostridium perfringens (Dewanti 2003).

Kualitas Daging

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengkonsumsinya karena kandungan gizinya yang lengkap sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas dan jaringan otot (Soepardi dan Soekamto1999).

Daging terdiri dari tiga komponen utama yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose tissue) dan jaringan ikat (connective tissue). Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Lebih kurang 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein (Muchtadi dan Sugiono 1989).

Menurut Sudarisman dan Elvina (1996), daging merupakan produk hewani yang sangat digemari, karena rasa yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Dibandingkan dengan sumber protein nabati, daging merupakan sumber protein yang lebih baik bagi tubuh karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta mudah dicerna.

Daging juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman (mikroorganisme) sehingga daging dikategorikan sebagai bahan makanan ya ng mudah rusak dan juga sebagai bahan makanan yang berpotensi berbahaya. Ada 2 (dua) kelompok kuman yang dapat dijumpai pada daging yaitu a) kuman patogen dan b) kuman pembusuk. Kuman patogen merupakan kuman yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pertumbuhan kuman ini pada daging tidak akan memperlihatkan perubahan fisik pada daging (misalnya bau dan warna tidak berubah), sehingga tidak dapat diketahui atau dideteksi secara kasat mata, tetapi harus menggunakan pengujian laboratorium. Kuman pembusuk adalah kuman yang menyebabkan perubahan pada fisik daging misalnya timbul bau, perubahan warna dan terdapat lendir pada daging (Lukman 2004). Daging kambing adalah daging yang diperoleh dari kambing yang telah dipotong/disembelih.

Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem.

Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum hewan dipotong dan bertujuan .untuk menentukan hewan qurban benar-benar sehat sebelum disembelih sehingga konsumen mendapat jaminan keamanan dari daging qurban yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem dilakukan segera setelah hewan dipotong dengan tujuan antara lain (a) mengenali kelainan atau abnormalitas pada daging, isi dada dan isi perut sehingga hanya daging sehat dan baik yang akan dikonsumsi, (b) menjamin bahwa proses pemotongan dilaksanakan dengan benar, (c) menjamin kualitas dan keamanan daging, (d) meneguhkan diagnosa pameriksaan antemortem (Dinas PEKANLA 2003b).

Lima tahap yang harus dilalui dalam memperoleh karkas yaitu pemeriksaan antemortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing dan pemeriksaan post mortem. Prinsip penyembelihan adalah pemotongan pembuluh darah besar (vena

Jugularis), arteri carotis, saluran nafas dan sekaligus saluran makanan . Pada saat penyembelihan, hewan harus dalam keadaan tenang, dianjurkan pelaksanaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Kebersihan selama proses penyembelihan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi oleh mikroba. Penuntasan darah harus sempurna karena bakteri dari usus dan darah yang tertinggal merupakan media untuk pertumbuhan mikroba. Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit dan jeroan dari tubuh ternak (Muchtadi dan Sugiono 1989).

Berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta, lebih dari separuh tempat pemotongan hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah pengeluaran darah (59.0%) selebihnya pengerjaan karkas dilaksanakan diatas alas plastik (25.2%), diatas tanah/rumput atau tanpa alas (15.8%). Sebagian besar tempat pemotongan melakukan pemisahan tulang (deboning) sebelum daging dibagikan.

Secara umum penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit/selokan/sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ketempat lain misalnya tempat sampah (16.3%).

Pembagian atau pemotongan daging pada umumnya dilaksanakan diatas alas plastik (50.9%). Pada tempat lainnya, pemotongan /pembagian daging dan penyimpanan dilaksanakan diatas lantai beralaskan plastik (26.9%), diatas papan/kayu (13.7%) dan diatas meja (8.5%). Hal ini sudah baik, karena daging tidak berkontak langsung dengan tanah. Umumnya penyimpanan daging dan jeroan dipisah (69.4%), namun masih ada tempat pemotongan yang mencampurkan daging dan jeroan (30.6%). Pengemasan potongan daging dan jeroan sebagian dilakukan secara terpisah (50.0%), dan sebagian lainnya menyatukan keduanya (50.0%). Sebaiknya daging dipisahkan dengan jeroan mengingat jeroan relatif banyak mengandung kotoran dan mikroorganisme, sehingga akan mencemari daging.

Mikroba Pencemar Daging

Mikroba yang merusak daging dapat berasal dari hewan yang terinfeksi pada saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging dikonsumsi (Soeparno 1998).

Di Rumah Potong Hewan, sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit, isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan daging (misalnya pisau, gergaji, katrol dan pengait, serta peralatan untuk jeroan), kotoran, udara dan pekerja (Hansson 2001). Mikroba yang berasal dari isi saluran pencernaan dapat mencapai 103 sampai 1011 cfu/gram (Lukman 2001). Kontaminasi feses terhadap karkas dapat beresiko terhadap penyebaran bakteri patogen seperti Salmonella, Campylobacter, Yersinia dan E. Coli (Hansson 2001). Bakteri patogen juga dapat mencemari daging karena pengaruh stress dan terkontaminasi pada saat pencucian dan apabila berkembang sejalan dengan pertumbuhannya dapat menjadikan daging sebagai makanan yang beresiko (Samelis et al. 2002).

Jumlah Mikroba

Perhitungan jumlah mikroba aerob biasa dilakukan sebagai indikator adanya pencemaran terhadap daging. Mikroba aerob yang biasa dijumpai pada daging berkisar antara 103 sampai 105 per cm2 (Hayes 1996). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah mikroba pada daging adalah 104 cfu/g (BSN 2000). Mikroba pada daging dapat meningkat karena beberapa faktor seperti kontaminasi lingkungan, adanya perkembangan mikroba secara normal di dalam daging, sanitasi yang buruk dan adanya kontaminasi selama proses penanganan oleh pekerja (Hansson 2001; Hayes 1996).

Koliform

Koliform merupakan mikroorganisme yang sering ditemukan mencemari daging. Koliform termasuk golongan bakteri gram negatif, sifat anaerob fakultatif, berbentuk batang non spora dan terdiri dari beberapa jenis mikroorga nisme yang termasuk kedalam famili Enterobacteriaceae yaitu

Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella (Jay 1997).

Kehadiran Koliform maupun Escherichia coli pada daging mengindikasikan daging tersebut telah terkontaminasi oleh feses dan dapat dipakai sebagai bakteri indikator terhadap kehadiran bakteri patogen lain seperti

Salmonella (Hansson 2001). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366- 2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Koliform pada daging adalah 102 cfu/g (BSN 2000).

Koliformditemukan pada kulit, kuku serta rambut. Begitu hewan dipotong, bakteri yang berasal dari usus dapat mengkontaminasi daging selama proses

eviscerasi. Grup Koliformdapat menetap di dalam air, tanah atau pada makanan dalam waktu yang lama. Kehadiran koliform menunjukkan pencemaran makanan oleh feses yang mungkin berasal dari manusia, hewan atau dari tanah, peralatan, atau oleh teknik pasteurisasi yang tidak benar, atau rekontaminasi setelah pasteurisasi atau pemasakan (Banwart 1989).

Gambar 1 Bakteri Koliform

Escherichia coli

Escherichia coli diklasifikasikan ke dalam famili Enterobacteriaceae, dan termasuk salah satu anggota koliform(Jay 1997). Menurut Doyle (1989) E. Coli

sering ditemukan dalam jumlah banyak di dalam usus besar hewan dan merupakan bakteri komensal dalam saluran pencernaan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Escherichia coli pada daging adalah 50 cfu/g (BSN 2000).

Serotipe E. coli didasarkan pada antigen somatik (O), flagela (H), dan antigen kapsul (K). Antigen O merupakan lipopolisakarida outer membrane cell

yang spesifik (Doyle 1989; Brown 1982). Antigen O merupakan dasar dari klasifikasi E. Coli menjadi serogrup. Ada lebih dari 170 serogrup berdasarkan antigen O dan 56 dari antigen H. Tiap serogrup mempunyai respon terhadap inangnya.

Menurut Brown (1982) galur E. coli yang dapat menimbulkan sindroma patogen dibagi menjadi empat kategori yaitu : (a) Enteropathogenic E. coli

(EPEC), (b) Enteroinvasive E. coli (EHEC), (c) Enterotoxigenic E. coli (ETEC), dan (d) Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau biasa dikenal dengan E. coli

O157:H7. Semua tipe tersebut berasosiasi dengan foodborne disease. E. coli

O157:H7 menjadi perhatian para ahli mikrobiologi dan telah menimbulkan wabah di berbagai negara karena mencemari makanan cepat saji.

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus paling sering ditemukan pada tangan dan wajah manusia. Pekerja dapat mencemari bahan makanan atau daging sebesar 103 sampai 104 per menit oleh tangan, pakaian maupun alat-alat yang dipergunakan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Staphylococcus aureus

pada daging adalah 102 cfu/g (BSN 2000).

Staphylococcus aureus hidup optimal dan dapat memproduksi enterotoksin pada temperatur 35.0-37.0oC, tetapi beberapa spesies dapat tumbuh pada kisaran 10.0-45.0oC dengan pH optimalnya 7.0-7.5 Keracunan makanan terjadi apabila kandungan Staphylococcus aureus berada dalam jumlah besar yaitu diatas 2,0 x 108 cfu/gram dapat membentuk toksin (Doyle 1989).

Gambar 3 Bakteri Staphylococcus aureus ( Heritage 2003).

http://www.bmb.leeds.ac.uk/mbiology/ug/ug teach/dental/tutorial/ classification/g pcexplain.htm.

Salmonella

Salmonella merupakan salah satu agen yang mempunyai prevalensi tertinggi sebagai foodborne disease. Di beberapa negara Salmonella juga merupakan salah satu mikroba patogen yang sering ditemukan keberadaannya pada daging atau pada makanan. Salmonella paling sering diisolasi dari daging pada daerah yang berdekatan dengan kulit dan daerah anus (Dickson dan Anderson 1992). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan keberadaan Salmonella pada daging haruslah negatif per gram daging (BSN 2000).

Genus Salmonella terdiri dari lebih 2600 serovar (Portillo 2000). Klasifikasi dan deteksi bakteri ini didasarkan atas uji serologik (Jay 1997). Suhu pertumbuhan Salmonella adalah pada temperatur 35.0-37.0oC, tetapi pada kenyataannya Salmonella dapat ditemukan pada kisaran suhu 5.0-47.0oC. Sedangkan pH optimum pertumbuhannya adalah 6.5 – 7.5 dengan selang pertumbuhan pH 4.5-9.0 (Doyle 1989).

Gambar 4 Bakteri Salmonella

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan qurban yang terpilh di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Pemeriksaan mikrobiologis sampel daging kambing dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Bambu Apus, mulai Januari sampai dengan Maret 2005.

Bahan dan Alat

Baha n penelitian yang digunakan adalah sampel daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah yang terpilih di Kotamadya Jakarta Timur. Media yang digunakan adalah Buffer Pepton Water

(BPW) 0.1% (Oxoid M.0509), Plate Count Agar (PCA) Oxoid CM.0325, Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) Oxoid CM 0451, Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) 2% Oxoid 0031, Violet Red Bile Agar (VRBA) Oxoid CM.107,

Nutrient Agar Oxoid CM 0003, Escherichia coli Broth (ECB) Oxoid CM.853,

Hektoen Enteric Agar (HEA) Oxoid CM.419, Brilliant Green Agar (BGA) Oxoid CM. 0263, Tetrathyonat Brilliant Green Broth Oxoid CM.671, Baird Parker Agar

(BPA) Oxoid CM.0275, Brain Heart Infusion Broth (Oxoid CM.225), plasma kelinci (Bio Merieux Ref.55182), Indole/Tryptone Oxoid L.42, Methyl Red Baker R.086-02, Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) medium Oxoid CM.43, Simon Citrate Agar Oxoid 155, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Oxoid CM.277, Urea Agar Oxoid CM.53, Lysin Decarboxylase Agar Oxoid CM.0308, Salmonella Polyvalent O Difco 222641, Salmonella Polyvalent H Difco 224061, NaCl fisiologis, alkohol, akuades.

Alat yang digunakan adalah pinset, gunting, pisau, plastik steril, gelas piala, erlenmeyer steril, tabung reaksi beserta raknya, tabung Durham, ose, cawan petri steril, pipet steril (1 ml, 10 ml), Quebec colony counter, inkubator 36+10C- 440C,

water bath 45 + 10C, Laminar flow cabinet, pembakar bunsen, refrigerator, freezer, stomacher, timbangan , stearofoam, cooler box, spidol, kertas label.

Metode Penelitian Pengumpulan Data

Untuk menjaring data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap para penanggung jawab/panitia penyembelihan hewan kurban di tiap-tiap lokasi pemotongan hewan qurban yang terpilih di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Selain wawancara, pengisian kuesioner juga dilakukan melalui pengamatan. Pengisian kuesioner dilakukan oleh enumerator yang sebelum melaksanakan tugasnya telah diberikan pengarahan terlebih dahulu. Kuesioner yang dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Metode Sampling

Populasi target adalah daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah sampel adalah 80 sampel dari 80 lokasi tempat pemotongan hewan qurban. Pemilihan lokasi tempat pemotongan hewan qurban dengan metoda penarikan contoh acak bertingkat (multistage random sampling), yaitu :

• Wilayah terpilih 1 (satu) Kotamadya di DKI Jakarta yaitu Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan.

• Penentuan kelurahan dari masing- masing kecamatan dilakukan dengan menggunakan metoda acak sederhana. Setiap kelipatan 3 (tiga) kelurahan akan ditentukan secara acak 1 (satu) kelurahan terpilih.

• Dari tiap kelurahan terpilih ditentukan jumlah lokasi tempat penga mbilan sampel yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah lokasi penyembelihan di kelurahan terpilih tahun 2004 dikalikan dengan 10%. Penentuan lokasi terpilih dengan menggunakan metoda acak sederhana. Lokasi tempat penyembelihan hewan qurban terpilih dapat dilihat dalam Lampiran 5.

Pengambilan sampel daging kambing dilakukan secara random, dan diambil pada saat kumpulan daging akan dimasukkan dalam kantong plastik sebelum dibagikan. Pengambilan sampel dilakukan seaseptik mungkin, berat kira-kira 100 gram. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang telah diberi label berisi kode sampel, tanggal pengambilan, jam pengambilan dan lokasi

tempat pemotongan hewan qurban. Sampel dimasukan ke dalam

stearofoam/cooler box yang telah diisi dengan es balok kemudian dibawa ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta. Setelah sampai di Laboratorium, dilakukan uji fisik, meliputi pemeriksaan bau, warna dan penampakan, kemudian sampel disimpan di freezer sampai dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Metode Pengujian Mikrobiologi

Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Metode yang dipergunakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta adalah berdasarkan pada SNI 19 – 2897 -1992 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba (BSN 1992).

Ditimbang 25 gram daging kemudian dihancurkan dengan stomacher dan ditambahkan 225 ml buffer pepton water (BPW) 0.1%, kemudian dimasukkan ke dalam stomacher untuk homogenisasi (pengenceran 10-1).

Pemeriksaan Jumlah Mikroba Aerob dengan Pengujian Total Plate Count

(TPC)

Diambil 1 ml ekstrak dari pengenceran 10-1 masukkan ke dalam 9 ml BPW 0.1% (pengenceran 10-1), demikian seterusnya sampai pengenceran 10-6. Dari masing- masing pengeceran diambil 1 ml dan dipupuk dalam media Plate Count Agar (PCA) dengan sistim tuang ke dalam setiap cawan petri, kemudian diinkubasi pada 37.0oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan Quebec colony counter.

Pemeriksaan Koliform

1). Uji Sangkaan :

Sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 dimasukkan kedalam seri 3 tabung

Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) yang dilengkapi tabung Durham. Dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-2 dan 10-3 pada seri 3 tabung. Setiap tahap pengenceran menggunakan pipet yang baru dan steril. Kemudian disimpan ke dalam lemari pengeram (inkubator) suhu 37.0oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung tabung yang membentuk gas dan media broth LST menunjukkan warna kekeruhan.

2). Uji Penegasan :

Dipindahkan sebanyak 1 ose (sengkelit) dari tabung yang membentuk gas dari media LST ke dalam tabung yang berisi 10 ml Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLBB 2%). Semua tabung diinkubasi/eramk an pada suhu 37.0oC selama 24 jam, adanya gas atau perubahan warna media menjadi kuning pada tabung BGLBB memperkuat adanya bakteri Koliform dalam sampel.

Pemeriksaan Escherichia coli

Satu ose biakan positif dari LST broth dimasukan ke dalam tabung yang berisi Escherichia coli Broth dilengkapi tabung Durham. Diinkubasi kedalam penangas air 44.0oC selama 24 jam. Tabung yang membentuk gas dianggap positif E. coli. Penetapan E. coli dilakukan dengan menginokulasikan media tabung yang membentuk gas ke media Violet Red Bile Agar (VRBA). Media VRBA positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni warna merah. Koloni yang tumbuh pada media VRBA diinokulasi ke media Nutrient Agar

miring dan dieramkan pada suhu 35.0oC selama 24 jam. Dilakukan pengujian IMVIC (Indol, Merah metil, Voges Proskauer dan Citrat) dari biakan Nutrient Agar tersebut.

Secara skematis pengujian bakteri koliform dan Escerichia coli dapat dilihat pada Gambar 5.

Pemeriksaan Koliform Pemeriksaan E. coli Sampel daging Pengenceran 1 : 10 25 ml contoh + 225 ml BPW 0.1% LST Broth (37.00C, 24-48 jam) BGLBB (37.00C, 24-48 jam) Ada gas Positif koliform

Diinokulasikan pada E.coli Broth

Inokulasi pada VRBA (35.00C, 18-24 jam)

Inokulasi pada NA miring (35.00C, 18-24 jam)

IMVIC

Gambar 5 Skema pengujian bakteri koliform dan E.coli.

Sumber: SNI 19-2897-1992

Untuk mengetahui sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC dapat dilihat pada Tabel1.

Tabel 1 Sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC Indole Methyl Red Voges

Proskauer Citrat Type + _ + _ _ + + + + + _ _ _ _ _ _ + + _ _ + + + + Typical E. coli Atypical E. coli Typical Intermediate Atypical Intermediate Typical E.aerogenes Atypical E.aerogenes

Pemeriksaan Salmonella

1). Pra -pengkayaan:

25 gram Sampel daging kambing dalam 225 ml BPW 0.1% yang telah dihomogenisasi dipindahkan secara aseptik kedalam botol steril kemudian diinkubasikan pada 36±1oC selama 16-20 jam.

2). Pengkayaan:

Dari biakan pra-pengkayaan dipipet masing- masing 10 ml dan dimasukkan dalam 90 ml Tetrathyonat Brilliant Green Broth, dan 90 ml Selenite Cystine Broth

kemudian diinkubasikan pada temperatur 43.0oC selama 24 jam.

3). Penanaman:

Biakan pengkayaan dipupuk pada media HEA (Hektoen Enteric Agar) dan

Brilliant Green Agar (BGA), diinkubasikan pada temperatur 37.0oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh pada media HEA dan BGA ditanam pada TSI Agar, Urea Agar, Lysin Decarboxylase Agar dan VP medium. Reaksi yang positif pada TSI Agar positif memperlihatkan adanya gas H2S dan warna media agar menjadi

hitam.Dilanjutkan dengan uji serologi menggunakan antisera H dan O, bila terjadi penggumpalan menunjukkan reaksi positif. Skema pengujian Salmonella dapat dilihat pada Gambar 6.

Pra pengkayaan

25 gram sampel daging+ 225 ml BPW 0.1% inkubasi 36.0oC, 16 -20 jam

Pengkayaan

10 ml pra pengkayaan + 10 ml prapengkayaan+

90 ml Selenite Cystine Broth 90 ml Tetrathionate Brilliant Green Broth

Inkubasi 43.0oC selama 24 jam

Seleksi

Brilliant Green Agar Hektoen Enteric Agar

Identifikasi dengan uji penduga: Agar TSI, Urea Agar, Lysine

Decarboxylase Agar,VP medium, Indol medium.

Uji Serologi

Gambar 6 Skema Isolasi dan identifikasi Salmonella dari bahan pangan Sumber : SNI 19- 2897- 1992

Pemeriksaan Staphylococcus aureus

Dari pengenceran 10-1 diambil 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam 10 ml media Baird Parker Agar, disebarkan merata dengan menggunakan spreader,

kemudian diinkubasikan 24 jam pada temperatur 37.0oC. Koloni Staphylococcus aureus berwarna hitam mengkilat dengan zona cerah sekitarnya. Pengujian dilanjutkan dengan uji koagulase. Diambil satu koloni dan dimasukkan ke dalam 5.0 ml Brain Heart InfusionBroth (BHIB), diinkubasikan selama 24 jam. Apabila

terbentuk kekeruhan diambil 0.1 ml, biakan BHI Broth dimasukkan dalam tabung steril, kemudian dimasukkan 0.3 ml plasma kelinci, dan diinkubasikan pada temperatur 37.0oC selama 6 jam. Pembentukan reaksi koagulase terjadi setelah 6 jam inkubasi. Apabila belum terjadi koagulase maka masa inkubasi biakan diperpanjang sampai 24 jam. Reaksi koagulase positif dinyatakan bila terjadi gumpalan seperti awan putih dan bila tidak ditemukan reaksi positif maka koagulase dinyatakan negatif terhadap S. aureus. Skema pengujian

Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 7.

Uji Kuantitatif Uji Biokimiawi

Sampel daging

Pengenceran 1:10 25 ml contoh+225 ml PW 0.1%

Pemupukan pada

Baird Parker Agar

(37.00C,48 jam)

Hitung koloni spesifik

Uji koagulase

Uji koagulase

Koloni hitam diinkubasikan Pada BHIB (37.00C,24 jam)

0.5 kultur + 0.5 ml plasma kelinci (37.00C, 6-24 jam)

Koagulase

Pembacaan :

Positif Gumpalan putih seperti awan Negatif tidak ada gumpalan putih

Dokumen terkait