• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Qurban dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Di Kotamadya Jakarta Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Qurban dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Di Kotamadya Jakarta Timur."

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN

DENGAN CEMARAN MIKROBA PADA DAGING

KAMBING DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR

UMI PURWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan antara Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Qurban dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing di Kotamadya Jakarta Timur adalah karya saya sendiri dengan bimbingan para Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2006

Umi Purwanti

NRP B 551034104

(3)

dengan Cemaran Mikroba pada Daging Kambing Di Kotamadya Jakarta Timur. Dibimbing oleh AGATHA WINNY SANJAYA dan ABDUL ZAHID ILYAS.

Pada hari Raya Idul Adha dilaksanakan kegiatan pemotongan hewan qurban oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam. Kegiatan dilakukan tidak dirumah pemotongan hewan, melainkan di mesjid/mushola, lapangan perkantoran dan di pemukiman penduduk. Daging merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan mineral khususnya besi. Daging dikategorikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) dan sebagai pangan yang berpotensi mengandung bahaya (potentially hazardous food/PHF), karena memiliki aktifitas air (aw ) diatas 0.85 dan mempunyai pH mendekati netral yang

mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Cemaran mikroba yang diamati adalah mikroba aerob (TPC), koliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan

Salmonella spp yang dianalisa terhadap tingkat sanitasi sebelum, saat dan setelah pemotongan. Hasil penelitian menunjukkan adanya cemaran koliform,

Escherichia coli dan Staphylococcus. aureus dan tidak ditemukan cemaran

Salmonella. Sedangkan kategori sanitasi baik diperoleh sebelum pemotongan (81.3%), saat pemotongan (21.3%) dan setelah pemotongan (37.5%). Persentase cemaran mikroba melebihi standar SNI 01-6366-2000 adalah untuk jumlah cemaran mikroba (TPC) 73.8% (5.5 x 106 cfu/g), koliform 73.8% (1.1 x 103 MPN/g), E. coli 41.3% (4.1 x 102 MPN/g) dan S. aureus 37.5% (2.7 x 103 cfu/g). Memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara faktor sanitasi baik sebelum, saat dan setelah pemotongan terhadap cemaran koliform dan S. aureus

(4)

UMI PRWANTI Correlation between Sanitation of Animal Qurban with Microbes Contamination on Goat Meat in East Jakarta. Under direction of AGATHA WINNY SANJAYA and ABDUL ZAHID ILYAS .

At Idul Adha, moslem people slaughtering their animals not only in the slaughterhouse but also around mosque, office yard, fields nearby the houses. Meat is categorized as a pottentially hazardous food, because its high water activity (aw > 0.85), pH neutral, vitamin B and mineral aspecially Ferrous, also as

main source of protein which is advantageous for microbes growth and categorized meat as a perishable food. Measuring total amount of aerobic microbes (TPC), Coliform, Escherichia coli, Staphylococcus aureus and

Salmonella were observed to evaluate the sanitation of animal qurban in East Jakarta. Result obtained that Salmonella was not detected in all meat samples. Good sanitation was observed before slaughtering (81.3%), during slaughtering (21.3%) and after slaughtering (37.5%). Percentage of microbes contamination above Standard SNI 01-6366-2000 of microbes are TPC 73.8% (5.5 x 106 cfu/g),

coliform 73.8% (1.1 x 103 MPN/g), E. coli 41.3% (4.1 x 102 MPN/g) and S. aureus 37.5% (2.7 x 103 cfu/g). Relation between doing sanitation before, during and after slaughtering didn’t show a significant relation with coliform and

Staphylococcus aureus (P>0.05). There is a significant relation after slaughtering between Eschechia coli and sanitation (P < 0.05) and doing separation meat with viscera, and packing meat together with viscera.

(5)

HUBUNGAN ANTARA SANITASI

TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN QURBAN DENGAN

CEMARAN MIKROBA PADA DAGING KAMBING

DI KOTAMADYA JAKARTA TIMUR

UMI PURWANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1954 sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara, dari keluarga almarhum Prawoto Mangkusoediro dan almarhumah Umi Rochjati.

Tamat pendidikan Sekolah Dasar Negeri Slamet Riyadi di Jakarta dan melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri II di Yogyakarta. Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri I Yogyakarta tahun 1972, penulis melanjutkan ke Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada dan meraih gelar dokter hewan pada bulan Desember 1978. Sejak memperoleh gelar dokter hewan penulis pernah bekerja di Dinas Peternakan Pemerintah Daerah Irian Jaya (Papua) dan DKI Jakarta.

(8)

Puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Januari 2005 sampai Maret 2005, dengan judul hubungan antara sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan cemaran mikroba pada daging kambing di Kotamadya Jakarta Timur.

Terima kasih kepada Bapak Dr. Drh. Denny W. Lukman, M.Si sebagai Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ibu Dr.Drh. Agatha Winny Sanjaya, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Drh. Abdul Zahid Ilyas, M.Si sebagai anggota Komisi Pembimbing serta para Staf Pengajar dan Staf Penunjang Program Studi Kesehatan Mayarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor. Tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Ir. Etih Sudarnika, M.Si yang dengan sabar dan teliti membantu kami dalam pengolahan data penelitian. Ungkapan yang sama disampaikan kepada jajaran Pemerintah DKI Jakarta terutama kepada Kepala dan Staf Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur yang telah memberikan kesempatan dan membantu pada pelaksanaan di lapangan serta Staf Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membantu dalam pengujian di laboratorium.

Ungkapan terima kasih juga di sampaikan kepada keluarga besar yang telah memberikan do’a dan kasih sayangnya.

Terima kasih kepada teman-teman seangkatan terutama Agung Suganda dan Ratina Yuswari yang telah memberikan semangat dan dukungannya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam melaksanakan penelitian, pembimbingan dan penulisan tesis. Atas kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Amin.

Semoga penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2006 Umi Purwanti

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL….. ……… x

DAFTARGAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN………... xii

PENDAHULUAN……… 1

TINJAUAN PUSTAKA Kepentingan Higiene dan Sanitasi……… 4

KualitasDaging………. 5

Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem………. 6

Mikroba Pencemar Daging……….. 8

Jumlah Mikroba……… 8

Koliform……… 9

Escherichia coli………. 10

Staphylococcus aureus……….. 11

Salmonella………. 11

MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian……….. 13

Bahan dan Alat………. 13

Metode Penelitian………. 14

Pengumpulan Data……… 14

Metode Sampling………. 14

Metode Pengujian Mikrobiologi……….. 15

Metode Analisa……… 20

Definisi Operasional……… 22

(10)

Sanitasi pada Tempat Pemotongan Hewan Qurban... 27

Cemaran Mikroba pada Daging Kambing... 27

Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Mikroba (TPC)... 31

Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Koliform…………... 32

Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Staphylococcus aureus 34

Pengaruh Sanitasi Terhadap Jumlah Escherichia coli... 35

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ……… 40

Saran……….. 40

DAFTAR PUSTAKA……… 41

LAMPIRAN……….. 44

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC... 17 2 Jumlah cemaran mikroba pada sample daging kambing…. 26 3 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya

Jakarta Timur……… 27

4 Cemaran mikroba pada daging kambing (%)……….. 28 5 Cemaran mikroba di atas batas maksimum SNI 01-6366-2000

pada daging kambing qurban ………. 30 6 Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi 31 7 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi... 33 8 Tingkat cemaran S. aureus berdasarkan kategori sanitasi... 34 9 Tingkat cemaran E. coli berdasarkan kategori sanitasi... 36 10 Nilai Chi-square dan V-Cramer dengan hubungan faktor sanitasi

dan cemaran mikroba………... 37 11 Cemaran E.coli di tempat pembagian daging ……… 38 12 Hubungan antara tempat pembagian daging dan jeroan

dengan E.coli ……… 38

13 Hubungan antara pengemasan daging dan jeroan dengan

cemaran E.coli……… 39

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bakteri Koliform... 9

2 Bakteri Eshcherichi. coli... 10

3 Bakteri Staphylococcus. aureus... 11

4 Bakteri Salmonella... 12

5 Skema pengujian bakteri koliform dan E. coli .... 17

6 Skema isolasi dan identifikasi Salmonella dari bahan pangan 19

7 Skema sedeerhana uji kuantitatif dan biokimiawi Staphylococcus aureus.... 20

8 Sanitasi tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur... 29

9 Tingkat cemaran mikroba pada daging kambing………… 30

10 Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori Sanitasi……… 32

11 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi… 33

12 Tingkat cemaran Staphylococcus aureus berdasarkan kategori sanitasi... 35

13 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan kategori sanitasi... 36

(13)

Halaman

1 Data pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta

Tahun 2004………... 45 2 Data pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur

Tahun 2004……… 46

3 Batas maksimum cemaran mikroba pada daging menurut

SNI 01-633-2000……….. 47

4 Kuesioner pemotongan hewan qurban……… 48 5 Lokasi pengambilan sampel berdasarkan metoda

sampling………. 50

6 Pengelompokan dan pembobotan factor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat pemotongan

hewan qurban………... 52 7 Skoring /penilaian faktor- faktor yang mempengaruhi

sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban……… 53 8 Pengolahan data dengan perhitungan statistik…… 55 9 Surat ijin penelitian di Kotamadya Jakarta Timur…. 73 10 Foto-Foto kegiatan pemotongan hewan qurban... 74

(14)

Latar Belakang

Pemotongan hewan qurban dilaksanakan setiap tahun pada hari Raya Idul Adha. Syarat hewan yang diqurbankan harus sehat, tidak cacat serta umur mencukupi yaitu untuk kambing/domba lebih dari satu tahun dan sapi/kerbau lebih dari 2 (dua) tahun. Tata cara pemotongan juga harus sesuai dengan syariat Islam dan penanganan daging harus dilakukan sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat sehingga diperoleh daging yang sehat, aman, halal dan toyib (Dinas PEKANLA 2003b).

Bahan makanan khususnya yang berasal dari daging mempunyai sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut dapat diakibatkan oleh adanya perubahan pada bahan itu sendiri maupun adanya kontaminasi dari luar. Untuk menghindari hal tersebut diperlukan langkah- langkah pengamanan terhadap bahan makanan sehingga dihasilkan bahan makanan yang sehat dan layak konsumsi (Pitona 2004).

Daging mempunyai potensi sebagai pembawa penyakit antara lain sebagai zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan kepada manusia) dan dapat menimbulkan hal- hal seperti food borne disease (penyakit yang ditularkan akibat mengkonsumsi pangan hewani termasuk daging), food poisoning (penyakit akibat racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada daging) dan food infection (penyakit yang diakibatkan oleh perkembang biakan mikroorganisme dalam tubuh setelah mengkonsumsi daging) (Moerad 2004).

Daging dikategorikan sebagai bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) dan berpotens i mengandung bahaya (potentially hazardous food/PHF). Pangan asal hewan ini memiliki faktor- faktor pendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, karena kandungan gizi yang baik (terutama kandungan protein yang relatif tinggi), memiliki pH yang mendekati netral dan memiliki aktifitas air (aw) diatas 0.85 (Lukman 2004).

(15)

masyarakat terhadap penyediaan bahan pangan hasil ternak tidak hanya pada peningkatan volume/kuantitas tetapi juga peningkatan kesehatan bahan asal ternak, kualitas/mutu serta kehalalan dari produk/hasil ternak terutama daging.

Salah satu tugas pemerintah dalam bidang peternakan adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan melakukan pengawasan di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner antara lain melalui pengawasan peredaran bahan makanan asal ternak meliputi pemeriksaan kesehatan hewan/ternak, pemeriksaan kesehatan daging agar masyarakat yang mengkonsumsi tidak tertular penyakit asal hewan atau bahan asal hewan. Tugas yang dilaksanakan meliputi pemeriksaan hewan sebelum dipotong dan pemeriksaan kesehatan daging setelah hewan dipotong (Dinas PEKANLA 2003a).

Biasanya pemotongan hewan qurban dilakukan tidak di rumah pemotongan hewan (RPH) tetapi dimasjid/musholla, lapangan perkantoran swasta/pemerintah dan umumnya berada ditengah pemukiman penduduk. Namun kegiatan tersebut harus dibawah pengawasan dokter hewan atau petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

Dalam melaksanakan pemotongan hewan qurban petugas pengawas hanya bertanggung jawab dalam hal kesehatan hewan qurban sehingga diharapkan daging yang dihasilkan bebas dari penyakit hewan menular (zoonosis). Sedangkan pada saat penanganan daging peranan petugas sangat kecil, mengingat relatif banyak panitia yang terlibat dalam pemotongan dan penanganan daging qurban. Terbatasnya sarana serta prasarana, pengetahuan aspek sanitasi dan higiene dari panitia memungkinkan terjadi pencemaran mikroba daging melebihi SNI BMCM 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BSN 2000).

Pencemaran mikroba pada daging dapat menyebabkan kerusakan pada daging baik berupa perubahan fisik maupun kimiawi, sehingga daging tersebut dianggap tidak layak dikonsumsi. Selain kerusakan pada daging, cemaran mikroba juga berpotensi dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang mengkonsumsinya.

(16)

yang terbesar adalah Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah tersebut diperkirakan lebih banyak lagi karena masih ada beberapa lokasi yang tidak terpantau (Dinas PEKANLA 2004).

Berdasarkan laporan hasil kegiatan monitoring dan pengawasan hewan qurban, Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur tahun 2004 memiliki tempat pemotongan hewan qurban sebanyak 837 buah. Sedangkan jenis dan jumlah hewan qurban yang dipotong adalah 1.572 ekor sapi,12 ekor kerbau, 5.063 ekor kambing dan 1.003 ekor domba dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah membuktikan hubungan antara sanitasi tempat pemotongan hewan qurban terhadap cemaran mikroba dengan mengukur tingkat cemaran dan pembanding batas maksimum cemaran mikroba SNI 01-6366-2000.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemerintah pusat maupun pemerintah DKI Jakarta, khususnya Kotamadya Jakarta Timur dalam menangani daging hewan qurban dengan baik; memacu kesadaran panitia pelaksana pemotongan hewan qurban akan pentingnya sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban, sehingga memberi rasa aman bagi masyarakat penerima dan masyarakat yang melaksanakan ibadah Idul Qurban.

Hipotesa

H0 : Cemaran mikroba pada daging kambing hewan qurban tidak dipengaruhi oleh sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kepentingan Higiene dan Sanitasi

Higiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya sehat atau baik untuk kesehatan. Tujuan higiene adalah untuk menjamin agar daging tetap aman dan layak dikonsumsi untuk manusia, tanpa menimbulkan gangguan kesehatan. Pengertian daging adalah semua bagian dari hewan sembelih yang aman (safe)

dan layak (suitable) untuk konsumsi manusia. Arti aman dalam bahan makanan adalah tidak mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia dan fisik) yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pengertian layak dalam bahan makanan dapat diterima oleh manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis dan halal. Higiene daging didefinisikan sebagai semua kondisi dan tindakanuntuk menjamin keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan (Lukman 2004).

Kepentingan penerapan higiene dalam rantai makanan adalah (a) melindungi dan menjaga kesehatan manusia, (b) melindungi dan menjaga kesehatan hewan dan lingkungan, (c) menjamin kebersihan, (d) menghindari kerugian ekonomis, (e) menjaga kesegaran dan keutuhan makanan, serta (f) menghindari ketidak puasan konsumen. Secara umum higiene perlu juga diterapkan pada bangunan, proses/ produksi dan karyawan (Lukman 2004).

Salah satu persyaratan higiene dan sanitasi juga terletak pada higiene karyawan (higiene personal). Tujuan higiene personal adalah untuk menjamin bahwa orang yang berhubungan langsung atau tidak langsung melalui tubuhnya tidak mencemari bahan makanan, berperilaku dan bekerja sesuai aturan serta diharapkan pekerja yang sakit atau diduga sakit tidak ikut melakukan penanganan daging qurban (Lukman 2004).

Sanitasi adalah suatu upaya dalam menjaga kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kesehatan. Tujuan sanitasi tempat pemotongan hewan adalah mencegah pencemaran lingkungan agar diperoleh daging higienis dan sehat (Sudarwanto 2004).

(18)

tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Bakteri indikator adalah bakteri yang keberadaannya dalam pangan menunjukkan bahwa air atau makanan tersebut pernah tercemar oleh kotoran manusia dan atau hewan. Bakteri indikator pada umumnya adalah bakteri yang lazim terdapat didalam usus mahluk hidup. Jadi adanya bakteri tersebut pada air atau makanan menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan oleh karenanya kemungkinan juga dapat ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga jenis bakteri indikator yang dapat dipergunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu Escherichia coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal dan Clostridium perfringens (Dewanti 2003).

Kualitas Daging

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengkonsumsinya karena kandungan gizinya yang lengkap sehingga keseimbangan gizi dapat terpenuhi. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas dan jaringan otot (Soepardi dan Soekamto1999).

(19)

Menurut Sudarisman dan Elvina (1996), daging merupakan produk hewani yang sangat digemari, karena rasa yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Dibandingkan dengan sumber protein nabati, daging merupakan sumber protein yang lebih baik bagi tubuh karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang serta mudah dicerna.

Daging juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan kuman (mikroorganisme) sehingga daging dikategorikan sebagai bahan makanan ya ng mudah rusak dan juga sebagai bahan makanan yang berpotensi berbahaya. Ada 2 (dua) kelompok kuman yang dapat dijumpai pada daging yaitu a) kuman patogen dan b) kuman pembusuk. Kuman patogen merupakan kuman yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pertumbuhan kuman ini pada daging tidak akan memperlihatkan perubahan fisik pada daging (misalnya bau dan warna tidak berubah), sehingga tidak dapat diketahui atau dideteksi secara kasat mata, tetapi harus menggunakan pengujian laboratorium. Kuman pembusuk adalah kuman yang menyebabkan perubahan pada fisik daging misalnya timbul bau, perubahan warna dan terdapat lendir pada daging (Lukman 2004). Daging kambing adalah daging yang diperoleh dari kambing yang telah dipotong/disembelih.

Pemeriksaan Antemortem dan Postmortem.

Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum hewan dipotong dan bertujuan .untuk menentukan hewan qurban benar-benar sehat sebelum disembelih sehingga konsumen mendapat jaminan keamanan dari daging qurban yang akan dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem dilakukan segera setelah hewan dipotong dengan tujuan antara lain (a) mengenali kelainan atau abnormalitas pada daging, isi dada dan isi perut sehingga hanya daging sehat dan baik yang akan dikonsumsi, (b) menjamin bahwa proses pemotongan dilaksanakan dengan benar, (c) menjamin kualitas dan keamanan daging, (d) meneguhkan diagnosa pameriksaan antemortem (Dinas PEKANLA 2003b).

(20)

Jugularis), arteri carotis, saluran nafas dan sekaligus saluran makanan . Pada saat penyembelihan, hewan harus dalam keadaan tenang, dianjurkan pelaksanaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Kebersihan selama proses penyembelihan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi oleh mikroba. Penuntasan darah harus sempurna karena bakteri dari usus dan darah yang tertinggal merupakan media untuk pertumbuhan mikroba. Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit dan jeroan dari tubuh ternak (Muchtadi dan Sugiono 1989).

Berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta, lebih dari separuh tempat pemotongan hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah pengeluaran darah (59.0%) selebihnya pengerjaan karkas dilaksanakan diatas alas plastik (25.2%), diatas tanah/rumput atau tanpa alas (15.8%). Sebagian besar tempat pemotongan melakukan pemisahan tulang (deboning) sebelum daging dibagikan.

Secara umum penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit/selokan/sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ketempat lain misalnya tempat sampah (16.3%).

(21)

Mikroba Pencemar Daging

Mikroba yang merusak daging dapat berasal dari hewan yang terinfeksi pada saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging dikonsumsi (Soeparno 1998).

Di Rumah Potong Hewan, sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah, kulit, isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan daging (misalnya pisau, gergaji, katrol dan pengait, serta peralatan untuk jeroan), kotoran, udara dan pekerja (Hansson 2001). Mikroba yang berasal dari isi saluran pencernaan dapat mencapai 103 sampai 1011 cfu/gram (Lukman 2001). Kontaminasi feses terhadap karkas dapat beresiko terhadap penyebaran bakteri patogen seperti Salmonella, Campylobacter, Yersinia dan E. Coli (Hansson 2001). Bakteri patogen juga dapat mencemari daging karena pengaruh stress dan terkontaminasi pada saat pencucian dan apabila berkembang sejalan dengan pertumbuhannya dapat menjadikan daging sebagai makanan yang beresiko (Samelis et al. 2002).

Jumlah Mikroba

(22)

Koliform

Koliform merupakan mikroorganisme yang sering ditemukan mencemari daging. Koliform termasuk golongan bakteri gram negatif, sifat anaerob fakultatif, berbentuk batang non spora dan terdiri dari beberapa jenis mikroorga nisme yang termasuk kedalam famili Enterobacteriaceae yaitu

Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella (Jay 1997).

Kehadiran Koliform maupun Escherichia coli pada daging mengindikasikan daging tersebut telah terkontaminasi oleh feses dan dapat dipakai sebagai bakteri indikator terhadap kehadiran bakteri patogen lain seperti

Salmonella (Hansson 2001). Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Koliform pada daging adalah 102 cfu/g (BSN 2000).

Koliformditemukan pada kulit, kuku serta rambut. Begitu hewan dipotong, bakteri yang berasal dari usus dapat mengkontaminasi daging selama proses

eviscerasi. Grup Koliformdapat menetap di dalam air, tanah atau pada makanan dalam waktu yang lama. Kehadiran koliform menunjukkan pencemaran makanan oleh feses yang mungkin berasal dari manusia, hewan atau dari tanah, peralatan, atau oleh teknik pasteurisasi yang tidak benar, atau rekontaminasi setelah pasteurisasi atau pemasakan (Banwart 1989).

Gambar 1 Bakteri Koliform

(23)

Escherichia coli

Escherichia coli diklasifikasikan ke dalam famili Enterobacteriaceae, dan termasuk salah satu anggota koliform(Jay 1997). Menurut Doyle (1989) E. Coli

sering ditemukan dalam jumlah banyak di dalam usus besar hewan dan merupakan bakteri komensal dalam saluran pencernaan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Escherichia coli pada daging adalah 50 cfu/g (BSN 2000).

Serotipe E. coli didasarkan pada antigen somatik (O), flagela (H), dan antigen kapsul (K). Antigen O merupakan lipopolisakarida outer membrane cell

yang spesifik (Doyle 1989; Brown 1982). Antigen O merupakan dasar dari klasifikasi E. Coli menjadi serogrup. Ada lebih dari 170 serogrup berdasarkan antigen O dan 56 dari antigen H. Tiap serogrup mempunyai respon terhadap inangnya.

Menurut Brown (1982) galur E. coli yang dapat menimbulkan sindroma patogen dibagi menjadi empat kategori yaitu : (a) Enteropathogenic E. coli

(EPEC), (b) Enteroinvasive E. coli (EHEC), (c) Enterotoxigenic E. coli (ETEC), dan (d) Enterohemorrhagic E. coli (EHEC) atau biasa dikenal dengan E. coli

O157:H7. Semua tipe tersebut berasosiasi dengan foodborne disease. E. coli

O157:H7 menjadi perhatian para ahli mikrobiologi dan telah menimbulkan wabah di berbagai negara karena mencemari makanan cepat saji.

(24)

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus paling sering ditemukan pada tangan dan wajah manusia. Pekerja dapat mencemari bahan makanan atau daging sebesar 103 sampai 104 per menit oleh tangan, pakaian maupun alat-alat yang dipergunakan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba telah ditetapkan maksimum jumlah Staphylococcus aureus

pada daging adalah 102 cfu/g (BSN 2000).

Staphylococcus aureus hidup optimal dan dapat memproduksi enterotoksin pada temperatur 35.0-37.0oC, tetapi beberapa spesies dapat tumbuh pada kisaran 10.0-45.0oC dengan pH optimalnya 7.0-7.5 Keracunan makanan terjadi apabila kandungan Staphylococcus aureus berada dalam jumlah besar yaitu diatas 2,0 x 108 cfu/gram dapat membentuk toksin (Doyle 1989).

Gambar 3 Bakteri Staphylococcus aureus ( Heritage 2003).

http://www.bmb.leeds.ac.uk/mbiology/ug/ug teach/dental/tutorial/ classification/g pcexplain.htm.

Salmonella

(25)

Genus Salmonella terdiri dari lebih 2600 serovar (Portillo 2000). Klasifikasi dan deteksi bakteri ini didasarkan atas uji serologik (Jay 1997). Suhu pertumbuhan Salmonella adalah pada temperatur 35.0-37.0oC, tetapi pada kenyataannya Salmonella dapat ditemukan pada kisaran suhu 5.0-47.0oC. Sedangkan pH optimum pertumbuhannya adalah 6.5 – 7.5 dengan selang pertumbuhan pH 4.5-9.0 (Doyle 1989).

Gambar 4 Bakteri Salmonella

(26)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil data berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner serta pengambilan sampel daging kambing di tempat pemotongan hewan qurban yang terpilh di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Pemeriksaan mikrobiologis sampel daging kambing dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Bambu Apus, mulai Januari sampai dengan Maret 2005.

Bahan dan Alat

Baha n penelitian yang digunakan adalah sampel daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah yang terpilih di Kotamadya Jakarta Timur. Media yang digunakan adalah Buffer Pepton Water

(BPW) 0.1% (Oxoid M.0509), Plate Count Agar (PCA) Oxoid CM.0325, Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) Oxoid CM 0451, Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLBB) 2% Oxoid 0031, Violet Red Bile Agar (VRBA) Oxoid CM.107,

Nutrient Agar Oxoid CM 0003, Escherichia coli Broth (ECB) Oxoid CM.853,

Hektoen Enteric Agar (HEA) Oxoid CM.419, Brilliant Green Agar (BGA) Oxoid CM. 0263, Tetrathyonat Brilliant Green Broth Oxoid CM.671, Baird Parker Agar

(BPA) Oxoid CM.0275, Brain Heart Infusion Broth (Oxoid CM.225), plasma kelinci (Bio Merieux Ref.55182), Indole/Tryptone Oxoid L.42, Methyl Red Baker R.086-02, Methyl Red-Voges Proskauer (MR-VP) medium Oxoid CM.43, Simon Citrate Agar Oxoid 155, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) Oxoid CM.277, Urea Agar Oxoid CM.53, Lysin Decarboxylase Agar Oxoid CM.0308, Salmonella Polyvalent O Difco 222641, Salmonella Polyvalent H Difco 224061, NaCl fisiologis, alkohol, akuades.

Alat yang digunakan adalah pinset, gunting, pisau, plastik steril, gelas piala, erlenmeyer steril, tabung reaksi beserta raknya, tabung Durham, ose, cawan petri steril, pipet steril (1 ml, 10 ml), Quebec colony counter, inkubator 36+10C- 440C,

(27)

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Untuk menjaring data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap para penanggung jawab/panitia penyembelihan hewan kurban di tiap-tiap lokasi pemotongan hewan qurban yang terpilih di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Selain wawancara, pengisian kuesioner juga dilakukan melalui pengamatan. Pengisian kuesioner dilakukan oleh enumerator yang sebelum melaksanakan tugasnya telah diberikan pengarahan terlebih dahulu. Kuesioner yang dipergunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Metode Sampling

Populasi target adalah daging kambing yang berasal dari tempat pemotongan hewan qurban di Wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah sampel adalah 80 sampel dari 80 lokasi tempat pemotongan hewan qurban. Pemilihan lokasi tempat pemotongan hewan qurban dengan metoda penarikan contoh acak bertingkat (multistage random sampling), yaitu :

• Wilayah terpilih 1 (satu) Kotamadya di DKI Jakarta yaitu Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan.

• Penentuan kelurahan dari masing- masing kecamatan dilakukan dengan menggunakan metoda acak sederhana. Setiap kelipatan 3 (tiga) kelurahan akan ditentukan secara acak 1 (satu) kelurahan terpilih.

• Dari tiap kelurahan terpilih ditentukan jumlah lokasi tempat penga mbilan sampel yang diperoleh dari hasil perkalian antara jumlah lokasi penyembelihan di kelurahan terpilih tahun 2004 dikalikan dengan 10%. Penentuan lokasi terpilih dengan menggunakan metoda acak sederhana. Lokasi tempat penyembelihan hewan qurban terpilih dapat dilihat dalam Lampiran 5.

(28)

tempat pemotongan hewan qurban. Sampel dimasukan ke dalam

stearofoam/cooler box yang telah diisi dengan es balok kemudian dibawa ke Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta. Setelah sampai di Laboratorium, dilakukan uji fisik, meliputi pemeriksaan bau, warna dan penampakan, kemudian sampel disimpan di freezer sampai dilakukan pemeriksaan laboratorium.

Metode Pengujian Mikrobiologi

Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Metode yang dipergunakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta adalah berdasarkan pada SNI 19 – 2897 -1992 tentang Cara Uji Cemaran Mikroba (BSN 1992).

Ditimbang 25 gram daging kemudian dihancurkan dengan stomacher dan ditambahkan 225 ml buffer pepton water (BPW) 0.1%, kemudian dimasukkan ke dalam stomacher untuk homogenisasi (pengenceran 10-1).

Pemeriksaan Jumlah Mikroba Aerob dengan Pengujian Total Plate Count

(TPC)

(29)

Pemeriksaan Koliform

1). Uji Sangkaan :

Sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 dimasukkan kedalam seri 3 tabung

Lauryl Sulphate Tryptone Broth (LST) yang dilengkapi tabung Durham. Dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-2 dan 10-3 pada seri 3 tabung. Setiap tahap pengenceran menggunakan pipet yang baru dan steril. Kemudian disimpan ke dalam lemari pengeram (inkubator) suhu 37.0oC selama 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam dengan menghitung tabung yang membentuk gas dan media broth LST menunjukkan warna kekeruhan.

2). Uji Penegasan :

Dipindahkan sebanyak 1 ose (sengkelit) dari tabung yang membentuk gas dari media LST ke dalam tabung yang berisi 10 ml Brilliant Green Lactose Bile Broth 2% (BGLBB 2%). Semua tabung diinkubasi/eramk an pada suhu 37.0oC selama 24 jam, adanya gas atau perubahan warna media menjadi kuning pada tabung BGLBB memperkuat adanya bakteri Koliform dalam sampel.

Pemeriksaan Escherichia coli

Satu ose biakan positif dari LST broth dimasukan ke dalam tabung yang berisi Escherichia coli Broth dilengkapi tabung Durham. Diinkubasi kedalam penangas air 44.0oC selama 24 jam. Tabung yang membentuk gas dianggap positif E. coli. Penetapan E. coli dilakukan dengan menginokulasikan media tabung yang membentuk gas ke media Violet Red Bile Agar (VRBA). Media VRBA positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni warna merah. Koloni yang tumbuh pada media VRBA diinokulasi ke media Nutrient Agar

miring dan dieramkan pada suhu 35.0oC selama 24 jam. Dilakukan pengujian IMVIC (Indol, Merah metil, Voges Proskauer dan Citrat) dari biakan Nutrient Agar tersebut.

(30)

Pemeriksaan Koliform Pemeriksaan E. coli

Sampel daging Pengenceran 1 : 10

25 ml contoh + 225 ml BPW 0.1%

LST Broth

(37.00C, 24-48 jam)

BGLBB

(37.00C, 24-48 jam)

Ada gas Positif koliform

Diinokulasikan pada E.coli Broth

Inokulasi pada VRBA (35.00C, 18-24 jam)

Inokulasi pada NA miring (35.00C, 18-24 jam)

[image:30.596.113.511.88.414.2]

IMVIC

Gambar 5 Skema pengujian bakteri koliform dan E.coli.

Sumber: SNI 19-2897-1992

Untuk mengetahui sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC dapat dilihat pada Tabel1.

Tabel 1 Sifat-sifat bakteri koliform dengan uji IMVIC Indole Methyl Red Voges

Proskauer

Citrat Type

+ _ + _ _ + + + + + _ _ _ _ _ _ + + _ _ + + + +

Typical E. coli

Atypical E. coli Typical Intermediate Atypical Intermediate Typical E.aerogenes Atypical E.aerogenes

[image:30.596.108.513.559.671.2]
(31)

Pemeriksaan Salmonella

1). Pra -pengkayaan:

25 gram Sampel daging kambing dalam 225 ml BPW 0.1% yang telah dihomogenisasi dipindahkan secara aseptik kedalam botol steril kemudian diinkubasikan pada 36±1oC selama 16-20 jam.

2). Pengkayaan:

Dari biakan pra-pengkayaan dipipet masing- masing 10 ml dan dimasukkan dalam 90 ml Tetrathyonat Brilliant Green Broth, dan 90 ml Selenite Cystine Broth

kemudian diinkubasikan pada temperatur 43.0oC selama 24 jam.

3). Penanaman:

Biakan pengkayaan dipupuk pada media HEA (Hektoen Enteric Agar) dan

Brilliant Green Agar (BGA), diinkubasikan pada temperatur 37.0oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh pada media HEA dan BGA ditanam pada TSI Agar, Urea Agar, Lysin Decarboxylase Agar dan VP medium. Reaksi yang positif pada TSI Agar positif memperlihatkan adanya gas H2S dan warna media agar menjadi

hitam.Dilanjutkan dengan uji serologi menggunakan antisera H dan O, bila terjadi penggumpalan menunjukkan reaksi positif. Skema pengujian Salmonella dapat dilihat pada Gambar 6.

(32)

Pra pengkayaan

25 gram sampel daging+ 225 ml BPW 0.1% inkubasi 36.0oC, 16 -20 jam

Pengkayaan

10 ml pra pengkayaan + 10 ml prapengkayaan+

90 ml Selenite Cystine Broth 90 ml Tetrathionate Brilliant Green Broth

Inkubasi 43.0oC selama 24 jam

Seleksi

Brilliant Green Agar Hektoen Enteric Agar

Identifikasi dengan uji penduga: Agar TSI, Urea Agar, Lysine

Decarboxylase Agar,VP medium, Indol medium.

Uji Serologi

Gambar 6 Skema Isolasi dan identifikasi Salmonella dari bahan pangan Sumber : SNI 19- 2897- 1992

Pemeriksaan Staphylococcus aureus

Dari pengenceran 10-1 diambil 0.1 ml dan dimasukkan ke dalam 10 ml media Baird Parker Agar, disebarkan merata dengan menggunakan spreader,

(33)

terbentuk kekeruhan diambil 0.1 ml, biakan BHI Broth dimasukkan dalam tabung steril, kemudian dimasukkan 0.3 ml plasma kelinci, dan diinkubasikan pada temperatur 37.0oC selama 6 jam. Pembentukan reaksi koagulase terjadi setelah 6 jam inkubasi. Apabila belum terjadi koagulase maka masa inkubasi biakan diperpanjang sampai 24 jam. Reaksi koagulase positif dinyatakan bila terjadi gumpalan seperti awan putih dan bila tidak ditemukan reaksi positif maka koagulase dinyatakan negatif terhadap S. aureus. Skema pengujian

Staphylococcus aureus dapat dilihat pada Gambar 7.

Uji Kuantitatif Uji Biokimiawi

Sampel daging

Pengenceran 1:10 25 ml contoh+225 ml PW 0.1%

Pemupukan pada

Baird Parker Agar

(37.00C,48 jam)

Hitung koloni spesifik

Uji koagulase

Uji koagulase

Koloni hitam diinkubasikan Pada BHIB (37.00C,24 jam)

0.5 kultur + 0.5 ml plasma kelinci (37.00C, 6-24 jam)

Koagulase

Pembacaan :

Positif Gumpalan putih seperti awan Negatif tidak ada gumpalan putih

Gambar 7 Skema sederhana uji kuantitatif dan biokimiawi S.aureus

(34)

Metode Analisa

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik histogram, analisa hasil pengujian cemaran mikroba menghitung rataan jumlah cemaran mikroba, mengetahui hubungan adanya cemaran mikroba pada daging kambing melebihi ketentuan SNI BMCM 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dengan faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi di tempat penyembelihan hewan qurban dianalisa dengan menggunakan Chi-square dan pengujian statistik untuk mencari pendugaan tingkat cemaran mikroba dengan menggunakan pendugaan selang.

Analisa statistik menurut Walpole (1995) dengan persamaan sebagai berikut:

1. Rataan jumlah cemaran mikroba:

u = u

1 + u2 + ...+un n

Dimana: u

= rataan

u1 = sampel ke-1

u2 = sampel ke- 2

un = sampel ke- n

n = jumlah sampel. 2. Uji Chi-square/Khi Kuadrat :

n

?2 = S (o – e)2

i=1

e

Dimana: ?2 = nilai Khi Kuadrat

o

= nilai obserevasi ke – i

e

= nilai harapan ke- i

3. Pendugaan Tingkat Cemaran Mikroba:

∧ ∧ ∧

P + Za/2 P (1- P )

n Dimana: a = 0.05 ∧

P : Proporsi (persentase) Za/2 : Nilai peubah acak normal

(35)

Definisi Operasional

Untuk memberikan pengertian yang jelas dan tidak menimbulkan keraguan, maka perlu dirumuskan definisi operasional dari kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pertama kuesioner berisi data umum, bagian kedua berisi data khusus 1 sebagai pendukung keadaan lapangan dan bagian ketiga berisi data khusus 2 pendukung sanitasi pemotongan. Penjelasan dari masing- masing bagian tersebut adalah :

1. Data Umum: merupakan data yang menjelaskan tentang lokasi, kelurahan dan kecamatan tempat pemotongan hewan qurban. Data ini diperoleh dari wawancara oleh enumerator. Data dibutuhkan agar lokasi tempat pemotongan hewan qurban yang akan diteliti dan diambil sampelnya sesuai dengan lokasi tempat pemotongan hewan qurban terpilih yang telah ditetapkan berdasarkan metoda sampling.

2. Data Khusus 1: merupakan data yang menjelaskan tentang nama, pendidikan, dan pengetahuan sanitasi penanggung jawab/panitia pemotongan hewan qurban serta jumlah ternak yang akan dipotong. Data ini diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh enumerator dan dapat digunakan sebagai data pendukung dalam pembahasan.

(36)

3.1. Sebelum pemotongan, yaitu:

3.1.1. Tempat penampungan ternak: merupakan tempat yang digunakan untuk menampung ternak qurban sebelum di sembelih. Jika tidak ada tempat penampungan diberikan nilai 1, dan jika ada maka diberikan nilai 2.

3.1.2. Pemisahan penyembelihan ternak besar dan kecil: menyatakan lokasi penyembelihan ternak besar dan kecil apakah dilakukan pemisahan atau tidak. Jika tidak terpisah penyembelihannya diberikan nilai 1, dan jika terpisah diberikan nilai 2.

3.1.3. Sumber air: merupakan sumber dari air yang digunakan dalam proses pemotongan hewan qurban. Jika bersumber dari danau/sungai mendapat nilai 1, sumber air dari sumur mendapat nilai 2 dan dari PAM mendapat nilai 3.

3.1.4. Ketersediaan air untuk mencuci tangan: merupakan fasilitas yang disediakan untuk panitia yang melakukan penanganan daging hewan qurban. Jika tidak ada tempat mencuci tangan mendapat nilai 1 dan jika disediakan mendapat nilai 2.

3.2. Saat pemotongan, yaitu :

3.2.1. Lantai tempat penyembelihan: merupakan lantai tempat dimana hewan qurban disembelih. Jika disembelih di atas tanah/rumput mendapat nilai 1, dan jika disembelih di atas ubin/keramik mendapatkan nilai 2.

(37)

3.2.3. Pengerjaan karkas: merupakan proses dilakukannya pengulitan hewan qurban yang telah disembelih. Jika pengulitan dilakukan di atas tanah/rumput mendapat nilai 1, jika dilakukan diatas lantai semen atau beralas plastik mendapat nilai 2.

3.2.4. Proses pengeluaran jeroan: merupakan perlakuan pada saat proses pengeluaran isi perutan. Jika tidak dilakukan pengikatan (debolling) pada pangkal oesophagus dan pangkal anus mendapat nilai 1, dan jika melakukan pengikatan (debolling) mendapatkan nilai 2.

3.3. Setelah pemotongan, yaitu:

3.3.1. Pembuangan jeroan: menyatakan kemana jeroan hewan qurban akan dibuang. Jika dibuang di tempat sampah mendapat nilai1, dibuang ke selokan/sungai mendapat nilai 2, ditampung dengan plastik/wadah mendapat nilai 3, dibuang dalam lubang yang digali di tanah mendapat nilai 4.

3.3.2. Tempat pembagian daging: merupakan tempat dimana daging dari hewan qurban mulai dipotong-potong sesuai dengan jumlah yang akan dibagikan. Pemotongan daging dilakukan di atas meja/papan kayu mendapat nilai 1, dan jika diatas plastik mendapat nilai 2.

3.3.3. Tempat pembagian daging dan jeroan: merupakan tempat menyimpan daging dan jeroan yang telah dibagi-bagi dan siap untuk dikemas. Jika daging dan jeroan tidak dipisah (dicampur) mendapat nilai 1, sedangkan jika dipisah mendapat nilai 2.

(38)

Pengelompokan dan pembobotan faktor- faktor yang mempengaruhi sanitasi dan higiene dapat dilihat pada Lampiran 6. Skoring/penilaian faktor- faktor yang mempengaruhi sanitasi dapat dilihat pada Lampiran 7. 3. Penentuan kategori untuk tiap kelompok (sebelum, saat dan sesudah pemotongan): setelah dilakukan penilaian (skoring) dan pengelompokan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sanitasi dan higiene ke dalam 3 kelompok, ya itu sebelum, saat dan setelah pemotongan, untuk mempermudah dalam analisa data, kemudian dibuat kategori untuk masing- masing kelompok tersebut. Kategori tersebut didasarkan pada total hasil perkalian antara bobot dan nilai dari masing- masing faktor dari tiap kelompok. Kategori tersebut adalah :

4.1. Sebelum pemotongan :

4.1.1. Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan 11.

4.1.2. Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 11 sampai 15.

4.1.3. Baik: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih besar dari 15 4.2. Saat pemotongan :

4.2.1. Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan 12.

4.2.2 Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 12 sampai 16.

4.2.3. Baik: Jika total bobot dikalikan nilai lebih besar dari 16. 4.2. Setelah pemotongan :

4.2.1. Jelek: Jika total bobot dikalikan nilai, lebih kecil atau sama dengan 14.

4.2.2 Sedang: Jika total bobot dikalikan nilai adalah lebih besar dari 14 sampai 19.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Mikrobiologi

Pemeriksaan awal terhadap 80 sampel daging kambing dilakukan dengan uji fisik yaitu terhadap warna, bau dan penampakan. Hasil yang diperoleh adalah tidak ada perubahan warna merah muda, bau aromatis dan penampakan kering. Seperti diketahui bahwa warna daging kambing adalah merah muda sedangkan bau adalah aromatis khas daging kambing. Pemeriksaan terhadap rataan jumlah cemaran mikroba, maksimum, minimum dan simpangan baku dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah cemaran mikroba pada sampel daging kambing Jumlah cemaran

Jenis Mikroba

Rataan Maksimum Minimum Standar Deviasi

Satuan TPC 5.5 x 106 4.6 x 106 3.2 x 103 6.5 x 106 cfu/g Koliform 1.1 x 103 0 2.4 x 103 1.0 x 103 MPN/g

S.aureus 2.7 x 103 0 4.3 x 103 7.7 x 102 cfu/g

E.coli 4.1 x 102 0 2.4 x 103 7.9 x 102 MPN/g

Salmonella negatif Negatif Negatif Negatif

(40)

Sanitasi pada Tempat Pemotongan Hewan Qurban

Analisa kuesioner yang diambil pada 80 lokasi tempat pemotongan hewan qurban terpilih yaitu Kotamadya Jakarta Timur, tentang sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur (%)

Faktor Sanitasi (%) Kategori

Sebelum Pemotongan

Saat pemotongan

Setelah Pemotongan

Jelek 3.8 27.4 40.0

Sedang 15.0 51.3 22.5

Baik 81.2 21.3 37.5

Secara umum faktor yang mempengaruhi sanitasi telah dilakukan sebelum pelaksanaan pemotongan hewan qurban, hal ini dapat dilihat dari persentase kategori baik mencapai nilai 81.3 %. Nilai ini diperoleh di tempat pemotongan hewan qurban karena menggunakan sumber air berasal dari PAM dan sumur. Selain itu di tempat pemotongan hewan qurban telah dilengkapi dengan ketersediaan air untuk mencuci tangan bagi petugas/panitia hewan qurban. Penerapan sanitasi dilaksanakan setelah pemotongan mencapai nilai 37.5%, hal ini disebabkan adanya pemisahan tempat pembagian daging dan jeroan serta pengemasan. Kategori baik saat pemotongan sangat rendah yaitu 21.3%. hal ini dapat disebabkan karena masih jarangnya dilakukan pengikatan pada pangkal oesophagus dan pangkal ekor (debolling) saat pengeluaran jeroan. Selain itu masih banyak yang melaksanakan penyembelihan hewan qurban di atas tanah/rumput yaitu sebanyak 62.50% tempat pemotongan hewan qurban, sehingga terjadi cemaran kotoran/tanah pada kulit dan karkas.

Cemaran Mikroba pada Daging Kambing

(41)

maksimum cemaran mikroba (SNI 01- 6366- 2000), sehingga diperoleh nilai persentase cemaran di atas dan di bawah standar SNI 01 – 6366- 2000.

Tabel 4 Cemaran mikroba pada daging kambing (%) Jenis Mikroba Batas maks

cemaran mikroba TPC (%)

Koliform (%)

E.coli

(%)

S. aureus

(%)

Salmonella

(%)

Dibawah SNI 26.2 26.2 58.8 62.5 100

Diatas SNI 73.8 73.8 41.2 37.5 0

Persentase jumlah mikroba pada daging kambing (metoda TPC) dari 80 lokasi dengan hasil diatas standar SNI 01-6366-2000 yaitu 73.8%. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi sanitasi pada tempat pemotongan hewan qurban belum diterapkan secara benar, terutama pada saat dan setelah pemotongan sebagaimana terlihat pada Gambar 8.

Tabel 4 menyatakan bahwa tidak dit emukannya Salmonella pada sampel daging kambing dapat disebabkan karena terbatasnya jumlah sampel yang diamati dan sampel yang diambil berasal dari bagian karkas yang beragam. Penelitian yang dilakukan oleh Amin dan Borah (2002) di Kota Guwahati mengatakan bahwa dari 40 sampel daging kambing yang berasal dari rumah potong hewan tidak ditemukan bakteri Salmonella. Menurut Riemann dan Bryan (1979)

Salmonella spp terutama ditemukan pada daerah disekitar anus. Mengingat

Salmonella spp merupakan salah satu mikroba yang dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, diharapkan masyarakat tetap harus waspada dengan melakukan pemasakan daging secara benar.

Persentase cemaran mikroba tertinggi adalah koliform 73.8% dan jumlah mikroba (TPC) 73.8% berada di atas ketentuan SNI 01-6366-2000 (Tabel 4). Menurut Supardi dan Sukamto (1999) serta Hanson (2001) adanya mikroba koliform pada bahan pangan menyatakan bahwa bahan pangan tersebut telah terkontaminasi oleh kotoran/feses. Kontaminasi feses dapat terjadi secara langsung di saat pemotongan, proses pengeluaran jeroan tanpa melakukan proses

(42)

sebagai tempat pemotongan hewan qurban adalah 62.50%. Gambar 8 menunjukkan bahwa penanganan sanitasi saat pemotongan memiliki kategori baik sangat rendah yaitu 21.3%.

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa E. coli melebihi batas maksimum ketentuan SNI 01-6366-2000 adalah 41.3%. Menurut Dewanti (2003) E.coli

merupakan salah satu indikator sanitasi dan termasuk golongan koliform. Koliform umumnya ditemukan dalam usus manusia dan hewan hidup juga dalam air yang tercemar. Tingginya persentase cemaran E. coli pada daging kambing adalah 41.3% dapat disebabkan oleh adanya pencemaran melalui air.

Persentase cemaran S. aureus diatas batas maksimum SNI 01-6366-2000 adalah 37.5%, dapat berasal dari saat proses penanganan daging antara lain dari peralatan, wadah dan tangan serta pakaian para pekerja. Pada Gambar 8 memperlihatkan sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur.

3,8 15

81,3

27,5 51,3

21,3

40

22,5 37,5

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 %

Sebelum Saat Setelah

Pemotongan

[image:42.596.165.533.398.623.2]

Jelek Sedang Baik

Gambar 8 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur

(43)
[image:43.596.116.502.388.672.2]

(64.2-83.4%), koliform 73.8% (64.2-83.4%), E.coli 41.3% (30.5-52.1%) dan S. aureus 37.5% (26.9-48.1%). Hal tersebut menunjukkan pencemaran mikroba yang terjadi di tempat hewan qurban Kotamadya Jakarta Timur masih berada diatas batas maksimum SNI 01-6366-2000, sehingga pada pelaksanaan pemotongan hewan qurban harus lebih memperhatikan aspek sanitasi. Cemaran mikroba dengan penghitungan pendugaan selang dapat dilihat pada Tabel 5 dan tingkat cemaran mikroba pada Gambar 9.

Tabel 5 Jenis mikroba diatas batas maksimum dari SNI 01-6366-2000 pada daging kambing qurban

Jenis mikroba

Diatas batas maks SNI (%)

Selang kepercayaan 95% (%)

Jumlah mikroba (TPC) 73.8 64.2 – 83.4

Koliform 73.8 64.3 – 83.4

E. coli 41.3 30.5 – 52.1

S. aureus 37.5 26.9 – 48.1

26,2 73,8

26,2 73,8

58,7

41,3

62,5

37,5 100

0 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Persen (%)

TPC Koliform E. coli S. aureus Salmonella

Jenis mikroba

Dibawah batas maks SNI

Diatas batas maks SNI

(44)

Pengaruh Faktor Sanitasi terhadap Jumlah Cemaran Mikroba (TPC)

Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi sanitasi dengan tingkat cemaran mikroba pada daging kambing qurban, maka dilakukan pengelompokan dalam 3 (tiga) kategori yaitu sebelum, saat dan setelah pemotongan, sedangkan tingkat cemaran mikroba dibagi dalam 2 (dua) kategori yaitu dibawah batas maksimum dan diatas batas maksimum SNI 01-6366-2000. Untuk mengetahui tingkat cemaran mikroba dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Tingkat cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi TPC (%)

Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas

maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total sampel

Sebelum pemotongan Jelek 0 (0%) 3 (100%) 3

Sedang 4 (33.3%) 8 (66.7%) 12

Baik 17 (26.1%) 48 (73.9%) 65

Saat pemotongan Jelek 7 (31.8%) 15 (68.2%) 22

Sedang 8 (19.5% 33 (80.5%) 41

Baik 6 (35.3%) 11 (64.7%) 17

Setelah pemotongan Jelek 9 (28.1%) 23 (71.9%) 32

Sedang 3 (20.0%) 15 ( 80.0 %) 18

Baik 9 (30.0%) 21 (70.0%) 28

(45)

0 100 33,3 66,7 26,1 73,1 31,8 68,2 19,5 80,5 26,1 73,1 28,1 71,9 20 80 30 70 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persen (%) Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik

Sebelum Saat Setelah

Pemotongan Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI

Gambar 10 Jumlah cemaran mikroba (TPC) berdasarkan kategori sanitasi

Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Koliform

(46)

Tabel 7 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi Koliform (%)

Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas

maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total Sampel

Sebelum pemotongan Jelek 0 (0%) 3 (100%) 3

Sedang 3 (25%) 9 (75%) 12

Baik 18 (27.7%) 47 (72.3%) 65

Saat pemotongan Jelek 6 (27.3%) 16 (72.7%) 22

Sedang 11 (26.8%) 30 (73.2%) 41

Baik 4 (23.5%) 15 (76.5%) 19

Setelah pemotongan Jelek 7 (21.9%) 25 (78.1%) 32

Sedang 4 (22.2%) 14 (77.8%) 18

Baik 10 (33.3%) 20 (66.7%) 30

Tingkat cemaran koliform terhadap sanitasi digambarkan pada Gambar 11, yang memperlihatkan bahwa nilai diatas batas maksimum cemaran mikroba lebih besar dibandingkan dibawah batas maksimum SNI 01-6366-2000. Cemaran yang berasal dari kelompok koliform lebih dominan berkembang, sedangkan cemaran mikroba lainnya belum terlihat.

0 100 25 75 27,7 72,3 27,3 72,7 26,8 73,2 23,5 76,5 21,9 78,1 22,2 77,8 33,3 66,7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persen (%) Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik

Sebelum Saat Setelah

[image:46.596.113.487.113.254.2]

Pemotongan Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI

[image:46.596.118.506.400.643.2]
(47)

Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Staphylococcus aureus

[image:47.596.120.487.389.530.2]

Tabel 8 memperlihatkan perlakuan sanitasi kelompok faktor sebelum, saat dan setelah pemotongan terhadap tingkat cemaran S. aureus cenderung berada di bawah batas maksimum standar SNI 01-6366-2000. Untuk kelompok sebelum pemotongan kategori jelek sebesar 100%, sedang 58.3% dan baik 61.5%. Kelompok saat pemotongan kategori jelek 63.6%, sedang 58.5% dan baik 70.0%. Demikian juga pada kelompok faktor setelah pemotongan terlihat kategori jelek 59.4%, sedang 61.1% dan baik 66.7%. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran S. aureus terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan nilai persentase dibawah batas maksimum standar SNI lebih besar, maka dapat dikatakan cemaran S. aureus mempunyai pengaruh kecil terhadap sanitasi tempat pemotongan hewan qurban.

Tabel 8 Tingkat cemaran S. aureus berdasarkan kategori sanitasi S. aureus (%)

Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas

maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total Sampel

Sebelum pemotongan Jelek 3 (100%) 0 (0.0%) 3

Sedang 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12

Baik 40 (61.5%) 25 (38.5%) 65

Saat pemotongan Jelek 14 (63.6%) 8 (36.3%) 22

Sedang 24 (58.5%) 17 (41.5%) 41

Baik 12 (70.6%) 5 (29.4%) 22

Setelah pemotongan Jelek 19 (59.4%) 13 (40.6%) 32

Sedang 11 (61.1%) 7 (38.9%) 18

Baik 20 (66.7%) 10 (33.3%) 30

(48)

100 0 58 41,7 61,5 38,5 63,6 36,6 58,5 41,5 70,6 29,4 59,4 40,6 61,1 38,9 66,7 33,3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Persen (%) Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik

Sebelum Saat Setelah

[image:48.596.117.504.86.328.2]

Pemotongan Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI

Gambar 12 Tingkat cemaran Staphylococcus aureus berdasarkan kategori sanitasi.

Pengaruh Sanitasi terhadap Jumlah Escherichia coli

Pengaruh sanitasi terhadap cemaran E. coli pada sampel daging kambing qurban dengan batas maksimum SNI 01-6366-2000 dapat dilihat pada Tabel 9. Pengamatan pada kelompok sebelum pemotongan memiliki tingkat cemaran

E.coli dengan kategori jelek 33.3% berada dibawah batas maksimum standar SNI, sedangkan pada kategori sedang 58.3% dan baik 60.0% dibawah batas maksimum standar SNI.Kelompok faktor saat pemotongan hewan qurban pada kategori jelek 63.6% dan sedang 61.0% berada dibawah batas maksimum SNI 01-6366-2000, lebih besar jika dibandingkan dengan persentase diatas batas maksimum SNI. Sedangkan pada kategori baik persentase cemaran E.coli

dibawah batas SNI terdapat lebih kecil (47.1%). Sedangkan pada kelompok faktor setelah pemotongan kategori jelek 43.8%, sedang 44.4% dan baik 16.7% berada di bawah batas maksimum standar SNI. Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat cemaran E.coli lebih besar pada kelompok setelah pemotongan hewan qurban.

(49)
[image:49.596.112.459.111.255.2]

Tabel 9 Tingkat cemaran Escherichia coli berdasarkan sanitasi E. coli (%)

Kelompok Faktor Kategori Dibawah batas

maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total

Sebelum pemotongan Jelek 1 (33.3%) 2 (66.7%) 3

Sedang 7 (58.3%) 5 (41.7%) 12

Baik 39 (60.0%) 26 (40.0%) 65

Saat pemotongan Jelek 14 (63.6%) 8 (36.4%) 22

Sedang 25 (61.0%) 16 (39.0%) 41

Baik 8 (47.1%) 9 (52.9%) 17

Setelah pemotongan Jelek 14 (43.8%) 18 (56.2%) 32

Sedang 8 (44.4%) 10 (55.6%) 18

Baik 5 (16.7%) 25 (83.3%) 30

Untuk melihat tingkat cemaran E.coli berdasarkan sanitasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

33,3 66,7 58,3 41,7 60 40 63,6 63,4 61 39 47,1 52,9 43,8 56,2 44,4 55,6 16,7 83,3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Persen (%) Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik Jelek Sedang Baik

Sebelum Saat Setelah

[image:49.596.117.506.330.572.2]

Pemotongan Dibawah Batas Maks SNI Diatas Batas maks SNI

(50)

Untuk mengetahui hubungan antara kelompok faktor yang mempengaruhi sanitasi terhadap cemaran mikroba dilakukan dengan pengujian statistik dengan

[image:50.596.109.517.201.341.2]

Chi-square dan nilai V-cramer dilihatpada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai ?2 dan V-cramer hubungan antara faktor sanitasi dengan cemaran mikroba

Kelompok factor

?2 dan V

Cramer Cema ran mikroba

TPC Koliform S. aureus E. coli

Sebelum pemotongan Saat pemotongan Setelah pemotongan ?2 V ?2 V ?2 V 1.379 0.131 2.032 0.159 1.130 0.119 1.147 0.120 0.084 0.032 1.245 0.125 1.915 0.155 0.761 0.098 0.370 0.068 0.842 0.103 1.259 0.125 11.072* 0.387

* Berbeda nyata pada a = 0.05

Pada Tabel 10 memperlihatkan bahwa cemaran E. coli memiliki hubungan nyata dengan sanitasi tempat pemotongan hewan qurban pada kegiatan setelah pemotongan.

(51)
[image:51.596.110.502.103.227.2]

Tabel 11 Cemaran Escherichia coli di tempat pembagian daging. Tempat pembagian

daging

Escherichia coli (%)

Dibawah batas maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total sampel Di atas lantai

beralas plastik

4(57.1%) 3 (42.9%) 7

Di atas meja/ Papan kayu

43 (59%) 30 (41%) 73

[image:51.596.109.503.439.521.2]

Untuk membuktikan bahwa cemaran E. coli. terjadi di tempat pemotongan hewan qurban maka dilakukan pengujian terhadap penanganan jeroan dengan sanitasi di tempat pambagian daging dengan jeroan serta pengemasan. Tempat pembagian daging dan jeroan dilakukan dengan cara tempat yang terpisah atau dilakukan ditempat yang sama (dicampur), demikian juga untuk pengemasan yang diberikan kepada masyarakat.

Tabel 12 Hubungan antara tempat pembagian daging dan jeroan dengan cemaran Escherichia coli

Escherichia coli (%) Pembagian daging

dan jeroan Dibawah batas

maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total ?2 dan V- Cramer Sample

Dicampur

Dipisah

15 (44.1%)

32 (69.6%)

19 (55.9%)

14 (30.4%)

34 ?2: 5.224* V : 0.256 46

* Berbeda nyata pada a =0.05

(52)

Tabel 13 Hubungan antara pengemasan daging dan jeroan dengan cemaran

Escherichia coli. Pengemasan daging

dan jeroan

Escherichia coli (%)

Dibawah batas maks SNI

Diatas batas maks SNI

Total Sampel

?2 dan V- Cramer

Dicampur 17 (41.5%) 24 (58.5%) 41 ?2: 10.372*

V: 0.360

Dipisah 30 (77%) 9 (23%) 39

* Berbeda nyata pada a= 0.05

(53)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian membuktikan faktor sanitasi mempengaruhi timbulnya cemaran mikroba di tempat pemotongan hewan qurban Kotamadya Jakarta Timur pada 80 lokasi dengan memperlihatkan bahwa tingkat cemaran mikroba aerob (TPC) dan cemaran koliform cenderung berada diatas batas maksimum standar SNI. Diperoleh rataan cemaran mikroba diatas batas maksimum standar SNI 01-6366-2000 berturut-turut adalah jumlah mikroba (TPC) 5.5 x 106 cfu/g dengan standar deviasi 6.5 x 105 cfu/g; rataan koliform 1.1 x 103 MPN/g dengan standar deviasi 1.0 x 103 MPN/g; rataan Staphylococcus aureus 2.7 x 102cfu/g dengan standar deviasi 7.7 x102 cfu/g; dan rataan Escherichia coli 4.1 x 102 MPN/g dengan standar deviasi 7.9 x 102 MPN/g, tidak ditemukan adanya cemaran Salmonella pada sampel daging kambing qurban yang diteliti.

Membuktikan bahwa peranan sanitasi mempengaruhi terjadinya cemaran mikroba di tempat pemotongan hewan qurban, mikroba Escherichia coli terjadi setelah pemotongan yaitu saat pembagian dan pengemasan daging dan jeroan.

Saran

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Amin A, Borah P. 2002. Bacteriological Quality of Goat Meat Marketed in Guwahati City, Indian Vet. J. Volume 79, 944-947

Anonimus. 2001.Salmonella,

http://www.nature.com/news/2001/011025/full/011025-10.html. Brown MH. 1982. Meat Microbiology, London: Applied Science Publishers. Banwart GJ. 1989. Basic Food Microbiology, New York: Chapman and Hall. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standard Nasional Indonesia SNI

19-2897-1992. Cara Uji Cemaran Mikroba, Jakarta .

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standard Nasional Indonesia SNI 01-6366-2000. Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dala m Bahan makanan Asal Hewan, Jakarta.

Dennis Kunkel. 2004. Escherichia coli,

http://www.ehagroup.com/epidemiology/illnesses/e.coli.0157-H7.htm. Doyle MP. 1989. Foodborne Bacterial Pathogens. Food Research Institute

University of Wisconsin-Madison. New York: Marcel Dekker, Inc.

Dickson JS, Anderson ME. 1992. Microbiological Decontamination of Food Animal Carcasses by Washing and Sanitazing System: A review. J. Food Protect. 55: 133-140.

[Dinas PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2003a. Laporan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Hewan Qurban di DKI Jakarta.

[Dinas PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2003b. Petunjuk Teknis Pelayanan Kesehatan Hewan dan Daging saat Idul Adha.

[Dina s PEKANLA] Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. 2004. Laporan Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Hewan Qurban Tahun 1424 H/2004 M

Dewanti 2003. Bakteri Indikator Keamanan Air Minum .

http://www.kompas.com/kompascetak/0306/29/iptek/395680.htm

(55)

Hayes PR. 1996. Food Microbiology and Hygiene. Ed.2. London: Chapman and Hall.

Hansson IB. 2001. Microbiological Meat Quality in High and Low Capacity

Slaughterhouse in Sweden. J. Food Protect. 64: 829-825. Heritage 2003 . Staphylococcus aureus,

http://www.bmb.leeds.ac.uk/mbiology/ug/ug teach/dental/tutorial/ classification/g pcexplain.htm.

Jay JM. 1997. Modern Food Microbiology. Ed.5. New York: Chapman and Hall. Kevin Yam.2004. Coliform,

http ://www.great.lakes.net/beachcast/bw.waterborne.html.

Lawrie RA. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Penerjemah: A Prakkasi. Jakarta: UI Press.

Lukman DW. 2001. Mikrobiologi Pangan Asal Hewan. Bahan Kuliah dan Praktikum. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Lukman DW. 2004. Meat Hygiene. Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi TR dan Sugiono .1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Moerad B. 2004. Sistem Pengawasan Keamanan Daging Asal Luar Negeri , disampaikan pada Seminar Keamanan Pangan “ Masalah Daging Impor “ di Jakarta 11 Mei 2004.

Natasasmita S, Priyanto R, Tauchid DM. 1987. Pengantar Evaluasi Daging.

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Portillo FG. 2000. Molecular and Cellular Biology of Salmonellosis Pathogenesis. Didalam: Cary JW, Linz JE, Bhatnager D. Microbial Disease Mechanism of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Lancester: Technonic Publishing Inc.

Phillips D, Sumner J, Alexander JF, Dutton KM. 2001. Microbiological Quality Of Australian Beef. J. Food Protect. 64: 692-696.

(56)

Riemann H, Bryan FL. 1979. Food Borne Infection and Intoxications, Academic Press, Inc. San Diego, California 92102.

Sudarisman T, Elvina. 1996. Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Tehnologi Daging. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Supardi dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Penerbit Alumni.

Samelis J, Sofos JN, Kendall PA, Smith GC. 2002. Effect of Acid Adaptation on Survival of Escherichia coli O 157:H7 in Meat Decontamination Washing Fluids and Potential Effect of Organic Acid Interventions on The Microbial Ecology of The Meat Plant Environment. J. Food Protect. 65: 33-40.

Sudarwanto M. 2004. Kesehatan Lingkungan. Bahan Kuliah. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Suku Dinas Peternakan dan Perikanan Kotamadya Jakarta Timur.2004. Laporan Hasil Kegiatan Monitoring dan Pengawasan Hewan Qurban Tahun Anggaran 2004.

(57)
(58)

Lampiran 1 Data pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta Tahun 2004

Jumlah pemotongan hewan qurban di DKI Jakarta Tahun 2004

Jenis hewan qurban (Ekor)

No Wilayah

Jumlah lokasi penyem-

belihan Sapi Kerbau Kambing Domba Total

1. 2. 3. 4. 5. 6. Jkt Pusat Jkt Utara Jkt Timur Jkt Selatan Jkt Barat RPH Cakung 462 149 837 301 451 1 1.144 537 1.572 1.184 916 53 16 17 12 74 14 0 7.586 4.581 15.063 8.034 10.844 0 91 193 1.003 1.100 104 0 8.837 5.328 17.650 10.392 11.878 0

Jumlah 2.201 5.406 133 46.108 2.491 54.138 Sumber: Laporan Pemotongan Hewan Qurban , Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI

(59)

Lampiran 2 Data pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2004

Jumlah pemotongan hewan qurban di Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2004

Jumlah hewan yang dipotong (ekor) No. Kecamatan Jumlah lokasi

penyembelihan Sapi Kerbau Kambing Domba

Jumlah pekerja (orang)

1 Matraman 130 209 1 1.722 40 3.436

2 Jatinegara 141 243 - 1.855 255 3.411

3 D. Sawit 98 275 - 2.854 28 3.039

4 Pulogadung 67 219 - 2.135 36 2.020

5 Makasar 61 58 1 1.344 114 1.630

6 Cakung 91 170 3 1.372 109 2.830

7 Kr. Jati 55 95 1 995 342 1.680

8 Ciracas 30 44 - 571 15 948

9 Cipayung 110 192

Gambar

Gambar 5 Skema pengujian bakteri koliform dan E.coli.
Gambar 8 Sanitasi di tempat pemotongan hewan qurban di Kotamadya    Jakarta Timur
Tabel 5 Jenis mikroba diatas batas maksimum dari SNI 01-6366-2000 pada daging kambing qurban
Gambar 11 Tingkat cemaran koliform berdasarkan kategori sanitasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai

“I don’t have to like it to do it well.” She knew she’d never be able to back off now, not after seeing that picture—not after imagining what Susan Fisher would have felt if she

Hasil skrining diperoleh 1 isolat bakteri yang menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan 1 isolat jamur mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli..

Net Profit Margin PT. Hal ini m enunjukkan bahwa laba bersih setelah pajak yang dicapai perusahaan pada tahun 2014 lebih meningkat, mengindikasikan bahwa laba bersih dari setiap

[r]

Jamaah tabligh adalah sekumpulan orang yang berdakwah hingga meninggalkan kenikmatan pasilitas kehidupan dan anak istrinya disaat melaksanakan program khuruj.Dalam

Asal Usul Harta: HASIL SENDIRI Atas Nama: PASANGAN/ANAK (DR. NURKAROMAH DWIDAYATI, M.SI.) Pemanfaatan: DIGUNAKAN SENDIRI Lainnya: -. Tahun

Kemudian karyawan koperasi mewawancarai calon peminjam apakah sudah menjadi anggota atau belum menjadi anggota koperasi, jika peminjam belum menjadi anggota koperasi