• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING

KURBAN DI DKI JAKARTA

RIMADINAR AZWARINI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Rimadinar Azwarini NIM B04090136

(4)

ABSTRAK

RIMADINAR AZWARINI. Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan HERWIN PISESTYANI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban, tingkat kontaminasi mikrob dalam daging kurban serta mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Responden berasal dari 46 tempat pemotongan hewan kurban di seluruh DKI Jakarta. Uji khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Sebesar 65.2% (30/46) tempat pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta memiliki kondisi sanitasi peralatan yang baik, namun hanya 41.3% (19/46) memiliki sanitasi tempat pemotongan yang baik. Adapun jumlah sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 94% (204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 96.25% (231/240). Jumlah sampel daging yang memiliki E.coli berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 97.92% (235/240). Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengerjaan karkas setelah dipotong terhadap keberadaan E. coli di dalam daging (P value < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli.

Kata kunci: daging, Escherichia coli, jumlah total mikroorganisme, kurban, sanitasi

ABSTRACT

RIMADINAR AZWARINI. Sanitation Condition of Equipment and Slaughtering Location and Microbial Impurities Rates in Meat Sacrifice Animal at DKI Jakarta. Supervised by ETIH SUDARNIKA and HERWIN PISESTYANI.

(5)

result showed there was a significant correlation between handling animal after slaughtering with the presence of E. coli in meat (P value < 0.05). It was concluded that handling animal after slaughtering by hanging could decrease the contamination of E. coli.

(6)
(7)

KONDISI SANITASI PERALATAN DAN TEMPAT PEMOTONGAN SERTA TINGKAT KONTAMINASI MIKROB DALAM DAGING

KURBAN DI DKI JAKARTA

RIMADINAR AZWARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta

Nama : Rimadinar Azwarini

NIM : B04090136

Disetujui oleh

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi Pembimbing I

drh Herwin Pisestyani, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas segala karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul Kondisi Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan serta Tingkat Kontaminasi Mikrob dalam Daging Kurban di DKI Jakarta dapat diselesaikan.

Terima kasih Penulis sampaikan kepada ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi selaku dosen pembimbing I dan drh Herwin Pisestyani, MSi selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Tidak lupa juga Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada drh Agus Wijaya, MSc, PhD, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada Penulis. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang telah membantu dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada papa, mama, adik serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang telah diberikan. Terima kasih juga kepada Alva Dhira dan Ridwan Fatur atas doa dan semangat yang telah diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada keluarga besar Reptilizer Community Bandung atas doa dan dukungannya serta Geochelone angkatan 46 atas kerjasama dan kebersamaannya selama menempuh pendidikan hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu Penulis sangat berterimakasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Hari Raya Kurban ... 2

Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban ... 3

Bakteri dalam Daging ... 4

METODE PENELITIAN ... 5

Sumber Data ... 5

Besaran dan Jenis Sampel ... 5

Variabel yang Diamati dan Pengodean ... 6

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban ... 10

Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban 15 SIMPULAN DAN SARAN ... 19

Simpulan ... 19

Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 19

LAMPIRAN ... 22

(13)

DAFTAR TABEL

1 Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun

2011 dan 2012 6

2 Definisi operasional 6

3 Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan

kurban 9

4 Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban

dibandingkan SNI 01-7388-2009 10

5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah

total mikroorganisme dalam daging kurban 11

6 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli

dalam daging kurban 13

7 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap

keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban 15

8 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap

keberadaan E. coli dalam daging kurban 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner pemeriksaan tata laksana pemotongan hewan kurban Idul Adha

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hari raya kurban atau Idul Adha merupakan salah satu hari raya umat Islam yang disertai dengan memotong hewan sebagai wujud ketaatan seorang muslim. Syarat hewan kurban adalah binatang ternak yang berkaki empat yaitu unta, sapi, dan kambing serta usia hewan harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Unta genap berusia lima tahun, sapi genap berusia dua tahun sedangkan kambing genap berusia setahun. Hewan kurban yang digunakan berjenis kelamin jantan. Hewan kurban dalam kondisi sehat dan tidak cacat seperti salah satu matanya buta, pincang, dan kekurusan (Al-Utsaimin 2003).

Pemotongan hewan kurban biasanya tidak dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH), tetapi dilakukan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di tengah pemukiman penduduk (Purwanti 2006). Hal ini sesuai dengan peraturan Undang-Undang RI Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyatakan bahwa semua hewan berkaki empat harus dipotong di RPH kecuali untuk upacara adat, hari besar keagamaan, dan pemotongan darurat dengan catatan masih di bawah pengawasan pemerintah daerah (Pemda). Seluruh kegiatan tersebut seharusnya di bawah pengawasan dokter hewan atau petugas kesehatan yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

Pemotongan hewan kurban harus sesuai dengan syariat Islam serta penanganan daging harus dilakukan sesuai dengan kaidah kesehatan masyarakat sehingga diperoleh daging yang aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Daging kurban harus aman dan layak untuk dikonsumsi. Daging harus aman berarti tidak mengandung bahan berbahaya (biologis, kimia, dan fisik) yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Daging yang layak berarti dapat diterima oleh manusia misalnya tidak berbau, penampilan tidak menyimpang, etis, dan halal.

Pemotongan hewan kurban yang dilakukan dengan cara masal dan tidak bertempat di RPH menjadikan penanganan daging menjadi kurang higienis. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai penanganan daging kurban yang higienis, dapat menimbulkan kekhawatiran dalam penanganan dan pendistribusian daging kurban. Terbatasnya sarana prasarana, serta pengetahuan mengenai sanitasi dan higiene dari panitia kurban memungkinkan terjadi kontaminasi mikrob daging melebihi batas maksimum cemaran mikrob. Kontaminasi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikrob telah ditetapkan maksimum jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1×106 cfu/g dan maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1×101 cfu/g (BSN 2009).

(15)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui gambaran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban, mengetahui tingkat kontaminasi mikrob dalam daging kurban serta melihat hubungan antara sanitasi terhadap kontaminasi mikrob.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mampu memberikan informasi mengenai kondisi sanitasi dalam proses pemotongan hewan dan penanganan daging pada saat hari raya kurban.

TINJAUAN PUSTAKA

Hari Raya Kurban

Hari raya kurban adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 10 Dzulhijah tahun Hijriyah. Pelaksanaan hari raya kurban berawal ketika Nabi Ibrahim diperintah Allah SWT untuk menyembelih putranya yaitu Ismail dan seketika Allah SWT menggantikan Ismail dengan hewan ternak. Keduanya menunjukkan makna bahwa penyerahan diri tersebut tidak hanya terjadi sepihak melainkan kedua belah pihak. Hakikat kehambaan benar-benar nampak bahwa tidak ada pilihan kecuali patuh secara tulus kepada-Nya. Hewan kurban adalah hewan ternak yang disembelih dalam wujud dari ketaatan dan peribadatan seseorang, ketundukan total terhadap perintah-Nya dan sikap menghindar dari hal yang dilarang-Nya (Al-Utsaimin 2003). Pemotongan hewan kurban biasa dilakukan sesudah shalat Idul Adha sampai terbenamnya matahari dan dilaksanakan di masjid, musala, lapangan perkantoran, dan di tengah pemukiman penduduk (Purwanti 2006).

(16)

3

Sanitasi Peralatan dan Tempat Pemotongan Hewan Kurban

Sanitasi merupakan metode yang diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan pencemaran lingkungan (Aryana 2011). Sumber kontaminasi dalam penanganan daging salah satunya berasal dari penggunaan alat dan wadah yang kotor. Perlakuan sanitasi harus efektif sehingga bebas dari mikroorganisme pembusuk maupun patogen. Tujuan dari proses sanitasi adalah untuk membunuh semua mikroorganisme yang terdapat pada peralatan dan wadah yang digunakan. Oleh karena itu, sebaiknya memilih peralatan yang mudah dibersihkan, mudah digunakan serta terbuat dari bahan yang anti karat (Kusumawati 2005).

Sanitasi yang dilakukan terhadap peralatan dan wadah meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan diikuti dengan perlakuan desinfeksi. Desinfeksi adalah usaha atau tindakan membunuh atau mengurangi mikroorganisme dari permukaan peralatan dengan menggunakan disinfektan atau sanitaiser (Hotimah 2007). Menurut Aryana (2011) disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme.

Peralatan yang digunakan untuk menangani daging biasanya menggunakan pisau dan talenan yang terbuat dari kayu. Gagang pisau dan talenan sebaiknya tidak terbuat dari kayu karena peralatan yang terbuat dari kayu mempunyai lekukan dan pori-pori yang banyak sehingga tidak dapat dibersihkan dengan baik, dan mikroorganisme dapat berkembang serta mengontaminasi bahan pangan (Utama 2001). Bahan yang baik digunakan untuk peralatan adalah stainless steel karena antikarat dan mudah dibersihkan (Rahayu 2006).

Air sangat diperlukan dalam berbagai keperluan seperti pencucian dan sanitasi lantai. Air yang digunakan dalam penanganan daging harus memenuhi persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Dalam UU RI No.7 Tahun 2004 dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 Tahun 2002, air bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Syarat air minum, yaitu harus bebas dari bahan-bahan anorganik dan organik. Kualitas air minum harus bebas bakteri, zat kimia, racun, dan limbah berbahaya. Parameter kualitas air minum yang berhubungan langsung dengan kesehatan adalah uji kualitas mikrobiologik, seperti bakteri E. coli dan total koliform (Susiwi 2009).

(17)

4

Limbah yang terdapat pada tempat pemotongan hewan kurban seperti darah, isi perut dan usus harus diberi perlakuan secara khusus. Perlakuan dapat berupa penggalian lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali, dan apabila tidak diberi perlakuan maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang dikandungnya dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau atau laut kemana air buangan tersebut dialirkan (Kusumawati 2005).

Bakteri dalam Daging

Daging merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan nilai gizi tinggi bagi manusia. Disamping itu, merupakan substrat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikrob. Mikrob yang kontak dengan makanan maka dapat tumbuh dan berkembang biak (Harsojo dan Irawati 2011). Oleh karena itu, usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging merupakan bahan makanan yang mudah rusak (perishable food) dan pangan berpotensi berbahaya (potentially hazardous food). Kerusakan terjadi karena adanya perubahan pada bahan itu sendiri maupun adanya kontaminasi dari luar. Langkah-langkah untuk menghindari hal tersebut diperlukan pengamanan terhadap bahan makanan sehingga dihasilkan bahan makanan yang sehat dan layak konsumsi (Pitona 2004).

Daging harus memiliki kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Aman berarti daging tidak tercemar bahaya biologi (mikroorganisme, serangga, dan tikus), kimiawi (pestisida dan gas beracun), dan fisik (pecahan kaca, serpihan kayu, dan tanah/kerikil) serta tidak tercemar benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Sehat berarti memiliki zat-zat yang dibutuhkan seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Utuh berarti daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Halal berarti disembelih dan ditangani sesuai dengan syariat agama Islam (Afiati 2009).

Mikrob yang dapat merusak daging berasal dari hewan yang terinfeksi pada saat masih hidup serta kontaminasi daging pasca penyembelihan. Kontaminasi permukaan daging dapat terjadi sejak saat penyembelihan hewan hingga daging dikonsumsi (Soeparno 1998). Dalam dunia pangan dikenal adanya istilah bakteri indikator, salah satunya adalah indikator sanitasi. Kehadiran bakteri tersebut menunjukkan bahwa dalam tahap pengolahan air atau makanan pernah dicemari dengan kotoran yang berasal dari usus manusia dan atau hewan sehingga kemungkinan dapat juga ditemukan bakteri patogen. Sampai saat ini ada tiga jenis bakteri indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan adanya masalah sanitasi, yaitu E. coli, kelompok Streptococcus (Enterococcus) fecal, dan Clostridium perfringens (Dewanti 2003).

(18)

5

diperoleh dinyatakan dengan colony forming unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu dari contoh (cm²) (Lukman 2009). Dalam SNI No. 01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum jumlah TPC dalam daging adalah 1×106 cfu/g (BSN 2009).

E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia (Doyle et al. 2001). Menurut Manning (2010), bakteri ini dibagi ke dalam 5 jenis berdasarkan sifat virulensi dan mekanisme kerjanya, yaitu E. coli Enteropathogenic (EPEC), E. coli Enterotoxigenic (ETEC), E. coli Enterohemorrhagic (EHEC), E. coli Enteroinvasive (EIEC), dan E. coli Enteroadherent (EAEC). Penyakit yang sering terjadi akibat infeksi oleh E. coli adalah diare, infeksi saluran kemih, meningitis, dan sepsis (Kusuma 2010). Bakteri E. coli merupakan bakteri patogen yang sering dijadikan indikator sanitasi (BPOM 2008). Dalam SNI No.01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum jumlah E. coli dalam daging adalah 1×101 cfu/g (BSN 2009).

E. coli O157:H7 merupakan salah satu serotipe dari E. coli yang menghasilkan Shiga toxin yang dapat menimbulkan kerusakan pada lapisan usus, diare berdarah, haemolytic uremic syndrome yang ditandai dengan anemia haemolytic, dan gagal ginjal (Johnson 2002). Sumber utama infeksi yang terjadi pada manusia adalah makanan, seperti daging giling, susu yang tidak dipasteurisasi, dan bahan lainnya yang telah mengalami kontaminasi silang oleh Shiga Toxin E. coli (STEC) (Karmali 2003).

METODE PENELITIAN

Sumber Data

Sumber data adalah data sekunder yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan hewan kurban yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. Data terdiri atas data kualitas mikrobiologik dan data sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban. Data kualitas mikrobiologik diperoleh dari hasil uji Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner DKI Jakarta (Lab. Kesmavet DKI Jakarta), adapun data sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang dirancang oleh FKH-IPB. Responden adalah pengurus masjid maupun ketua pelaksana kurban.

Besaran dan Jenis Sampel

(19)

6

Tabel 1 Besaran dan jenis sampel untuk setiap wilayah di DKI Jakarta pada tahun 2011 dan 2012

Tahun Wilayah Jumlah responden Jumlah daging sapi Jumlah daging kambing

Variabel yang Diamati dan Pengodean

Variabel yang diamati meliputi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban serta kualitas mikrobiologik dalam daging kurban. Variabel yang termasuk sanitasi peralatan meliputi fasilitas air, sumber air, ketersediaan air, ketajaman pisau, pengerjaan karkas setelah dipotong, pengetahuan, dan ketajaman pisau saat pemotongan daging atau karkas. Variabel yang termasuk dalam sanitasi tempat pemotongan hewan kurban meliputi lantai atau alas tempat penyembelihan, tempat pembuangan darah, tempat pembuangan isi perut dan usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan serta pengemasan daging dan jeroan. Variabel yang termasuk dalam kualitas mikrobiologik meliputi jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Definisi operasional untuk setiap variabel tersedia pada Tabel 2.

Tabel 2 Definisi operasional

No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur A. Sanitasi Peralatan

1 FFasilitas air Ketersediaan air di tempat

penampungan (1= buruk, 3= baik)

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

(20)

7

No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 4 Ketajaman

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat 6 Pengetahuan Pengetahuan

petugas tentang pemotongan daging dan deboning (1= buruk, 2= sedang, 3= baik)

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Melakukan

penjumlahan semua

B. Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban 1 Lantai/alas Lantai/alas tempat

penyembelihan (1= buruk, 2= sedang, 3= baik)

(21)

8

No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 2 Pembuang

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

Kuesioner Dengan melakukan observasi di tempat

(22)

9

No Peubah Definisi operasional Alat ukur Cara mengukur Skala ukur 7 Kondisi baik jika total skor ≥15

Kuesioner Melakukan

penjumlahan semua

Uji Lab. Pengujian dengan menggunakan metode

Uji Lab. Pengujian dengan menggunakan metode

Pengukuran pada sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban dibagi dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Adapun untuk mengetahui kriteria baik, sedang, dan buruk diperoleh melalui penjumlahan semua skor jawaban pada setiap pertanyaan. Skor jawaban minimum pada sanitasi peralatan bernilai 7 dan maksimum bernilai 21, sedangkan pada sanitasi tempat minimum bernilai 6 dan maksimum bernilai 18. Kriteria untuk pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban tersedia pada Tabel 3.

Tabel 3 Kategori pengukuran sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban

Kategori Sanitasi peralatan Sanitasi tempat pemotongan hewan kurban

Baik Total skor: ≥16 Total skor: ≥15 Sedang Total skor: 12≤ x ≤ 15 Total skor: 11 ≤ x ≤ 14

(23)

10

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan serta untuk mengetahui jumlah kontaminasi mikrob dalam daging kurban. Uji khi-kuadrat digunakan untuk mengetahui hubungan antara praktik sanitasi peralatan dan tempat pemotongan terhadap jumlah kontaminasi mikrob dalam daging kurban di tempat pemotongan hewan kurban. Data dianalisis dengan menggunakan piranti lunak dengan program SPSS 16 dan Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sanitasi Peralatan terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam Daging Kurban

Kualitas mikrobiologik dalam daging dapat dilihat dari kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan dari suatu proses produksi pangan, seperti jumlah total mikroorganisme dan E. coli. Sebagian besar sampel daging yang diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2012) menunjukkan hasil di bawah ambang batas SNI. Dalam SNI 01-7388-2009 telah ditetapkan maksimum jumlah total mikroorganisme dalam daging adalah 1×106 cfu/g dan maksimum jumlah E. coli adalah 1×101 cfu/g (BSN 2009). Sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme dan E. coli tersedia pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentase jumlah total mikroorganisme dan E. coli dalam daging kurban dibandingkan SNI 01-7388-2009

Tahun Jumlah total mikroorganisme E. coli

Di bawah ambang batas SNI

(%)

Di atas ambang batas

SNI (%)

Di bawah ambang batas SNI

(%)

Di atas ambang batas SNI

(%)

2011 94 (204/217) 6 (13/217) 95.4 (207/217) 4.6 (10/217) 2012 96.25(231/240) 3.75 (9/240) 97.92 (235/240) 2.08 (5/240)

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa sampel daging yang diperiksa aman untuk dikonsumsi karena tingkat kontaminasi mikrob baik jumlah total mikroorganisme dan E. coli pada tahun 2011-2012 sebagian besar berada di bawah ambang batas SNI. Sampel daging yang memiliki jumlah total mikroorganisme di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 94% (204/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 96.25% (231/240). Sampel daging yang memiliki jumlah E. coli berada di bawah ambang batas SNI pada tahun 2011 sebanyak 95.4% (207/217), sedangkan tahun 2012 sebanyak 97.92% (235/240).

(24)

11

hubungan antara kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia pada Tabel 5.

Tabel 5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban

No Peubah Kategori Jumlah total

(25)

12

No Peubah Kategori Jumlah total

mikroorganisme

²

P value

Di bawah ambang

batas SNI

Di atas ambang

batas SNI

n % n % n %

8 Sanitasi peralatan

Baik 30 65.2 29 96.7 1 3.3 2.805 0.389

Sedang 12 26.1 10 83.3 2 16.7

Buruk 4 8.7 4 100 0 0

Berdasarkan Tabel 5, kondisi sanitasi peralatan dan tempat pemotongan hewan kurban sebagian besar memiliki kategori baik (65.2%). Kondisi tersebut ditunjang dengan tersedianya fasilitas air (67.4%) dengan sumber air berasal dari PAM (41.3%) serta kecukupan akan ketersediaan air (52.17%). Air berperan penting dalam proses sanitasi peralatan salah satunya untuk mencuci peralatan. Penggunaan air dalam menjaga kondisi sanitasi peralatan sebaiknya harus memenuhi persyaratan mutu air yang digunakan untuk air minum. Sumber air disarankan dari PAM, hal ini sesuai dengan pendapat Susiwi (2009) yang menyatakan bahwa air PAM memenuhi standar mutu air minum. Penggunaan air selain bersumber dari PAM, misalnya air sumur yang memiliki peluang kontaminasi yang lebih besar dibandingkan dengan PAM. Kontaminasi dapat berasal dari banjir, septictank, dan air pertanian. Mikroorganisme patogen seringkali ditularkan melalui air yang tercemar sehingga dapat menimbulkan penyakit pada manusia maupun hewan.

Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik adalah pengerjaan karkas yang digantung setelah dipotong (73.90%), pengetahuan petugas yang cukup (56.53%) serta sebagian besar petugas yang selalu menjaga ketajaman pisau pada saat proses penyembelihan (87%) dan pemotongan karkas (82.6%). Pisau harus selalu diasah agar tidak tumpul. Pisau yang tumpul akan memperpanjang proses pemotongan dan pembuluh darah tidak terpotong dengan baik. Selain itu, dapat mengakibatkan penggumpalan darah yang dapat menyumbat saluran darah sehingga proses pengeluaran darah akan lebih lambat sedangkan proses seharusnya berlangsung cepat dan tepat (Grandin 2001).

(26)

13

(27)

14

No Peubah Kategori E. coli

²

P value

Di bawah ambang

batas SNI

Di atas ambang

batas SNI

n % n % n %

8 Sanitasi peralatan

Baik 30 65.2 26 86.7 4 13.3 0.741 1.000

Sedang 12 26.1 11 91.7 1 8.3

Buruk 4 8.7 3 75 1 25

*P value dengan nilai signifikan (P value < 0.05)

E. coli merupakan bakteri patogen dan secara normal hidup dalam saluran pencernaan manusia maupun hewan dan merupakan salah satu jenis bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi (Dewanti 2003). Menurut Doyle et al. (2001) E. coli merupakan bakteri Gram negatif yang banyak menimbulkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Oleh karena itu mendeteksi E. coli di dalam daging sangatlah penting karena dengan demikian dapat diketahui apakah bahan tersebut masih aman untuk dikonsumsi.

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa peubah yang berpengaruh terhadap keberadaan E. coli adalah pengerjaan karkas setelah dipotong. Hal itu menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli. Penggantungan setelah tahap pemotongan memudahkan tahap berikutnya yaitu dressing. Dressing adalah pemisahan bagian kepala, kulit, dan jeroan dari tubuh hewan. Penggantungan dilakukan juga untuk mempermudah proses pengeluaran darah. Darah dalam proses penyembelihan harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari hewan, karena darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikrob. Penuntasan darah harus dilakukan sampai tuntas, karena darah yang tersisa akan menyebabkan penurunan mutu daging. Darah akan mempengaruhi warna dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme, sehingga pada proses penyimpanan daging akan cepat membusuk (Attahmid 2009).

Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, sebagian besar tempat pemotongan hewan menyediakan alat penggantung untuk pengerjaan karkas setelah pengeluaran darah (59.0%), selebihnya pengerjaan karkas dilakukan di atas alas plastik (25.2%), di atas tanah atau rumput atau tanpa alas (15.8%). Kondisi tersebut sudah baik, karena daging tidak langsung menyentuh tanah.

(28)

15

Kondisi Sanitasi Tempat Pemotongan Hewan Kurban terhadap Keberadaan Jumlah Total Mikroorganisme dan Escherichia coli dalam

Daging Kurban

Kondisi sanitasi dapat pula dilihat dari kondisi tempat pemotongan hewan kurban. Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban tersedia pada Tabel 7.

Tabel 7 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban

No Peubah Kategori Jumlah total

(29)

16

No Peubah Kategori Jumlah total

mikroorganisme

²

Berdasarkan Tabel 7, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya 41.3% tempat pemotongan yang memiliki sanitasi berkategori baik. Rendahnya persentase tersebut berdasar pada kondisi lantai tempat penyembelihan yang beralaskan semen (50%), tempat pembuangan darah dibuat lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali (60.8%), tempat pembuangan isi perut dan usus yang dibuang ke selokan, parit atau sungai (50%), pelaksanaan pemotongan daging dilakukan di atas plastik/daun (73.92%), penanganan jeroan yang telah dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama dengan pemotongan daging (73.92%) serta pengemasan daging dan jeroan yang dipisah (76.08%).

Salah satu persyaratan sanitasi yang baik adalah lantai beralaskan keramik agar mudah dibersihkan. Menurut Attahmid (2009) sebaiknya konstruksi lantai mempunyai kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air dan terbuat dari keramik yang tidak mudah mengelupas, permukaannya rata dan agak halus serta tidak licin. Sebaiknya menggunakan keramik yang tahan terhadap air, garam, asam, basa dan berwarna putih agar mudah dibersihkan sehingga kotoran yang menempel mudah terlihat.

Peubah lain yang mendukung kondisi sanitasi yang baik diantaranya tempat pembuangan darah, isi perut, dan usus dibuat lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali. Tempat melaksanakan pemotongan daging sebaiknya dilakukan di meja khusus, selain itu penanganan jeroan dan pengemasan dilakukan di tempat yang terpisah dengan daging. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada daging.

Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, pemotongan daging pada umumnya dilaksanakan di atas alas plastik (50.9%), di atas lantai beralaskan plastik (26.9%), di atas papan atau kayu (13.7%), dan di atas meja (8.5%). Hal ini sudah baik, karena daging tidak berkontak langsung dengan tanah.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden 93.47% (43/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan jumlah total mikroorganisme. Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan jumlah total mikroorganisme.

(30)

17

daging dikonsumsi (Lawrie dan Ledward 2006). Gustiani (2009) menyatakan bahwa jumlah mikroorganisme yang melebihi ambang batas dalam daging menandakan bahwa daging tersebut memiliki penurunan daya simpan dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan bila dikonsumsi tanpa pengolahan yang benar. Mikroorganisme dapat terbawa ketika ternak masih hidup atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke piring konsumen (Gorris 2005). Adapun hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurbantersedia pada Tabel 8.

Tabel 8 Hubungan antara kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban

(31)

18

Kondisi sanitasi tempat pemotongan hewan kurban terdiri dari beberapa peubah. Peubah tersebut terdiri dari kondisi lantai, tempat pembuangan darah, isi perut dan usus, pelaksanaan pemotongan daging, penanganan jeroan, dan cara pengemasan. Berdasarkan Tabel 8, secara keseluruhan terlihat bahwa hanya 41.3% kondisi sanitasi tempat yang berkategori baik. Rendahnya persentase tersebut dapat dipengaruhi oleh peubah yang memiliki kondisi sanitasi buruk yaitu terlihat pada kondisi tempat pembuangan isi perut dan usus yang dibuang ke selokan, parit/sungai (50%) serta pelaksanaan pemotongan daging dilakukan di atas plastik/daun (73.91%). Hal tersebut bisa membuat daging terkontaminasi oleh E. coli. Sebaiknya tempat pembuangan darah dilakukan dengan menggali lubang khusus yang kemudian ditutup kembali agar limbah darah tersebut tidak mencemari karkas. Menurut Jenie (1998) air buangan memiliki peranan penting dalam mengontaminasi sumber air dan makanan. Apabila tidak diberi perlakuan terlebih dahulu maka akan mencemari lingkungan karena bau busuk yang dikandungnya, dan juga kondisi biologis alamiah pada sungai, danau, atau laut kemana air tersebut dialirkan.

Pelaksanaan pemotongan daging seharusnya dilakukan di meja khusus, selanjutnya jeroan yang telah dibersihkan tidak ditangani di tempat yang sama dengan tempat pemotongan daging (tidak dicampur) dan pengemasan daging serta jeroan yang siap dibagikan dilakukan dalam kemasan terpisah. Hal tersebut untuk mencegah dan memperlambat terjadinya kerusakan lebih cepat pada bahan makanan (Asih 2011).

Menurut Harsojo dan Irawati (2011) jeroan merupakan sasaran kontaminasi oleh beberapa mikrob yang mempercepat kerusakan jeroan sehingga tidak layak dikonsumsi. E. coli sering mengontaminasi daging maupun jeroan yang disebabkan oleh penanganan secara tradisional pada saat pemotongan maupun pada saat diproses. Menurut Purwanti (2006) berdasarkan laporan FKH IPB 2004 pada kegiatan pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta, secara umum penanganan jeroan dan organ lain masih kurang baik, karena kebanyakan tempat pemotongan membuang jeroan (lambung dan usus) langsung ke parit, selokan atau sungai (43.6%). Beberapa tempat pemotongan membuang jeroan tersebut ke dalam lubang yang digali (40.1%) dan yang lainnya membuang ke tempat lain misalnya tempat sampah (16.3%). Umumnya penyimpanan daging dan jeroan dipisah (69.4%), namun masih ada tempat pemotongan yang mencampurkan daging dan jeroan (30.6%). Pengemasan potongan daging dan jeroan sebagian dilakukan secara terpisah (50.0%) dan sebagian lainnya menyatukan keduanya (50.0%). Sebaiknya daging dipisahkan dengan jeroan mengingat jeroan relatif banyak mengandung kotoran dan mikroorganisme, sehingga dapat mencemari daging.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar variabel tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P value > 0.05). Hal ini kemungkinan karena sebagian besar responden 86.96% (40/46) yang diteliti memiliki nilai negatif (di bawah ambang batas SNI) untuk keberadaan bakteri E. coli. Keadaan tersebut menunjukkan tidak cukupnya data untuk membuktikan adanya hubungan antara peubah yang diteliti dengan keberadaan E. coli.

(32)

19

dengan pendapat Soeparno (1992) yang menerangkan bahwa stres pada hewan sebelum pemotongan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas daging. Stres dapat terjadi karena penanganan hewan yang tidak benar sebelum pemotongan. Menurut Gustiani (2009) ternak yang berasal dari luar kota hendaknya tidak dipotong sebelum cukup istirahat, karena akan meningkatkan jumlah bakteri dalam daging dibandingkan dengan ternak yang istirahatnya cukup. Istirahat yang cukup pada sapi akan menjaga sapi tetap sehat dan dapat menurunkan tingkat stres (Fatimah 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebesar 65.2% tempat pemotongan hewan kurban di DKI Jakarta memiliki kondisi sanitasi peralatan yang baik, namun hanya 41.3% memiliki sanitasi tempat pemotongan yang baik. Di atas 90% sampel daging yang diperiksa dalam kurun waktu 2 tahun (2011-2012) menunjukkan hasil yang baik yaitu jumlah total mikroorganisme dan E. coli berada di bawah ambang batas SNI. Meskipun jumlah total mikroorganisme dan E. coli sebagian besar aman untuk dikonsumsi namun tetap diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang baik. Kondisi sanitasi yang buruk memiliki potensi yang besar untuk tercemarnya daging oleh mikroorganisme patogen yang berbahaya bagi manusia. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengerjaan karkas setelah dipotong terhadap keberadaan E. coli di dalam daging. Hal ini menunjukkan bahwa pengerjaan karkas dengan cara digantung dapat menurunkan kontaminasi terhadap E. coli.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan perlu diadakannya penelitian lebih lanjut mengenai keberadaan mikroorganisme patogen lainnya yang biasa mencemari daging. Perlu dilakukan peningkatan pembinaan dan pengawasan terhadap masyarakat terutama panitia kurban mengenai tata cara pemotogan hewan kurban yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Afiati F. 2009. Pilih-pilih daging asuh.Bio Trends. 4 (1): 19-25.

Al-Utsaimin M. 2003. Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi. Munandar A, penerjemah; Sofyan A, Safyra U, editor. Yogyakarta (ID): Media Hidayah. Andriani. 2006. Escherichia coli O157 H:7 sebagai penyebab penyakit zoonosis.

(33)

20

Aryana S. 2011. Kondisi sanitasi peralatan dan air terhadap peningkatan jumlah total mikroorganisme susu individu-susu kandang-susu tempat pengumpul susu di peternakan kunak Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Asih Y. 2011. Pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan rendang “tumbuak” ayam afkir terhadap kadar protein, kadar lemak dan nilai organoleptik [skripsi]. Padang (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Andalas.

Attahmid NFU. 2009. Strategi manajemen mutu proses produksi karkas ayam pedaging di Rumah Potong Ayam (RPA) PT. Sierad Produce, Tbk. Parung, Bogor [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2008. Pengujian mikrobiologi

pangan. Info POM Vol 9:2 [Internet]. [diunduh 2013 Maret 22]. Tersedia pada: http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/InfoPOM/0208.pdf. Brands DA. 2006. Deadly Disease and Epidemics: Salmonella. Philadelphia (US):

Chelsea House Pub.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 01-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikrob dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Dewanti. 2003. Bakteri indikator keamanan air minum [Internet]. [diunduh 2013 Maret 22]. Tersedia pada: http://www.kompas.com/kompascetak/0306/29/ iptek/395680.htm.

[DINKES] Dinas Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.907/MENKES/SK/VII/2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta (ID): Dinas Kesehatan.

Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ. 2001. Food Microbiology. Washington DC (US): ASM Pr.

Fatimah E. 2008. Kualitas daging sapi yang dipotong menggunakan restraining box: drip loss dan cooking loss [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gorris LGM. 2005. Food safety objective: an integral part of food chain management. J Food Control. 16:801-809.

Grandin T. 2001. Antemortem handling and welfare. Di dalam: Hui YH, editor. Meat Science and Application. New York (US): Marcel Dekker.

Gustiani E. 2009. Pengendalian cemaran mikrob pada bahan pangan asal ternak (daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. J Litbang Pertan.28 (3):96-100.

Harsojo, Irawati Z. 2011. Kontaminasi awal dan dekontaminasi bakteri patogen pada jeroan sapi dengan iradiasi gamma. J Iptek Nuklir Ganendra. 14 (2): 95-101.

Hotimah T. 2007. Penerapan higiene dan sanitasi pada proses produksi susu pasteurisasi di PT. Cisarua Mountain Dairy [laporan praktik kerja lapang]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Jenie BSL. 1998. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

(34)

21

Karmali MA. 2003. The medical significance of shiga toxin-producing Escherichia coli infections. Di dalam: Dana P, Frank E, editor. E. coli Shiga Toxin Methods and Protocols. New Jersey (US): Humana Pr.

Kusuma SAF. 2010. Makalah Escherichia coli [Internet]. [diunduh 2013 Maret 22]. Tersedia pada: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/09 /pustaka_unpad_Escherichia-coli.pdf.

Kusumawati EL. 2005. Mempelajari aspek sanitasi [laporan praktik kerja lapang]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Lawrie RA, Ledward DA. 2006. Lawrie’s Meat Science. Cambridge (UK): Wood Head Pub.

Lukman DW. 2009. Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan hitungan cawan. Di dalam: Lukman DW, Purnawarman T, editor. Penuntun Praktikum Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor (ID): Kesmavet FKH IPB. Manning SD. 2010. Escherichia Coli Infections. Philadelphia (US): Chelsea

House Pub.

Nesbakken T. 2009. Food safety in global market - Do we need to worry ?. Small Ruminant Res.86: 63-66.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Pitona T. 2004. Program monitoring dan survey cemaran mikrob pada komoditi ternak di wilayah kerja BPPV Regional VII Maros. Pertemuan Koordinasi Pemberantasan Penyakit Hewan Menular dan Laboratorium Kesehatan Hewan se Wilayah Kerja Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VII Maros; 2004. Palu (ID): Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner.

Purwanti U. 2006. Hubungan antara sanitasi tempat pemotongan hewan qurban dengan cemaran mikrob pada daging kambing di Kotamadya Jakarta Timur [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahayu ID. 2006. Tindakan-tindakan Pencegahan Penyakit. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang Pr.

Rasyidi HA, Kurdi A. 2007. Tuntunan Ringkas Ibadah Qurban. Tabalong (ID): Lembaga Pengembangan Da’wah Tertulis.

Susiwi S. 2009. Regulasi Pangan. Di dalam: Susiwi S, editor. Dokumentasi SSOP. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Ed ke-1. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

(35)

22

LAMPIRAN

KUESIONER PEMERIKSAAN TATA LAKSANA

PEMOTONGAN HEWAN KURBAN IDUL ADHA 1434 H/2013 M

Lokasi Alamat Kelurahan Kecamatan

Wilayah 1. Jakarta Pusat 5. Jakarta Selatan

9. Kota Depok

2. Jakarta Utara 6. Jakarta Barat 3. Kabupaten

Kepulauan Seribu

7. Kota Bogor

4. Jakarta Timur 8. Kabupaten Bogor

Nama pemeriksa

1. No HP :

2. No HP :

1. Tempat pemotongan hewan kurban : a. halaman masjid

b. halaman kantor

c. halaman sekolah, madrasah/pesantren d. halaman rumah

e. lapangan umum

f. lain-lain, sebutkan :…………..

2. Lantai/ alas tempat penyembelihan : a. semen

b. rumput c. tanah

d. ubin/keramik

e. lain-lain, sebutkan :…………..

3. Apakah lokasi penyembelihan diberi pembatas dan tertutup bagi yang tidak berkepentingan?

a. ya b. Tidak

4. Apakah tersedia tempat penampungan khusus untuk hewan kurban? (apabila jawaban “tidak”, langsung ke no 10)

a. ya b. Tidak

5. Bila tersedia, apakah tempat penampungan terpisah cukup jauh dan tidak terlihat dari tempat penyembelihan?

(36)

23

6. Fasilitas yang tersedia di tempat penampungan (jawaban dapat lebih dari 1) a. air

b. pakan ternak (rumput)

c. lain-lain, sebutkan : ………

7. Sumber air : a. PAM

b. sumur bor/sumur gali c. sungai

d. lain-lain, sebutkan:...

8. Ketersediaan air selama penampungan dan proses penyembelihan : a. cukup b. tidak cukup

9. Bagaimana tempat penampungan hewan kurban yang ada? a. dilengkapi dengan tenda

b. ditempatkan pada kandang khusus c. ditambatkan di bawah pohon

d. ditambatkan pada patok di tempat terbuka e. lain-lain, sebutkan :…………

10. Berapa lama hewan berada di tempat penampungan? a. 1-2 hari

b. 3-6 hari c. 1-2 minggu d >2minggu

HEWAN KURBAN

11. Jumlah hewan kurban

No Jenis hewan kurban Jumlah (ekor)

Jantan Betina Total 1 Sapi

2 Kerbau 3 Kambing 4 Domba

12. Asal hewan kurban: a. Jabotabek b. Jawa Barat c. Jawa Tengah d. Jawa Timur

e. lain-lain, sebutkan………..

(37)

24

14. Keadaan hewan kurban kambing/ domba : a. kurus b. Sedang c. gemuk

15. Umur rata-rata hewan kurban sapi/kerbau: a. <1,5 tahun b. 1,5-2 tahun

c. 2-3 tahun d. >3 tahun

16. Keadaan hewan kurban sapi/kerbau : a. kurus b. sedang c. gemuk

PROSES PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN

17. Jumlah petugas penyembelih hewan ……….. orang

18. Apakah ketajaman pisau selalu dijaga oleh petugas penyembelih? a. ya b. tidak

19. Tempat pembuangan darah :

a. lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali b. selokan, parit/sungai

c. langsung di atas tanah

d. lain-lain, sebutkan :………..

20. Tempat pembuangan isi perut dan usus :

a. lubang khusus yang digali kemudian ditutup kembali b. selokan,parit/sungai

c. tempat pembuangan sampah d. lain –lain, sebutkan :……….

21. Pengerjaan karkas setelah dipotong a. digantung

b. tidak digantung, langsung di atas tanah tanpa alas c. tidak digantung, di atas alas

d. lain-lain, sebutkan:...

22. Apakah juru sembelih pernah mengikuti pelatihan tentang proses penyembelihan hewan yang baik?

a. ya b. tidak

PEMOTONGAN DAGING/KARKAS

23. Perbandingan jumlah petugas pemotong daging dengan jumlah hewan kurban: a. cukup

(38)

25

24. Pelaksanaan pemotongan daging a. dilakukan di meja khusus b. di atas tanah beralas plastik c. di atas tanah beralas daun

d. lain-lain, sebutkan : ……….

25. Apakah dilakukan pemisahan daging dan tulang (deboning)? a. ya b. tidak

26. Pengetahuan petugas pemotong daging tentang pemotongan daging dan deboning :

a. baik b. cukup c. kurang d. sangat kurang e. sangat baik

27. Apakah ketajaman pisau selalu diperhatikan? a. ya b. tidak

28. Apakah petugas pemotong daging memperhatikan keberhasilan pemotongan karkas (serius/ tidak asal-asalan)?

a. ya b. tidak

29. Apakah jeroan yang telah dibersihkan ditangani ditempat yang sama dengan tempat pemotongan daging (dicampur)?

a. ya b. tidak

30. Bagaimana pengemasan daging dan jerohan yang siap dibagikan? a. dilakukan dalam satu kemasan

b. dilakukan dalam kemasan terpisah

PEMERIKSAAN ANTEMORTEM DAN POSTMOTEM

31. Kelainan yang Ditemukan pada Pemeriksaan Antemortem

Kelainan antemortem Jumlah yang menunjukkan kelainan Keterangan Sapi Kerbau Kambing Domba

Kepala (mata, hidung, telinga, tanduk) Penyakit kulit

Pincang/ patah tulang Kebersihan lubang kumlah

Alat kelamin Anus

(39)

26

32. Pemeriksaan Posmortem

(Harap menuliskan kelainan yang ditemukan) Jenis

hewan

Jumlah yang menunjukkan kelainan Keterangan Kepala Paru Jantung Hati Usus Karkas

Sapi Kerbau Kambing Domba

Mengetahui Petugas di tempat pemeriksaan

(40)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 11 April 1991 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Reza Gunawan dan Ibu Aneng Widaningsih. Penulis menempuh pendidikan formal yang dimulai dari TK Al-Fithrah Bandung dan lulus pada tahun 1997, kemudian melanjutkan pendidikan di SDN Griba 23 Bandung hingga lulus tahun 2003, yang kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 17 Bandung hingga lulus tahun 2006. Pendidikan SMA penulis diselesaikan di SMAN 2 Bandung dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke IPB pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Jurusan yang dipilih penulis adalah Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 2 Definisi operasional
Gambaran  Kuesioner
Tabel 5 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan jumlah total mikroorganisme dalam daging kurban
Tabel 6 Hubungan antara kondisi sanitasi peralatan terhadap keberadaan E. coli dalam daging kurban
+3

Referensi

Dokumen terkait

In the time delay mode of operation, the time is precisely controlled by one external re- sistor and capacitor.For a stableoperation as an os- cillator, the free running frequency

de organisatie en d e dienst der deurw aarders en verdere rechtsb ed ien den.. vinden wij voo rschrif- ten, het pro cesrecht

Minum minuman beralkohol tidak dapat dipungkiri merupakan suatu kebiasaan yang cukup banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat dunia, terutama di dunia Barat dan Eropa..

(3) Seksi Jaminan dan Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan pembinaan dan pelayanan serta petunjuk teknis penyelenggaraan jaminan dan

Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain

Meneliti penggunaaan bahasa para orang terkaya dan pebisnis besar Indonesia paling tidak bisa berkontribusi pada; pertama, memahami sejauh mana konstruksi

Pada pengujian terhadap tabung kolimasi diperoleh hasil yang sesuai, sementara untuk pengujian generator dan tabung pesawat sinar-x pada umumnya memberikan performa

Kemudian karyawan koperasi mewawancarai calon peminjam apakah sudah menjadi anggota atau belum menjadi anggota koperasi, jika peminjam belum menjadi anggota koperasi