• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SAYURAN INDIGENOUS

Indonesia memiliki keragaman sumber daya hayati yang sangat potensial untuk dikembangkan. Salah satu sumber daya hayati tersebut adalah sayur- sayuran yang memiliki kontribusi penting terhadap suplai pangan dan kesehatan masyarakat. Sejarah membuktikan bahwa nenek moyang kita telah banyak memanfaatkan sayuran indigenous sebagai bahan pangan karena rasa dan manfaat sayur-sayuran tersebut yang telah dikenal dengan baik berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, sayuran indigenous adalah spesies sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia. Sayuran indigenous biasanya tumbuh di pekarangan rumah maupun kebun secara alami dan dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga, baik sebagai sayuran yang dimasak, lalapan bahkan sebagai obat dari suatu penyakit.

Sayuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sayur-sayuran yang banyak tumbuh di daerah Jawa Barat dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Bagian dari sayur-sayuran indigenous yang digunakan adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat berupa batang, daun, bunga atau seluruh bagian tanaman). Sayuran tersebut antara lain, kenikir (Cosmos caudatus H.B.K), beluntas (Pluchea indica (L.) Less.), mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), mangkokan (Nothopanax scutellarius (Burm.f.) Merr.), daun kendondong cina (Polyscias pinnata), kecombrang (Etlingera elatior (Jack) R.M.Sm.), kemangi (Ocimum americanum L.), katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.), antanan (Centelia asiatica (L.) Urb.), antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk.), pohpohan (Pilea melastomoides (Poir.) Bl.), daun ginseng (Talinum triangulare (Jacq.) Willd.), krokot (Portulaca oleracea L.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), kucai (Allium schoenoprasum L.), takokak (Solanum torvum Swartz), daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.),

6 pucuk mengkudu (Morinda citrifolia L.), lembayung (Vigna unguiculata L.) Walp.), terubuk (Saccharum edule Hassk.), daun labu (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), bunga pepaya (Carica papaya L.), pucuk mete (Anacardium occidentale L.) dan daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching.). Identifikasi/determinasi tanaman sayuran diatas telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Sandrasari, 2008; Rahmat, 2009) oleh pihak “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dengan Kepala Bidang Botani LIPI adalah Dr. Eko Baroto Walujo, APU. Deskripsi umum ke 24 jenis sampel tersebut yang meliputi nama suku, jenis, nama Inggris, bagian yang dapat dimakan, dan fungsi kesehatannya ditunjukan pada Tabel 1.

Batari (2007) dan Rahmat (2009) telah melakukan penelitian terhadap kandungan total fenol dan kandungan senyawa flavonoid yang terdapat dalam sayuran indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sayuran indigenous yang diuji mengandung senyawa flavonoid, dengan komponen flavonoid yang diperoleh berupa senyawa flavonol dan flavon. Flavonol terdiri dari quercetin, miricetin dan kaempferol, sedangkan flavon terdiri dari apigenin dan luteolin. Akan tetapi, ternyata tidak semua sampel yang diuji mengandung kelima komponen flavonoid tersebut, namun diperoleh hasil bahwa semua sampel mengandung senyawa quercetin. Senyawa quercetin merupakan golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan merupakan senyawa paling aktif dibanding senyawa flavonol lainnya (Fuhrman dan Aviram, 2002). Berdasarkan hasil penelitian Batari (2007) dan Rahmat (2009) tersebut, diperoleh hasil bahwa kandungan total fenol terbesar terdapat pada pucuk mete (2809.5 mg/100 g dry basis) dan terkecil pada terubuk (204.4 mg/100 g dry basis). Total flavonol dan flavon yang diperoleh sangat bervariasi, dengan jumlah terbesar terdapat pada daun katuk (831.70 mg/100 g dry basis) dan terkecil terdapat pada terubuk (3.80 mg/100 g dry basis).

Kandungan total fenol pada sayuran indigenous yang diperoleh dari penelitian diatas kemudian dijadikan dasar penelitian oleh Sandrasari (2008) yang menguji kapasitas antioksidan senyawa fenol pada ekstrak sayuran

7 indigenous tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan ekstrak beluntas (86.65%) dan kenikir (84.13%) adalah yang terbesar, sedangkan yang terkecil adalah ekstrak daun katuk (7.11%). Kapasitas antioksidan yang diuji dengan radikal bebas DPPH ini dinyatakan sebagai % inhibisi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat diketahui pula bahwa nilai total fenol secara keseluruhan berpengaruh terhadap kapasitas antioksidan ekstrak sayuran indigenous. Semakin tinggi nilai total fenol ekstrak antioksidan, maka semakin tinggi kemampuannya sebagai radikal scavenger, semakin tinggi kemampuan mereduksinya, dan semakin tinggi pula kemampuannya dalam menghambat terjadinya oksidasi lipid lanjut.

8

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Asteraceae

Cosmos caudatus H.B.K

Wild cosmos Kenikir Daun Antioksidan, penambah nafsu makan, obat lemah lambung, penguat tulang, dan untuk mengusir serangga (Widayanti et al., 2005).

Pluchea indica (L.) Less.

Indian

camphorweed

Beluntas Daun Meningkatkan nafsu makan (stomakik), membantu pencernaan, peluruh keringat (diaforetik), pereda demam (antipiretik), penyegar, memiliki kadar minyak atsiri 5% (v/v) yang dapat mengambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Erawati, 1992 di dalam pdpersi.co.id); Menghilangkan bau badan, obat turun panas, obat batuk, obat antidiare dan obat sakit kulit (Winarno dan Sundari, 1998).

Araliaceae

Polyscias scutellaria (Burm.f.) Fosb.

Shield aralia Mangkokan putih

Daun Menghilangkan bau badan, pelumas kepala terhadap kerontokan, diuretika, dan peluruh keringat.

Nothopanax scutellarius

(Burm.f.) Merr. -

Mangkokan Daun Mengandung alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991); Mengandung tanin, polifenol, dan saponin (Triguspita et al., 2000).

9

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Araliaceae Polyscias pinnata Balfour aralia Kedondong cina

Daun

- Zingiberaceae Etlingera elatior

(Jack) R.M.Sm.

Torch ginger Kecombrang Bunga Menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama bakteri patogen (Naufalin, 2005), penghilang bau badan (Anonim, 2003).

Lamiaceae Ocimum americanum L.

Basil Kemangi Daun Sebagai obat batuk, obat penyakit kulit, dan rematik (Siemonsma dan Piluek, 1994), antiseptik, menghilangkan bau badan, dan meningkatkan selera makan (Anonim, 2003). Phyllanthaceae Sauropus

androgynus (L.) Merr.

Chekkurmanis Katuk Daun Meningkatkan produksi ASI, sebagai antipiretik atau obat penurun demam (Soedibyo, 1998), sebagai pewarna hijau alami (Heyne, 1987).

Apiaceae Centelia asiatica (L.) Urb.

Indian pennywort

Antanan Seluruh bagian

Diuretik, hipotensif (Pramono, 1992); mempertajam ingatan, menyehatkan badan, membuat awet muda, obat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur pada penyakit seperti sariawan (Heyne, 1987).

10

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Apiaceae Hydrocotyle sibthorpioides Lmk. Lawn marshpennywort Antanan beurit Seluruh bagian

Pembersih darah, pelancar peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas, menghentikan pendarahan, meningkatkan memori, antibakteri, tonik, antiinflamasi, insektisida, antialergi, dan stimulan (Anonim, 2008).

Urticaceae Pilea

melastomoides

(Poir.) Bl. -

Pohpohan Daun Penapisan fitokimia simplisia daun pohpohan menunjukkan adanya golongan senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid dan flavonoid (Amalia et al., 2006).

Portulacaceae

Talinum

triangulare (Jacq.) Willd.

Ceylon spinach Daun Ginseng

Daun Mengandung saponin yang dapat merangsang selaput lendir, memecah butir darah merah hingga merangsang penambahan jumlah darah dan memperbaiki sirkulasi darah dalam tubuh; Mengandung flavonoid yang dapat mengurangi pembengkakan, bakterisidal & antivirus; mengandung minyak atsiri sebagai penambah nafsu makan (Hidayat, 2005).

Portulaca oleracea L.

Little hogweed Krokot Daun&

batang Antioksidan dan antimutagenik (Anonim, 2007), obat diare, penurun panas, dan obat radang lambung (Anonim, 2005).

11

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Leguminoceae Sesbania

grandiflora (L.) Pers.

Vegetable hummingbird

Turi Bunga Pelembut kulit, pencahar, dan penyejuk (IPTEKnet, 2007).

Alliaceae Allium

schoenoprasum L.

Wild chives Kucai Seluruh bagian

Mengatasi keputihan, darah tinggi, sembelit, sebagai antiseptik untuk membunuh kuman bakteri dalam usus dan menjadi perangsang dalam proses pengasaman usus, melancarkan aliran darah, menghindarkan pembekuan darah; Mengandung vitamin B, C, karoten dan komponen belerang (Anonim, 2008a).

Solanaceae Solanum torvum Swartz

Turkey berry Takokak Buah Melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan sakit (analgetik), dan mengatasi batuk (antitusif) (Anonim, 2007a), antiradang (Anonim, 2007b), antioksidan (Vimala et al., 1999), mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng, sakit pinggang, asam urat tinggi, keropos tulang, jantung berdebar-debar, dan menetralkan racun dalam tubuh (Wijayakusuma, 2006).

12

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Moringaceae Moringa pterygosperma Gaertn.

Horseradishtree Kelor Daun Menurunkan tekanan darah tinggi, diare, diabetes melitus (kencing manis), dan penyakit jantung (Anonim, 2007c). Rubiaceae Morinda citrifolia

L.

Indian mulberry Mengkudu Daun Mempunyai aktivitas antihelmintik, cukup baik melawan cacing Ascaris lumbricoides yang ada pada usus

Fabaceae Vigna unguiculata (L.) Walp.

Blackeyed pea Lembayung Daun Mengandung zat-zat protein, kalsium, fosfor, besi, belerang, magnesium, mangan, niasin, vitamin B1, B2, dan C (Anonim, 2008b).

Poaceae Saccharum edule Hassk.

Vegetable cane Terubuk Bunga Mengandung 4.6-6% protein, kalsium, fosfor dan asam askorbat (Terra, 1966).

Cucurbitaceae Sechium edule (Jacq.) Swartz.

Chayote Daun labu Daun Menurunkan hipertensi, arterioscleosis, batu ginjal, dan melancarkan sistem pernafasan dan pencernaan, serta melancarkan peredaran darah yang tersumbat (Anonim, 2008c).

Caricaceae Carica papaya L. Papaya Pepaya Bunga Mengandung flavonoid, tanin, steroid-triterpenoid, dan karbohidrat (Anonim, 2007).

13

Tabel 1. Deskripsi umum (suku, jenis, nama Inggris dan nama lokal), bagian yang dapat dimakan dan fungsi kesehatan dari 24 jenis sayuran indigenous Jawa Barat (lanjutan)

Family/suku Species/jenis Nama Inggris Nama Lokal BDD* Fungsi Kesehatan

Anacardiaceae Anacardium occidentale L.

Cashew Pucuk mete Daun Mengatasi pegal linu, daun dan kulitnya mengandung asam anakandat, kardol, zat samak, asam galat, gingkol, minyak lemak, protein, katekhin, dan sitosterin (Anonim, 2008d). Osmundaceae Arcypteris

irregularis (C.Presl) Ching.

Fern Pakis Daun

- * Bagian yang dapat dimakan (yang biasa dikonsumsi sebagai sayur)

14

B. KAROTENOID DAN β-KAROTEN

Karotenoid merupakan pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah serta larut dalam minyak/lipida. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0.5%) bersama-sama dengan klorofil (9.3%), terutama pada bagian atas permukaan daun, dekat dengan dinding-dinding palisade (Winarno, 1992). Karotenoid membentuk suatu kelas hidrokarbon berikatan rangkap banyak yang memiliki jumlah atom C sebanyak 40, yang disebut karoten dan turunan teroksigenasinya, yaitu santofil (Goh et al., 1987).

Menurut Meyer (1966), karotenoid dibagi atas 4 golongan, yaitu: 1) karotenoid hidrokarbon, C40H56 seperti α-, β-, -karoten, dan likopen, 2)

santofil atau oksikarotenoid dan derivat karoten yang mengandung oksigen dan hidroksil, antara lain kriptosantin (C40H55OH) dan lutein (C40H54(OH)2),

santasantin, zeasantin, dan astasantin (Stahl, Sies dan Sundquist, 1994). Oksikarotenoid ini merupakan turunan dari hidrokarbon karotenoid yang lebih polar dan mengandung setidaknya satu atom oksigen (Stahl, Sies dan Sundquist, 1994), 3) asam karotenoid yang mengandung gugusan hidroksil, 4) ester santofil asam lemak.

Struktur dasar karoten terdiri dari ikatan hirokarbon tidak jenuh, terbentuk dari 40 atom C, 8 unit isoprenil, 11 ikatan rangkap, dan memiliki 2 buah gugus cincin ionon (Winarno, 1992). Perbedaan struktur antara berbagai karoten terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai provitamin A (Bauernfeind, 1972).

Perbedaan antara satu provitamin A dengan provitamin A lainnya terletak pada struktur cincin yang terdapat di kedua rantai alifatik tersebut (rantai yang mengandung 4 gugus metil). β-karoten mempunyai 2 struktur cincin yg sama pada kedua sisi rantai karbon alifatiknya yaitu berupa cincin β ionon, karenanya mempunyai provitamin A yang maksimal. α-karoten mempunyai satu struktur cincin β-ionon dan di sisi lainnya terdapat struktur cincin α-ionon (ikatan rangkap pada posisi 4 dan 5), sedangkan -karoten pada satu sisi memiliki struktur cincin, tetapi memiliki jumlah atom karbon yang sama dengan provitamin A lainnya.

15 Karotenoid memiliki aktivitas vitamin A yang mengandung cincin β- ionon, disebut juga sikloheksenil, pada salah satu atau kedua ujung rantai polienanya. Cincin β-ionon dan gugus akhir dari suatu rantai, yaitu struktur retinil, menentukan aktivitas retinoid. Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), β-karoten memiliki dua buah cincin β-ionon dan menghasilkan 2 molekul vitamin A. Komponen lain seperti α-karoten, dimana setengah dari strukturnya identik dengan β-karoten hanya menghasilkan 1 molekul vitamin A.

Aktivitas vitamin A dari karoten juga dipengaruhi oleh bentuk isomernya. Bentuk trans karoten memiliki derajat aktivitas vitamin A lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis. β-karoten memiliki 100% aktivitas vitamin A, α-karoten memiliki 50-54% aktivitas vitamin A, dan -karoten memiliki 42-50% aktivitas vitamin A.

Winarno (1992) menyatakan bahwa 1 µg retinol ekivalen atau sering disebut 1 RE setara dengan 1 µg retinol atau 6.0 µg β-karoten, juga setara dengan 12 µg provitamin A lainnya, atau 3.33 SI aktivitas retinol, serta 9.9 SI aktivitas vitamin A dari β-karoten. Di dalam tubuh, β-karoten yg berasal dari makanan akan mengalami absorpsi dan metabolisasi. Sepertiga dari molekul β-karoten yang diabsorpsi berbentuk utuh diangkut oleh kilomikron, sisanya dibuang melalui ekskresi. Setengah dari β-karoten yang di absorpsi ini diubah menjadi retinol dalam mukosa usus dengan bantuan enzim 15, 15’ β-karoten dioksigenase (E.C.1.13.11.21) (Gross, 1991).

Karotenoid stabil dalam pH netral dan basa, namun sensitif terhadap asam, oksigen, cahaya dan panas yang dapat menyebabkan perubahan (rearrangement) pada ikatan rangkap dan isomerisasi cis-trans. Di alam karotenoid bersifat stabil, namun isolatnya mudah mengalami perubahan molekul, isomerisasi cis-trans, degradasi oleh panas, cahaya, oksigen, trace element, dan asam. Oksidasi karotenoid akan lebih cepat dengan adanya cahaya dan katalis logam. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Chichester dan Feeters, 1985). Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap oksidasi.

Analisis karotenoid lebih rumit karena senyawa ini mudah mengalami streomutasi, sensitif terhadap cahaya dan panas, serta mudah rusak secara

16 enzimatis misalnya dengan enzim lipoksigenase (Gross, 1991). Selain itu, pada sayuran berdaun hijau, proses ekstraksi biasanya mengeluarkan klorofil yang diketahui sebagai photosensitizer yang dapat memicu oksidasi cahaya.

Menurut Ball (2000), metode penentuan karotenoid pada tanaman tergantung pada distribusi karotenoid pada jaringan tanaman. Penentuan ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu 1) penentuan berdasarkan β-karoten saja, dimana metode ini cocok untuk sayuran berdaun hijau, brokoli, ubi jalar, tomat, dan semangka; 2) penentuan α- dan β-karoten untuk wortel dan squash; 3) penentuan β-kriptosantin dan β-karoten untuk almond dan apel. Analisis karoten spesifik pada sayuran umumnya dibatasi hanya pada penentuan β- karoten saja (Gross, 1991) karena β-karoten adalah karotenoid provitamin A yang umum terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Hampir dalam setiap sayuran dan buah segar, 85% total aktivitas vitamin A berasal dari β- karoten (Ball, 2000). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, karotenoid yang dominan dalam sayuran hijau adalah golongan β-karoten dan lutein (Puspitasari-Nienaber et al., 1996; Q Su et al., 2002). Kandungan karotenoid dan β-karoten berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan karotenoid pada berbagai jenis sayuran

Jenis Sayuran Karotenoid

(mg/100 g dry basis) β-karoten (mg/100 g dry basis) Katuk Sawi hijau Kangkung Daun singkong Daun melinjo Bayam Wortel Selada Daun pepaya Labu siam 43.42 13.13 15.62 52.39 45.08 24.73 13.84 4.06 36.23 0.17 6.72 3.25 3.14 7.58 6.46 6.92 8.57 1.74 10.27 0.03 Sumber: Subeki (1998)

17 Penyebab utama hilangnya karotenoid pada sayuran adalah oksidasi sebagai akibat tingginya struktur ikatan tak jenuh pada karotenoid. Degradasi karotenoid dapat terjadi karena: 1) autooksidasi yang berlangsung secara spontan dan menyebabkan reaksi berantai radikal bebas dengan adanya oksigen; 2) fotooksidasi yang dihasilkan oleh oksigen dengan adanya cahaya; 3) coupled oxidation dalam sistem yang mengandung lemak (Kidmose et al., 2002). Kerusakan karena reaksi enzimatis terutama karena enzim lipoksigenase. Enzim ini terdapat secara luas pada sayuran yang mengandung klorofil dan telah dilaporkan bahwa kehilangan karotenoid berhubungan dengan aktivitas enzim ini (Hutching, 1999).

Beberapa jenis karotenoid telah diketahui dapat menurunkan resiko terkena kanker, seperti likopen dapat mencegah kanker prostat. Lutein, zeasantin, dan α karoten dapat mencegah kanker paru-paru, kriptosantin dapat mencegah kanker leher rahim, β-karoten dapat mencegah kanker paru-paru dan kanker mulut (Toma et al., 1995). Adapun karotenoid yang banyak terdapat dalam sayuran hijau adalah β-karoten dan lutein (Puspitasari- Nienaber et al., 1996; Q Su et al., 2002) yang strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2. Struktur kimia β-karoten

18

C. ANTOSIANIN

Antosianin merupakan salah satu dari kelompok pigmen utama pada tanaman (Harborne dan Grayer, 1988). Pigmen ini berada pada sebagian besar tanaman tingkat tinggi dan terdapat pada seluruh bagian tanaman (Brouillard, 1982). Antosianin dapat memberikan warna merah, violet, ungu, dan biru pada daun, bunga, buah dan sayur (Bridle dan Timberlake (1997); Elbe dan Schwartz (1996); Francis (1989). Secara kimia, semua antosianin merupakan turunan dari kation flavilium (3,5,7,4’ tetrahidroksiflavilium) yang merupakan struktur dasar dari antosianidin (Bridle dan Timberlake, 1997) seperti terlihat pada Gambar 4. Pada molekul flavilium ini terjadi subtitusi dengan molekul OH dan OMe untuk membentuk antosianindin (Tranggono, 1990). Menurut Harborne dan Grayer (1988), semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin yang dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi, atau glikosilasi maka jenis antosianin lain terbentuk.

Gambar 4. Struktur dasar kation flavilium

Antosianin selalu terdapat sebagai glikosida di dalam tumbuhan. Sebagai glikosida, antosianin larut dalam air, tetapi setelah mengalami hidrolisis maka bentuk non glikosidanya (antosianidin) kurang larut dalam air (Wijaya et al., 2001). Terdapat 18 jenis antosianidin yang telah ditemukan, namun hanya enam yang memegang peranan penting dalam bahan pangan dan sering ditemukan, yaitu pelargonidin, sianidin, delpinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Tabel 3 menunjukkan sejumlah gugus pengganti yang paling umum ditemui pada antosianin (Tranggono, 1990).

19

Tabel 3. Gugus pengganti pada struktur kation flavilium untuk membentuk antosianin

Struktur Antosianidin

Gugus pada Karbon nomor

3’ 4’ 5’ Pelargonidin H OH H Sianidin OH OH H Delpinidin OH OH OH Peonidin OMe OH H Petunidin OMe OH OH

Malvidin OMe OH OMe

Jenis pigmen yang terdapat dalam bunga dan buah sebagian besar tidak berada dalam bentuk antosianidin, melainkan dalam bentuk glikosilasi. Glikosilasi diasumsikan dapat meningkatkan kestabilan dan kelarutan pigmen antosianin dalam air sebab antosianidin kurang stabil dan kurang larut dalam air dibandingkan dengan antosianin (Jackman dan Smith, 1996).

Menurut Markakis (1982), molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Gula yang paling banyak dijumpai adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa. Dalam tanaman, antosianin dalam bentuk glikosida yaitu ester dengan satu molekul monosakarida disebut monoglukosida dan biosida atau diglukosida jika memiliki dua molekul gula (Winarno, 1992).

Keragaman antosianin dapat terjadi karena perbedaan sifat gula, jumlah satuan gula dan letak ikatan gulanya. Molekul gula ini dapat memberikan dampak kestabilan pada molekul antosianin. Pada molekul gulanya sering terjadi asilasi sehingga terdapat molekul ketiga yang biasanya berupa asam ferulat, koumarat, kafeat, malonik, atau asetat (Tranggono, 1990). Antosianin yang terasilasi ditemukan pada kubis ungu, wortel ungu, lobak dan ubi jalar ungu dimana gugus asil ini dapat memperbaiki stabilitas pigmen antosianin (Bassa dan Francis, 1987). Kandungan antosianin pada beberapa komoditi buah dapat dilihat pada Tabel 4.

20 Stabilitas antosianin terutama dipengaruhi oleh pH, suhu, cahaya, oksigen, asam askorbat, enzim, ion logam, gula, dan kopigmentasi. Umumnya antosianin lebih stabil dalam kondisi asam, media bebas oksigen, Di dalam kondisi suhu dingin dan gelap (Nollet, 1996; Francis, 1989; Elbe dan Schwartz, 1996). Antosianin terdapat dalam empat bentuk struktur keseimbangan yaitu quinonodial base, katin flavilium berwarna merah, karbinol pseudobase, dan kalkon yang tidak berwarna. Bentuk keseimbangan ini sangat dipengaruhi pH. Pada pH rendah, struktur kation flavilium dominan, sedangkan pada pH 4-6 bentuk karbinol yang dominan (Elbe dan Schwartz, 1996). Semakin tinggi nilai pH maka warna dari antosianin menjadi semakin pucat dan akhirnya tidak berwarna. Antosianin lebih stabil pada larutan yang bersifat asam daripada larutan yang bersifat netral atau basa.

Disamping itu, warna dari pigmen antosianin juga dipengaruhi oleh pH. Kondisi yang sedikit asam akan meningkatkan intensitas warna dari pigmen tersebut. Selain itu, dengan terikatnya beberapa jenis gula juga dapat meningkatkan intensitas warna dari pigmen antosianin (Lewis et al., 1997). Warna pigmen juga dipengaruhi oleh pelarut. Warna antosianin akan menjadi lebih biru pada pelarut alkohol dibandingkan dengan pelarut air (Swain, 1976).

Tabel 4. Kandungan antosianin pada berbagai komoditi buah*

Jenis Buah Antosianin (mg/g dry basis)

Blueberries Capulin Strawberry Plum Apel Elderberries Kulit anggur Kubis Ungu Rosella

Kulit buah duwet**

1.10-1.90 0.32 0.07-0.75 0.05 0.01-0.1 2-10 0.51 0.82 15 3.89 Sumber: *Briddle dan Timberlake (1997); **Satyatama (2008)

21

D. ASAM ASKORBAT

Asam askorbat atau vitamin C pertama kali diisolasi oleh Szent Gyorgi pada tahun 1928. Vitamin ini merupakan vitamin yang mudah larut dalam air dan sedikit dalam alkohol, tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak, dan sejenisnya. Vitamin ini mempunyai sifat asam dan pereduksi yang sangat kuat, sifat-sifat tersebut disebabkan oleh adanya struktur enediol yang berkonjugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton (Andarwulan dan Koswara, 1992).

Vitamin C umumnya terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan segar. Buah mentah umumnya lebih banyak mengandung vitamin C, karena semakin tua buah atau sayur semakin berkurang kandungan vitaminnya. Kandungan asam askorbat berbagai jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan asam askorbat pada berbagai jenis sayuran

Jenis Sayuran Asam Askorbat

(mg/100 g dry basis) Katuk Sawi hijau Kangkung Daun singkong Daun melinjo Bayam Bunga kol Selada Daun pepaya Labu siam 1240 1091 322 1431 290 728 1222 180 675 264 Sumber: Subeki (1998)

Vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dibandingkan vitamin lainnya. Mudah sekali teroksidasi dan proses tersebut dipercepat dengan adanya panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta katalis tembaga dan besi. Oksidasi dapat diperlambat bila asam askorbat terdapat dalam kondisi asam atau pada suhu rendah (Winarno, 1992). Kerusakan asam askorbat juga dapat

22 terjadi karena aktivitas enzim seperti peroksidase, asam askorbat oksidase, sitokrom oksidase dan fenolase.

Asam askorbat dapat berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L- dehidroaskorbat, keduanya mempunyai kemampuan sebagai vitamin C. Asam askorbat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dan mudah tereduksi kembali menjadi bentuk semula. Oksidasi lebih lajut dari dehidroaskorbat akan membentuk asam diketogulonat yang tidak reversible dan tidak mempunyai aktivitas sebagai vitamin C (Pike dan Brown, 1975). Struktur kimia asam askorbat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur kimia asam askorbat

E. META-ANALISIS

Meta-analisis merupakan studi evaluasi secara statistik berdasarkan suatu seri percobaan yang telah dilakukan. Di dalam ilmu statistik, meta- analisis mengkombinasikan dan mengaitkan hasil dari beberapa studi dengan merujuk pada suatu hipotesis penelitian yang berhubungan dengan studi tersebut. Meta-analisis menghasilkan gambaran secara keseluruhan terhadap beberapa studi sekaligus yang dapat menghasilkan perkiraan yang lebih kuat dibandingkan dengan perkiraan dari satu macam studi yang hanya dilakukan dengan satu asumsi dan satu kondisi saja.

Pada penelitian ini dilakukan meta-analisis dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam 24 jenis sayuran indigenous, diantaranya meta-analisis

Dokumen terkait