Penelitian mengenai tema demokrasi tentu sudah sangat banyak dilakukan, baik didekati dengan pendekatan politik kontemporer maupun hubungannya dengan Islam dan kajian keislaman. Tapi penulis sedikit membatasi telaah pustaka ini khusus pada tema demokrasi dan hubungannya dengan Islam maupun pemikiran dan kajian keislaman untuk mendapatkan konstruksi gagasan yang lebih jelas. Sudah barang tentu, dalam hubungan antara ilmu tafsir dan demokrasi, karya tafsir klasik tidak banyak berisi mengenai tema demokrasi dibanding dengan dengan pemikiran ataupun karya tafsir masa modern kontemporer dimana terma demokrasi sudah luas dikenal. Pemikiran mengenai demokrasi oleh kalangan pemikir Islam nasional - konteks keindonesiaan maupun internasional.
17 Sohrah, “Konsep Syûra dan Gagasan Demokrasi: telaah ayat-ayat Al-Quran dalam Jurnal Ad-Daulah, Vol. 4 No.1, Juni 2015, hal. 199.
Dalam penelusuran penulis di antara beberapa kajian ataupun karya tulis yang membahas demokrasi baik berupa buku, skripsi, tesis dan lain-lain adalah sebagai berikut:
1. Sebuah Tesis oleh Badrun dengan judul “Demokrasi Pendidikan Islam dalam pemikiran Abdul Munir Mulkhan”. Dalam tesisnya Badrun mencoba mengungkap makna demokrasi pendidikan Islam yang digagas oleh Abdul Munir Mulkhan yang menurutnya merupakan salah satu wacana pendidikan kritis sebagai salah satu syarat penting bagi pertumbuhan sistem politik demokrasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada dasarnya prinsip demokrasi pendidikan itu memberi hak semua orang untuk mengambil keputusan dan juga demokrasi memandang semua orang mempunyai posisi yang setara. Oleh karena itu dalam demokrasi harus ada yang namanya kebebasan, harus ada penghormatan akan martabat orang lain, harus ada persamaan dan juga harus dapat menjamin tegaknya keadilan. Atas dasar demokrasi tersebut, Abdul Munir Mulkhan menggagas konsep pendidikan Islam yang demokratis dalam rangka menjembatani permasalahan-permasalahan yang ada. Selama ini pendidikan Islamdi anggap tidak demokratis, karena hanya sekedar transfer of knowledge atautransfer of value. Selain itu pendidikan Islam juga harus dapat memberi peluang kepada semua orang di semua zaman untuk dapat membaca, memahami, menafsirkan Al-Qur’an diatas dasar prinsip keterbatasan dan kemampuan manusia. Karena pada dasarnya Al-Qur’an diturunkan untuk semua. Oleh karena itu, Al-Al-Qur’an sebagai pedoman dan petunjuk perlu dan pasti dipahami dalam kapasitas dan keterbatasan manusia. Sehingga akan menjadikan umat Islam kaya akan ilmu pengetahuan dan juga terhindar dari pengertian dikotomik serta dapat bersaing dengan negara maju.
2. Fahmi Huwaydi dalam bukunya yang telah diterjemahkan berjudul
“Demokrasi Oposisi Dan Masyarakat Madani”. Ia berasumsi bahwa untuk memecahkan permasalahan duniawi diperlukan kombinasi antara Islam dan demokrasi. Buku ini mengungkap keprihatinan seorang Huwaydi kepada sebagian orang yang berpendapat bahwa antara Islam dan demokrasi tidak dapat diketemukan. Dengan narasi politis dan kesejarahan, Huwaydi melihat bahwa sikap umat Muslim, bukan Islam terhadap demokrasi, khususnya konteks politik Aljazair tahun 1990 menjadi sentral penting yang penuh dengan kerancuan karena menganggapnya sebagai rumusan dari Barat yang merupakan reinkarnasi dari kehinaan dan keburukan kolonialisme Barat.
Padahal menurut Huwaydi, Islam memiliki nilai nilai yang selaras dengan hakikat demokrasi.
3. Ihsan Nul Hakim, dalam Jurnal Madania, menuliskan tentang
“Islam dan Demokrasi: Studi Komparatif Antara Teori Politik Islam dan Demokrasi Barat”. Tulisan ini menjelaskan bahwa dalam demokrasi terdapat dua pandangan. Pertama, sebagai sebuah sistem dan bentuk negara, hal ini menurutnya tidak bisa diterima di karenakan dalam Islam tidak di jelaskan secara eksplisit mengenai sistem dan bentuk negara yang harus di terapkan dalam sebuah negara. Kedua, sebagai nilai-nilai universal, karena nilai nilai yang di bawa oleh sistem demokrasi sejalan dengan Islam. adapun prinsip-prinsil nilai demokrasi yang dimaksud antara lain adalah nilai kebebasan, egalitarianisme, dan pluralisme. Jadi sistem demokrasi bisa diterima dalam Islam, tapi bukan berarti Islam identik dengan demokrasi.
4. Aat Hidayat, dalam Jurnal Addîn, menuliskan tentang “Syûra dan Demokrasi dalam Prespektif Al-Qur’an”. Tulisan ini menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menjelaskan secara eksplisit mengenai system ataupun konsep demokrasi secara utuh, tetapi Al-Qur’an hanya saja menyebutkan perintah untuk selalu bermusyawarah. Prinsip demokrasi memiliki beberapa keselarasan dengan anjuran syûra yang terdapat di dalam Al-Qur’an antara lain, keadilan, persamaan, kemerdekaan, musyawarah, dan pertanggung jawaban.
5. Abdolkarim Soroush, dalam “Reason, Freedom & Democracy in Islam” mengemukakan ide pemerintahan yang religius dan demokratis (Democratic Religious Government) dalam rangka menjembatani hubungan antara demokrasi sebagai sistem politik dan Islam sebagai salah satu agama dalam masyarakat plural.
Soroush menulis: “In any event, religious goverment that are based on religious society will be democratic only when they seek to combine the satisfaction of the Creator and the created; when they are true both to the religious and extrareligious concerns; and when they equally respect prereligious and postreligious reason and morality. In the elusive and delicate balance between the two realm lies the rare elixir that the contemporary world, because of its neglect, finds unattainable or undesireable”
6. Sebuah buku dengan judul “Demokrasi dan Civil Society” karya Prof. Dr. Muhammad AS Hikam. Buku ini merupakan bagian disertasinya dalam ilmu politik. Bahwa walaupun paraktik demokrasi di Indonesia belum berjalan sebagamana mestinya, tetapi diskursus mengenai demokrasi telah jauh berkembang, sehingga
diskusi tentang demokrasi tidak cukup lagi dengan bahasa umum yang abstrak. Saat ini diperlukan pembahasan yang lebih elaborative, menelaah semua elemen yang membentuknya, seperti Civil Society.
7. Sebuah tesis dengan Judul “Islam dan Demokrasi studi terhadap nilai-nilai demokrasi di Pondok Pesantren Madinatunnajah tanggerang selatan (1997-2015)” karya Nova Rizqiawati. Penelitian ini pada kesimpulannya ingin melihat pengembangan budaya demokrasi dan penerapan nilai-nilai demokrasi dalam wilayah pesantren.
Dari sekian penelitian ataupun kajian tentang demokrasi terlihat telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Akan tetapi kajian secara spesifik yang membahas demokrasi dalam Al-Qur’an menurut Quraish Shihab seperti yang terlihat diatas dirasa belum ada. Adapun Hal yang membedakan dengan penelitian ini adalah penulis lebih mengangkat konteks penafsiran yang luas dalam konteks dunia Islam melalui tafsir Al-Mishbâẖ yang merupakan karya tokoh sebagai objek pilihan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana yang telah dijelaskan di latar belakang. Hal ini perlu dilakukan sekaligus mengenalkan bagaimana metode cara yang ditempuh dari seorang Muhammad Quraish Shihab dalam hal kontekstualisasi penafsiran Al-Quran.
Sedangkan demokrasi ditilik dari pemikiran tokoh maupun kelompok bisa di telusuri lewat daftar skripsi berikut ini:
- Demokrasi Perspektif Hizbu at-Tahrîr dan al-Ikhwân al-Muslimûn.
- Syûra dan Demokrasi dalam Pandangan Abu Bakar Ba’asyir dan Muhammad Thalib.
- Demokrasi dalam Islam (Studi atas Pemikiran Khaled Abou el-Fadl) - Konsep Ummatan Wasatan dan Signifikansinya Terhadap Pengembangan Demokrasi Indonesia: Kajian Tafsîr Fî Zilâl Al-Qur’an.
- Demokrasi dan Syûra Dalam Al-Qur’an menurut Muhammad Abid Aljabiri
- Demokrasi dalam Islam (Studi Perbandingan Pemikiran Murcholish Madjid dan Bachtiar Effendy)
Kajian ataupun Penelitian diatas tidak bisa mengakomodir semua judul yang berkaitan dengan demokrasi, penulis hanya mampu menampilkan beberapa judul yang terkait menunjukkan bahwa minat penelitian terhadap tema demokrasi cukup tinggi.