• Tidak ada hasil yang ditemukan

Domba garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba asli Indonesia, domba merino, dan domba Kaapstad dari Afrika (Rismayanti 2010). Domba garut juga dikenal dengan sebutan domba priangan, karena berasal dari Jawa Barat khususnya Kabupaten Garut dan sekitarnya.

Domba garut memiliki ciri-ciri morfologi kepala yang pendek, dahi sedikit lebar, bentuk kepala cembung, bentuk telinga rumpung sampai ngadaun hiris (4-8 cm), ekor berbentuk segitiga terbalik dengan timbunan lemak pada pangkal ekor dan mengecil pada bagian bawah, berbadan besar, lebar serta kuat. Bobot badan rata-rata domba garut jantan 57.74 kg dengan ciri morfologi memiliki tanduk yang besar, kokoh dan melingkar, sedangkan domba betina memiliki bobot badan rata- rata 36.89 kg dan tidak bertanduk, walaupun bertanduk ukurannya kecil. Domba garut memiliki warna bulu beragam, ada yang putih, hitam, coklat atau warna campuran tetapi pada umumnya berwarna dasar putih (Heriyadi et al. 2002).

Pubertas domba garut terjadi pada umur 7-10 bulan dengan bobot badan domba jantan berkisar antara 16.8–24.0 kg dan 14.5 kg pada domba betina. Bobot badan pada waktu pubertas berkisar antara 38–60% dari bobot badan dewasa (Prajoga et al. 2009).

Spermatogenesis

Proses spermatogenesis secara sempurna diawali setelah hewan mencapai dewasa kelamin (pubertas) dan terdiri dari dua fase utama. Fase pertama meliputi pembelahan mitosis awal sel spermatogonia kemudian diikuti pembelahan meiosis, yaitu terjadi perkembangan jumlah kromosom diploid (2N) menjadi haploid (N) yang dilanjutkan pembelahan mitosis dari jumlah sel menjadi dua kali. Fase pertama dari proses spermatogenesis disebut spermatocytogenesis yang diakhiri dengan terjadinya pembentukan spermatid (Salisbury dan Vandemark 1985).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan yang mengandung 30% limbah tauge dan 30% Indigofera sp terhadap kualitas spermatozoa domba garut yang disimpan pada pengencer tris kuning telur.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh pemberian pakan limbah tauge dan Indigofera sp terhadap kualitas spermatozoa domba garut yang disimpan pada pengencer tris kuning telur, serta mempertahankan kualitas pejantan domba garut sebagai sumber bibit.

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Garut

Domba garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba asli Indonesia, domba merino, dan domba Kaapstad dari Afrika (Rismayanti 2010). Domba garut juga dikenal dengan sebutan domba priangan, karena berasal dari Jawa Barat khususnya Kabupaten Garut dan sekitarnya.

Domba garut memiliki ciri-ciri morfologi kepala yang pendek, dahi sedikit lebar, bentuk kepala cembung, bentuk telinga rumpung sampai ngadaun hiris (4-8 cm), ekor berbentuk segitiga terbalik dengan timbunan lemak pada pangkal ekor dan mengecil pada bagian bawah, berbadan besar, lebar serta kuat. Bobot badan rata-rata domba garut jantan 57.74 kg dengan ciri morfologi memiliki tanduk yang besar, kokoh dan melingkar, sedangkan domba betina memiliki bobot badan rata- rata 36.89 kg dan tidak bertanduk, walaupun bertanduk ukurannya kecil. Domba garut memiliki warna bulu beragam, ada yang putih, hitam, coklat atau warna campuran tetapi pada umumnya berwarna dasar putih (Heriyadi et al. 2002).

Pubertas domba garut terjadi pada umur 7-10 bulan dengan bobot badan domba jantan berkisar antara 16.8–24.0 kg dan 14.5 kg pada domba betina. Bobot badan pada waktu pubertas berkisar antara 38–60% dari bobot badan dewasa (Prajoga et al. 2009).

Spermatogenesis

Proses spermatogenesis secara sempurna diawali setelah hewan mencapai dewasa kelamin (pubertas) dan terdiri dari dua fase utama. Fase pertama meliputi pembelahan mitosis awal sel spermatogonia kemudian diikuti pembelahan meiosis, yaitu terjadi perkembangan jumlah kromosom diploid (2N) menjadi haploid (N) yang dilanjutkan pembelahan mitosis dari jumlah sel menjadi dua kali. Fase pertama dari proses spermatogenesis disebut spermatocytogenesis yang diakhiri dengan terjadinya pembentukan spermatid (Salisbury dan Vandemark 1985).

Fase kedua yaitu spermiogenesis. Pada fase ini spermatid akan mengalami perubahan bentuk dan menghasilkan spermatozoa yang sempurna. Perubahan yang terjadi diantaranya perubahan akrosom, kepala bagian tengah dan ekor spermatozoa serta bagian-bagian dari berbagai materi seluler. Sel spermatozoa selama proses pendewasaannya akan melekat pada sel sertoli yang terbentuk dari membran basal tubuli seminiferi dan menerima makanan dari sel tersebut sampai spermatozoa siap dilepaskan dan masuk ke dalam lumen tubuli untuk dikeluarkan melalui saluran pengeluaran (Salisbury dan Vandemark 1985).

Proses spermatogenesis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kualitas dan kuantitas pakan, hormon serta kondisi lingkungan. Spermatogenesis

merupakan proses pembentukan sel spermatozoa sehingga kandungan karbohidrat sebagai sumber energi, lemak, protein atau asam amino dan vitamin yang terkandung di dalam pakan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi berlangsungnya proses tersebut. Karbohidrat dimanfaatkan oleh spermatozoa untuk menghasilkan energi berupa ATP. Energi tersebut akan digunakan oleh spermatozoa agar tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez 2000). Lemak seperti phospolipid dan kolesterol juga sangat berpengaruh dalam proses spermatogenesis. Menurut Situmorang et al. (2002) pemberian phospolipid dapat meningkatkan daya hidup spermatozoa dan menurut Subowo (1995) kolesterol berperan penting dalam stabilisasi membran spermatozoa.

Kandungan protein kasar di dalam pakan limbah tauge sebesar 13%-14% (Rahayu et al. 2010) dan Indigofera spsebesar 22.3%-31.1% (Hassen et al. 2007) berfungsi sebagai zat pembentuk sel-sel spermatozoa. Menurut Cameron et al.

(1988), ternak yang diberi pakan dengan kandungan protein dan energi yang tinggi akan mengalami peningkatan produksi spermatozoa. Tingginya kandungan protein yang terdapat dalam pakan juga dapat mempengaruhi kualitas semen yang dihasilkan seperti terjadi peningkatan volume, motilitas, konsentrasi dan persentase hidup spermatozoa (Dethan et al. 2010). Disamping karbohidrat, lemak dan protein, di dalam pakan juga harus terkandung vitamin seperti vitamin E yang dapat memperbaiki proses spermatogenesis dan kualitas spermatozoa, serta berfungsi sebagai antioksidan terhadap radikal bebas dengan mempertahankan membran plasma spermatozoa dari kerusakan karena peroksidasi lipid (Alawiyah dan Hartono 2006).

Karakteristik Semen Domba

Semen merupakan cairan yang diejakulasikan oleh alat kelamin jantan dan secara normal disekresikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Semen terdiri atas sel spermatozoa (gamet jantan) dan campuran antara cairan seluler dan sekresi-sekresi kelenjar asesoris (plasma seminalis) yang berasal dari saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez 2000).

Semen yang diejakulasikan oleh pejantan dikatakan normal apabila mengandung spermatozoa dengan daya gerak aktif dan gerakan massa bergelombang. Banyaknya jumlah spermatozoa yang terkandung di dalam semen akan mempengaruhi sifat dan penampakannya. Semen yang terlihat encer, jernih, berwarna seperti susu mengandung jumlah spermatozoa sedikit dan konsentrasi rendah, sedangkan semen yang keruh dan kental serta berwarna krem memiliki

konsentrasi spermatozoa yang tinggi. Semen yang mengandung spermatozoa mati dalam jumlah banyak akan berwarna kecoklatan (Salisbury dan vandemark 1985).

Volume semen domba berkisar antara 0.5 sampai 2.5 ml dengan konsentrasi 1.500 juta sampai 3.000 juta sel per ml semen dan persentase spermatozoa hidup sekitar 90%. Derajat keasaman (pH) berkisar antara 5.9 sampai 7.3. Semen dengan konsentrasi spermatozoa yang tinggi bereaksi agak asam, sedangkan konsentrasi rendah bereaksi agak basa. Sekitar 5% sampai 15% dari total volume semen mengandung spermatozoa yang memiliki bentuk abnormal. Jika persentase abnormalitas spermatozoa diatas 20%, menunjukkan bahwa domba memiliki fertilitas yang rendah (Toelihere 1981).

Pengencer Tris Kuning Telur

Pengencer semen adalah bahan yang ditambahkan ke dalam semen segar yang berkualitas dan berfungsi sebagai media penyimpanan baik untuk semen cair maupun semen beku. Pada proses pengolahan semen, pemilihan jenis pengencer yang optimal sangat berpengaruh terhadap kualitas semen yang disimpan. Salah satu bahan pengencer yang paling sering digunakan sebagai komponen dasar pengencer semen pada sapi, babi dan domba adalah Tris hidroxymethil aminomethan (C4H11NO3) (Rizal et al. 2002).

Bahan pengencer yang digunakan untuk proses pengenceran semen harus mengandung buffer, nutrisi, anti cold shock (anti kejutan dingin) dan antibiotik.

Buffer berfungsi mengatur tekanan osmotik dan menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari sisa metabolisme spermatozoa. Buffer yang umum digunakan adalah tris (hydroxymethyl aminomethan) karena memiliki kemampuan sebagai penyangga yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi (Steinbach dan Foote 1967).

Karbohidrat merupakan salah satu sumber nutrisi yang paling banyak digunakan karena mengandung fruktosa, sehingga mudah dimetabolisasi oleh spermatozoa (Toelihere 1993). Karbohidrat yang terkandung di dalam bahan pengencer mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai sumber energi, mengatur tekanan osmotik dan sebagai krioprotektan ekstraseluler. Bahan anti cold shock

yang umum digunakan adalah kuning telur atau kacang kedelai, karena dapat melindungi spermatozoa terhadap perubahan suhu selama proses pengolahan semen (Yildiz et al. 2000). Penisilin dan streptomisin merupakan antibiotik yang sering ditambahkan ke dalam bahan pengencer semen dan berfungsi sebagai zat- zat penghambat pertumbuhan organisme (Toelihere 1981).

Limbah Tauge

Limbah tauge merupakan bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi manusia, berupa kulit tauge atau yang lebih dikenal dengan sebutan angkup tauge dan berwarna hijau, serta biasanya bercampur dengan sedikit potongan ekor atau kepala tauge yang bentuknya tidak utuh. Secara umum limbah ini termasuk dalam limbah pasar, dikarenakan pemisahan tauge terjadi di pasar dan menumpuk bersama dengan limbah pasar lainnya. Berdasarkan hasil survei yang telah

dilakukan oleh Rahayu et al. (2010), menunjukkan bahwa potensi ketersediaan limbah tauge di kota Bogor mencapai 1.5 ton/hari.

Tauge dihasilkan dari kacang hijau yang memiliki kandungan protein tinggi dan susunan asam amino mirip dengan kedelai. Menurut Mubarak (2005) komposisi kimia tauge terdiri dari air 97.5g, abu 37.6g, lemak 1.85g, serat kasar 4.63g, karbohidrat 62.3g. Adapun menurut Rahayu et al. (2010) limbah tauge mengandung 63.35% air, 7.35% abu, 1.17% lemak, 13%-14% protein, 49.44% serat kasar dan 64.65% Total Digestible Nutrien (TDN).

Pakan limbah tauge mengandung vitamin E sebesar 15.3 mg/100g (Amilah dan Astuti 2006) yang berfungsi sebagai antioksidan dan mampu mempertahankan integritas membran sel spermatozoa dari berbagai kerusakan akibat radikal bebas. Selain itu vitamin E berfungsi dalam proses spermatogenesis sebagai agen pemacu fertilitas dengan menormalkan fungsi epitel pada tubuli seminiferi dalam memproduksi spermatozoa, sehingga dapat meningkatkan jumlah dan konsentrasi spermatozoa. Jika terjadi defisiensi vitamin E akibat degenerasi epitel tubuli seminiferi, maka dapat mengakibatkan proses spermatogenesis dan produksi spermatozoa terhambat. Limbah tauge juga mengandung mineral Zinc (Zn) 2.68 mg/100g yang dapat digunakan oleh spermatozoa untuk mempertahankan integritas sel dan stabilisasi membran selnya, sehingga kerusakan membran plasma akibat proses penyimpanan pada temperatur rendah dapat diminimalisir (Taylor et al. 1988)

Legume Indigofera sp

Menurut Tjelele (2006), Indigofera merupakan tanaman dari kelompok kacang-kacangan (family Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di Benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Sekitar tahun 1900 Indigofera sp dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa dan terus berkembang secara luas. Duke (1981), menyatakan tanaman Indigofera

tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, meliputi kawasan Afrika, Asia Timur, Amerika Utara dan Amerika Selatan.

Tanaman Indigofera sp dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan kandungan nitrogen, fosfor, dan kalsium. Indigofera sp mengandung protein kasar 22.3%-31.1%, serat kasar 15.25%, kalsium 0.22% dan fosfor 0.18%. Legume Indigofera sp. memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas. Kandungan protein yang tinggi disertai serat relatif rendah dan tingkat kecernaan tinggi menyebabkan tanaman ini digunakan sebagai sumber hijauan pakan dasar maupun pakan suplemen yang kaya akan protein dan energi, terlebih untuk ternak dalam status produksi tinggi (Hassen et al. 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hassen et al. (2007), tanaman Indigofera sp juga dapat memenuhi kebutuhan Ca, Mg, Mn dan Zn ternak ruminansia. Zn sebesar 27.2-50.2 ppm yang terkandung pada Indigofera sp berfungsi dalam proses perkembangan organ reproduksi jantan, proses spermatogenesis, serta proses produksi, penyimpanan dan sekresi hormon testosteron yang diperlukan dalam proses pematangan akhir spermatozoa. Selain

itu, Indigofera sp juga mengandung asam amino arginin sebesar 1mg/kg pakan

Indigofera sp (Abdullah 2010).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2011. Pemeliharaan domba garut dan pengambilan sampel semen cair dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu gelas objek, pipet, pipet ukur, mikropipet (10 μl dan 100 μl), mikroskop, gelas penutup, kamar hitung Neubauer, heating table, tabung effendorf, alat penghitung hidup dan mati spermartozoa, ice box, water bath, tabung pengencer dan vagina buatan.

Bahan yang digunakan yaitu semen cair, larutan pengencer tris kuning telur, alkohol 70%, kapas, formal saline, NaCl 0.9%, eosin nigrosin, tisu, 4 ekor domba garut jantan berumur 11 bulan, tepung limbah tauge, tepung Indigofera sp dan larutan hipoosmotik swelling (HOS) test.

Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini yaitu empat ekor domba garut jantan berumur ± 8 bulan yang dikandangkan dalam kandang individu. Setelah domba berumur 11 bulan sampel semen hasil ejakulat diambil untuk dievaluasi. Rataan bobot badan awal domba sebesar 14.93 kg. Domba tersebut dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 2 ekor domba. Pada penelitian ini tidak menggunakan kontrol.

Pemeliharaan

Pemeliharaan domba garut dilakukan selama tiga bulan dan diberikan ransum seperti dibawah ini. Domba garut kelompok pertama diberikan pakan yang mengandung 30% limbah tauge dan domba garut kelompok kedua diberikan pakan yang mengandung 30% Indigofera sp.

itu, Indigofera sp juga mengandung asam amino arginin sebesar 1mg/kg pakan

Indigofera sp (Abdullah 2010).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga September 2011. Pemeliharaan domba garut dan pengambilan sampel semen cair dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fertilisasi In Vitro Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yaitu gelas objek, pipet, pipet ukur, mikropipet (10 μl dan 100 μl), mikroskop, gelas penutup, kamar hitung Neubauer, heating table, tabung effendorf, alat penghitung hidup dan mati spermartozoa, ice box, water bath, tabung pengencer dan vagina buatan.

Bahan yang digunakan yaitu semen cair, larutan pengencer tris kuning telur, alkohol 70%, kapas, formal saline, NaCl 0.9%, eosin nigrosin, tisu, 4 ekor domba garut jantan berumur 11 bulan, tepung limbah tauge, tepung Indigofera sp dan larutan hipoosmotik swelling (HOS) test.

Hewan Coba

Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini yaitu empat ekor domba garut jantan berumur ± 8 bulan yang dikandangkan dalam kandang individu. Setelah domba berumur 11 bulan sampel semen hasil ejakulat diambil untuk dievaluasi. Rataan bobot badan awal domba sebesar 14.93 kg. Domba tersebut dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 2 ekor domba. Pada penelitian ini tidak menggunakan kontrol.

Pemeliharaan

Pemeliharaan domba garut dilakukan selama tiga bulan dan diberikan ransum seperti dibawah ini. Domba garut kelompok pertama diberikan pakan yang mengandung 30% limbah tauge dan domba garut kelompok kedua diberikan pakan yang mengandung 30% Indigofera sp.

Ransum

Pakan untuk domba garut diberikan dalam bentuk pellet untuk mengurangi tingkah laku domba dalam memilih pakan yang dikonsumsi. Pakan diberikan sebanyak 1kg/hari, dengan rasio hijauan dan konsentrat 30:70. Jumlah protein kasar yang terdapat dalam kedua pakan (limbah tauge dan Indigofera sp) sebesar 18%. Sumber protein hijauan berasal dari limbah tauge dan legume Indigofera sp, sedangkan campuran konsentrat terdiri atas onggok, jagung kuning, dan bungkil kelapa. Kadar zat makanan ransum disesuaikan dengan kebutuhan domba masa pertumbuhan (NRC 2007). Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.

Tabel 1 Komposisi Bahan Pakan Ransum Penelitian Berdasarkan Bahan Kering Bahan Pakan

Perlakuan Ransum Indigofera sp

(%)

Ransum Limbah Tauge (%) Indigofera sp. 30 0 Limbah Tauge 0 30 Onggok 12 10 Jagung 10 10 Bungkil kelapa 32 32 Bungkil kedelai Molases CaCO3 8 5 2.5 10 5 2.5 NaCl Premix 0.3 0.2 0.3 0.2 Jumlah 100 100 Pelaksanaan Penelitian Penampungan Semen Domba Garut

Penampungan semen domba garut dilakukan dengan menggunakan vagina buatan. Pada saat penampungan sampel semen, digunakan domba betina sebagai

teasers untuk memancing libido domba jantan. Penampungan semen dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 2 hari yaitu pada hari senin, rabu dan jumat. Semen yang telah diperoleh kemudian dievaluasi secara makroskopis lalu diencerkan menggunakan pengencer tris kuning telur, untuk selanjutnya dievaluasi secara mikroskopis selama 5 hari di Laboratorium fertilisasi In Vitro, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pengamatan Makroskopis Spermatozoa

Evaluasi spermatozoa secara makroskopis meliputi pengamatan terhadap warna, konsistensi, pH dan volume. Pengamatan terhadap warna semen dilakukan dengan menggunakan penerangan sinar matahari untuk melihat warna semen yang telah ditampung. Konsistensi semen diamati dengan cara tabung effendorf yang berisi semen dibalik sejauh 45o, kemudian dikembalikan ke posisi semula. konsistensi semen dapat dikatakan cair jika proses kembalinya semen ke dasar tabung berlangsung cepat sedangkan jika kembalinya semen ke dasar tabung lambat maka konsistensi semen kental.

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan kertas pH yang dicelupkan ke dalam semen. Hasil yang terlihat kemudian dicocokkan pada indikator warna yang terdapat pada kertas pH. Pengukuran terhadap volume semen dilakukan dengan cara semen yang sudah ditampung diukur dengan menggunakan pipet ukur yang mempunyai skala 0.1 ml, kemudian dilakukan pembacaan terhadap skala yang ditunjukkan pipet ukur.

Penyimpanan Semen Segar pada Pengencer Tris Kuning Telur

Semen yang sudah diamati secara makroskopis lalu dimasukkan dalam larutan pengencer tris kuning telur. Larutan pengencer tris kuning telur dibuat dengan mencampurkan buffer tris (3.87g tris Hydroxymethil aminomethan, 2.17g asam sitrat, 1.56g fruktosa dan 100 ml aquadest) dan kuning telur, dengan perbandingan 1:8. Sebanyak 2 ml dari larutan pengencer tris kuning telur ditambahkan dengan semen segar sebanyak 0.25 ml lalu dimasukkan kedalam tabung pengencer. Campuran tersebut lalu disimpan pada lemari pendingin yang bersuhu 5 oC dan dievaluasi selama 5 hari berturut-turut.

Pengamatan Mikroskopis Spermatozoa

Semen yang telah diencerkan kemudian dievaluasi secara mikroskopis yang meliputi pengamatan terhadap konsentrasi, gerakan massa, motilitas, persentase spermatozoa hidup, keutuhan membran plasma dan abnormalitas spermatozoa.

Konsentrasi Spermatozoa

Konsentrasi spermatozoa dihitung hanya sekali pada hari pertama penampungan semen menggunakan kamar hitung Neubauer. Penghitungan dilakukan dengan terlebih dahulu membuat pengenceran 500x antara semen segar 1 µl dan 499 µl formal saline yang kemudian dihomogenkan. Campuran yang telah homogen kemudian diteteskan kedalam kamar hitung Neubauer dan dilakukan evaluasi dengan perbesaran mikroskop 400x. Penghitungan dilakukan pada 5 kotak haemocytometer yaitu pada keempat kotak yang ada di tepi dan 1 kotak pada bagian tengah.

Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan rumus :

Gerakan Massa

Evaluasi terhadap gerakan massa spermatozoa dilakukan dengan cara satu tetes semen cair diteteskan pada gelas objek yang steril dan langsung diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 400x.

Motilitas

Peniliaian motilitas spermatozoa dilakukan dengan mencampur 3-4 tetes NaCl 0.9% dengan beberapa tetes semen cair pada gelas objek yang telah dihangatkan kemudian dihomogenkan dengan menggunakan gelas penutup. Campuran yang telah homogen lalu dipindahkan ke gelas objek yang baru menggunakan gelas penutup dan dievaluasi dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Hasil yang diperoleh dinilai dalam bentuk % dengan kisaran 0%-100%.

Persentase Spermatozoa Hidup

Penghitungan persentase spermatozoa hidup dan mati dilakukan dengan menyiapkan tiga buah gelas objek yang bersih dan bebas lemak. Pada gelas objek pertama diteteskan sampel semen cair dan 2-3 tetes pewarna eosin nigrosin kemudian dihomogenkan. Campuran yang telah homogen diambil dengan menggunakan gelas objek kedua lalu dibuat preparat ulas pada gelas objek ketiga. Gelas objek yang akan dievaluasi dikeringkan pada heating table dan dilakukan penghitungan dibawah mikroskop menggunakan perbesaran 400x, dengan menghitung jumlah spermatozoa yang terdapat dalam 10 lapang pandang. Jumlah sel spermatozoa dari 10 lapang pandang minimal 200 sel spermatozoa.

Persentase spermatozoa yang hidup dihitung dengan rumus: = ∑

Keutuhan Membran Spermatozoa

Pemeriksaan keutuhan membran spermatozoa dilakukan dengan metode

hypoosmotic swelling (HOS) test. Larutan HOS test yang digunakan merupakan campuran dari 0.675g fruktosa dan 0.735g natrium sitrat dalam 50 ml aquades. Sebanyak 499 µl larutan HOS test dicampurkan dengan 1 µl sampel semen, kemudian diinkubasi selama 30 menit dengan suhu 37 °C di dalam water bath. Campuran tersebut kemudian diteteskan pada gelas objek dan ditutup dengan gelas penutup untuk selanjutnya dievaluasi di bawah mikroskop menggunakan perbesaran 400x, dengan menghitung jumlah sel spermatozoa yang terdapat dalam 10 lapang pandang. Jumlah sel spermatozoa dari 10 lapang pandang minimal 200 sel spermatozoa.

Persentase membran plasma utuh dihitung dengan rumus :

= ∑

Abnormalitas Spermatozoa

Pemeriksaan abnormalitas spermatozoa dihitung dari jumlah persentase spermatozoa yang masih memiliki cytoplasmic droplet dan spermatozoa yang mengalami abnormalitas sekunder. Evaluasi dilakukan menggunakan preparat ulas yang telah dibuat pada pemeriksaaan persentase spermatozoa hidup dan dilakukan penghitungan dibawah mikroskop menggunakan perbesaran 400x. Penghitungan dilakukan dengan mengamati cytoplasmic droplet danabnormalitas sekunder spermatozoa dari 10 lapang pandang dengan jumlah sel minimal yang dihitung 200 sel spermatozoa.

Persentase abnormalitas dihitung dengan rumus :

= ∑

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif terhadap data hasil pengamatan warna, konsistensi, pH, volume dan gerakan massa. Data hasil pengamatan terhadap konsentrasi spermatozoa dan jumlah cytoplasmic droplet spermatozoa dianalisis dengan menggunakan T-Test. Data hasil pengamatan terhadap motilitas, persentase hidup, keutuhan membran plasma dan abnormalitas sekunder spermatozoa menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 2x5. Faktor pertama merupakan jenis pakan yang

Dokumen terkait