• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cook-chill foods

Definisi dan Proses Produksi

Byrne (1986) mendefinisikan cook-chill foods sebagai produk makanan dalam bentuk lauk atau makanan lengkap yang diproduksi dengan cara dimasak terlebih dahulu (cooked) dan kemudian didinginkan (chilled). Creed (2001) mendefinisikan cook-chill foods sebagai makanan yang sebelumnya disiapkan, dimasak, didinginkan, dan kemudian disimpan di dalam refrigerator dan kemudian dipanaskan kembali sebelum disajikan. Prinsip dasar dari cook-chill foodsadalah suatu sistem katering komplit yang didasari oleh preparasi makanan dalam jumlah

 

 

   

Gambar 1 Contoh sistem cook-chill foods pada unit usaha di bidang pangan

besar pada suatu titik/lokasi, dan kemudian menggunakan teknik pendinginan (chilling) cepat dan penggunaan refrigerator untuk menyimpan makanan yang sudah dimasak tersebut sampai kemudian disajikan kembali. Gambar 1 di bawah adalah tahapan tipikal pada sistem produksi cook-chill foods yang digunakan oleh unit usaha makanan menurut Food Safety Authority of Ireland (2006).

Definisi dari proses pemasakan pada cook-chill foods adalah proses pemanasan yang cukup untuk membunuh bakteri patogen (Listeria monocytogenes) sebanyak 6D. Beberapa produk cook-chill foods membutuhkan pemasakan oleh konsumen karena mungkin ada beberapa bahan baku yang masih mentah, sedangkan produk cook-chil-food lainnya bisa langsung dimakan (ready- to-eat) atau dimakan setelah dihangatkan kembali (ready-to-reheat) (Fellows, 2000).Setelah preparasi, cook-chill foods diporsi dan didinginkan dalam jangka waktu 30 menit sesudah dimasak. Pendinginan sampai suhu 3oC harus sudah dilakukan dalam jangka waktu 90 menit dan makanan harus disimpan pada suhu 0-3oC (Hill, 1987). Spora dari patogen lainnya yang bisa tahan pemanasan dan patut diwaspadai hadir pada cook-chill foods antara lain (Rybka-Rodgers, 2006); non proteolitik psikrotropik C. botulinum tumbuh pada >3oC; Bacillus cereus tumbuh pada >4o C; proteolitik C. botulinum tumbuh pada >10oC; dan Clostridium perfringens tumbuh pada >15oC. Pertumbuhan bakteri pada cook- chill foods tergantung dari beberapa faktor lingkungan dan intrinsik dari makanan, seperti pH dan aw.

Pemasakan (temperatur internal minimum 70oC selama  2 menit atau yang ekuivalen) 

Pengantaran dan Penyimpanan Bahan Baku  Preparasi dan Pemorsian Bahan Baku

Suplai Bahan Baku 

Pendinginan cepat (rapid chilling) (<3oC < 150 menit) 

Penyimpanan dingin (<3oC)

Distribusi dingin  (<3oC)  Sajian dingin   Pemanasan ulang (>70oC)

Sajian Panas 

Bacillus cereus

Karakteristik

Genus Bacillus dari famili Bacillaceae bersifat gram-positif, membentuk endospora, berbentuk batang kemoheterotropik yang bersifat motil (Prescott et al., 2005).Bacilus cereus sudah diasosiakan dengan keracunan pangan di Eropa sejak 1906 dan bersifat aerobik (Jay et al., 2005), akan tetapi juga bisa tumbuh baik secara anaerobik (fakultatif anaerobik) (Doyle et al., 2001). Genus Bacillus terlalu luas sebagai genus tunggal. Berdasarkan analisis pada sekuens 16S rRNA dari Bacillus diperoleh hasil bahwa setidaknya ada lima grup rRNA di dalam genus Bacillus. Bacillus anthracis, B. cereus, B. mycoides, B. thuringiensis, B. pseudomycoides, dan B. weihenstephanensis masuk ke dalam grup B. cereus (Doyle, 2001). B. antracis, agen penyebab antrax pada mamalia, bisa dibedakan dengan jelas dari anggota grup lainnya karena tahan pada penisilin dan tidak adanya hemolisis pada sheep blood agar (Riemann & Cliver, 2006). Spesies yang lainnya seperti B. thuringiensis dibedakan berdasarkan pergerakannya (motility) dan pembentukan crystalline parasporal inclusion bodies (Kramer & Gilbert, 1989). Akan tetapi properti ini kemungkinan hilang pada saat isolat dikultur, oleh sebab itu banyak orang menggabungkan B. cereus, B. mycoides, B. thuringiensis, B. pseudomycoides, dan B. weihenstephanensis masuk ke dalam grup B. cereus, dan memperlakukan semua isolat sebagai satu kesatuan (Riemann & Cliver, 2006). Anggota yang paling baru, yaitu B. weihenstephanensis, bisa tumbuh pada 4-7oC, bukan pada 47oC.Spesies baru ini dimasukkan berdasarkan fakta bahwa banyak B. cereus bisa tumbuh pada suhu refrigerator (Giffel et al, 1996).Sel dari enam spesies tersebut berbentuk besar (lebar sel >0,9 µm) dan memproduksi spora berbentuk elips atau silindris pada bagian tengah atau ujung dan tidak menggembungkan sporangia (Doyle et al., 2001). 

Sumber dan Distribusi pada Makanan

B. cereus terdistribusi secara luas di lingkungan dan sering diisolasi dari tanah, tumbuhan (Doyle et al., 2001), dan juga air (Jay et al., 2005) karena kemampuannya memproduksi spora (Riemann & Cliver, 2006).Manusia bukan merupakan sumber yang signifikan pada kontaminasi makanan oleh B. cereus. Organisme ini sudah hadir secara alami pada berbagai macam makanan sehingga ada kemungkinan terkandung juga di dalam usus orang sehat (0-43%). Hewan juga bisa membawa B. cereus pada berbagai bagaian dari tubuhnya dan biasanya menyebabkan mastitis pada sapi (Lake et al., 2004).

Berdasarkan sifat penyebarannya yang luas yang bersumber dari lingkungan, B. cereus mudah menyebar ke makanan yang bersumber dari tanaman seperti nasi dan pasta (Doyle et al., 2001) dan juga melalui kontaminasi, B.cereus juga bisa menyebar ke produk makanan lainnya seperti produk daging dan susu (Kramer & Gilbert, 1989). Organisme ini sering diisolasi pada nasi (Ankolenkar et al., 2009; Primawisdawati, 2010; dan Wogu et al., 2011), makanan siap santap (Rosenquist et al., 2005; Lee, 2009) dan makanan kering seperti biji-bijian (Thorsen et al., 2011), pasta (Pirhonnen et al, 2004), dan bumbu (Sagoo et al., 2009) seperti pada

 

lada hitam (Chagas Oliveira Friera & Offord, 2002).Rute transmisinya adalah berupa penelanan makanan yang terkontaminasi.Pada penelitian yang dilakukan oleh Primawisdawati (2010) dilaporkan bahwa di Indonesia, khususnya di wilayah Dramaga, Bogor, dari 40 sampel nasi yang diperiksa hanya 1 sampel yang tidak mengandung Bacillus spp, di mana 20% masuk ke dalam kategori unsatisfactory (103-104 cfu/g) dan 5% sampel dalam status potentially hazardous (>104 cfu/g).

Fisiologi

Pada kondisi ideal, B. cereus mempunyai temperatur optimum 30-40oC, di mana pertumbuhan masih bisa terjadi antara 4-55oC (Riemann & Cliever, 2006). Strain psikrotoleran telah berevolusi sehingga B. cereus bisa tumbuh pada temperatur 4-6oC (Doyle et al., 2001) akan tetapi strain psikrotropik biasanya tidak tumbuh di atas 43oC (Riemann & Cliver, 2006). Strain psikrotropik dilaporkan bisa memproduksi enterotoksin tipe diare (Duffrene et al., 1994). Waktu generasi organisme ini adalah 18-27 menit dan bisa tumbuh pada pH antara 4,9-9,3 dan pada konsentrasi garam sampai 7,5% (Batt, 1999). Aktivitas air (aw) minimum untuk pertumbuhan vegetatif adalah 0,912-0,950, sedangkan spora bisa bertahan lama pada pangan kering. Sel vegetatif biasanya bisa dimusnahkan oleh pemanasan akan tetapi sporanya bisa tahan panas. Ketahanan akan panas bisa bertambah pada makanan yang tinggi lemak dan berminyak. Spora bisa lebih tahan terhadap panas kering (dry heat) dari pada terhadap panas basah (moist heat). Toksin emetik sangat tahan terhadap panas (bisa bertahan 90 menit pada 126oC) dan enterotoksin diare bisa dimusnahkan pada 56oC selama 5 menit.

Refrigerasi bisa mereduksi pertumbuhan B. cereus karena adanya penambahan waktu generasi. Doubling time dari campuran 5 strain B. cereus, termasuk strain yang psikrotropik dan mesofilik pada media di laboratorium adalah 1,6 jam pada 19,5oC; 2,9 jam pada 14,2oC; 4 jam pada 9,6oC; dan 6,7 jam pada 6,5oC (Choma et al., 2000). Waktu lag B. cereus pada 30oC adalah 1,96 jam dan 148,77 jam pada 5oC (Valero et al., 2000).

Karakteristik Penyakit

Pada makanan yang berpati, kehadiran Bacillus cereus perlu dikhawatirkan.B. cereus bisa menyebabkan dua tipe penyakit tergantung dari toksin yang diproduksi, yaitu tipe diare dan tipe emetik. Tipe emetik dikarakterisasi dengan pusing dan muntah dengan waktu inkubasi 1 sampai 6 jam, tipe yang kedua adalah tipe diare dengan inkubasi 4 sampai 16 jam (Prescott et al., 2005). Tipe diare disebabkan oleh enterotoksin yang diproduksi selama pertumbuhan vegetatif B. cereus di usus halus (Granum, 1994), sedangkan toksin emetik diproduksi oleh sel yang tumbuh pada makanan (Kramer & Gilbert, 1989).

Toksin emetik dikarakterisasi sebagai dodekadepsipeptida yang disebut sereulida (Agata et al., 1995). Produktivitas sereulida dari strain B. cereus dilaporkan sangat sensitif terhadap temperatur ruang (Haggblom et al., 2002). Szabo et al. (1991) melaporkan bahwa temperatur optimum untuk memproduksi toksin emetik adalah 20-30oC. Kebanyakan strain emetik dari B. cereus tumbuh pada temperatur lebih dari 40oC. Produksi sereulida oleh strain F481072 tidak terjadi pada temperatur <8oC dan pada 40oC (Häggblom et al., 2002).

Tabel 1 Karakteristik dua tipe penyakit yang disebabkan oleh B. cereus (Doyle et al., 2001)

Karakteristik Tipe diare Tipe Emetik Dosis penyebab keracunan 105-107 (total) 105-108/g

Produksi Toksin Di dalam usus halus Terbentuk pada makanan

Tipe Toksin Protein; enterotoksin

peptida siklik, toksin emetik

Periode inkubasi (jam) 8-16 (biasanya >24) 0,5-5 Durasi Penyakit (jam) 12-24 (biasanya beberapa hari) 24-6

Gejala Sakit perut, diare berair, pusing

Pusing, muntah, lemas, diare

Makanan yang terimplikasi ,

Produk daging, sup, sayuran saus puding, susu dan produk susu

Nasi, nasi goreng, pasta, pastry, dan mie

Kasus Keracunan Pangan karena B. cereus pada Nasi dan Pasta

Pada umumnya, keracunan makanan yang disebabkan oleh B. cereus disebabkan oleh konsumsi makanan berbasis sereal dan juga makanan berpati.B. cereus adalah penyebab dari ‘Sindrom Nasi Goreng (Fried Rice Syndrome). Dari semua makanan, nasi goreng adalah makanan yang paling sering diimplikasi oleh keracunan karena B. cereus. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa patogen ini adalah kontaminan utama pada beras dan spora B. cereus bisa bertahan selama proses pemanasan. Nasi dimasak, akan tetapi kemudian disimpan pada temperatur ruang, yang menyebabkan spora diberi kesempatan untuk bergerminasi kembali dan sel vegetatif berkembangbiak. Proses pemanasan kembali seperti menggoreng biasanya tidak cukup untuk membunuh semua sel vegetatif dan tidak cukup untuk menginaktivasi toksin (Batt, 1999).

Tabel 2 Contoh beberapa kasus keracunan karena B. cereus pada nasi dan pasta

Produk Makanan Tahun Lokasi Referensi

Nasi Goreng 1974 Inggris Mortimer & McCann ( 1974) Nasi 1981 Singapura Tay et al. (1982)

Pasta 1997 Norwegia Mahler (1997) Pasta daging 2005 Norwegia Pirhonen et al. (2005)

Pasta salad 2003 Belgia Dierick et al. (2005)

Di Indonesia sendiri, seperti biasa, tidak ada data investigasi yang lengkap. Insiden keracunan pangan karena B. cereus pada umumnya terjadi lebih sering di negara-negara Eropa bagian utara (20-33%) dan juga Kanada (14%). Sedangkan insiden B. cereus lebih jarang terjadi di Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat (1,2- 4,4%) (Riemann & Cliever, 2006). Di Korea Selatan, B. cereus bertanggung jawab untuk 15 kasus keracunanan makanan (392 pasien) yang berkontribusi terhadap 5,5% total KLB pada tahun 2009 (Chang et al., 2011).

 

Pemanasan dengan Oven Microwave

Definisi dan Teori

Pemanasan dengan oven microwave adalah penggunaan gelombang elektromagnetik pada frekuensi tertentu untuk menciptakan panas pada material (Roussy & Pearce, 1995). Oven microwave dapat menghasilkan panas pada makanan karena mayoritas makanan mengandung air.Struktur molekuler dari air mengandung atom oksigen yang bermuatan negatif, yang terpisah dengan atom hidrogen yang bermuatan positif, struktur ini menyebabkan terbentuknya electric dipole. Pada saat oven microwave diaplikasikan pada makanan, dipole yang terkandung di air dan juga komponen ion seperti garam cenderung mengorientasikan dirinya terhadap medan listrik. Karena medan listrik ini bergerak dengan sangat cepat dan berjuta-juta kali dari positif ke negatif selama satu detik, dipole yang ada mengikuti pergerakan tersebut dan pergerakan yang cepat ini menimbulkan friksi yang akhirnya menghasilkan panas (Fellows, 2000).

Aplikasi

Tingginya laju pemanasan dan karena tidak adanya perubahan pada permukaan makanan pada makanan telah menjadikan banyaknya penelitian tentang pemanasan oven microwave pada makanan dalam dunia industri. Aplikasi yang penting pada industri adalah thawing, tempering, dehidrasi, dan pemanggangan (baking). Aplikasi lainnya, yang meliputi pemanasan makanan dalam jumlah besar dengan jumlah kandungan air yang tinggi (seperti blanching dan pasteurisasi) tidak begitu berhasil. Hal ini disebabkan karena kurangnya penetrasi pada potongan makanan yang besar dan karena adanya pendinginan permukaan (evaporative cooling) yang cepat, yang menyebabkan mikroorganisme bisa bertahan. Oven microwave juga sering diaplikasikan pada rumah tangga, yang menggunakan frekuensi pada 2450 MHz. Penggunaan oven microwave pada level rumah tangga biasanya digunakan untuk thawing, memasak, dan juga memanaskan kembali makanan (Fellows, 2000).

Food Safety Objective

Untuk mengatur keamanan pangan, dikembangkan suatu pendekatan berdasarkan risiko yang ada. Ada dua jenis panduan yang bisa ditetapkan berdasarkan basis analisis risiko kuantitatif, yaitu Food Safety Objective (FSO) dan Appropriate Level of Protection (ALOP). FSO didefinisikan sebagai frekuensi maksimum dan atau konsentrasi dari bahaya (hazard) pada makanan pada saat dikonsumsi yang berkontribusi terhadap ALOP, sedangkan ALOP adalah suatu level proteksi yang semestinya sudah bisa melindungi hidup dan kesehatan manusia, hewan, atau tumbuhan di dalam wilayahnya (Codex Alimentarius, 2007).

FSO bisa berdasarkan pada analisis terhadap risiko terjadinya gangguan kesehatan masyarakat yang diasosiasikan dengan bahaya (hazard) pada makanan, yang bisa didapat dari saran dari expert, panel terlatih dalam jumlah banyak atau dari pengujian resiko secara kuantitatif (Cole et al., 2004). Selain FSO, ada pengukuran risiko lainnya, yaitu Performance Objective (PO) dan Performance Criterion (PC). PO adalah frekuensi maksimum dan atau konsentrasi dari bahaya pada makanan pada setiap langkah spesifik pada rantai produksi tepat sebelum waktu makanan dikonsumsi yang menyediakan atau berkontribusi terhadap FSO atau Appropriate Level of Protection (ALOP). Tidak seperti ALOP dan FSO yang hanya bisa ditetapkan oleh pemerintah, PO juga bisa diatur oleh industri untuk mencapai FSO yang telah ditetapkan dan PO bisa dilihat sebagai target dari pelaku industri untuk mengontrol proses rantai produksi, distribusi, dan penyimpanan produk pangan (Gorris, 2005). Dengan adanya FSO dan PO, bisa tersedia fleksibilitas dalam pemilihan penanganan kontrol terhadap tahap-tahap individu pada proses pengadaan produk pangan. Kontrol terhadap semua tahap pengendalian yang bisa dicapai adalah yang disebut sebagai PC, yang diekspresikan sebagai perubahan pada level bahaya yang harus diraih untuk mencapai FSO atau PO (Codex Alimentarius, 2007). ALOP, FSO, PO, dan PC terhubung secara erat dan menyediakan tautan antara kebijakan kesehatan pemerintah dan target dari industri untuk mengatur bahaya pada rantai proses pengadaan pangan (Gkogka et al., 2013)

3 METODE PENELITIAN

Bahan

Cook-chill Foods

Sampel cook-chill foods yang dipilih adalah spaghetti bolognaise dan nasi ayam lada hitam yang dibeli di minimarket 7-11 di Jakarta, Indonesia. Spaghetti bolognaise dipilih karena sebelumnya sudah pernah diimplikasikan dengan kasus keracunan karena B. cereus (Pirhonen et al., 2005), sedangkan nasi ayam lada hitam dipilih karena nasi putih masak sudah sering diimplikasikan dengan cemaran B. cereus yang tinggi (Primawisdawati, 2010) dan spora B. cereus juga ditemukan mengkontaminasi bumbu seperti lada hitam (Chagas Oliveira Friera & Offord, 2002).

Kultur

Kultur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur Bacillus cereus ATCC 10876 dalam bentuk biakan murni yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Institut Pertanian Bogor.

  Gambar 2 ayam lada Media Med mannitol-e B, Tryptos agar (BHI Bahan Ki Baha phosphate akuades, s iodin, safr untuk pew untuk kon Oven level, frek RR-20 (fr nukleat di a 2 Cook-chil a hitam, (b) dia yang egg yolk- po se Soy Aga IB). imia an kimia y e buffer (BP spiritus, da ranin, krista warnaan Gra nfirmasi B. c n microwav kuensi 2450 rekuensi 24 gunakan do a ll foods yan spaghetti b digunakan olymyxin ag ar (TSA), p yang digun PB) yang t an alkohol al violet am am dan pew cereus, etan veyang digu 0 MHz, day 450 mHz d ouble beam ng digunaka olognaise untuk pe gar (MYP) late count a nakan anta terbuat dari 70% sebag mmonium ok warnaan spor nol 95%, dan Alat unakan adala ya 850 watt an 410 wat spectropho an sebagai ertumbuhan base, egg y agar (PCA ara lain ad i KH2PO4 gai desinfek ksalat, alkoh ra B. cereus n asam fosf t ah SHARP t), dan oven tt). Untuk tometer (U- b sampel pen n mikroorg yolk emulsio A) dan Brain dalah laruta sebagai lar ktan; hijau hol 95% da s; lysozyme fat 85%. Carousel R n microwav mengukur -2000 Hitac nelitian; (a) ganisme a on dan polym n Heart Inf an, Butterf rutan penge malakit, gr an minyak i dan reagen R-4A58 (9 p ve MITSUB kebocoran chi Instrume ) nasi adalah myxin fusion field’s encer; ram’s mersi nitrit power BISHI asam ent).

Metode Pengamatan

Penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu; (1) penelitian untuk mengevaluasi cemaran sel vegetatif dan spora B. cereus pada cook-chill foods (nasi ayam lada hitam dan spaghetti bolognaise) (2) uji tantangan di mana cook-chill foods sengaja diinokulasi B. cereus untuk mengamati pengaruh penyimpanan pada suhu retail (15oC) terhadap pertumbuhannya dan inaktivasinya setelah dipanaskan dengan oven microwave; dan (3) mempelajari mekanisme pengaruh pemanasan dengan oven microwave terhadap struktur spora B. cereus pada cook-chill foods. Di halaman berikutnya dapat dilihat diagram alir proses penelitian (Gambar 3).

Gambar 3 Diagram Alir Proses Penelitian

Evaluasi cemaran B. cereus pada

cook-chill foods

Pertumbuhan sel dan spora B. cereus selama masa penyimpanan

Pengaruh pemanasan oven microwave

vs air mendidih terhadap struktur sel vegetatif danspora B. cereus

Inokulasi spora B. cereus pada produk cook-chill foods

Inokulasi spora B. cereus pada produk cook-chill foods

Uji dan konfirmasi sel dan spora B. cereus danhitung cawan totalpada

H1 &H3 penyimpanan

Inokulasi kultur sel vegetatif B.

cereus pada produk pangan siap

Penyimpanan sampel selama 4 hari pada 15oC

Uji dan konfirmasi sel dan spora B. cereus dan hitung cawan total setiap

24 jam Pengaruh pemanasan oven

microwave terhadap sel dan spora

B. cereus pada produk cook-chill

foods

Inokulasi kultur sel vegetatif B.

cereus pada produk pangan

Pemanasan produk pangan dengan oven microwave 850 dan 410 watt

Spagetthi: 0, 30, 45 dan 60 detik  Nasi: 0, 60, 120, dan 240 detik 

Uji dan konfirmasi sel dan spora B. cereus dan hitung cawan total setiap

waktu pemanasan

Pengamatan kebocoran protein dan asam nukleat sel vegetatif danspora B.

 

Konfirmasi Kultur B. cereus (BAM, 2012)

Untuk mengkonfirmasi kultur B. cereus, dipilih koloni merah muda yang positif lesitinase dari agar MYP dan kemudian ditransfer pada cawan nutrient agar (NA). Cawan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada 30oC (BAM, 2012). Selanjutnya dilakukan prosedur pewarnaan spora (Hussey et al., 2007) dan pewarnaan Gram (BAM, 2001).

Prosedur pewarnaan spora dilakukan dengan cara membuat olesan bakteri yang difiksasi. Olesan bakteri kemudian digenangi cairan hijau malakit selama 10 menit sambil diletakkan di atas gelas kimia yang berisi air mendidih yang dipanaskan di atas penagas air sehingga uap akan mengenai kaca objek. Kaca objek kemudian dibilas dengan akuades dan ditiriskan. Setelah itu kaca objek direndam dengan safranin selama 1 menit. Selanjutnya kaca objek dibilas dengan akuades, dikeringkan di udara, dan diamati di bawah mikroskop.Spora B. cereus berbentuk elips, posisinya di tengah atau subterminal, dan sporangiumnya tidak membengkak.

Untuk pewarnaan Gram (BAM, 2001), dilakukan fiksasi bakteri di atas kaca objek. Kaca obyek kemudian dilarutkan dengan pewarna kristal violet ammonium oksalat selama 1 menit dan setelah itu dibilas dengan akuades dan dikeringkan. Lalu kaca obyek dilarutkan dengan Gram’s iodine selama 1 menit, dibilas kembali dengan akuades dan kemudian dikeringkan. B. cereus akan tampil sebagai Gram positif yang berbentuk batang besar dalam rantai pendek sampai panjang. Setelah itu 3 mm kultur ditansfer dari tiap goresan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan pengencer fosfat buffer dan kemudian tabung dikocok dengan Vortex. Kultur yang disuspensi kemudian dikonfirmasi lebih lanjut.

Untuk membedakan lebih lanjut strain tipikal B. cereus dari grup B. cereus yang lain, seperti B. mycoides, B. thuringiensis, dan B. anthracis dilakukan uji lebih lanjut lagi. Uji konfirmasi lanjut ini meliputi uji motilitas, uji pertumbuhan akar rhizoid, dan uji kristal protein toksin (BAM, 2011).

Pada uji motilitas, air distilata steril sebanyak 0,2 mL ditambahkan ke atas permukaan nutrient agar (NA) dan kemudian diinokulasi dengan kultur sebanyak 1 ose. Cawan kemudian diinkubasi selama 6-8 jam pada suhu 30oC setelah itu kultur cair sebanyak 1 ose direndam pada setetes air distilata steril pada objek gelas dan kemudian ditutup dengan gelas penutup. Objek kemudian diamati secepatnya dengan mikroskop untuk melihat motilitasnya. Sebagian besar strain B. cereus dan B. thuringiensis adalah motil karena mempunyai flagella. B. anthracis dan B. mycoides termasuk bakteri non-motil. Akan tetapi beberapa strain dari B. cereus juga non-motil.

Untuk menguji pertumbuhan rhizoid, NA diinokulasi dengan kultur berusia 24 jam sebanyak 1 ose dengan cara menyentuhkan dengan lembut pada permukaan agar di bagian tengah cawan. Cawan kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 48-72 jam.Pertumbuhan rhizoid kemudian diperiksa, yang dikarakterisasi dengan produksi koloni dengan struktur seperti rambut panjang atau seperti akar.Koloni yang berbentuk seperti galaksi juga sering dibentuk oleh B. cereus dan jangan disamakan dengan pertumbuhan rhizoid tipikal, yang merupakan karakteristik pasti dari B. mycoides.

Untuk melihat terbentuknya kristal protein toksin, NA diinokulasi dengan 1 ose kultur suspensi yang berusia 24 jam. Cawan NA kemudian diinkubasi selama

24 jam pada 30oC dan kemudian pada suhu ruang selama 2-3 hari. Olesan kultur dengan air distilata steril disiapkan pada objek gelas mikroskop. Olesan kemudian difiksasi dengan panas ringan dengan cara dilewatkan pada pembakar Bunsen. Kaca objek kemudian direndam dengan metanol selama 30 detik, metanol dibuang dan keringkan kaca objek dengan udara. Kaca objek lalu direndam dengan 0,5% basic fuchsin dan setelah itu kaca objek dipanaskan ringan dengan api Bunsen sampai uap terlihat. Tunggu selama 1-2 menit dan kemudian langkah-langkah di atas diulang kembali.Setelah itu biarkan selama 30 detik, pewarna dibuang dan kaca objek dicuci dengan air keran.Kaca objek lalu dikeringkan dan diperiksa dengan minyak imersi pada mikroskop polarisasi. Keberadaan spora bebas dan kristal protein toksin kemudian diperiksa. Kristal protein toksin biasanya lebih kecil daripada spora dan berbentuk belah ketupat. Kristal protein toksin diproduksi oleh B. thuringiensis sedangkan anggota lain dari grup B. cereus tidak memproduksi kristal protein toksin ini.

Berdasarkan hasil dari uji konfirmasi lanjut di atas, B. cereus bisa diidentifikasikan sebagai isolate yang motil, tidak memproduksi koloni rhizoid atau kristal protein toksin. Strain B. cereus yang tidak motil juga ditemukan cukup sering.

Persiapan Sel Vegetatif B. cereus ATCC 10876

Selanjutnya apabila B. cereus sudah dikonfirmasi, dilakukan pengawetan dan penyegaran kultur sel vegetatif B. cereus dengan mengambil sebanyak 1 ose kultur B. cereus dan kemudian digores pada agar miring TSA dan setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam. Selanjutnya agar miring TSA disimpan ke dalam refrigerator. Persiapan kultur untuk inokulasi dilakukan dengan mengambil 1 ose kultur B.cereus dari agar miring TSA dan selanjutnya diinokulasi ke dalam 10 ml Brain Heart Infusion Broth (BHIB). Suspensi kemudian divorteks untuk kemudian selanjutnya diinkubasi pada 30oC selama 24 jam sehingga akan diperoleh 108 CFU/ml sel B. cereus.

Dokumen terkait