• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pencernaan

Hewan memiliki sistem pencernaan yang berfungsi sebagai tempat pengolahan makanan menjadi sumber energi dan nutrisi, melalui proses mekanis maupun kimiawi. Sistem pencernaan melibatkan enzim dan hormon yang membantu dalam menyediakan energi dengan memanfaatkan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi (Kore et al. 2010). Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus, serta dilengkapi dengan hati, limpa, dan pankreas yang membantu proses pengolahan makanan (Sebastiani & Fishbeck 2005). Saluran pencernaan anjing (karnivora) memiliki saluran pencernaan bawah lebih pendek dibandingkan dengan hewan herbivora maupun omnivora, dan anjing tidak memiliki enzim ptyalin (amylase saliva) (Kore et al. 2010).

Makanan yang masuk ke dalam mulut dihancurkan melalui proses mekanis oleh gigi, kelenjar saliva, dan lidah menjadi bolus yang lebih kecil. Gigi dan lidah bekerja sinergis memperkecil ukuran makanan, sedangkan kelenjar saliva mensekresikan saliva agar lingkungan mulut menjadi basah yang memicu proses difusi molekul makanan ke reseptor-reseptor lidah sehigga menciptakan sensasi rasa. Saliva juga berperan mengurangi mikroba yang berasal dari makanan dan menjadi pembungkus bolus-bolus makanan sebelum masuk ke esofagus (Barret 2006).

Makanan yang melewati faring akan masuk ke dalam esofagus. Esofagus merupakan otot berbentuk pipa memanjang yang berfungsi mengantarkan makanan dari mulut menuju lambung dengan gerakan peristaltik (Barret 2006). Makanan yang melewati esofagus akan masuk ke dalam lambung. Lambung merupakan tempat pencernaan makanan secara kimiawi. Lambung terbagi atas lambung proksimal dan lambung distal. Pada mamalia yang bertumpu dengan empat kaki, lambung proksimal disebut juga dengan lambung kranial dan lambung distal disebut juga dengan lambung kaudal.

Lambung proksimal terdiri dari cardia, fundus, dan corpus. Cardia berada di dekat esofagus yang merupakan batas antara lambung dan esofagus. Fundus terletak di kiri lambung dan di cranial corpus lambung, sedangkan corpus merupakan bagian terbesar dari lambung yang menghubungkan fundus dengan pylorus (Suchodolski 2008). Lambung proksimal menghasilkan sekresi cairan lambung.

Lambung distal terdiri dari antrum pylorus, canal pylorus, dan spinchter pylorus. Batas pilorus ditandai adanya penebalan otot-otot sirkuler (Steiner 2008). Lambung distal berfungsi menggiling makanan dan membantu pengosongan lambung (Steiner 2008). Makanan yang masuk ke dalam lambung bergerak menuju usus halus, usus besar, rektum, dan sisa-sisa makanan hasil pencernaan akan dikeluarkan melalui anus. Saluran gastrointestinal anjing dapat digunakan sebagai model dalam pengembangan obat-obatan baru (Baum et al. 2007) dan dapat menjadi model pada pelatihan endoskopi yang menggunakan teknik-teknik baru (Latorre et al. 2007). Gambaran histopatologi gastrointestinal dapat

3 digunakan untuk menentukan distribusi dan tingkat keparahan penyakit gastrointestinal (Willard et al. 2010).

Endoskop

Teknik endoskopi pertama kali diperkenalkan oleh Phillip Bozzini pada tahun 1806 dan pada tahun 1976 Johnson et al. menggunakan endoskop untuk memeriksa saluran pencernaan hewan kecil (Moore 2003). Endoskop dibedakan menjadi endoskop fleksibel dan endoskop rigid (kaku). Endoskop fleksibel digunakan pada pemeriksaan organ berbentuk tabung panjang atau saluran panjang, seperti: saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan saluran urinarius hewan jantan (Barthel et al. 2005). Endoskop rigid (kaku) digunakan pada pemeriksaan cavum abdominal, cavum thoraks, dan persendian (Tams & Rawlings 2011), serta diaplikasikan pada pemeriksaan rongga hidung (Rhinoscopy), liang telinga (Otoscopy), vesika urinaria hewan betina (Cystoscopy), dan kolon (Colonoscopy) (Barthel et al. 2005).

Endoskop fleksibel terdiri dari komponen yang membentuk suatu sistem sehingga dapat bekerja dengan baik. Komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu komponen internal dan eksternal. Komponen internal terdiri dari angulation system, air and water system, image system, dan electrical system. Komponen eksternal terdiri dari light guide plug, umbilical cord, control section, dan insertion tube (scope) (Shumway & Broussard 2003).

Gambar 1. Anatomi Endoskop Fleksibel (Barthel et al. 2005)

Angulation system berfungsi mengatur pergerakan ujung scope/distal tip. Air and water system berfungsi mengatur insuflasi udara dan air dari pompa ke light guide plug menuju distal tip. Imaging system berfungsi mengatur pengambilan gambar yang diamati (Shumway & Broussard 2003). Light guide

4

plug berfungsi sebagai penghubung antara endoskop dengan sumber cahaya, air, maupun udara. Umbilical cord merupakan penghubung antara light guide plug dengan control section. Control section berfungsi dalam pengaturan endoskop. Pada control section terdapat angulation control knobs dan breaking lever yang berfungsi memanipulasi ujung scope serta terdapat air and water valve. Control section juga dilengkapi operating channel yang berfungsi sebagai gerbang untuk mengaplikasikan alat tambahan seperti biopsy forceps dan aspiration needle.

Menurut Washabau et al. (2010), endoskop fleksibel memiliki 5 keuntungan, yaitu: 1. dapat melihat perubahan mukosa saluran pencernaan, 2. dapat memudahkan pengumpulan biopsi beberapa jaringan dari setiap situs, 3. teknik diagnosis yang dipilih pada beberapa penyakit tertentu, misal: ulserasi, erosi, dan lymphangiectacsia, 4. endoskopi memiliki resiko minimal terhadap perforasi dan peritonitis septic, dan 5. endoskopi membutuhkan waktu yang relatif sedikit, tekanan stres yang lebih kecil, serta relatif lebih murah dibandingkan dengan tindakan operasi. Endoskop fleksibel juga memiliki kelemahan, yakni: endoskop tidak dapat menjangkau seluruh saluran gastrointestinal walaupun enteroskopi dapat dilakukan, endoskop memiliki keterbatasan dalam mendeteksi lesio-lesio yang mengalami kelainan di saluran pencernaan pada pelaksanaan duodenoskopi.

Penggunaan endoskop relatif aman dan efektif dalam mendiagnosis penyakit saluran pencernaan (Moore 2003). Penyakit yang dapat didiagnosis adalah: esofagitis, obstruksi benda asing, neoplasia, pyloric stenosis, ulcer, hyperthropic gastropathies, dan pseudocysts pankreas (Lecoindre 1999, Babich & Friedel 2010). Endoskopi dapat digunakan untuk menghilangkan batu empedu dengan teknik endoskopi sfingterotomi (Freeman et al. 1996).

Endoskopi digunakan untuk pengambilan cairan pada usus halus (Johnston et al. 1999) dan membantu pengambilan spesimen sitologi, mikrobiologi, maupun histopatologi saluran pencernaan (Zoran 2001). Sampel biopsi mukosa yang diambil digunakan untuk mendiagnosis penyakit (Day et al. 2008). Endoskopi menjadi sarana pendekatan diagnostik yang sangat baik dan berperan dalam mendeteksi dan mengkarakterisasi bagian luminal dan mural lambung, serta membantu mendiagnosis gangguan duodenum proksimal (Yamada et al. 2006).

Radiografi

Radiografi merupakan teknik yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit dengan memanfaatkan pemaparan sinar-X ke jaringan dan berinteraksi membentuk obyek yang ditangkap pada sebuah kertas film. Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1896 (Guy & Ffytche 2005). Radiografi sangat efektif untuk mengetahui kelainan pada tulang dan persendian, namun kurang baik dalam menginterpretasi jaringan lunak (Weaver & Barakzai 2010). Pemeriksaan radiografi pada saluran maupun organ pencernaan menunjukkan hasil yang beragam. Gambar tampak radiopaque jika organ tersebut merupakan organ berbentuk padat dan bertekstur keras dan tampak radiolucent jika organ tersebut bertesktur lunak.

Gambar radiografi pada laring dan trakhea normal tampak radiolucent karena berisi udara, sedangkan pada tulang rawan laring tampak radiopaque. Tampilan gambar pada esofagus tidak teramati karena esofagus cenderung berada

5 dalam kondisi kolaps dan tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Radiografi esofagus dapat terlihat dengan bantuan pewarnaan bahan kontras seperti barium sulfat (Vlasin et al. 2004). Radiografi lambung normal yang telah dikosongkan (dipuasakan) terlihat radiolucent karena lambung berisi udara. Gambar radiografi fundus terlihat radiolucent karena berisi gas (Suchodolski 2008). Bahan kontras barium sulfat dapat digunakan untuk menentukan waktu pengosongan lambung (Weber et al. 2001) dan mendeteksi penyempitan esofagus Luedtke et al. 2002).

Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003). Radiografi saluran pencernaan membantu untuk mendiagnosis penyakit obstruksi saluran maupun organ pencernaan (Rao et al. 2010). Evaluasi radiografi secara berurutan membantu untuk melihat gerakan benda asing di dalam saluran pencernaan (Leib 2005).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat

Penelitian ini menggunakan 1 set peralatan endoskop fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope 8.0 mm dan panjang 1.5 m, 1 set peralatan radiografi tipe mobile, mouthgage, laringoskop, stetoskop, termometer, syringe 1 ml, penggaris, kandang anjing, alas kandang, dan sarung tangan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 2 ekor anjing lokal (Canis lupus) berumur 6 bulan dan berjenis kelamin betina dengan bobot badan (BB) masing-masing 6 kg dan 7.5 kg. Bahan-bahan yang digunakan adalah: obat anthelmintika praziquantel 50 mg (dosis 5 mg/kg BB), antibiotik amoxicillin (dosis 20 mg/kg BB), sediaan premedikasi atropin sulfat 0.25% (dosis 0.025 mg/kg BB), sediaan anestetikum berupa ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan

Aklimatisasi dilakukan sebelum pemeriksaan endoskopi dengan pemberian anthelmintika praziquantel 50 mg (zypiran) dengan dosis 5 mg/kg BB dosis tunggal dan antibiotik amoxicillin dengan dosis 20 mg/kg BB per hari selama 3

5 dalam kondisi kolaps dan tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Radiografi esofagus dapat terlihat dengan bantuan pewarnaan bahan kontras seperti barium sulfat (Vlasin et al. 2004). Radiografi lambung normal yang telah dikosongkan (dipuasakan) terlihat radiolucent karena lambung berisi udara. Gambar radiografi fundus terlihat radiolucent karena berisi gas (Suchodolski 2008). Bahan kontras barium sulfat dapat digunakan untuk menentukan waktu pengosongan lambung (Weber et al. 2001) dan mendeteksi penyempitan esofagus Luedtke et al. 2002).

Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003). Radiografi saluran pencernaan membantu untuk mendiagnosis penyakit obstruksi saluran maupun organ pencernaan (Rao et al. 2010). Evaluasi radiografi secara berurutan membantu untuk melihat gerakan benda asing di dalam saluran pencernaan (Leib 2005).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat

Penelitian ini menggunakan 1 set peralatan endoskop fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope 8.0 mm dan panjang 1.5 m, 1 set peralatan radiografi tipe mobile, mouthgage, laringoskop, stetoskop, termometer, syringe 1 ml, penggaris, kandang anjing, alas kandang, dan sarung tangan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 2 ekor anjing lokal (Canis lupus) berumur 6 bulan dan berjenis kelamin betina dengan bobot badan (BB) masing-masing 6 kg dan 7.5 kg. Bahan-bahan yang digunakan adalah: obat anthelmintika praziquantel 50 mg (dosis 5 mg/kg BB), antibiotik amoxicillin (dosis 20 mg/kg BB), sediaan premedikasi atropin sulfat 0.25% (dosis 0.025 mg/kg BB), sediaan anestetikum berupa ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan

Aklimatisasi dilakukan sebelum pemeriksaan endoskopi dengan pemberian anthelmintika praziquantel 50 mg (zypiran) dengan dosis 5 mg/kg BB dosis tunggal dan antibiotik amoxicillin dengan dosis 20 mg/kg BB per hari selama 3

6

hari. Tujuan dari aklimatisasi untuk mengeliminasi gangguan pencernaan akibat cacing maupun bakteri. Anjing diberi makan dan minum secara teratur.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan umum hewan sebelum dilakukan anestesi. Pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen yang terdiri dari: nama hewan, jenis hewan, bangsa atau ras, jenis kelamin, umur, warna kulit dan rambut, berat badan dan ciri-ciri khusus. Selain itu pemeriksaan suhu tubuh, pulsus atau denyut nadi, dan frekuensi respirasi.

Anestesi Hewan

Hewan dipuasakan selama 12 jam agar lambung dalam kondisi kosong, kemudian dilakukan pemberian anestesi. Premedikasi dengan atropin sulfat (dosis 0.025 mg/kg BB), kemudian anestesi dilakukan dengan ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB). Pemeriksaan endoskopi dilakukan setelah hewan dalam kondisi teranestesi.

Pemeriksaan Endoskop

Hewan yang teranestesi diposisikan terbaring left lateral recumbency dengan kepala agak ditegakkan. Mouthgage dipasang ke dalam mulut untuk mempermudah endoskop masuk ke dalam saluran pencernaan hewan. Endoskop dimasukkan secara perlahan untuk mencapai faring maka esofagus yang berada di atas trachea terlihat.

Endoskop masuk ke dalam esofagus sambil dilakukan pengamatan terhadap mukosa pada bagian pars cervical, pars thoracal, dan pars abdominal. Pada bagian esofagus terdapat low esophagus spinchter (LES) yang merupakan pintu masuk menuju lambung (Steiner 2008). Endoskop masuk untuk menuju lambung. Lambung terbagi atas lambung proksimal (kranial), terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang dikenal dengan pylorus dan memiliki gerbang menuju duodenum (spinchter pylory). Pengambilan gambar dan video dilakukan saat proses pengamatan dan dilakukan pengukuran kedalaman endoskop terhadap organ yang diamati.

Pemeriksaan Radiografi

Jarak scope dalam saluran pencernaan dikonfirmasi dengan radiografi. Radiografi dilakukan pada daerah kepala, thoraks, dan abdominal dengan posisi left lateral recumbency. Radiografi daerah kepala dilakukan dengan pengaturan miliAmperage Second (mAS) sebesar 2.0 dan kiloVoltage Peak (kVP) sebesar 54. Daerah thoraks dan abdomen menggunakan pengaturan mAS sebesar 2.0 dan kVP sebesar 56. Focal Fold Distance (FFD) mengunakan jarak sebesar 40 inchi atau 100 cm.

Analisis Data

Data penelitian dikaji dan dibahas dengan metode deskriptif dalam mengambil simpulan.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal

Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan khusus, karena tidak ada perbedaan saluran pencernaan antara anjing betina maupun anjing jantan. Pemeriksaan fisik bertujuan mengetahui keadaan umum hewan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anjing dalam keadaan sehat dan tidak mengalami kelainan apapun, sehingga dapat digunakan pada penelitian. Anjing memiliki suhu tubuh normal, frekuensi pernapasan dalam kisaran normal, tetapi frekuensi denyut jantung melebihi batas normal. Frekuensi denyut jantung yang tinggi terjadi karena hewan mengalami sedikit stress. Hasil pemeriksaan fisik ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Pemeriksaan fisik anjing lokal.

Anjing Parameter Suhu tubuh (ºC) Frekuensi denyut jantung (kali/menit) Frekuensi napas (kali/menit) 1 38.8 126 25 2 38.8 126 30 Rata-rata 38. 8 126 25 *Normal 38.5-39.5 90-120 15-30 *Referensi : Widodo et al. 2011

Pengukuran Kedalaman Scope

Pengukuran kedalaman scope dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan endoskopi dengan tujuan agar dapat memperkirakan jarak yang dibutuhkan untuk mencapai saluran yang diamati. Hasil pengukuran kedalaman scope disajikan pada tabel 2. Laring dicapai dengan jarak 9 cm. Scope dimasukkan hingga mencapai esofagus dengan jarak 13 cm dan sampai ke spinchter esofagus bawah sejauh 38.5 cm yang bermuara pada lambung proksimal sejauh 39.5 cm. Jarak yang diukur bukan merupakan panjang organ tersebut karena perhitungan berdasarkan pada pergerakan scope di dalam saluran pencernaan. Ruang pada organ seperti lumen esofagus maupun lambung proksimal yang terlampau besar menyebabkan scope dapat bergerak ke berbagai arah sehingga tidak dapat memastikan scope tepat berada di tengah lumen organ. Radiografi dilakukan untuk dapat mengontrol pergerakan scope.

8

Tabel 2 Jarak scope, warna mukosa, dan ciri organ.

Organ Jarak scope

(cm)

Warna mukosa Ciri lain

Laring 9 Pucat Busa saliva

Spinchter esofagus atas

14 Coklat pucat kekuningan, mengkilap

Lipatan mukosa berkerut memanjang Esofagus cervicalis 17 Abu-abu pucat,

mengkilap

Cairan sekresi (mukus) Esofagus thoracalis 28 Merah muda Vaskularisasi pembuluh darah

(submukosa), mukosa bergelombang, kesan trakhea dan

aorta Esofagus

abdominalis

35 Merah muda Mukosa datar

Spinchter esofagus bawah

38.5 Merah muda Mengkerut, lipatan mukosa membentuk kerutan elips Lambung 39.5 Merah muda,

mengkilap

Lendir ,busa

Endoskopi Laring Normal pada Anjing Lokal

Laring terlihat setelah memasukkan scope sejauh 9 cm melewati rongga mulut (gambar 2A). Permukaan laring berwarna kecoklatan, memiliki busa berasal dari sekresi saliva (air liur), dan dinding mukosa berwarna pucat. Epiglotis terlihat setelah memasukkan scope sejauh 12 cm (gambar 2B). Epiglotis berbentuk triangular dan menempel pada dinding langit-langit keras dengan ujung yang lancip. Mukosa epiglotis berwarna pink pucat dikelilingi oleh vaskularisasi pembuluh darah pada bagian submukosa.

Gambar 2: Hasil endoskopi laring normal anjing lokal.

A: scope sejauh 9 cm, B: scope sejauh 12 cm. a: permukaan laring, b: busa saliva, c: dinding mukosa laring, d: epiglotis.

Gambar 3 menunjukkan scope tepat di depan laring dengan tampilan radiopaque yang merupakan tulang rawan laring. Laring dan trakhea tampak radiolucent karena berisi udara, sedangkan esofagus tidak teramati karena

9 esofagus berada dalam keadaan kolaps. Trakhea dan esofagus berjalan ke arah craniodorsal di ventral cervicalis menuju ke arah thoraks.

Gambar 3: Radiograf laring. a: scope, b: laring, c: trakhea.

Endoskopi Esofagus Normal Anjing Lokal

Spinchter esofagus atas terlihat setelah melewati laring dengan memasukkan scope sejauh 13 cm. Spinchter esofagus atas berada di caudodorsal glotis dan selalu berada dalam keadaan tertutup. Pada gambar 4A terlihat adanya celah atau lubang esofagus yang berada di kedua sisi epiglotis. Spinchter esofagus atas berada dalam keadaan tertutup karena tidak adanya makanan yang masuk (gambar 4B). Spinchter esofagus atas terdiri dari mukosa yang melipat dan berkerut memanjang ke dalam. Permukaan mukosa berwarna coklat pucat kekuningan dan mengkilap karena dilapisi oleh saliva (air liur).

Spinchter esofagus atas terdiri dari M. crichopharyngeus dan M. thyropharingeus yang terbuka dengan sendirinya jika terdapat makanan yang masuk ke orofaring (Moore 2008). Spinchter esofagus atas dapat dibuka dengan pemberian insuflasi udara. Pemberian insuflasi udara membantu melebarkan esofagus dan mencegah terjadinya kerusakan mukosa saat scope dimasukkan ke dalam esofagus (Leib 2005). Gambar 4C menunjukkan spinchter esofagus atas telah terbuka akibat rangsangan insuflasi udara. Spinchter esofagus atas hanya dapat dirangsang dengan udara, tidak boleh menggunakan air karena beresiko masuknya air ke dalam tenggorokan yang dapat menuju paru-paru.

10

Gambar 4: Hasil endoskopi spinchter esofagus atas.

A: scope sejauh 12 cm, B: scope sejauh 14 cm, C: scope sejauh 13 cm. a: spinchter esofagus atas, b: epiglotis, c: permukaan mukosa, d: spinchter yang membuka.

Endoskop mencapai esofagus cervicalis setelah menembus spinchter esofagus atas. Esofagus cervicalis merupakan bagian esofagus yang terletak di dorsal sebelah kiri trakhea. Permukaan esofagus tampak bersih bebas dari makanan karena hewan dipuasakan selama 12 jam. Pemberian insuflasi udara menyebabkan permukaan esofagus membentang luas dan tidak terlihat adanya kerutan maupun lipatan mukosa (gambar 5). Mukosa berwarna abu-abu pucat dan mengkilap, serta dilapisi cairan sekresi kelenjar mukus pada lapisan submukosa yang bersifat mukus.

Gambar 5: Hasil endoskopi esofagus cervicalis. a: permukaan esofagus, b: gambaran mukosa.

11

Radiograf esofagus cervivalis (gambar 6) diambil dengan memasukkan scope sejauh 17 cm. Scope berada di esofagus cervicalis dan tidak tampak dengan jelas karena dikelilingi oleh otot-otot leher dan fascia. Scope tepat berada di bawah os vertebrae cervicalis III, sedangkan trakhea berada di bawah esofagus cervicalis dan tampak radiolucent.

Gambar 6: Radiograf esofagus cervicalis.

a: scope, b: Os vertebrae cervicalis III, c: trakhea.

Batas antara esofagus cervicalis dengan esofagus thoracalis sulit dibedakan karena tidak terlihat dengan jelas. Ciri-ciri esofagus thoracalis ditandai banyaknya vaskularisasi pembuluh darah pada lapisan submukosa, bentuk mukosa esofagus yang bergelombang, serta terdapat kesan trakhea dan aorta jantung (gambar 7). Kesan trakhea maupun aorta jantung terlihat karena esofagus bersinggungan langsung dengan basis jantung dan aorta ventrikel kiri (Sebastiani & Fishbeck 2005).

Gambar 7: Hasil endoskopi esofagus thoracalis. a: bentuk mukosa yang mulai bergelombang, b: kesan trakhea dan aorta.

12

Gambar 8 menunjukkan scope telah memasuki esofagus thoracalis dengan jarak 28 cm. Scope berada di depan jantung dan tampak bersinggungan dengan trakhea yang berjalan ke arah kaudal. Pembuluh darah yang berasal dari jantung tidak teramati dengan jelas.

Gambar 8: Radiograf esofagus thoracalis. a: scope, b: jantung, c: trakhea.

Scope memasuki daerah esofagus abdominalis setelah melewati esofagus thoracalis. Esofagus abdominalis memiliki spinchter esofagus bawah yang berbatasan langsung dengan lambung dan menjadi gerbang menuju lambung. Spinchter esofagus bawah terlihat mengkerut dan terdapat lipatan-lipatan mukosa membentuk kerutan-kerutan elips. Mukosa berbentuk datar tanpa adanya gelombang-gelombang maupun lengkungan-lengkungan. Pemberian insuflasi udara untuk membuka spinchter agar dapat memasukkan endoskop. Mukosa berwarna merah muda karena banyaknya vaskularisasi pembuluh darah. Vaskularisasi pembuluh darah semakin banyak ditemukan ketika scope menuju ke lambung proksimal (spinchter esofagus bawah), sehingga mukosa lebih berwarna merah.

Gambar 9: Hasil endoskopi esofagus abdominalis. A: Esofagus adominal, B: Spinchter esofagus bawah. a: Spinchter esofagus bawah, b: bentuk mukosa esofagus abdominalis.

13 Radiograf esofagus abdominalis diperoleh dengan jarak 35 cm (gambar 10). Scope melewati diafragma dan berada di depan lambung. Diafragma menjadi batas antara kaudal paru-paru yang tampak radiolucent dengan hati bagian kranial yang tampak lebih radiopaque.

Gambar 10: Radiograf esofagus abdominalis. a: scope, b: diafragma, c: lambung.

Endoskopi Lambung Proksimal Normal Anjing Lokal

Lambung terlihat setelah melewati esofagus abdominalis dengan jarak 39.5 cm. Lambung terbagi menjadi dua bagian, yakni lambung proksimal (kranial) yang terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang terdiri dari antrum dan pylorus. Lambung proksimal berperan dalam mengosongkan cairan lambung dan mengakomodasi makanan (Lei & Chen 2009). Cardia terletak di kaudal spinchter esofagus bawah yang berhubungan langsung dengan esofagus melalui spinchter esofagus bawah. Gambar 11A menunjukkan mukosa cardia berwarna merah muda mengkilap dan terdapat lendir dan busa di permukaan mukosa. Lambung anjing memiliki lipatan mukosa yang tebal dan banyak gelembung busa (Tams & Rawlings 2011) yang membedakannya dengan hewan-hewan lain seperti kucing. Ukuran cardia membesar karena adanya insuflasi udara dan air agar permukaan mukosa terlihat dengan jelas.

Gambar 11B menunjukkan bagian fundus dan corpus yang berlekuk-lekuk memanjang ke arah pylorus. Lipatan mukosa Fundus lebih banyak daripada corpus. Lipatan mukosa yang membentuk lekuk lebih banyak pada daerah curvatura mayor dibandingkan dengan curvatura minor. Setelah scope menuju ke arah pylorus, maka lipatan mukosa akan semakin sedikit.

14

Gambar 11: Hasil endoskopi lambung proksimal. A: scope sejauh 39 cm, B: scope sejauh 42 cm. a: mukosa cardia, b: gelembung busa, c: fundus, d: corpus.

Pada gambar 12 terlihat adanya lekukan mukosa yang mengarah ke suatu lubang yang menjadi batas antara lambung proksimal dengan lambung distal yang disebut incisura angularis. Gambar 12A menunjukkan lekukan mukosa semakin sedikit setelah scope masuk ke lambung distal. Pylorus memiliki spinchter yang terdapat pada bagian ujung dan akan membuka jika terdapat benda/makanan yang bergerak masuk menuju usus secara otomatis.

Gambar 12: Hasil endoskopi corpus. A: scope sejauh 51 cm, B: scope sejauh 69 cm. a: incisura angularis, b: spinchter pylorus.

Lambung memiliki gerakan motilitas yang bekerja secara otomatis untuk menggerakan makanan walaupun lambung dalam keadaan kosong. Kelainan motilitas lambung proksimal akan mempengaruhi proses pengosongan lambung dan proses akomodasi makanan serta menyebabkan gangguan fungsional saluran

Dokumen terkait