• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endoskop Fleksibel Untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Endoskop Fleksibel Untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus)"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ERLI CHANDRA. Endoskop Fleksibel untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus). Dibimbing oleh R. HARRY SOEHARTONO dan DENI NOVIANA.

Endoskopi merupakan teknik diagnosis yang sensitif terhadap penyakit mukosa pada berbagai organ tubuh, terutama saluran pencernaan. Tujuan penelitian mengetahui gambaran normal dan karakteristik mukosa laring, esofagus, dan lambung, dengan menggunakan pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan radiografi. Aklimatisasi dan pemeriksaan fisik memastikan anjing dalam kondisi sehat dan siap untuk pemeriksaan endoskopi. Hasil endoskopi menunjukkan laring, esofagus, dan lambung teramati dengan jarak scope sejauh 9 cm, 13 cm, dan 39.5 cm. Permukaan laring berwarna kecoklatan dengan mukosa pucat. Esofagus cervicalis memiliki spinchter dengan mukosa coklat pucat kekuningan dan mengkilap. Esofagus thoracalis memiliki sejumlah vaskularisasi pembuluh darah pada lapisan submukosa, bentuk mukosa bergelombang dan terlihat bentuk trakhea dan aorta jantung. Esofagus abdominalis memiliki spinchter membentuk kerutan elips dengan mukosa datar. Lambung memiliki lipatan mukosa tebal, berwarna merah muda, mengkilap, serta terdapat lendir dan busa. Gambaran dan karakteristik mukosa laring, esofagus, dan lambung teramati dengan baik, serta kombinasi endoskopi dan radiografi memudahkan dalam mengukur jarak scope.

Kata kunci: endoskopi, radiografi, laring, esofagus, lambung, anjing lokal (Canis lupus)

ABSTRACT

ERLI CHANDRA. Flexible Endoscopy for Imaging of Mucosal Surfaces Larynx, Esophagus, and Stomach in Domestic Dog (Canis lupus). Supervised by R. HARRY SOEHARTONO and DENI NOVIANA.

(2)

and foam mucosa. The charateristics of laryngeal mucosa, esophagus, and stomach vare well observed by endoscopy, furthermore combination of endoscopy and radiography ease in measuring distances scope.

(3)

ENDOSKOP FLEKSIBEL UNTUK PENCITRAAN

PERMUKAAN MUKOSA LARING, ESOFAGUS, DAN

LAMBUNG ANJING LOKAL (

Canis lupus

)

ERLI CHANDRA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Endoskop Fleksibel Untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(6)

ABSTRAK

ERLI CHANDRA. Endoskop Fleksibel untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus). Dibimbing oleh R. HARRY SOEHARTONO dan DENI NOVIANA.

Endoskopi merupakan teknik diagnosis yang sensitif terhadap penyakit mukosa pada berbagai organ tubuh, terutama saluran pencernaan. Tujuan penelitian mengetahui gambaran normal dan karakteristik mukosa laring, esofagus, dan lambung, dengan menggunakan pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan radiografi. Aklimatisasi dan pemeriksaan fisik memastikan anjing dalam kondisi sehat dan siap untuk pemeriksaan endoskopi. Hasil endoskopi menunjukkan laring, esofagus, dan lambung teramati dengan jarak scope sejauh 9 cm, 13 cm, dan 39.5 cm. Permukaan laring berwarna kecoklatan dengan mukosa pucat. Esofagus cervicalis memiliki spinchter dengan mukosa coklat pucat kekuningan dan mengkilap. Esofagus thoracalis memiliki sejumlah vaskularisasi pembuluh darah pada lapisan submukosa, bentuk mukosa bergelombang dan terlihat bentuk trakhea dan aorta jantung. Esofagus abdominalis memiliki spinchter membentuk kerutan elips dengan mukosa datar. Lambung memiliki lipatan mukosa tebal, berwarna merah muda, mengkilap, serta terdapat lendir dan busa. Gambaran dan karakteristik mukosa laring, esofagus, dan lambung teramati dengan baik, serta kombinasi endoskopi dan radiografi memudahkan dalam mengukur jarak scope.

Kata kunci: endoskopi, radiografi, laring, esofagus, lambung, anjing lokal (Canis lupus)

ABSTRACT

ERLI CHANDRA. Flexible Endoscopy for Imaging of Mucosal Surfaces Larynx, Esophagus, and Stomach in Domestic Dog (Canis lupus). Supervised by R. HARRY SOEHARTONO and DENI NOVIANA.

(7)

and foam mucosa. The charateristics of laryngeal mucosa, esophagus, and stomach vare well observed by endoscopy, furthermore combination of endoscopy and radiography ease in measuring distances scope.

(8)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

ENDOSKOP FLEKSIBEL UNTUK PENCITRAAN

PERMUKAAN MUKOSA LARING, ESOFAGUS, DAN

LAMBUNG ANJING LOKAL (

Canis lupus

)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(9)
(10)

Judul Skripsi: Endoskop Fleksibel Untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus)

Nama : Erli Chandra NIM : B04080161

Disetujui oleh

drh. R. Harry Soehartono, M. App. Sc, Ph.D Pembimbing I

drh. Deni Noviana, Ph.D Pembimbing II

Diketahui oleh

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet (K) Wakil Dekan FKH IPB

(11)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas semua limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW yang merupakan panutan seluruh umat manusia. Penelitian yang berjudul Endoskop Fleksibel Untuk Pencitraan Permukaan Mukosa Laring, Esofagus, dan Lambung Anjing Lokal (Canis lupus) ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 bertempat di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Beribu-ribu terima kasih penulis ucapkan kepada:

 Drh. R. Harry Soehartono, M.App Sc, Ph.D dan drh. Deni Noviana, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi atas semua bimbingan, arahan, nasihat, dan waktu yang telah diberikan

 Dr. drh. Mokhamad Fahrudin sebagai dosen pembimbing akademik

 PT. Karindo Alkestron selaku sponsor penyedia peralatan Endoskop

 Drh. M. Fakhrul Ulum M.Si, beserta semua staf Bagian Bedah dan Radiologi

 Bapak, mama, dan kakak yang menjadi sponsor tunggal selama penulis menempuh studi S1 dan atas semua nasihat, doa dan perhatian yang telah diberikan

 Septi Pratiwi yang tak henti-hentinya memberikan semangat, perhatian, support, dan doa kepada penulis

 Teman-teman penelitian yang selalu membakar semangat penulis dan yang tak pernah bosan untuk bekerjasama saat penelitian

 Moh. Miftahurrohman yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis

 Ilham Ashari yang turut memberikan semangat dan bantuan kepada penulis

 Teman-teman Asrama Rahadi Oesman Bogor, serta

 Teman-teman Avenzoar 45

Tiada kata yang dapat penulis ucapakan selain terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan memudahkan jalan untuk kita semua dalam memperoleh kesuksesan dunia maupun akhirat. Tak lupa penulis memohon maaf sebesar-besarnya jika penulis melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja, lisan maupun sikap dan perilaku yang kurang berkenan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang yang membutuhkan dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sistem Pencernaan 2

Endoskop 3

Radiografi 4

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Alat dan Bahan Penelitian 5

Prosedur Penelititan 5

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan 5

Pemeriksaan Fisik 6

Anestesi Hewan 6

Pemeriksaan Endoskop 6

Pemeriksaan Radiografi 6

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal 7 Pengukuran Kedalaman Scope 7

Endoskopi Laring Normal Anjing Lokal 8

Endoskopi Esofagus Normal Anjing Lokal 9

Endoskopi Lambung Proksimal Normal Anjng Lokal 13

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

(13)

DAFTAR TABEL

1 Pemeriksaan fisik anjing lokal 7

2 Jarak scope, warna mukosa, dan ciri organ 8

DAFTAR GAMBAR

1 Anatomi endoskop fleksibel 3

2 Hasil endoskopi laring normal 8

3 Radiograf laring 9

4 Hasil endoskopi spinchter esofagus atas 10

5 Hasil endoskopi esofagus cervicalis 10

6 Radiograf esofagus cervicalis 11

7 Hasil endoskopi esofagus thoracalis 11

8 Radiograf esofagus thoracalis 12

9 Hasil endoskopi esofagus abdominalis 12

10 Radiograf esofagus abdominalis 13

11 Hasil endoskopi lambung proksimal 14

12 Hasil endoskopi corpus 14

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi memberikan dampak positif pada dunia kedokteran, terutama dalam mendiagnosis penyakit. Endoskopi merupakan teknik diagnosis yang relatif baru pada kedokteran hewan. Endoskopi dapat digunakan untuk pengambilan jaringan (biopsi), pengamatan perubahan morfologi permukaan mukosa, dan pengambilan benda asing dari dalam tubuh (Steiner 2008), serta untuk mengamati organ-organ di dalam tubuh tanpa melakukan pembedahan/minimal invasive (Dacosta et al. 2002).

Endoskopi dapat diaplikasikan pada berbagai organ tubuh, seperti saluran pencernaan. Pemeriksaan saluran pencernaan bertujuan mengamati kelainan pada rongga mulut, esofagus, lambung, duodenum, jejunum, ileum, dan kolon. Endoskopi sangat sensitif dalam mendiagnosis penyakit mukosa saluran pencernaan seperti polip dan hipertrofi mukosa gastrointestinal (Moore 2003). Endoskopi saluran pencernaan sebelumnya pernah dilakukan pada hewan ruminansia (Stierschneider et al. 2007) dan hewan kecil (Lecoindre 1999, Williard 2008).

Radiografi merupakan teknik yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit. Radiografi sangat efektif mengetahui kelainan pada tulang dan persendian, namun kurang baik dalam menginterpretasi jaringan lunak (Weaver & Barakzai 2010). Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003).

Endoskopi lebih banyak dilakukan pada anjing ras dibandingkan dengan anjing lokal, sehingga informasi maupun data hasil pemeriksaaan endoskopi anjing lokal sangat sedikit dan terbatas. Pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan radiografi belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan teknik endoskopi dan radiografi pada anjing lokal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran normal dan karakteristik mukosa pada laring, esofagus, dan lambung anjing lokal dengan menggunakan pemeriksaan endoskopi yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografi.

Manfaat

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan

Hewan memiliki sistem pencernaan yang berfungsi sebagai tempat pengolahan makanan menjadi sumber energi dan nutrisi, melalui proses mekanis maupun kimiawi. Sistem pencernaan melibatkan enzim dan hormon yang membantu dalam menyediakan energi dengan memanfaatkan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi (Kore et al. 2010). Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus, serta dilengkapi dengan hati, limpa, dan pankreas yang membantu proses pengolahan makanan (Sebastiani & Fishbeck 2005). Saluran pencernaan anjing (karnivora) memiliki saluran pencernaan bawah lebih pendek dibandingkan dengan hewan herbivora maupun omnivora, dan anjing tidak memiliki enzim ptyalin (amylase saliva) (Kore et al. 2010).

Makanan yang masuk ke dalam mulut dihancurkan melalui proses mekanis oleh gigi, kelenjar saliva, dan lidah menjadi bolus yang lebih kecil. Gigi dan lidah bekerja sinergis memperkecil ukuran makanan, sedangkan kelenjar saliva mensekresikan saliva agar lingkungan mulut menjadi basah yang memicu proses difusi molekul makanan ke reseptor-reseptor lidah sehigga menciptakan sensasi rasa. Saliva juga berperan mengurangi mikroba yang berasal dari makanan dan menjadi pembungkus bolus-bolus makanan sebelum masuk ke esofagus (Barret 2006).

Makanan yang melewati faring akan masuk ke dalam esofagus. Esofagus merupakan otot berbentuk pipa memanjang yang berfungsi mengantarkan makanan dari mulut menuju lambung dengan gerakan peristaltik (Barret 2006). Makanan yang melewati esofagus akan masuk ke dalam lambung. Lambung merupakan tempat pencernaan makanan secara kimiawi. Lambung terbagi atas lambung proksimal dan lambung distal. Pada mamalia yang bertumpu dengan empat kaki, lambung proksimal disebut juga dengan lambung kranial dan lambung distal disebut juga dengan lambung kaudal.

Lambung proksimal terdiri dari cardia, fundus, dan corpus. Cardia berada di dekat esofagus yang merupakan batas antara lambung dan esofagus. Fundus terletak di kiri lambung dan di cranial corpus lambung, sedangkan corpus merupakan bagian terbesar dari lambung yang menghubungkan fundus dengan pylorus (Suchodolski 2008). Lambung proksimal menghasilkan sekresi cairan lambung.

(17)

3 digunakan untuk menentukan distribusi dan tingkat keparahan penyakit gastrointestinal (Willard et al. 2010).

Endoskop

Teknik endoskopi pertama kali diperkenalkan oleh Phillip Bozzini pada tahun 1806 dan pada tahun 1976 Johnson et al. menggunakan endoskop untuk memeriksa saluran pencernaan hewan kecil (Moore 2003). Endoskop dibedakan menjadi endoskop fleksibel dan endoskop rigid (kaku). Endoskop fleksibel digunakan pada pemeriksaan organ berbentuk tabung panjang atau saluran panjang, seperti: saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan saluran urinarius hewan jantan (Barthel et al. 2005). Endoskop rigid (kaku) digunakan pada pemeriksaan cavum abdominal, cavum thoraks, dan persendian (Tams & Rawlings 2011), serta diaplikasikan pada pemeriksaan rongga hidung (Rhinoscopy), liang telinga (Otoscopy), vesika urinaria hewan betina (Cystoscopy), dan kolon (Colonoscopy) (Barthel et al. 2005).

Endoskop fleksibel terdiri dari komponen yang membentuk suatu sistem sehingga dapat bekerja dengan baik. Komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu komponen internal dan eksternal. Komponen internal terdiri dari angulation system, air and water system, image system, dan electrical system. Komponen eksternal terdiri dari light guide plug, umbilical cord, control section, dan insertion tube (scope) (Shumway & Broussard 2003).

Gambar 1. Anatomi Endoskop Fleksibel (Barthel et al. 2005)

(18)

4

plug berfungsi sebagai penghubung antara endoskop dengan sumber cahaya, air, maupun udara. Umbilical cord merupakan penghubung antara light guide plug dengan control section. Control section berfungsi dalam pengaturan endoskop. Pada control section terdapat angulation control knobs dan breaking lever yang berfungsi memanipulasi ujung scope serta terdapat air and water valve. Control section juga dilengkapi operating channel yang berfungsi sebagai gerbang untuk mengaplikasikan alat tambahan seperti biopsy forceps dan aspiration needle.

Menurut Washabau et al. (2010), endoskop fleksibel memiliki 5 keuntungan, yaitu: 1. dapat melihat perubahan mukosa saluran pencernaan, 2. dapat memudahkan pengumpulan biopsi beberapa jaringan dari setiap situs, 3. teknik diagnosis yang dipilih pada beberapa penyakit tertentu, misal: ulserasi, erosi, dan lymphangiectacsia, 4. endoskopi memiliki resiko minimal terhadap perforasi dan peritonitis septic, dan 5. endoskopi membutuhkan waktu yang relatif sedikit, tekanan stres yang lebih kecil, serta relatif lebih murah dibandingkan dengan tindakan operasi. Endoskop fleksibel juga memiliki kelemahan, yakni: endoskop tidak dapat menjangkau seluruh saluran gastrointestinal walaupun enteroskopi dapat dilakukan, endoskop memiliki keterbatasan dalam mendeteksi lesio-lesio yang mengalami kelainan di saluran pencernaan pada pelaksanaan duodenoskopi.

Penggunaan endoskop relatif aman dan efektif dalam mendiagnosis penyakit saluran pencernaan (Moore 2003). Penyakit yang dapat didiagnosis adalah: esofagitis, obstruksi benda asing, neoplasia, pyloric stenosis, ulcer, hyperthropic gastropathies, dan pseudocysts pankreas (Lecoindre 1999, Babich & Friedel 2010). Endoskopi dapat digunakan untuk menghilangkan batu empedu dengan teknik endoskopi sfingterotomi (Freeman et al. 1996).

Endoskopi digunakan untuk pengambilan cairan pada usus halus (Johnston et al. 1999) dan membantu pengambilan spesimen sitologi, mikrobiologi, maupun histopatologi saluran pencernaan (Zoran 2001). Sampel biopsi mukosa yang diambil digunakan untuk mendiagnosis penyakit (Day et al. 2008). Endoskopi menjadi sarana pendekatan diagnostik yang sangat baik dan berperan dalam mendeteksi dan mengkarakterisasi bagian luminal dan mural lambung, serta membantu mendiagnosis gangguan duodenum proksimal (Yamada et al. 2006).

Radiografi

Radiografi merupakan teknik yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit dengan memanfaatkan pemaparan sinar-X ke jaringan dan berinteraksi membentuk obyek yang ditangkap pada sebuah kertas film. Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1896 (Guy & Ffytche 2005). Radiografi sangat efektif untuk mengetahui kelainan pada tulang dan persendian, namun kurang baik dalam menginterpretasi jaringan lunak (Weaver & Barakzai 2010). Pemeriksaan radiografi pada saluran maupun organ pencernaan menunjukkan hasil yang beragam. Gambar tampak radiopaque jika organ tersebut merupakan organ berbentuk padat dan bertekstur keras dan tampak radiolucent jika organ tersebut bertesktur lunak.

(19)

5 dalam kondisi kolaps dan tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Radiografi esofagus dapat terlihat dengan bantuan pewarnaan bahan kontras seperti barium sulfat (Vlasin et al. 2004). Radiografi lambung normal yang telah dikosongkan (dipuasakan) terlihat radiolucent karena lambung berisi udara. Gambar radiografi fundus terlihat radiolucent karena berisi gas (Suchodolski 2008). Bahan kontras barium sulfat dapat digunakan untuk menentukan waktu pengosongan lambung (Weber et al. 2001) dan mendeteksi penyempitan esofagus Luedtke et al. 2002).

Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003). Radiografi saluran pencernaan membantu untuk mendiagnosis penyakit obstruksi saluran maupun organ pencernaan (Rao et al. 2010). Evaluasi radiografi secara berurutan membantu untuk melihat gerakan benda asing di dalam saluran pencernaan (Leib 2005).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat

Penelitian ini menggunakan 1 set peralatan endoskop fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope 8.0 mm dan panjang 1.5 m, 1 set peralatan radiografi tipe mobile, mouthgage, laringoskop, stetoskop, termometer, syringe 1 ml, penggaris, kandang anjing, alas kandang, dan sarung tangan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 2 ekor anjing lokal (Canis lupus) berumur 6 bulan dan berjenis kelamin betina dengan bobot badan (BB) masing-masing 6 kg dan 7.5 kg. Bahan-bahan yang digunakan adalah: obat anthelmintika praziquantel 50 mg (dosis 5 mg/kg BB), antibiotik amoxicillin (dosis 20 mg/kg BB), sediaan premedikasi atropin sulfat 0.25% (dosis 0.025 mg/kg BB), sediaan anestetikum berupa ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan

(20)

6

hari. Tujuan dari aklimatisasi untuk mengeliminasi gangguan pencernaan akibat cacing maupun bakteri. Anjing diberi makan dan minum secara teratur.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan umum hewan sebelum dilakukan anestesi. Pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen yang terdiri dari: nama hewan, jenis hewan, bangsa atau ras, jenis kelamin, umur, warna kulit dan rambut, berat badan dan ciri-ciri khusus. Selain itu pemeriksaan suhu tubuh, pulsus atau denyut nadi, dan frekuensi respirasi.

Anestesi Hewan

Hewan dipuasakan selama 12 jam agar lambung dalam kondisi kosong, kemudian dilakukan pemberian anestesi. Premedikasi dengan atropin sulfat (dosis 0.025 mg/kg BB), kemudian anestesi dilakukan dengan ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB). Pemeriksaan endoskopi dilakukan setelah hewan dalam kondisi teranestesi.

Pemeriksaan Endoskop

Hewan yang teranestesi diposisikan terbaring left lateral recumbency dengan kepala agak ditegakkan. Mouthgage dipasang ke dalam mulut untuk mempermudah endoskop masuk ke dalam saluran pencernaan hewan. Endoskop dimasukkan secara perlahan untuk mencapai faring maka esofagus yang berada di atas trachea terlihat.

Endoskop masuk ke dalam esofagus sambil dilakukan pengamatan terhadap mukosa pada bagian pars cervical, pars thoracal, dan pars abdominal. Pada bagian esofagus terdapat low esophagus spinchter (LES) yang merupakan pintu masuk menuju lambung (Steiner 2008). Endoskop masuk untuk menuju lambung. Lambung terbagi atas lambung proksimal (kranial), terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang dikenal dengan pylorus dan memiliki gerbang menuju duodenum (spinchter pylory). Pengambilan gambar dan video dilakukan saat proses pengamatan dan dilakukan pengukuran kedalaman endoskop terhadap organ yang diamati.

Pemeriksaan Radiografi

Jarak scope dalam saluran pencernaan dikonfirmasi dengan radiografi. Radiografi dilakukan pada daerah kepala, thoraks, dan abdominal dengan posisi left lateral recumbency. Radiografi daerah kepala dilakukan dengan pengaturan miliAmperage Second (mAS) sebesar 2.0 dan kiloVoltage Peak (kVP) sebesar 54. Daerah thoraks dan abdomen menggunakan pengaturan mAS sebesar 2.0 dan kVP sebesar 56. Focal Fold Distance (FFD) mengunakan jarak sebesar 40 inchi atau 100 cm.

Analisis Data

(21)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal

Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan khusus, karena tidak ada perbedaan saluran pencernaan antara anjing betina maupun anjing jantan. Pemeriksaan fisik bertujuan mengetahui keadaan umum hewan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anjing dalam keadaan sehat dan tidak mengalami kelainan apapun, sehingga dapat digunakan pada penelitian. Anjing memiliki suhu tubuh normal, frekuensi pernapasan dalam kisaran normal, tetapi frekuensi denyut jantung melebihi batas normal. Frekuensi denyut jantung yang tinggi terjadi karena hewan mengalami sedikit stress. Hasil pemeriksaan fisik ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Pemeriksaan fisik anjing lokal.

Anjing

(22)

8

Tabel 2 Jarak scope, warna mukosa, dan ciri organ.

Organ Jarak scope

Esofagus cervicalis 17 Abu-abu pucat, mengkilap

Cairan sekresi (mukus)

Esofagus thoracalis 28 Merah muda Vaskularisasi pembuluh darah (submukosa), mukosa

38.5 Merah muda Mengkerut, lipatan mukosa membentuk kerutan elips mulut (gambar 2A). Permukaan laring berwarna kecoklatan, memiliki busa berasal dari sekresi saliva (air liur), dan dinding mukosa berwarna pucat. Epiglotis terlihat setelah memasukkan scope sejauh 12 cm (gambar 2B). Epiglotis berbentuk triangular dan menempel pada dinding langit-langit keras dengan ujung yang lancip. Mukosa epiglotis berwarna pink pucat dikelilingi oleh vaskularisasi pembuluh darah pada bagian submukosa.

Gambar 2: Hasil endoskopi laring normal anjing lokal.

A: scope sejauh 9 cm, B: scope sejauh 12 cm. a: permukaan laring, b: busa saliva, c: dinding mukosa laring, d: epiglotis.

(23)

9 esofagus berada dalam keadaan kolaps. Trakhea dan esofagus berjalan ke arah craniodorsal di ventral cervicalis menuju ke arah thoraks.

Gambar 3: Radiograf laring. a: scope, b: laring, c: trakhea.

Endoskopi Esofagus Normal Anjing Lokal

Spinchter esofagus atas terlihat setelah melewati laring dengan memasukkan scope sejauh 13 cm. Spinchter esofagus atas berada di caudodorsal glotis dan selalu berada dalam keadaan tertutup. Pada gambar 4A terlihat adanya celah atau lubang esofagus yang berada di kedua sisi epiglotis. Spinchter esofagus atas berada dalam keadaan tertutup karena tidak adanya makanan yang masuk (gambar 4B). Spinchter esofagus atas terdiri dari mukosa yang melipat dan berkerut memanjang ke dalam. Permukaan mukosa berwarna coklat pucat kekuningan dan mengkilap karena dilapisi oleh saliva (air liur).

(24)

10

Gambar 4: Hasil endoskopi spinchter esofagus atas.

A: scope sejauh 12 cm, B: scope sejauh 14 cm, C: scope sejauh 13 cm. a: spinchter esofagus atas, b: epiglotis, c: permukaan mukosa, d: spinchter yang membuka.

Endoskop mencapai esofagus cervicalis setelah menembus spinchter esofagus atas. Esofagus cervicalis merupakan bagian esofagus yang terletak di dorsal sebelah kiri trakhea. Permukaan esofagus tampak bersih bebas dari makanan karena hewan dipuasakan selama 12 jam. Pemberian insuflasi udara menyebabkan permukaan esofagus membentang luas dan tidak terlihat adanya kerutan maupun lipatan mukosa (gambar 5). Mukosa berwarna abu-abu pucat dan mengkilap, serta dilapisi cairan sekresi kelenjar mukus pada lapisan submukosa yang bersifat mukus.

(25)

11

Radiograf esofagus cervivalis (gambar 6) diambil dengan memasukkan scope sejauh 17 cm. Scope berada di esofagus cervicalis dan tidak tampak dengan jelas karena dikelilingi oleh otot-otot leher dan fascia. Scope tepat berada di bawah os vertebrae cervicalis III, sedangkan trakhea berada di bawah esofagus cervicalis dan tampak radiolucent.

Gambar 6: Radiograf esofagus cervicalis.

a: scope, b: Os vertebrae cervicalis III, c: trakhea.

Batas antara esofagus cervicalis dengan esofagus thoracalis sulit dibedakan karena tidak terlihat dengan jelas. Ciri-ciri esofagus thoracalis ditandai banyaknya vaskularisasi pembuluh darah pada lapisan submukosa, bentuk mukosa esofagus yang bergelombang, serta terdapat kesan trakhea dan aorta jantung (gambar 7). Kesan trakhea maupun aorta jantung terlihat karena esofagus bersinggungan langsung dengan basis jantung dan aorta ventrikel kiri (Sebastiani & Fishbeck 2005).

(26)

12

Gambar 8 menunjukkan scope telah memasuki esofagus thoracalis dengan jarak 28 cm. Scope berada di depan jantung dan tampak bersinggungan dengan trakhea yang berjalan ke arah kaudal. Pembuluh darah yang berasal dari jantung tidak teramati dengan jelas.

Gambar 8: Radiograf esofagus thoracalis. a: scope, b: jantung, c: trakhea.

Scope memasuki daerah esofagus abdominalis setelah melewati esofagus thoracalis. Esofagus abdominalis memiliki spinchter esofagus bawah yang berbatasan langsung dengan lambung dan menjadi gerbang menuju lambung. Spinchter esofagus bawah terlihat mengkerut dan terdapat lipatan-lipatan mukosa membentuk kerutan-kerutan elips. Mukosa berbentuk datar tanpa adanya gelombang-gelombang maupun lengkungan-lengkungan. Pemberian insuflasi udara untuk membuka spinchter agar dapat memasukkan endoskop. Mukosa berwarna merah muda karena banyaknya vaskularisasi pembuluh darah. Vaskularisasi pembuluh darah semakin banyak ditemukan ketika scope menuju ke lambung proksimal (spinchter esofagus bawah), sehingga mukosa lebih berwarna merah.

(27)

13 Radiograf esofagus abdominalis diperoleh dengan jarak 35 cm (gambar 10). Scope melewati diafragma dan berada di depan lambung. Diafragma menjadi batas antara kaudal paru-paru yang tampak radiolucent dengan hati bagian kranial yang tampak lebih radiopaque.

Gambar 10: Radiograf esofagus abdominalis. a: scope, b: diafragma, c: lambung.

Endoskopi Lambung Proksimal Normal Anjing Lokal

Lambung terlihat setelah melewati esofagus abdominalis dengan jarak 39.5 cm. Lambung terbagi menjadi dua bagian, yakni lambung proksimal (kranial) yang terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang terdiri dari antrum dan pylorus. Lambung proksimal berperan dalam mengosongkan cairan lambung dan mengakomodasi makanan (Lei & Chen 2009). Cardia terletak di kaudal spinchter esofagus bawah yang berhubungan langsung dengan esofagus melalui spinchter esofagus bawah. Gambar 11A menunjukkan mukosa cardia berwarna merah muda mengkilap dan terdapat lendir dan busa di permukaan mukosa. Lambung anjing memiliki lipatan mukosa yang tebal dan banyak gelembung busa (Tams & Rawlings 2011) yang membedakannya dengan hewan-hewan lain seperti kucing. Ukuran cardia membesar karena adanya insuflasi udara dan air agar permukaan mukosa terlihat dengan jelas.

(28)

14

Gambar 11: Hasil endoskopi lambung proksimal. A: scope sejauh 39 cm, B: scope sejauh 42 cm. a: mukosa cardia, b: gelembung busa, c: fundus, d: corpus.

Pada gambar 12 terlihat adanya lekukan mukosa yang mengarah ke suatu lubang yang menjadi batas antara lambung proksimal dengan lambung distal yang disebut incisura angularis. Gambar 12A menunjukkan lekukan mukosa semakin sedikit setelah scope masuk ke lambung distal. Pylorus memiliki spinchter yang terdapat pada bagian ujung dan akan membuka jika terdapat benda/makanan yang bergerak masuk menuju usus secara otomatis.

Gambar 12: Hasil endoskopi corpus. A: scope sejauh 51 cm, B: scope sejauh 69 cm. a: incisura angularis, b: spinchter pylorus.

Lambung memiliki gerakan motilitas yang bekerja secara otomatis untuk menggerakan makanan walaupun lambung dalam keadaan kosong. Kelainan motilitas lambung proksimal akan mempengaruhi proses pengosongan lambung dan proses akomodasi makanan serta menyebabkan gangguan fungsional saluran pencernaan atas (Lei & Chen 2009).

(29)

15 2006). Mukosa esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis sedangkan pada mukosa lambung dilapisi oleh epitel silindris.

Vaskularisasi pembuluh darah tidak teramati secara langsung karena lipatan mukosa lambung anjing yang tebal (Tams & Rawlings 2011), sehingga aliran vaskularisasi tidak terlihat. Aliran pembuluh darah yang menyuplai darah ke lambung berasal dari arteri gastric sinistra yang merupakan cabang dari arteri coeliaca berjalan pada curvatura minor menuju pylorus dan beranastomose dengan arteri pilorica (Sebastiani & Fishbeck 2005). Evaluasi vaskularisasi pembuluh darah gastrointestinal secara klinis sangat penting dilakukan karena aliran darah terlibat dalam proses patologis suatu penyakit, seperti: tumor, radang usus, iskemia, colitis, dan ulkus lambung (Mitsuoka et al. 2007).

Radiograf lambung ditunjukkan pada gambar 13 setelah scope mencapai jarak 39 cm. Gambar tersebut menunjukkan posisi scope berada di spinchter esofagus bawah yang berbatasan dengan mulut lambung dan terlihat lambung berbentuk bulat memanjang dengan tampilan radiolucent. Kesan radiolucent akibat insuflasi udara ke dalam lambung serta menyebabkan lambung tampak lebih bulat.

Gambar 13: Radiograf lambung.

a: scope, b: jantung, c: diafragma, d: lambung.

(30)

16

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Gambaran dan karakteristik mukosa normal pada laring, esofagus, dan lambung proksimal anjing lokal teramati dengan baik tanpa melakukan pembedahan dengan menggunakan endoskopi. Pemeriksaan endoskopi, laring, esofagus, dan lambung proksimal memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat dibedakan dengan jelas. Konfirmasi dengan pemeriksaan radiografi memudahkan melihat dan mengukur jarak scope yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui berbagai karakteristik organ-organ lainnya pada anjing lokal dengan menggunakan teknik endoskopi yang dikonfirmasi dengan radiografi dan diperlukan pelatihan-pelatihan mengenai endoskopi agar dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam menggunakan endoskop sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Babich JP, Friedel DM. 2010. Endoscopic approach to pancreatitic pseudocysts: an american perspective. World J Gastrointest Endosc. 2 (3): 77-80.

Barrett KE. 2006. Gastrointestinal Physiology. USA : The McGraw-Hill Companies Inc.

Barthel JS, Chamness JC, Dodam JR, Faunt KK, Gross ME, Guilford WG, Twedt DC, Valentine BA, Wilson MS, Rosychuk RAW, Richter KP, Monnet E, McKiernan BC, McCarthty TC, Kolata RJ. 2005. Veterinary Endoscopy for The Small Animal Practitioner. USA : Elsevier.

Baum B, Meneses F, Kleinschmidt S, Nolte I, Trautwein H. 2007. Agerelated histomorphologic changes in the canine gastrointestinal tract: a histologic and immunohistologic study. World Journal of Gastroenterology. 13:152-157. Dacosta RS, Wilson BC, Marcon NE. 2002. New optical technologies for earlier

endoscopic diagnosis of premalignant gastrointestinal lesions. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 17: S85-S104.

(31)

17 Freeman ML, Nelson BD, Sherman S, Haber GB, Herman ME, Dorsher PJ, Moore JP, Fennerty MB, Ryan ME, Shaw MJ, Lande JD, Pheley AM. 1996. Complications of endoscopic biliary spinchterotomy. The new England Journal of Medicine. 335 (13): 909-918.

Guy C, Ffytche D. 2005. An introduction to the principles of medical imaging. revised ed. London: Imperium College Press.

Guyton AC, Hall JC. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11th Ed. Philadelpia : Elsevier Inc.

Han E. 2003. Diagnosis and management of reflux esophagitis. Clin Tech In Sm Anm Prac. 18:231-238.

Johnston KL, Lamport A, Ballevre O, Batt RM. 1999. A Comparison of Endoscopic and Surgical Collection Procedures for the Analysis of the Bacterial Flora in Duodenal Fluid from Cats. The Veterinary journal. 157: 85-89.

Kore KB, Patil SS, Phondaba BT. 2010. Gastrointestinal Microbial Ecology and Its Health Benefit in Dog. Veterinary World. 3 (3): 140-141.

Latorre R, Ayala I, Soria F, Carballo F, Ayala MD, Cuadrado P. 2007. Double-balloon enteroscopy in two dogs. Veterinary Record. 161: 587-590.

Lecoindre P. 1999. An atlas of gastrointestinal endoscopy in dogs and cats. Walt Foc. 9: 2-9.

Lei Y, Chen J. 2009. Inhibitory Effects of Various Types of Stress n Gastric Tone and Gastric Myoelectrical Activity in Dogs. Scandinavian Journal of Gastroenterology. 44:557-563.

Leib MS. 2005. Endoscopic Procedures: Foreign Body Retrieval and Peg Tube Placement. Proceedings of The North American Veterinary Conference. Florida, 8-12 Juni 2005. Florida : Eastern States Veterinary Association.

Luedtke P, Levine MS, Rubesin SE, Weinstein DS, Laufer I. 2003. Radiologic diagnosis of benign esophageal strictures: a pattern approach. The Journal of Continuing Medical Education in Radiology. 23: 897-909.

Mitsuoka Y, Hata J, Haruma K, Manabe N, Tanaka S, Chayama K. 2007. New Method of Evaluating Gastric Mucosal Blood Flow by Ultrasound. Scandinavian Journal of Gastroenterology. 42: 513-518.

Moore LE. 2003. The advantages and disadventages of endoscopy. Clin Tech Sml Anm Prac. 18: 250-253.

Moore LE. 2008. Esophagus. Di dalam : Steiner JM, editor. Small Animal Gastroenterology. Hannover : Schlutersche Verlagsgesellschaft mbH & Co.KG. Rao TM, Bharathi S, Raghavender KBP. 2010. Surgieal correction of intestinal

obstruction in dogs-a report of eight cases. Intas Polivet. 11 (II): 319-325. Sebastiani AM, Fishbeck DW. 2005. Mammalian Anatomy of The cat, 2nd Ed.

USA : Morton Publishing Company.

Shumway R, Broussard D. 2003. Maintenance of gastrointestinal endoscopes. Clin Tech In Sml Anm Prac. 18 : 254-261.

Steiner JM. 2008. Small Animal Gastroenterology. Hannover : Schlutersche Verlagsgesellschaft mbH & Co.KG.

(32)

18

Suchodolski JS. 2008. Stomach. Di dalam: Small Animal Gastroenterology. Steiner JM. Editor. Jerman: Schultersche.

Tams TR. 2005. Esophagoscopy and Gastroscopy. Di dalam: Tams TR editor. Introductions to Flexible GI Endoscopy. Proceedings of The North American Veterinary Conference. Florida, 8-12 Juni 2005. Florida : Eastern States Veterinary Association.

Tams TR, Rawlings CA. 2011. Small Animal Endoscopy, 3rd ed. Missouri : Mosby Elsevier.

Vlasin M, Husnik R, Fichtel T, Rauserova L. 2004. Acquired esophageal stricture in the dog: a case report. Vet. Med. – Czech. 49 (4): 143–147.

Washabau RJ, Day MJ, Willard MD, Hall EJ, Jergens AE, Mansell J, Minami T, Bilzer TW. 2010. Endoscopic, biopsy, and histopathologic guidelines for the evaluation of gastroitestinal inflammation in companion animals. J Vet Intern Med. 24: 10-26.

Weaver M, Barakzai S. 2010. Handbook of equine radiography. USA : Elsevier. Weber M, Stambouli F, Martin L, Dumon H, Biourge V, Nguyen P. 2001.

Gastrointestinal transit of solid radiopaque markers in large and giant breed growing dogs. J Anim Phsiol a Anim Nutr. 85: 242-250.

Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana RPA. 2011. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor: IPB Press.

Williard MD. 2008. Endoscopic diagnosis of disease causing vomiting. Top in Comp Anm Medc. 23: 162-168.

Willard D, Moore GE, Denton BD, Day MJ, Mansell J, Bilzer T, Wilcock B, Gualtieri M, Olivero D, Lecoindre P, Twedt DC, Collett MG, Hall EJ, Jergens AE, Simpson JW, Else RW, Washabau RJ. 2010. Effect of tissue processing on assessment of endoscopic intestinal biopsies in dogs and cats. J Vet Intern Med. 24: 84-89.

Yamada K, Morimoto M, Kishimoto M, Wisner ER. 2007. Virtual endoscopy of dogs using multi-detector row CT. Veterinary Radiology & Ultarsound. 4 (4): 318-322.

(33)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Januari 1989 di Pontianak sebagai anak ketiga dari pasangan Achmad Sukardi dan Salmah. Pada tahun 2007 penulis lulus dari SMAN 5 Pontianak dan pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

(34)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan teknologi memberikan dampak positif pada dunia kedokteran, terutama dalam mendiagnosis penyakit. Endoskopi merupakan teknik diagnosis yang relatif baru pada kedokteran hewan. Endoskopi dapat digunakan untuk pengambilan jaringan (biopsi), pengamatan perubahan morfologi permukaan mukosa, dan pengambilan benda asing dari dalam tubuh (Steiner 2008), serta untuk mengamati organ-organ di dalam tubuh tanpa melakukan pembedahan/minimal invasive (Dacosta et al. 2002).

Endoskopi dapat diaplikasikan pada berbagai organ tubuh, seperti saluran pencernaan. Pemeriksaan saluran pencernaan bertujuan mengamati kelainan pada rongga mulut, esofagus, lambung, duodenum, jejunum, ileum, dan kolon. Endoskopi sangat sensitif dalam mendiagnosis penyakit mukosa saluran pencernaan seperti polip dan hipertrofi mukosa gastrointestinal (Moore 2003). Endoskopi saluran pencernaan sebelumnya pernah dilakukan pada hewan ruminansia (Stierschneider et al. 2007) dan hewan kecil (Lecoindre 1999, Williard 2008).

Radiografi merupakan teknik yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit. Radiografi sangat efektif mengetahui kelainan pada tulang dan persendian, namun kurang baik dalam menginterpretasi jaringan lunak (Weaver & Barakzai 2010). Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003).

Endoskopi lebih banyak dilakukan pada anjing ras dibandingkan dengan anjing lokal, sehingga informasi maupun data hasil pemeriksaaan endoskopi anjing lokal sangat sedikit dan terbatas. Pemeriksaan endoskopi yang dikombinasikan dengan radiografi belum pernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan menggabungkan teknik endoskopi dan radiografi pada anjing lokal.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran normal dan karakteristik mukosa pada laring, esofagus, dan lambung anjing lokal dengan menggunakan pemeriksaan endoskopi yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiografi.

Manfaat

(35)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Pencernaan

Hewan memiliki sistem pencernaan yang berfungsi sebagai tempat pengolahan makanan menjadi sumber energi dan nutrisi, melalui proses mekanis maupun kimiawi. Sistem pencernaan melibatkan enzim dan hormon yang membantu dalam menyediakan energi dengan memanfaatkan nutrisi dari makanan yang dikonsumsi (Kore et al. 2010). Saluran pencernaan terdiri atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, rektum, dan anus, serta dilengkapi dengan hati, limpa, dan pankreas yang membantu proses pengolahan makanan (Sebastiani & Fishbeck 2005). Saluran pencernaan anjing (karnivora) memiliki saluran pencernaan bawah lebih pendek dibandingkan dengan hewan herbivora maupun omnivora, dan anjing tidak memiliki enzim ptyalin (amylase saliva) (Kore et al. 2010).

Makanan yang masuk ke dalam mulut dihancurkan melalui proses mekanis oleh gigi, kelenjar saliva, dan lidah menjadi bolus yang lebih kecil. Gigi dan lidah bekerja sinergis memperkecil ukuran makanan, sedangkan kelenjar saliva mensekresikan saliva agar lingkungan mulut menjadi basah yang memicu proses difusi molekul makanan ke reseptor-reseptor lidah sehigga menciptakan sensasi rasa. Saliva juga berperan mengurangi mikroba yang berasal dari makanan dan menjadi pembungkus bolus-bolus makanan sebelum masuk ke esofagus (Barret 2006).

Makanan yang melewati faring akan masuk ke dalam esofagus. Esofagus merupakan otot berbentuk pipa memanjang yang berfungsi mengantarkan makanan dari mulut menuju lambung dengan gerakan peristaltik (Barret 2006). Makanan yang melewati esofagus akan masuk ke dalam lambung. Lambung merupakan tempat pencernaan makanan secara kimiawi. Lambung terbagi atas lambung proksimal dan lambung distal. Pada mamalia yang bertumpu dengan empat kaki, lambung proksimal disebut juga dengan lambung kranial dan lambung distal disebut juga dengan lambung kaudal.

Lambung proksimal terdiri dari cardia, fundus, dan corpus. Cardia berada di dekat esofagus yang merupakan batas antara lambung dan esofagus. Fundus terletak di kiri lambung dan di cranial corpus lambung, sedangkan corpus merupakan bagian terbesar dari lambung yang menghubungkan fundus dengan pylorus (Suchodolski 2008). Lambung proksimal menghasilkan sekresi cairan lambung.

(36)

3 digunakan untuk menentukan distribusi dan tingkat keparahan penyakit gastrointestinal (Willard et al. 2010).

Endoskop

Teknik endoskopi pertama kali diperkenalkan oleh Phillip Bozzini pada tahun 1806 dan pada tahun 1976 Johnson et al. menggunakan endoskop untuk memeriksa saluran pencernaan hewan kecil (Moore 2003). Endoskop dibedakan menjadi endoskop fleksibel dan endoskop rigid (kaku). Endoskop fleksibel digunakan pada pemeriksaan organ berbentuk tabung panjang atau saluran panjang, seperti: saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan saluran urinarius hewan jantan (Barthel et al. 2005). Endoskop rigid (kaku) digunakan pada pemeriksaan cavum abdominal, cavum thoraks, dan persendian (Tams & Rawlings 2011), serta diaplikasikan pada pemeriksaan rongga hidung (Rhinoscopy), liang telinga (Otoscopy), vesika urinaria hewan betina (Cystoscopy), dan kolon (Colonoscopy) (Barthel et al. 2005).

Endoskop fleksibel terdiri dari komponen yang membentuk suatu sistem sehingga dapat bekerja dengan baik. Komponen tersebut terbagi menjadi dua, yaitu komponen internal dan eksternal. Komponen internal terdiri dari angulation system, air and water system, image system, dan electrical system. Komponen eksternal terdiri dari light guide plug, umbilical cord, control section, dan insertion tube (scope) (Shumway & Broussard 2003).

Gambar 1. Anatomi Endoskop Fleksibel (Barthel et al. 2005)

(37)

4

plug berfungsi sebagai penghubung antara endoskop dengan sumber cahaya, air, maupun udara. Umbilical cord merupakan penghubung antara light guide plug dengan control section. Control section berfungsi dalam pengaturan endoskop. Pada control section terdapat angulation control knobs dan breaking lever yang berfungsi memanipulasi ujung scope serta terdapat air and water valve. Control section juga dilengkapi operating channel yang berfungsi sebagai gerbang untuk mengaplikasikan alat tambahan seperti biopsy forceps dan aspiration needle.

Menurut Washabau et al. (2010), endoskop fleksibel memiliki 5 keuntungan, yaitu: 1. dapat melihat perubahan mukosa saluran pencernaan, 2. dapat memudahkan pengumpulan biopsi beberapa jaringan dari setiap situs, 3. teknik diagnosis yang dipilih pada beberapa penyakit tertentu, misal: ulserasi, erosi, dan lymphangiectacsia, 4. endoskopi memiliki resiko minimal terhadap perforasi dan peritonitis septic, dan 5. endoskopi membutuhkan waktu yang relatif sedikit, tekanan stres yang lebih kecil, serta relatif lebih murah dibandingkan dengan tindakan operasi. Endoskop fleksibel juga memiliki kelemahan, yakni: endoskop tidak dapat menjangkau seluruh saluran gastrointestinal walaupun enteroskopi dapat dilakukan, endoskop memiliki keterbatasan dalam mendeteksi lesio-lesio yang mengalami kelainan di saluran pencernaan pada pelaksanaan duodenoskopi.

Penggunaan endoskop relatif aman dan efektif dalam mendiagnosis penyakit saluran pencernaan (Moore 2003). Penyakit yang dapat didiagnosis adalah: esofagitis, obstruksi benda asing, neoplasia, pyloric stenosis, ulcer, hyperthropic gastropathies, dan pseudocysts pankreas (Lecoindre 1999, Babich & Friedel 2010). Endoskopi dapat digunakan untuk menghilangkan batu empedu dengan teknik endoskopi sfingterotomi (Freeman et al. 1996).

Endoskopi digunakan untuk pengambilan cairan pada usus halus (Johnston et al. 1999) dan membantu pengambilan spesimen sitologi, mikrobiologi, maupun histopatologi saluran pencernaan (Zoran 2001). Sampel biopsi mukosa yang diambil digunakan untuk mendiagnosis penyakit (Day et al. 2008). Endoskopi menjadi sarana pendekatan diagnostik yang sangat baik dan berperan dalam mendeteksi dan mengkarakterisasi bagian luminal dan mural lambung, serta membantu mendiagnosis gangguan duodenum proksimal (Yamada et al. 2006).

Radiografi

Radiografi merupakan teknik yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit dengan memanfaatkan pemaparan sinar-X ke jaringan dan berinteraksi membentuk obyek yang ditangkap pada sebuah kertas film. Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Conrad Roentgen pada tahun 1896 (Guy & Ffytche 2005). Radiografi sangat efektif untuk mengetahui kelainan pada tulang dan persendian, namun kurang baik dalam menginterpretasi jaringan lunak (Weaver & Barakzai 2010). Pemeriksaan radiografi pada saluran maupun organ pencernaan menunjukkan hasil yang beragam. Gambar tampak radiopaque jika organ tersebut merupakan organ berbentuk padat dan bertekstur keras dan tampak radiolucent jika organ tersebut bertesktur lunak.

(38)

5 dalam kondisi kolaps dan tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Radiografi esofagus dapat terlihat dengan bantuan pewarnaan bahan kontras seperti barium sulfat (Vlasin et al. 2004). Radiografi lambung normal yang telah dikosongkan (dipuasakan) terlihat radiolucent karena lambung berisi udara. Gambar radiografi fundus terlihat radiolucent karena berisi gas (Suchodolski 2008). Bahan kontras barium sulfat dapat digunakan untuk menentukan waktu pengosongan lambung (Weber et al. 2001) dan mendeteksi penyempitan esofagus Luedtke et al. 2002).

Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003). Radiografi saluran pencernaan membantu untuk mendiagnosis penyakit obstruksi saluran maupun organ pencernaan (Rao et al. 2010). Evaluasi radiografi secara berurutan membantu untuk melihat gerakan benda asing di dalam saluran pencernaan (Leib 2005).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat

Penelitian ini menggunakan 1 set peralatan endoskop fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope 8.0 mm dan panjang 1.5 m, 1 set peralatan radiografi tipe mobile, mouthgage, laringoskop, stetoskop, termometer, syringe 1 ml, penggaris, kandang anjing, alas kandang, dan sarung tangan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 2 ekor anjing lokal (Canis lupus) berumur 6 bulan dan berjenis kelamin betina dengan bobot badan (BB) masing-masing 6 kg dan 7.5 kg. Bahan-bahan yang digunakan adalah: obat anthelmintika praziquantel 50 mg (dosis 5 mg/kg BB), antibiotik amoxicillin (dosis 20 mg/kg BB), sediaan premedikasi atropin sulfat 0.25% (dosis 0.025 mg/kg BB), sediaan anestetikum berupa ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan

(39)

5 dalam kondisi kolaps dan tertutup oleh lapisan-lapisan otot dan fascia pada leher. Radiografi esofagus dapat terlihat dengan bantuan pewarnaan bahan kontras seperti barium sulfat (Vlasin et al. 2004). Radiografi lambung normal yang telah dikosongkan (dipuasakan) terlihat radiolucent karena lambung berisi udara. Gambar radiografi fundus terlihat radiolucent karena berisi gas (Suchodolski 2008). Bahan kontras barium sulfat dapat digunakan untuk menentukan waktu pengosongan lambung (Weber et al. 2001) dan mendeteksi penyempitan esofagus Luedtke et al. 2002).

Radiografi juga digunakan untuk mendiagnosis penyakit saluran pencernaan yang berkaitan dengan motilitas (Han 2003). Radiografi saluran pencernaan membantu untuk mendiagnosis penyakit obstruksi saluran maupun organ pencernaan (Rao et al. 2010). Evaluasi radiografi secara berurutan membantu untuk melihat gerakan benda asing di dalam saluran pencernaan (Leib 2005).

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Maret 2012 di Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB).

Alat

Penelitian ini menggunakan 1 set peralatan endoskop fleksibel tipe Small Animal Gastroscope VET-G1580® dengan diameter scope 8.0 mm dan panjang 1.5 m, 1 set peralatan radiografi tipe mobile, mouthgage, laringoskop, stetoskop, termometer, syringe 1 ml, penggaris, kandang anjing, alas kandang, dan sarung tangan.

Bahan

Hewan yang digunakan adalah 2 ekor anjing lokal (Canis lupus) berumur 6 bulan dan berjenis kelamin betina dengan bobot badan (BB) masing-masing 6 kg dan 7.5 kg. Bahan-bahan yang digunakan adalah: obat anthelmintika praziquantel 50 mg (dosis 5 mg/kg BB), antibiotik amoxicillin (dosis 20 mg/kg BB), sediaan premedikasi atropin sulfat 0.25% (dosis 0.025 mg/kg BB), sediaan anestetikum berupa ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB).

Prosedur Penelitian

Persiapan dan Aklimatisasi Hewan

(40)

6

hari. Tujuan dari aklimatisasi untuk mengeliminasi gangguan pencernaan akibat cacing maupun bakteri. Anjing diberi makan dan minum secara teratur.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan umum hewan sebelum dilakukan anestesi. Pemeriksaan fisik meliputi sinyalemen yang terdiri dari: nama hewan, jenis hewan, bangsa atau ras, jenis kelamin, umur, warna kulit dan rambut, berat badan dan ciri-ciri khusus. Selain itu pemeriksaan suhu tubuh, pulsus atau denyut nadi, dan frekuensi respirasi.

Anestesi Hewan

Hewan dipuasakan selama 12 jam agar lambung dalam kondisi kosong, kemudian dilakukan pemberian anestesi. Premedikasi dengan atropin sulfat (dosis 0.025 mg/kg BB), kemudian anestesi dilakukan dengan ketamin 10% (dosis 10 mg/kg BB) dan xylazine 2% (dosis 2 mg/kg BB). Pemeriksaan endoskopi dilakukan setelah hewan dalam kondisi teranestesi.

Pemeriksaan Endoskop

Hewan yang teranestesi diposisikan terbaring left lateral recumbency dengan kepala agak ditegakkan. Mouthgage dipasang ke dalam mulut untuk mempermudah endoskop masuk ke dalam saluran pencernaan hewan. Endoskop dimasukkan secara perlahan untuk mencapai faring maka esofagus yang berada di atas trachea terlihat.

Endoskop masuk ke dalam esofagus sambil dilakukan pengamatan terhadap mukosa pada bagian pars cervical, pars thoracal, dan pars abdominal. Pada bagian esofagus terdapat low esophagus spinchter (LES) yang merupakan pintu masuk menuju lambung (Steiner 2008). Endoskop masuk untuk menuju lambung. Lambung terbagi atas lambung proksimal (kranial), terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang dikenal dengan pylorus dan memiliki gerbang menuju duodenum (spinchter pylory). Pengambilan gambar dan video dilakukan saat proses pengamatan dan dilakukan pengukuran kedalaman endoskop terhadap organ yang diamati.

Pemeriksaan Radiografi

Jarak scope dalam saluran pencernaan dikonfirmasi dengan radiografi. Radiografi dilakukan pada daerah kepala, thoraks, dan abdominal dengan posisi left lateral recumbency. Radiografi daerah kepala dilakukan dengan pengaturan miliAmperage Second (mAS) sebesar 2.0 dan kiloVoltage Peak (kVP) sebesar 54. Daerah thoraks dan abdomen menggunakan pengaturan mAS sebesar 2.0 dan kVP sebesar 56. Focal Fold Distance (FFD) mengunakan jarak sebesar 40 inchi atau 100 cm.

Analisis Data

(41)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal

Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan khusus, karena tidak ada perbedaan saluran pencernaan antara anjing betina maupun anjing jantan. Pemeriksaan fisik bertujuan mengetahui keadaan umum hewan. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa anjing dalam keadaan sehat dan tidak mengalami kelainan apapun, sehingga dapat digunakan pada penelitian. Anjing memiliki suhu tubuh normal, frekuensi pernapasan dalam kisaran normal, tetapi frekuensi denyut jantung melebihi batas normal. Frekuensi denyut jantung yang tinggi terjadi karena hewan mengalami sedikit stress. Hasil pemeriksaan fisik ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Pemeriksaan fisik anjing lokal.

Anjing

(42)

8

Tabel 2 Jarak scope, warna mukosa, dan ciri organ.

Organ Jarak scope

Esofagus cervicalis 17 Abu-abu pucat, mengkilap

Cairan sekresi (mukus)

Esofagus thoracalis 28 Merah muda Vaskularisasi pembuluh darah (submukosa), mukosa

38.5 Merah muda Mengkerut, lipatan mukosa membentuk kerutan elips mulut (gambar 2A). Permukaan laring berwarna kecoklatan, memiliki busa berasal dari sekresi saliva (air liur), dan dinding mukosa berwarna pucat. Epiglotis terlihat setelah memasukkan scope sejauh 12 cm (gambar 2B). Epiglotis berbentuk triangular dan menempel pada dinding langit-langit keras dengan ujung yang lancip. Mukosa epiglotis berwarna pink pucat dikelilingi oleh vaskularisasi pembuluh darah pada bagian submukosa.

Gambar 2: Hasil endoskopi laring normal anjing lokal.

A: scope sejauh 9 cm, B: scope sejauh 12 cm. a: permukaan laring, b: busa saliva, c: dinding mukosa laring, d: epiglotis.

(43)

9 esofagus berada dalam keadaan kolaps. Trakhea dan esofagus berjalan ke arah craniodorsal di ventral cervicalis menuju ke arah thoraks.

Gambar 3: Radiograf laring. a: scope, b: laring, c: trakhea.

Endoskopi Esofagus Normal Anjing Lokal

Spinchter esofagus atas terlihat setelah melewati laring dengan memasukkan scope sejauh 13 cm. Spinchter esofagus atas berada di caudodorsal glotis dan selalu berada dalam keadaan tertutup. Pada gambar 4A terlihat adanya celah atau lubang esofagus yang berada di kedua sisi epiglotis. Spinchter esofagus atas berada dalam keadaan tertutup karena tidak adanya makanan yang masuk (gambar 4B). Spinchter esofagus atas terdiri dari mukosa yang melipat dan berkerut memanjang ke dalam. Permukaan mukosa berwarna coklat pucat kekuningan dan mengkilap karena dilapisi oleh saliva (air liur).

(44)

10

Gambar 4: Hasil endoskopi spinchter esofagus atas.

A: scope sejauh 12 cm, B: scope sejauh 14 cm, C: scope sejauh 13 cm. a: spinchter esofagus atas, b: epiglotis, c: permukaan mukosa, d: spinchter yang membuka.

Endoskop mencapai esofagus cervicalis setelah menembus spinchter esofagus atas. Esofagus cervicalis merupakan bagian esofagus yang terletak di dorsal sebelah kiri trakhea. Permukaan esofagus tampak bersih bebas dari makanan karena hewan dipuasakan selama 12 jam. Pemberian insuflasi udara menyebabkan permukaan esofagus membentang luas dan tidak terlihat adanya kerutan maupun lipatan mukosa (gambar 5). Mukosa berwarna abu-abu pucat dan mengkilap, serta dilapisi cairan sekresi kelenjar mukus pada lapisan submukosa yang bersifat mukus.

(45)

11

Radiograf esofagus cervivalis (gambar 6) diambil dengan memasukkan scope sejauh 17 cm. Scope berada di esofagus cervicalis dan tidak tampak dengan jelas karena dikelilingi oleh otot-otot leher dan fascia. Scope tepat berada di bawah os vertebrae cervicalis III, sedangkan trakhea berada di bawah esofagus cervicalis dan tampak radiolucent.

Gambar 6: Radiograf esofagus cervicalis.

a: scope, b: Os vertebrae cervicalis III, c: trakhea.

Batas antara esofagus cervicalis dengan esofagus thoracalis sulit dibedakan karena tidak terlihat dengan jelas. Ciri-ciri esofagus thoracalis ditandai banyaknya vaskularisasi pembuluh darah pada lapisan submukosa, bentuk mukosa esofagus yang bergelombang, serta terdapat kesan trakhea dan aorta jantung (gambar 7). Kesan trakhea maupun aorta jantung terlihat karena esofagus bersinggungan langsung dengan basis jantung dan aorta ventrikel kiri (Sebastiani & Fishbeck 2005).

(46)

12

Gambar 8 menunjukkan scope telah memasuki esofagus thoracalis dengan jarak 28 cm. Scope berada di depan jantung dan tampak bersinggungan dengan trakhea yang berjalan ke arah kaudal. Pembuluh darah yang berasal dari jantung tidak teramati dengan jelas.

Gambar 8: Radiograf esofagus thoracalis. a: scope, b: jantung, c: trakhea.

Scope memasuki daerah esofagus abdominalis setelah melewati esofagus thoracalis. Esofagus abdominalis memiliki spinchter esofagus bawah yang berbatasan langsung dengan lambung dan menjadi gerbang menuju lambung. Spinchter esofagus bawah terlihat mengkerut dan terdapat lipatan-lipatan mukosa membentuk kerutan-kerutan elips. Mukosa berbentuk datar tanpa adanya gelombang-gelombang maupun lengkungan-lengkungan. Pemberian insuflasi udara untuk membuka spinchter agar dapat memasukkan endoskop. Mukosa berwarna merah muda karena banyaknya vaskularisasi pembuluh darah. Vaskularisasi pembuluh darah semakin banyak ditemukan ketika scope menuju ke lambung proksimal (spinchter esofagus bawah), sehingga mukosa lebih berwarna merah.

(47)

13 Radiograf esofagus abdominalis diperoleh dengan jarak 35 cm (gambar 10). Scope melewati diafragma dan berada di depan lambung. Diafragma menjadi batas antara kaudal paru-paru yang tampak radiolucent dengan hati bagian kranial yang tampak lebih radiopaque.

Gambar 10: Radiograf esofagus abdominalis. a: scope, b: diafragma, c: lambung.

Endoskopi Lambung Proksimal Normal Anjing Lokal

Lambung terlihat setelah melewati esofagus abdominalis dengan jarak 39.5 cm. Lambung terbagi menjadi dua bagian, yakni lambung proksimal (kranial) yang terdiri dari cardia, fundus, dan corpus, dan lambung distal (kaudal) yang terdiri dari antrum dan pylorus. Lambung proksimal berperan dalam mengosongkan cairan lambung dan mengakomodasi makanan (Lei & Chen 2009). Cardia terletak di kaudal spinchter esofagus bawah yang berhubungan langsung dengan esofagus melalui spinchter esofagus bawah. Gambar 11A menunjukkan mukosa cardia berwarna merah muda mengkilap dan terdapat lendir dan busa di permukaan mukosa. Lambung anjing memiliki lipatan mukosa yang tebal dan banyak gelembung busa (Tams & Rawlings 2011) yang membedakannya dengan hewan-hewan lain seperti kucing. Ukuran cardia membesar karena adanya insuflasi udara dan air agar permukaan mukosa terlihat dengan jelas.

(48)

14

Gambar 11: Hasil endoskopi lambung proksimal. A: scope sejauh 39 cm, B: scope sejauh 42 cm. a: mukosa cardia, b: gelembung busa, c: fundus, d: corpus.

Pada gambar 12 terlihat adanya lekukan mukosa yang mengarah ke suatu lubang yang menjadi batas antara lambung proksimal dengan lambung distal yang disebut incisura angularis. Gambar 12A menunjukkan lekukan mukosa semakin sedikit setelah scope masuk ke lambung distal. Pylorus memiliki spinchter yang terdapat pada bagian ujung dan akan membuka jika terdapat benda/makanan yang bergerak masuk menuju usus secara otomatis.

Gambar 12: Hasil endoskopi corpus. A: scope sejauh 51 cm, B: scope sejauh 69 cm. a: incisura angularis, b: spinchter pylorus.

Lambung memiliki gerakan motilitas yang bekerja secara otomatis untuk menggerakan makanan walaupun lambung dalam keadaan kosong. Kelainan motilitas lambung proksimal akan mempengaruhi proses pengosongan lambung dan proses akomodasi makanan serta menyebabkan gangguan fungsional saluran pencernaan atas (Lei & Chen 2009).

(49)

15 2006). Mukosa esofagus dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis sedangkan pada mukosa lambung dilapisi oleh epitel silindris.

Vaskularisasi pembuluh darah tidak teramati secara langsung karena lipatan mukosa lambung anjing yang tebal (Tams & Rawlings 2011), sehingga aliran vaskularisasi tidak terlihat. Aliran pembuluh darah yang menyuplai darah ke lambung berasal dari arteri gastric sinistra yang merupakan cabang dari arteri coeliaca berjalan pada curvatura minor menuju pylorus dan beranastomose dengan arteri pilorica (Sebastiani & Fishbeck 2005). Evaluasi vaskularisasi pembuluh darah gastrointestinal secara klinis sangat penting dilakukan karena aliran darah terlibat dalam proses patologis suatu penyakit, seperti: tumor, radang usus, iskemia, colitis, dan ulkus lambung (Mitsuoka et al. 2007).

Radiograf lambung ditunjukkan pada gambar 13 setelah scope mencapai jarak 39 cm. Gambar tersebut menunjukkan posisi scope berada di spinchter esofagus bawah yang berbatasan dengan mulut lambung dan terlihat lambung berbentuk bulat memanjang dengan tampilan radiolucent. Kesan radiolucent akibat insuflasi udara ke dalam lambung serta menyebabkan lambung tampak lebih bulat.

Gambar 13: Radiograf lambung.

a: scope, b: jantung, c: diafragma, d: lambung.

(50)

16

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

Gambaran dan karakteristik mukosa normal pada laring, esofagus, dan lambung proksimal anjing lokal teramati dengan baik tanpa melakukan pembedahan dengan menggunakan endoskopi. Pemeriksaan endoskopi, laring, esofagus, dan lambung proksimal memiliki karakteristik yang khas sehingga dapat dibedakan dengan jelas. Konfirmasi dengan pemeriksaan radiografi memudahkan melihat dan mengukur jarak scope yang masuk ke dalam saluran pencernaan.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat mengetahui berbagai karakteristik organ-organ lainnya pada anjing lokal dengan menggunakan teknik endoskopi yang dikonfirmasi dengan radiografi dan diperlukan pelatihan-pelatihan mengenai endoskopi agar dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam menggunakan endoskop sehingga didapatkan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Babich JP, Friedel DM. 2010. Endoscopic approach to pancreatitic pseudocysts: an american perspective. World J Gastrointest Endosc. 2 (3): 77-80.

Barrett KE. 2006. Gastrointestinal Physiology. USA : The McGraw-Hill Companies Inc.

Barthel JS, Chamness JC, Dodam JR, Faunt KK, Gross ME, Guilford WG, Twedt DC, Valentine BA, Wilson MS, Rosychuk RAW, Richter KP, Monnet E, McKiernan BC, McCarthty TC, Kolata RJ. 2005. Veterinary Endoscopy for The Small Animal Practitioner. USA : Elsevier.

Baum B, Meneses F, Kleinschmidt S, Nolte I, Trautwein H. 2007. Agerelated histomorphologic changes in the canine gastrointestinal tract: a histologic and immunohistologic study. World Journal of Gastroenterology. 13:152-157. Dacosta RS, Wilson BC, Marcon NE. 2002. New optical technologies for earlier

endoscopic diagnosis of premalignant gastrointestinal lesions. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 17: S85-S104.

(51)

ENDOSKOP FLEKSIBEL UNTUK PENCITRAAN

PERMUKAAN MUKOSA LARING, ESOFAGUS, DAN

LAMBUNG ANJING LOKAL (

Canis lupus

)

ERLI CHANDRA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Gambar

Gambar 1. Anatomi Endoskop Fleksibel (Barthel et al. 2005)
Tabel 2 Jarak scope, warna mukosa, dan ciri organ.
Gambar 3: Radiograf  laring. a: scope, b: laring, c: trakhea.
Gambar 4: Hasil endoskopi spinchter esofagus atas.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pen%akit pada usia lan$ut sering ter$adi pada ban%ak organ se#ingga peberian obat sering ter$adi poli'arasi" Poli'arasi berarti peakaian ban%ak obat sekaligus

Hasil mutu fisik flakes dari 3 formulasi perbandingan beras merah dan bekatul padi beras putih menunjukan perbedaan yang signifikan untuk indeks penyerapan air,

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka melalui penulisan ini dicobakan suatu pembuatan model serta animasi 3 dimensi beberapa gambar yang diambil dari bab 3 yaitu Air Tanah

Pembanguan jalan menuju persawan masyarakat desa Hutatinggi merupakan hasil dari perencanaan masyarakat desa Hutatinggi hingga pelaksanaan dan sampai pada pengawasan pembangunan

atatan awal abad masehi mengenai kedatangan orang#orang (indu dan "uddha dari India ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti.Adapun hubungan antara

Setelah serangkaian aktivitas yang dilakukan, maka produk akhir yang didapat adalah 3 buah soal yang merupakan instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis

Untuk menguji hipotesis ini dilakukan uji mediasi dengan perhitungan pengaruh langsung dan tidak langsung antara persepsi nilai (X2) terhadap niat perilaku konsumen (Y)

- Gunung Sindoro, Jawa Tengah. - Gunung Sumbing, Jawa Tengah. - Gunung Sumbing, Jawa Tengah. - Gunung Merbabu, Jawa Tengah. - Gunung Merbabu, Jawa Tengah. - Gunung Merapi, Jawa