• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaa tataguna lahan. Inti evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, dengan sifat sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan cara ini maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian/kemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan (land qualities), dan setiap kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai hubungan satu sama lainnya di dalam pengertian kualitas lahan dan akan berpengaruh terhadap jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lainnya yang berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Djaenudin, dkk., 2003).

Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini mengenal 4 (empat) kategori, yaitu :

1. Ordo

Pada tingkat ordo ditunjukkan, apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk suatu jenis penggunaan lahan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu : Ordo S (Sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat

digunakan dalam jangka waktu yang tidak terbatas untuk suatu tujuan yang telah dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil pengelolaan lahan itu akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.

Ordo N (tidak sesuai) : Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang mempunyai kesulitan sedemikian rupa, sehingga mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan yang telah direncanakan. Lahan dapat digolongkan sebagai tidak sesuai untuk digunakan bagi usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik (lereng sangat curam, berbatu-batu, dan sebagainya) atau secara ekonomi (keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan)

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). 2. Kelas

Menurut Ritung, dkk., (2007) pada tingkat kelas, kelas kesesuaian lahan digolongkan atas beberapa tingkatan sebagai berikut :

Kelas S1 (Sangat Sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (Cukup Sesuai) : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

Kelas S3 (Sesuai Marginal) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat,dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang 6

Kelas N (Tidak Sesuai): Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi.

3. Sub-kelas

Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc=rooting condition) (Ritung, dkk., 2007). 4. unit

Unit adalah keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Contoh kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kondisi perakaran terutama faktor kedalaman efektif tanah, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan (Ritung, dkk., 2007).

Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usaha tani. Kegiatan evaluasi lahan ini mensuplai petani dengan informasi secara tepat dan akurat tentang apa yang seharusnya dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya. Termasuk ke dalam evaluasi tersebut adalah penelitian dan penilaian tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah lapisan bawah, kedalaman solum 7

diolah, permeabilitas subsoil, drainase permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, dan bahaya erosi bila tanah diolah (Raden, dkk., 2010).

Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, tanpa perhitungan yang tepat baik biaya atau modal maupun keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan,

tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit. Dalam perencanaan operasional proyek biasanya membutuhkan

evaluasi lahan secara kuantitatif. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang (present land use), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan, seperti penambahan pupuk, pengairan atau terasering tergantung dari jenis faktor pembatasnya (Djaenudin, dkk., 2003).

Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan mencakup persyaratan tumbuh / hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, 8

Karakteristik Lahan

Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Menurut Djaenudin, dkk., (2003) menyatakan bahwa karakteristik lahan yang digunakan adalah: temperatur udara, curah hujan, lamanya masa kering, kelembaban udara, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, kapasitas tukar kation liat, kejenuhan basa, pH H2O, C-organik, salinitas, alkalinitas, kedalaman bahan sulfidik, lereng, bahaya erosi, genangan, batuan di permukaan, dan singkapan batuan.

 Temperatur udara : merupakan temperatur udara tahunan dan dinyatakan dalam °C

 Curah hujan : merupakan curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan dalam mm

 Kelembaban udara : merupakan kelembaban udara rerata tahunan dan dinyatakan dalam %

 Drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah

 Tekstur : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran < 2 mm

 Bahan kasar : menyatakan volume dalam % dan adanya bahan kasar dengan

ukuran > 2 mm

 Kedalaman tanah : menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang dapat

dipakai untuk perkembangan perakaran dari tanaman yang dievaluasi  KTK liat : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat

 Kejenuhan basa : jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam 100 g contoh

tanah.

10  Reaksi tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering dinyatakan

dengan data laboratorium atau pengukuran lapangan, sedang pada tanah basah diukur di lapangan

 C-organik : kandungan karbon organik tanah.  Alkalinitas : kandungan natrium dapat ditukar

 Lereng : menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %

 Bahaya erosi : bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan adanya erosi

lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully erosion), atau dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per tahun

 Genangan : jumlah lamanya genangan dalam bulan selama satu tahun

 Batuan di permukaan : volume batuan (dalam %) yang ada di permukaan

11 Tabel 1. Jenis usaha perbaikan karakteristik lahan aktual (saat ini) untuk menjadi

potensial menurut tingkat pengelolaannya Kualitas / Karakteristik

Lahan

Jenis Usaha Perbaikan Tingkat Pengelolaan 1. Rezim radiasi

Panjang / lama penyinaran matahari

Tidak dapat dilakuakan perbaikan - 2. Rezim suhu

Suhu rerata tahunan Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terdingin Tidak dapat dilakukan perbaikan - Suhu rerata bulan terpanas Tidak dapat dilakukan perbaikan - 3. Rezim kelembaban

udara

Kelembaban nisbi Tidak dapat dilakukan perbaikan - 4. Ketersediaan air

Bulan kering Sisitem irigasi / pengairan Sedang, tinggi Curah hujan Sisitem irigasi / pengairan Sedang, tinggi 5. Media perakaran

Drainase Perbaikan sistem drainase, seperti pembuatan saluran drainase

Sedang, tinggi Tekstur Tidak dapat dilakukan perbaikan -

Kedalaman efektif Umumnya tidak dapat dilakukan perbaikan kecuali pada lapisan padas lunak dan tipis dengan membongkarnya saat pengolahan tanah.

Tinggi

6. Retensi hara

KTK Pengapuran atau penambahan bahan

organic

Sedang, tinggi

Ph Pengapuran

7. Ketersediaan hara Pengapuran

N total Pemupukan Sedang, tinggi

P2O5 tersedia Pemupukan K2O dapat ditukar Pemupukan 8. Bahaya banjir

Periode frekuensi Pembuatan tanggul penahan banjir serta pembuatan saluran drainase untuk mempercepat pengaturan air

Tinggi

9. Kegaraman

Salinitas Reklamasi Sedang, tinggi

10. Toksisitas

Kejenuhan aluminium Pengapuran Sedang, tinggi Lapisan pirit Pengaturan sistem tata air tanah, tinggi

permukaan air tanah harus di atas lapisan bahan sulfidic

Sedang, tinggi

11. Kemudahan pengolahan

Pengaturan kelembaban tanah untuk mempermudah pengolahan tanah.

Sedang, tinggi 12. Terrain / potensi

mekanisasi

Tidak dapat dilakukan perbaikan - 13. Bahaya erosi Pembuatan teras, penanaman sejajar

kontur, penanaman cover crop

Sedang, tinggi Sumber : Rayes, 2007

12 Tabel 2. Asumsi tingkat perbaikan kualitas lahan aktual untuk menjadi potensial

menurut tingkat pengelolaannya

Kualitas / karakteristik lahan Tingkat pengelolaan

1. Rezim radiasi - - -

2. Rezim suhu - - -

3. Rezim lengas udara - - -

1. Ketersediaan air • Bulan kering - + ++ • Curah hujan - + ++ 2. Media perakaran • Drainase - + ++ • Tekstur - - - • Kedalaman efektif - - + • Gambut: kematangan - - + • Gambut: ketebalan - - + 3. Retensi hara • KTK - + ++ • pH - + ++ 4. Ketersediaan hara • N total + ++ +++ • P2O5 tersedia + ++ +++ • K2O dapat ditukar + ++ +++ 5. Bahaya banjir • Periode - + ++ • Frekuensi - + ++ 6. Kegaraman • Salinitas - + ++ 7. Toksisitas • Kejenuhan aluminium - + ++ • Lapisan pirit - + ++ 8. Kemudahan pengolahan - + ++

Keterangan:

• Tingkat pengelolaan rendah : pengelolaan dapat dilakukan oleh petani dengan biaya yang relative rendah.

• Tingkat pengelolaan sedang : pengelolaan dapat dilakukan pada tingkat petani menengah, memerlukan modal yang cukup besar dan teknik pertanian sedang.

• Tingkat pengelolaan tinggi : pengelolaan hanya dilakukan dengan modal yang relative besar atau menengah.

• - Tidak dapat dilakukan perbaikan

• + Perbaikan dapat dilakukan dan akan dihasilkan kenaikan satu kelas tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S2)

• ++ Kenaikan kelas dua tingkat lebih tinggi (S3 menjadi S1) Iklim

Ada dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperatur dan curah hujan. Di daerah tropis, faktor yang mempengaruhi temperatur udara adalah elevasi (ketinggian tempat dari permukaan laut).

Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan (Ritung, dkk., 2007).

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.

Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi. Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan

14 kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan (Ritung, dkk., 2007).

Media Perakaran Drainase

Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Drainase merupakan suatu proses menghilangnya air yang berkelebihan secepat mungkin dari profil tanah, terutama dari lapisan permukaan dan subsoil bagian atas. Kalau drainase dari rawa-rawa dan daerah-daerah yang tergenang air merupakan suatu hal yang penting, drainase tanah yang sudah diolah kerap kali jauh lebih penting. Boleh dikatakan, bahwa drainase tanah pertanian ialah yang paling penting dalam setiap masyarakat, bahkan di daerah kering, terutama dimana irigasi dilaksanakan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7 kelas sebagai berikut:

1. Sangat terhambat (very poorly drained), tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

2. Terhambat (poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu

15

lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

3. Agak terhambat (somewhat poorly drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25 cm.

4. Agak baik (moderately well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50 cm. 5. Baik (well drained), tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya

menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah

demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi

dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100 cm. 6. Agak cepat (somewhat excessively drained), tanah mempunyai konduktivitas

hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok

untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan

aluminium serta warna gley (reduksi).

16 cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

(Djaenudin, dkk., 2011). Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif butir-butir fraksi utama didalam tanah. Penamaan tekstur tanah berdasarkan kelas tekstur secara mudah didasarkan pada perbandingan massa dari ketiga fraksi yakni fraksi pasir, debu, dan liat yang berbeda ditetapkan kedalam kelas yang berbeda berdasarkan segitiga tekstur USDA (Lubis, 2015).

Tekstur tanah berhubungan erat dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasan, kemudahan olah, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah daerah geografis tertentu. Akan tetapi berhubungan dengan adanya variasi yang terdapat dalam sistem mineralogy fraksi tanah, maka belum ada ketentuan-ketentuan umum yang berlaku untuk semua jenis tanaman dipermukaan bumi (Hakim, dkk., 1986).

Menurut Ritung, dkk., (2007) mengklasifikasikan kelas tekstur yang digunakan adalah :

t1 : halus : liat berpasir, liat, liat berdebu.

t2 : agak halus : lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu. t3 : sedang : lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu. t4 : agak kasar : lempung berpasir, pasir berlempung.

17

Kedalaman Tanah

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Lapisan tersebut dapat berupa lapisan kontak lithik, lapisan padas keras, padas liat, padas rapuh atau lapisan phlintit (Rayes, 2007).

Winarso (2005) mengatakan bahwa Kedalaman efektif tanah merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya. Kedalaman tanah ini dapat berpengaruh pada pertumbuhan tanaman karena pengaruhnya terhadap volume media yang menyuplai air dan unsur hara serta pada tempat penetrasinya perakaran.

Menurut Ritung dkk (2007) mengklasifikasikan kelas kedalaman tanah dibedakan menjadi :

k0 : sangat dangkal : < 20 cm k1 : dangkal : 20 – 50 cm k2 : sedang : 50 – 75 cm k3 : dalam : > 75 cm

18 Retensi Hara

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kapasitas atau kemampuan tanah menjerap dan melepaskan kation yang dinyatakan sebagai total kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah yang dinyatakan dalam milli equivalen disingkat me/100 g atau dalam satuan internasionalnya cmol/kg. Tanah-tanah yang mempunyai kadar liat/koloid lebih tinggi dan/atau kadar bahan organik tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dibandingkan tanah yang mempunyai kadar liat rendah (tanah pasiran) dan kadar bahan organik rendah. (Winarso, 2005).

Kapasitas tukar kation ( KTK ) dinyatakan dalam satuan mili equivalen per 100 g tanah ( me/100g ) atau centimol per kg tanah ( cmol (+)/kg. Satuan yang terakhir digunakan secara resmi di internasional ( Mukhlis, 2014 ).

Besarnya KTK suatu tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut : 1. Tekstur tanah.

Tanah yang bertekstur liat akan memiliki nilai KTK yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang bertekstur pasir. Hal ini karena liat merupakan koloid tanah.

2. Kadar bahan organik

Oleh karena sebahagian bahan organik merupakan humus yang berperan sebagai koloid tanah, maka semakin banyak bahan organik akan semakin besar nilai KTK tanah.

19

Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation basa dan kation asam) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Jumlah maksimum kation yang dapat diserap tanah menunjukkan besarnya nilai kapasitas tukar kation tanah tersebut. Kejenuhan basa (KB) merupakan sifat yang berhubungan dengan KTK, yang dapat didefenisikan sebagai berikut :

% KB= x 100%

Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci sehingga tanah dengan kejenuhan basa tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Winarso, 2005).

Kejenuhan basa merupakan suatu sifat yang berhubungan dengan KTK. Terdapat juga korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tanah tinggi. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudian pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 50 dan 80%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya ≤ 50% (Mukhlis, dkk., 2011).

pH Tanah

Kemasaman (pH) tanah secara sederhana merupakan ukuran aktivitas H+ dan dinyatakan sebagai – log10 [H+]. Secara ukuran logaritma aktivitas atau konsentrasi H+ ini berarti setiap perubahan satu unit pH tanah berarti terjadi

20 perubahan 10 kali dari jumlah kemasaman atau kebasahan. Pada tanah yang mempunyai pH 6,0 berarti tanah tersebut mempunyai H+ aktif sebanyak 10 kali dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH 7,0 (Winarso, 2005).

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir. Tanah yang mampu menahan kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik. Kemampuan penyangga adalah ketahanan ion hydrogen untuk berubah ( Mukhlis, 2014 ).

Kemasaman tanah (pH) dapat dikelompokkan sebagai berikut : pH < 4,5 (sangat masam) pH 6,6 – 7,5 (netral) pH 4,5 – 5,5 (masam) pH 7,6 – 8,5 (agak alkalis) pH 5,6 – 6,5 (agak masam) pH > 8,5 (alkalis) (Arsyad, 1989). C-organik Tanah

Bahan organik memainkan banyak peran penting di dalam tanah. Karena bahan organik tanah berasal dari sisa-sisa tumbuhan, bahan organik tanah pada mulanya mengandung semua hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Bahan organik itu sendiri mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk

21 Kandungan bahan organik tanah yang beragam dipengaruhi oleh faktor lingkungan, vegetasi dan tanah, sehingga sumbangannya terhadap kemasaman tanah juga beragam pada tanah gambut dan tanah mineral yang mengandung sejumlah besar bahan organik (Damanik, dkk., 2011).

Bahan organik tanah dapat didefinisikan sebagai sisa – sisa tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan baik masih hidup maupun mati. Di dalam tanah dapat berfungsi atau dapat memperbaiki baik sifat fisika, kimia, dan biologi tanah. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar hanya sekitar 3 – 5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah :

− Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah − Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro lainnya

− Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara − Sumber energi bagi mikroorganisme

(Winarso, 2005). Bahaya Erosi Topografi

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari (Ritung, dkk., 2007).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan kemiringan lereng sebagai berikut :

l0 = 0 - 3 % : datar l1 = 3 - 8 % : landai/berombak l2 = 8 - 15% : agak miring/bergelombang l3 = 15 - 30% : miring/berbukit l4 = 30 - 45 % : agak curam l5 = 45 - 65% : curam l6 = > 65 % : sangat curam

Kecuraman lereng, panjang lereng dan bentuk lereng dapat mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Lereng sering kali dapat menjadi petunjuk jenis tanah tertentu dan pengaruhnya pada penggunaan dan pengelolaan tanah dapat dievaluasi sebagai bagian satuan peta. Jika data hasil penelitian tentang besarnya erosi dibawah sistem pengelolaan tertentu atau kepekaan tanah (nilai K) tersedia, maka data tersebut dapat digunakan untuk mengelompokkan tanah pada tingkat kelas (Rayes, 2007).

Erosi

Erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran yang merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/perbuatan manusia (Kartasapoetra, dkk., 1987).

Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu 22

23 dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A (Ritung, dkk., 2007).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan kelas erosi sebagai berikut :

e0 : tidak ada erosi : 0 %

e1 : ringan : < 25% lapisan atas hilang e2 : sedang : 25 – 75% lapisan atas hilang

e3 : berat : > 75% lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang e4 : sangat berat : > 75% lapisan atas hilang, > 25% lapisan bawah hilang Tabel 3. Tingkat bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)

Dokumen terkait