• Tidak ada hasil yang ditemukan

Puskesmas

Pengertian puskesmas. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang meyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerjanya (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

Fungsi puskesmas. Puskesmas sesuai dengan fungsinya sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat,

menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu terwujudnya kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat. Fungsi puskesmas dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya melalui, sebagai berikut:

a. Upaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.

b. Keaktifan memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.

c. Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat

Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat serta menetapkan, menyelenggarakan, dan memantau pelaksanaan program kesehatan serta memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.

3. Pusat pelayanan kesehatan pertama

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, melalui pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat (Herlambang, 2016).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Pengertian badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) kesehatan.

Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Secara singkat jaminan sosial diartikan sebagai bentuk

perlindungan sosial yang menjamin seluruh rakyat agar dapat mendapatkan kebutuhan dasar yang layak.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah peleburan 4 (empat) badan usaha milik negara menjadi badan hukum, 4 (empat) badan usaha milik negara yang dimaksud adalah PT TASPEN, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT ASKES.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini berbentuk seperti asuransi, nantinya semua warga indonesia diwajibkan untuk mengikuti program ini (Buku Saku FAQ, BPJS Kesehatan, 2013).

Kepesertaan BPJS kesehatan. Peserta BPJS kesehatan adalah setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di indonesia, yang telah membayar iuran meliputi:

1. Penerima Bantuan Iuran Jminan Kesehatan (BPJS), fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan penetapan peserta ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari:

Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, seperti pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai yang tidak termasuk (pegawai negeri sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri) yang menerima upah termasuk WNA yang bekerja di indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, seperti: pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, pekerja yang tidak termasuk (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri) yang bukan penerima upah. Termasuk WNA yang bekerja di indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, seperti: investor, pemberi kerja dan penerima pensiun (Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan, 2013).

Sistem Rujukan

Sistem Rujukan Menurut Permenkes RI No. 001 Tahun 2012, sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.

Manfaat rujukan. Beberapa manfaat diperoleh jika ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut:

1. Dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan. Jika ditinjau dari sudut pemerintahan sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain:

a. Membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan.

b. Memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia.

c. Memudahkan perkerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

2. Dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan.

3. Dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang akan diperoleh antara lain yairu memperjelas jenjang karier tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kinerja, ketekunan dan dedikasi, membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yaknin melalui kerjasama yang terjalin, dan memudahkan dan atau meringakan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu (Azwar, 2010).

Syarat-syarat pemberian rujukan. Rujukan diberikan dengan syarat (Permenkes RI No. 001 Tahun 2012) :

1. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien atau keluarganya.

2. Persetujuan diberikan setelah pasien / keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.

3. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya meliputi:

a. Diagnosis dan terapi/ tindakan medis yang diperlukan b. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan

c. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan d. Transportasi rujukan

e. Risiko atau penyukit tyang dapat timbul selama dalam perjalanan.

Selain itu, ada beberapa hal yang perujuk sebelum melakukan rujukan harus perhatikan yaitu melakukan pertolongan pertama atau tindakan stabilitasi kondisi pasien sesuai dengan indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan, melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan bahwa penerima rujukan

dapat menerima pasien dalam hal keadaan pasien gawat darurat dan membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima rujukan.

Penerima rujukan berkewajiban:

1. Memberikan informasi mengenai keadaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan

2. Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.

Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima rujukan. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan

kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.

Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Tata cara pelaksanaan sistem rujukan yaitu:

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua, pelayanan kesehatan tingkat kedua diatas sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari fasker primer dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakan diagnosis dan rencana

terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

Terjadi keadaan gawat darurat, kondisi kegawatan darurat mengikuti ketentuan yang berlaku. Bencana, kriteria bencana ditetapkam oleh

pemerintah pusat dan atau pemerintahan daerah. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien, untuk kasus yang sudah ditegakan renacana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan,

Pertimbangan geografis; dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

4. Pelayanan oleh bidan dan perawat: dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan

kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi diluar kompotensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial: rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menenggakan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka

penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (BPJS Kesehatan, 2014).

Gambar 1. Sistem rujukan berjenjang (buku panduan praktis sistem rujukan berjenjang badan penyelenggara jaminan sosial kesehatan, 2014).

Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Rujukan di Puskesmas Pengetahuan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan (Notoadmojo, 2003):

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat

pengetahuan paling rendah, kata kerja untuk menukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kekmampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu

kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Sikap. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. (Notoatmodjo, 2003).

Bagian lain Allport (dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap (Wawan dan Dewi, 2010):

1. Pengalaman pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga pendidikan dan Lembaga agama

Konsep moral dan pengajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Ketersediaan sarana dan prasarana. Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan seperti tersedianya alat untuk menangani penyakit yang diderita, terpenuhinya kebutuhan obat di masyarakat (acceptable)serta berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan (Syafrudin dan Hamidah, 2009).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 71 tahun 2013 pasal 23 bahwa “Peserta berhak mendapat pelayanan obat, Alat kesehatan dan bahan medis pakai yang dibutuhkan sesuai dengan indikasi medis, dapat diberikan pada pelayanan kesehatan rawat jalan dan/atau rawat inap baik di Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama maupun Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjut”.

Informasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan kesehatan Perorangan, rujukan diberikan dengan syarat salah satunya yaitu menginformasikan mengenai keadaan sarana dan prasarana serta kompetensi serta alur rujukan dan memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.

Landasan Teori

Menurut pendapat Lawrence Green (1980) yang dikutip oleh Notoadmodjo (2012) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan sebagainya.

2. Faktor Pendukung (Enabling Factors)

Faktor yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya, obat-obatan, alat kesehatan dan sebagainya.

3. Faktor Pendorong (Reinforcing Factors)

Faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, sikap dan perilaku masyarakat, termasuk juga informasi yang didapat yang berkaitan dengan kesehatan.

Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen

Variabel Depe Variabel Independen

Gambar 2. Kerangka konsep penelitian

Dalam penelitian ini kerangka konsep terdiri dari variabel independen yaitu ketersediaan sarana dan prasarana, sikap petugas (perawat dan dokter),

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Sikap Petugas dan Dokter

Pengetahuan Masyarakat Informasi tentang rujukan

Rujukan -Sesuai -Tidak Sesuai

pengetahuan masyarakat, informasi tentang rujukan dan variabel dependen yaitu rujukan sesuai dan rujukan tidak sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pemasalahan, tujuan penelitian, dan kerangka konsep, maka didapati hipotesis penelitian ini ada pengaruh ketersediaan sarana dan prasarana, pengaruh sikap petugas (perawat dan dokter), faktor pengetahuan masyarakat, serta faktor informasi tentang rujukan terhadap besarnya angka rujukan pasien peserta BPJS di Puskesmas Mandala Kecamatan Medan Tembung 2018.

Dokumen terkait