• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Dispepsia

Berdasarkan Konsensus terakhir di Roma tahun 1999, dispepsia diartikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.4 Menurut Arif Mansjoer dkk (2001), dispepsia diartikan sebagai kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.19

Sindrom dispepsia sebetulnya adalah kumpulan gejala nyeri atau rasa tidak nyaman pada epigastrium, yang disertai dengan rasa panas di dada dan perut, nyeri epigastrium, mual, muntah, nafsu makan berkurang, sendawa, rasa cepat kenyang, atau perut kembung.20 Dalam perkembangannya, gejala rasa panas di dada dan perut serta sendawa tidak dimasukkan lagi dalam sindrom dispepsia, karena korelasinya erat dengan penyakit Gastro Oeshophageal Reflux Disease (GORD).6

Keluhan-keluhan ini tidak perlu selalu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasien pun keluhan dapat bervariasi dari waktu ke waktu.Definisi dispepsia diatas menunjukkan bahwa sumber gejala-gejala yang timbul berasal dari saluran cerna bagian atas, khususnya lambung dan duodenum.

Gambar 2.1. 1. Eshopagus, Lambung & Duodenum 21

2.2. Klasifikasi Dispepsia 2.2.1. Dispepsia Organik

Dispepsia organik adalah dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya misalnya adanya tukak di lambung, dan usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun.22 Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi:

a. Tukak Pada Saluran Cerna Bagian Atas

Tukak dapat ditemukan pada mukosa, sub mukosa, dan lapisan muskularis dari saluran cerna bagian atas, di distal esophagus, lambung, & duodenum.Keluhan yang sering diutarakan penderita adalah nyeri di daerah epigastrium berupa nyeri yang tajam, dan menyayat, atau terasa tertekan, penuh atau terasa perih seperti pada seseorang yang lapar. Nyeri pada bagian kanan atau kiri epigastrium, terjadi 30 menit

sesudah makan, dan dapat menjalar ke punggung. Nyeri terasa berkurang atau sembuh sementara sesudah makan atau setelah minum antasida. Gejala lain seperti mual, muntah, kembung, bersendawa, dan berkurangnya nafsu makan sehinggaberat badan bisa menurun. 22

Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, menemukan penderita tukak lambung sebanyak 23 orang (proporsi 2,84%) dan tukak duodenum 24 orang (proporsi 2,96%).23

Tukak Esophagus

Tukak Lambung

Tukak Duodenum

Gambar 2.2.1. Tukak di Esophagus, Lambung, & Duodenum 21

b. Batu Empedu

Kelainan utama yang dapat timbul pada kandung empedu adalah terbentuknya batu. Hal ini juga dapat terjadi pada saluran empedu. Pada kandung empedu, batu dapat menyebabkan peradangan disebut kolestitis akut, juga dapat menimbulkan kolik bilier dengan gejala nyeri epigastrium yang menjalar ke punggung dan bisa berlangsung sampai berjam-jam dan meyebabkan penderitanya muntah. Di dalam

saluran empedu, batu menyebabkan penyumbatan sehingga terjadi penyakit hepatitis, atau dapat menyebabkan serangan pankreatitis akut.24

c. Gastritis

Gastritis adalah peradangan/inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa lambung. Keadaan ini antara lain diakibatkan oleh makanan/obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung dan adanya pengeluaran asam lambung yang berlebihan oleh lambung itu sendiri. Gejalanya seperti mual dan muntah, nyeri pada epigastrium, nafsu makan menurun dan kadang-kadang terjadi perdarahan.25 Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, ditemukan penderita gastritis sebanyak 314 orang (proporsi 38,8%).23

d. Karsinoma

Karsinoma dari saluran pencernaan (esophagus, lambung, pankreas, kolon) sering menimbulkan dispepsia. Keluhan utama yaitu rasa nyeri di perut. Keluhan bertambah dengan turunnya nafsu makan, timbul anoreksia sehingga berat badan menurun.22 Hasil pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991, menemukan penderita kanker lambung sebanyak 11 orang (proporsi 1,36%).22 Ditemukan 7 orang penderita kanker esophagus dari hasil pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas yang dilakukan terhadap 810 orang (proporsi 0,86%) di RSUP. dr. Jamil Padang tahun 1990-1991.23

e. Pankreatitis

Gambaran yang khas dari pankreatitis akut ialah rasa nyeri di epigastrium yang hebat. Sifat nyeri timbulnya mendadak dan terus menerus, seperti di tusuk-tusuk dan rasa terbakar. Perasaan nyeri tersebut mulai dari epigastrium kemudian menjalar ke punggung. Beberapa jam kemudian perasaan nyeri tersebut menjalar ke seluruh perut dan perut menjadi tegang. Timbul rasa mual, kadang-kadang muntah.

Penderita pankreatitis kronik juga mengeluh rasa nyeri di perut bagian atas. Rasa nyeri juga seperti di tusuk-tusuk, menjalar ke punggung, disertai mual dan muntah, sifatnya hilang timbul, sehingga tidak jarang dibuat diagnosa sakit lambung. Pada pankreatitis kronik tidak ada keluhan rasa pedih, melainkan disertai tanda-tanda diabetes melitus atau keluhan steatorrhoe.22

f. Dispepsia Pada Sindrom Malabsorbsi

Malabsorbsi adalah suatu keadaan terdapatnya gangguan pada proses absorbsi dan digesti secara normal pada satu atau lebih zat gizi.25 Pada penderita ini di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung, keluhan utama lainnya ialah timbulnya diare yang berlendir.26

g. Gangguan Metabolisme

Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, mual dan muntah. Gastroparesis didefinisikan sebagai ketidakmampuan lambung untuk mengosongkan ruangan. Hal ini terjadi apabila makanan berbentuk padat tetap tertahan di lambung. Gangguan metabolik lain seperti hipertiroid menimbulkan keluhan nyeri perut dan

vomitus. Hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.22

h. Penyakit Lain

Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan perut kembung dan rasa cepat kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering menimbulkan gejala mual dan perut kembung.22

i. Dispepsia Akibat Infeksi Bakteri Helicobacter pylori.

Gambar 2.2.2. Helicobacter pylori 21

Orang yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori dapat mengalami dispepsia. Penemuan bakteri ini dilakukan oleh dua dokter peraih Nobel dari Australia, yaitu Barry Marshall dan Robin Warre yang menemukan adanya bakteri yang bisa hidup dalam lambung manusia. Penemuan ini mengubah cara pandang para ahli mengenai penyebab penyakit lambung termasuk cara pengobatannya. Telah terbukti saat ini bahwa infeksi yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada lambung bisa

menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut dengan gastritis. Proses ini bisa berlanjut hingga terjadi ulkus/tukak bahkan kanker lambung.

Helicobacter pylori panjangnya 2-3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagela. Bakteri ini hidup dibawah lapisan selaput lendir dinding bagian dalam lambung. Fungsi selaput lendir di lambung adalah untuk melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam yang diproduksi lambung. Infeksi oleh Helicobacter pylori merupakan infeksi yang cukup umum pada manusia. Lebih sering terjadi pada usia muda. Kemungkinan ini berkaitan dengan keadaan sosio-ekonomi yang rendah dan faktor kebersihan.

Dalam pertemuan di Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta, Georgia pada 1991, semua ahli mengakui hubungan langsung antara Helicobacter pylori dengan penyakit gastritis. Sekitar 75% jenis penyakit tukak lambung telah terbukti disebabkan oleh Helicobacter pylori yang dapat diobati secara permanen menggunakan larutan antibiotik.27

2.2.2. Dispepsia Fungsional

Dispepsia dispepsia fungsional atau nonorganik atau dispesia nonulkus (DNU) adalah dispepsia yang terjadi tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).15

Penyebab Dispepsia Fungsional :

1. Gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.20

2. Menelan terlalu banyak udara, untuk mereka yang mempunyai kebiasaan makan secara salah (mengunyah dengan mulut terbuka atau sambil berbicara).28

3. Menelan makanan tanpa dikunyah terlebih dahulu. Efeknya bisa membuat lambung terasa penuh atau bersendawa terus.28

4. Mengkonsumsi makanan/minuman yang bisa memicu timbulnya dispepsia. Seperti minuman beralkohol, bersoda (soft drink), kopi karena bisa mengiritasi dan mengikis permukaan lambung. Makanan yang perlu dihindari seperti makanan berlemak, gorengan, makanan yang terasa asam, dan sayuran dan buah yang mengandung gas seperti kol, sawi, nangka dan kedondong. Jenis makanan diatas tidak mutlak sama reaksinya untuk setiap individu. Karena itu setiap penderita diharapkan untuk membuat daftar makanan pemicu dispepsia untuk diri sendiri, lalu sedapat mungkin menghindari makanan/minuman tersebut.27

5. Obat penghilang nyeri. Terlalu sering menggunakan obat penghilang nyeri seperti Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs) misalnya Aspirin, Ibuprofen (Advil, Motrin, dan lain-lain) juga Naproxen (Aleve).27

6. Pola makan. Jarang sarapan di pagi hari, termasuk yang berisiko terserang dispepsia. Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak. Sehingga bila tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak memproduksi asam.Sebuah riset yang dilakukan perusahaan obat Brains & Co, menyebutkan satu dari dua orang profesional di kota besar, berpotensi terkena dispepsia. Tuntutan pekerjaan yang tinggi, padatnya lalu lintas, jarak tempuh rumah dan kantor yang jauh dan

persaingan yang tinggi, sering menjadi alasan para profesional untuk menunda makan.28

7. Stres & Berbagai Reaksi Tubuh

Orang sering tidak menyadari kalau faktor stres erat sekali kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Ada beberapa mekanisme yang kini sudah dibuktikan, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan sistem hormonal, dimana stres secara otomatis akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu sekresinya. stres paling banyak memicu sekresi hormon kortisol, dimana hormon ini selanjutnya akan bekerja mengkoordinasi seluruh sistem di dalam tubuh termasuk jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme dan sistem imunitas tubuh dalam reaksi yang ditimbulkannya.

Sekresi hormon ini juga menjelaskan mengapa ketika menghadapi stres, tekanan darah dan denyut jantung meningkat secara cepat. Peningkatan kerja sistem pernafasan ini akan mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga peredaran darah di seluruh bagian tubuh mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut disebutkan beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas normal. Akibatnya, bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat. Selain hormon kortisol, ada hormon lain yang turut berperan dalam mekanisme ini, diantaranya hormon katekolamin yang terdiri dari zat aktif dopamin, norepinefrin dan epinefrin yang lebih dikenal dengan adrenalin. Hormon ini akan mengaktifkan suatu sistem ingatan jangka panjang yang akan mengingat stressor

yang sama pada peristiwa selanjutnya serta menekan bagian otak yang berperan dalam ingatan jangka pendek. penekanan ingatan jangka pendek ini dinilai para ahli sebagai faktor utama yang menyebabkan orang tidak lagi dapat dengan mudah berpikir secara rasional ketika mereka dilanda stres. Proses ini juga memicu terjadinya penyakit psychosomatik dengan gejala dispepsia seperti mual dan muntah, diare, pusing, sakit otot juga sendi.30

2.3. Manifestasi klinis

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispesia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia) dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

d. Muntah

e. Bengkak abdomen bagian atas (Upper abdominal bloating)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia Mixed/Gabungan, yang gejalanya gabungan antara nyeri di ulu hati dan rasa mual, kembung dan muntah, tapi tidak ada yang spesifik atau dominan.19

Dispepsia dapat bersifat akut dan kronis, pembagiannya berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Bila lama sakit terjadi selama tiga bulan atau kurang disebut akut. Lebih dari tiga bulan disebut kronis.19

2.4. Epidemiologi Dispepsia 2.4.1. Distribusi Frekuensi

a. Berdasarkan Orang

1. Umur

Dispepsia bisa terjadi pada semua golongan usia, terutama usia diatas 20 tahun.30 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eddy Bagus di Unit Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001, dari 39 sampel yang diperiksa 79,4% umur penderita dispepsia berada pada usia 30 sampai 50 tahun.31

2. Jenis Kelamin

Kasus dispepsia lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria, dengan perbandingan sekitar 2 : 1.29

3. Etnis

Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi pada kelompok kulit hitam dan Hispanik, dibanding kelompok kulit putih. Dikalangan Aborigin frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih, walaupun kondisi higiene dan sanitasi jelek.32

b. Berdasarkan Tempat

Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya, sosio ekonomi yang rendah, dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10 % anak berusia 2-8 tahun terinfeksi setiap tahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.33

c. Berdasarkan Waktu

Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan puasa, bagi yang menjalankan puasa. Berpuasa berarti sistem pencernaan tidak menerima makanan dan minuman kurang-lebih 14 jam. Penelitian di Paris pada tahun 1994 terhadap 13 sukarelawan yang berpuasa memperlihatkan, setelah 6-8 jam perut kosong, terjadi peningkatan pepsin dan asam lambung yang dapat menimbulkan gejala dispepsia. Umumnya penderita dispepsia fungsional pada minggu pertama akan merasa perih pada lambung. Kondisi ini akan normal pada minggu kedua.28

2.4.2. Faktor Risiko 1. Faktor Psikososial

Dispepsia fungsional sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Berbagai penelitian memang telah membuktikan hubungan antara faktor fungsional dengan faktor stres yang dialami seseorang terutama faktor kecemasan (ansietas). Besarnya peranan stres dalam memicu berbagai penyakit sering tidak disadari oleh penderita bahkan oleh tenaga medis sendiri. Karena itu penting sekali untuk menelusuri kejadian stres yang menimpa pasien dalam suatu sistem terapi secara terpadu. Hal ini sekaligus menjelaskan mengapa sebagian penyakit bisa menemukan progresifitas penyembuhan yang baik setelah faktor stres ini ikut ditangani.29

2. Penggunaan Obat-Obatan

Sejumlah obat dapat menyebabkan gangguan epigastrum, mual, muntah dan nyeri di ulu hati. Misalnya aspirin, senyawa-senyawa yang mengandung aspirin, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), teofilin, digitalis dan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (NSAIDs).34

3. Pola Makan Tidak Teratur

Pola makan yang tidak teratur terutama bila jarang sarapan di pagi hari, termasuk yang berisiko dispepsia. Di pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak. Sehingga bila tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak memproduksi asam.28,29

4. Kebiasaan Tidak Sehat

a). Mengisap rokok berlebihan. Tar dalam asap rokok dapat melemahkan katup Lower Esophageal Sphincter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga menyebabkan gas di lambung naik hingga kerongkongan.

b). Minum alkohol secara berlebihan. Alkohol bekerja melenturkan katup LES, sehingga menyebabkan refluks, atau berbaliknya asam lambung ke kerongkongan. Alkohol juga meningkatkan produksi asam lambung. c). Minum kopi, teh atau minuman lain yang mengandung kafein

Kafein dapat mengendurkan Lower Esophageal Sphincter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga menyebabkan gas di lambung naik hingga kerongkongan.

d). Terlalu sering mengkonsumsi makanan yang berminyak dan berlemak. Makanan tersebut cenderung lambat dicerna, membuat makanan tinggal lebih lama di lambung. Hal ini dapat membuahkan peningkatan tekanan di lambung, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan terjadinya pelemahan LES. Jika LES melemah, asam lambung akan naik ke kerongkongan.30

5. Lingkungan

Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya, sosio ekonomi yang rendah, dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.33 Penelitian yang dilakukan oleh P Bytzer dkk (2000) dari Department of Medicine, University

of Sydney, Nepean Hospital, Penrith, Australia terhadap 15.000 orang dewasa Australia menyimpulkan bahwa sosio ekonomi yang rendah adalah salah satu faktor resiko terjadinya gejala gangguan saluran cerna bagian atas dan bawah.35

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hartono di PT. Kusumahadi Santosa Karanganyar tahun 2001-2002, diperoleh bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah penderita dispepsia pada tenaga kerja di PT tersebut. Hal ini karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stres pekerja.36

2.5. Diagnosis

Bila seseorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah, telah berlangsung lebih dari 4 minggu, adanya penurunan berat badan, dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan, yaitu:

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, diperlukan darah, urine, tinja untuk diperiksa secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorbsi. Seorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.21, 37

b. Radiologis

Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologis akan tampak massa yang ireguler, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.22, 38

c. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis, yang perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus, dan parsdesenden, tumor jinak atau ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus, lambung, maupun duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila tidak ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan tukak.22, 37

d. Ultrasonografi

Akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila dugaan ke arah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esophagus dan lambung.22, 37

2.6. Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut: a. Pencegahan Primordial

Merupakan upaya pencegahan pada orang-orang yang belum memiliki faktor risiko dispepsia, dengan memberikan penyuluhan tentang cara mengenali dan menghindari keadaan/kebiasaan yang dapat mencetuskan serangan dispepsia, Sebagai contoh adalah adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintah dengan membuat peraturan pada kotak rokok akan bahaya dari rokok tersebut terhadap kesehatan. Untuk menghindari infeksi Helicobacter pylori dilakukan dengan cara menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan gizi dan penyediaan air bersih. 28 b. Primer (Primary Prevention)

Berperan dalam mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia pada orang yang sudah mempunyai faktor risiko dengan cara membatasi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan tidak sehat seperti makan tidak teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol, minuman bersoda, makanan berlemak, pedas, asam dan menimbulkan gas di lambung.

Jika memungkinkan, obat-obatan penghilang nyeri dari golongan NSAIDs diganti dengan obat-obatan yang tidak mengandung NSAIDs. Berat badan perlu dikontrol agar tetap ideal, karena gangguan di saluran pencernaan seperti rasa nyeri di lambung, kembung dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang mengalami obesitas. Rajin olahraga dan mampu memanejemen stres juga akan menurunkan risiko terjadinya dispepsia.27

b. Pencegahan Sekunder ( Secondary Prevention)

1. Diet mempunyai peran yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit berulang kali. Makanan harus mudah dicerna, tidak merangsang peningkatan asam lambung dan bisa menetralisir asam HCL.27 2. Obat-obatan untuk mengatasi dispepsia adalah antasida, antagonis reseptor

H2, Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI), sitoprotektif, prokinetik dan kadang dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas untuk penderita dengan keluhan yang berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.27

3. Bagi yang berpuasa, untuk mencegah kambuhnya sindrom dispepsia, sebaiknya menggunakan obat antiasam lambung yang bisa diberikan saat sahur dan berbuka untuk mengontrol asam lambung selama berpuasa sehingga keluhan yang timbul saat berpuasa, terutama saat perut sudah kosong (6-8 jam setelah makan terakhir), dapat dikurangi. Obat anti asam bekerja selama 12-14 jam. Dengan begitu, obat ini dapat mengontrol asam lambung selama pasien berpuasa. Berbeda dengan dispepsia organik, bila si penderita berpuasa, kondisi sakit lambungnya justru semakin parah. Penderita boleh berpuasa, setelah penyebab sakit lambungnya diobati terlebih dulu.19

c. Pencegahan Tersier

Penting sekali untuk para tenaga medis/psikiater untuk menelusuri kejadian yang menimpa pasien dalam suatu sistem terapi secara terpadu.Dengan Rehabilitasi mental melalui konseling diharapkan terjadi progresifitas penyembuhan yang baik setelah faktor stres ditangani.27

Dokumen terkait