• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat Tumbuhan

Rosela dengan nama latin Hibiscus sabdariffa L. termasuk suku Malvaceae. Tumbuhan ini tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian kurang dari 600 meter dpl. Semakin tinggi dari permukaan laut, pertumbuhan rosela akan terganggu. Rosela dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan suhu rata-rata bulanan 24-32oC. Namun, rosela masih dapat toleran pada suhu kisaran 10-36oC. Untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, rosela memerlukan waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak kurang dari 21oC (Mardiah, dkk., 2009).

2.1.2 Morfologi Tumbuhan

Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5 m. Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa dan sudah berbunga, batangnya berwarna coklat kemerahan. Batang berbentuk silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau bercangap. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai 6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang. Bunga muncul pada ketiak daun. Bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5 helai daun mahkota. Kelopak bunga sangat menarik dengan bentuk yang

menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak (Suryaatmaja, P.W. dan Nelistya A., 2009).

2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Dalam sistematika tumbuhan, bunga rosela diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L. (Mardiah, dkk) Adapun beberapa nama daerah rosela antara lain : Jawa tengah : Merambos hijau

Sunda : Garnet Malonda Betawi : Gamet

Padang : Asam jarot

Ternate : Kasturi roriha (Suryaatmaja, P.W. dan Nelistya A., 2009).

2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan

Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Pigmen antosianin ini yang membentuk warna merah yang menarik di kelopak bunga rosela. Zat gizi lain yang penting terkandung dalam rosela adalah kalsium,

niasin, riboflavin, dan besi yang cukup tinggi. Selain itu, kelopak rosela juga mengandung protein, sodium, vitamin C, dan vitamin A. Kandungan vitamin A dan vitamin C rosela cukup tinggi dibandingkan buah-buahan seperti jeruk, apel, pepaya, dan jambu biji (Mardiah, dkk., 2009).

Bunga rosela memiliki banyak manfaat dalam kesehatan. Bagi kulit, dapat digunakan untuk mengobati peradangan pada kulit, edema, bisul, ataupun luka bakar. Senyawa aktif yang terkandung dalam bunga rosela diantaranya senyawa asam (15-30%), antosianin, flavonoid, dan getah. Selain itu, penggunaan bunga rosela tidak berbahaya bagi kesehatan (Draelos, Z.D., 2006).

2.2 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :

1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar. 2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).

3. Subkutis (jaringan lemak bawah kulit).

Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik karena kosmetika dipakai pada epidermis itu. Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basalis.

Marchionini (1929) menemukan bahwa stratum korneum dilapisi oleh suatu lapisan tipis lembab yang bersifat asam, sehingga ia menamakannya sebagai “mantel asam kulit”. Tingkat keasamannya (pH) umumnya berkisar antara 4,5 – 6,5.

Fungsi pokok “mantel asam” kulit yaitu :

1. Sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia yang terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.

2. Membunuh atau menekan pertumbuhan mikroorganisme yang membahayakan kulit.

Dengan sifat lembabnya sedikit banyak mencegah kekeringan kulit (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).

Fungsi biologik kulit : 1. Proteksi

Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.

2. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas. 3. Persepsi sensoris

Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri. Beberapa reseptor pada kulit untuk mendeteksi rangsangan dari

luar diantaranya adalah Benda Meissner, Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi sebagai reseptor raba, Korpuskulum Panici sebagai reseptor tekanan, Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.

4. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjer sebasea dari folikel rambut. Bahan yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibandingkan bahan yang larut air.

5. Fungsi Lain

Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah ataupun memucat. Kulit dapat juga mensintesa vitamin D dengan bantuan sinar ultraviolet (Mitsui, T., 1997)

2.3 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, S.M., 1997).

Definisi kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut: “Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan

(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”

Penggolongan kosmetika antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi kulit.

a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetika dibagi ke dalam 13 kelompok :

1. Preparat untuk bayi, misalnya: minyak bayi, bedak bayi, dll. 2. Preparat untuk mandi, misalnya: sabun mandi, dll.

3. Preparat untuk mata, misalnya: maskara, eye shadow, dll. 4. Preparat wangi-wangian, misalnya: parfum, colognes, dll. 5. Preparat untuk rambut, misalnya: sampo, hair spray, dll. 6. Preparat pewarna rambut, misalnya: cat rambut, dll.

7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya: bedak, lipstick, dll.

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya: pasta gigi, mouth washes, dll. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya: deodorant, dll.

10.Preparat kuku, misalnya: cat kuku, losion kuku, dll.

11.Preparat perawatan kulit, misalnya: pembersih, pelembab, pelindung kulit, dll.

12.Preparat cukur, misalnya: sabun cukur, dll.

13.Preparat untuk suntan dan suncreen, misalnya suncreen foundation, dll (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).

Kosmetika biasanya mengandung bahan seperti lemak, minyak, ester lilin, minyak ester humektan, pewarna, dan lain-lain. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih bahan baku kosmetika salah satunya adalah sangat baik dan aman untuk digunakan serta stabil terhadap pengaruh oksidasi dan pengaruh luar lainnya (Mitsui, T., 1997).

Penggunaan kosmetika yang tidak selektif dapat menyebabkan timbulnya berbagai efek samping dari bahan yang digunakan dalam kosmetika. Oleh karena itu dilakukan usaha untuk menanggulangi kemungkinan efek samping kosmetika tersebut dengan berhati-hati dan selektif dalam memilih kosmetik yang akan digunakan. Salah satu penyebab resiko efek samping dari kosmetika adalah zat warna yang digunakan (Wasitaatmadja, S.M., 1997).

Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 00386/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika terdapat beberapa zat warna yang dilarang penggunaannya karena merupakan pewarna untuk tekstil diantaranya adalah Jingga K1 (C.I. Pigment Orange 5, D&C Orange No.17), Merah K3 (C.I. Pigment Red 53, D&C Red No.8), Merah K10 (Rhodamin B, C.I. Food Red 15, D&C Red No.19) dan Merah K11 (C.I 45170: 1) (Anonimb, 1990).

2.4 Kosmetika Dekoratif

Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada.

Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit serta mengubah secara permanen kekurangan (cacat) yang ada. Kosmetika dekoratif terdiri atas bahan aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar (bedak, cair, minyak, krim, tingtur, aerosol) dengan pelengkap bahan pembuat stabil dan parfum.

Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi menjadi: 1) Kosmetika rias kulit (wajah); 2) Kosmetika rias bibir; 3) Kosmetika rias rambut; 4) Kosmetika rias mata; dan 5) Kosmetika rias kuku (Wasitaatmadja, S.M., 1997).

Peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam kosmetika dekoratif. Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:

a. Warna yang menarik

b. Bau yang harum menyenangkan c. Tidak lengket

d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau

e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya. Pembagian kosmetika dekoratif:

a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar. Misalnya: bedak, pewarna bibir, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain.

b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang lama baru luntur. Misalnya: kosmetika pemutih kulit, cat rambut,

pengeriting rambut, pelurus rambut, dan lain-lain (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).

2.5 Bibir

Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu basah. Sangat jarang terdapat kelenjer lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak, sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi ke statum germinativum.

Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjolnya stratum germinativum, dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan pewarna bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu (Ditjen POM, 1985).

Warna merah pada bibir disebabkan warna darah yang mengalir di dalam pembuluh di lapisan bawah kulit bibir. Pada bagian ini warna itu terlihat lebih jelas karena pada bibir tidak ditemukan satu lapisan kulit paling luar, yaitu lapisan stratum corneum (lapisan tanduk). Jadi kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah, karena itu bibir jadi lebih muda luka dan mengalami pendarahan. Disamping itu,

karena kulitnya yang tipis, saraf yang mengurus sensasi pada bibir menjadi lebih sensitif (Wibowo, D.S., 2005).

Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga dengan bahan untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang merusak, misalnya sinar ultraviolet. Ada beberapa macam kosmetika rias bibir, yaitu lipstik, krim bibir (lip cream), pengkilap bibir (lip gloss), penggaris bibir (lip liner), dan lip sealer (Wasitaatmadja, S.M., 1997).

2.6 Lipstik

Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).

Dari sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.

b. Penampilan menarik, baik warna, bau, rasa maupun bentuknya. c. Memberikan warna yang merata pada bibir.

d. Stabil dalam penyimpanan.

e. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik.

f. Melapisi bibir secara mencukupi. g. Dapat bertahan di bibir.

i. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya ( Mitsui, T., 1997).

Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikendaki. Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).

2.7Komponen Utama dalam Sediaan Lipstik

Penambahan zat warna dalam sediaan lipstik bertujuan untuk menambah intensitas warna bibir sehingga memberikan kesan sehat pada wajah, memberi bentuk pada bibir, serta menambah keselasaran dengan mata, rambut, dan pakaian.

Komponen utama sediaan lipstik antara lain:

a. Emolien. Castor oil, ester, lanolin, minyak alkohol (dodecanol oktil), minyak jojoba dan trigliserida.

b. Malam. Candelilla, carnauba, lilin lebah, ozokerit/ceresein, silikon alkil, polietilen, lanolin, parafin.

c. Modifier wax. Bekerja bersama dengan malam untuk memperbaiki tekstur,

aplikasi dan stabilitas termasuk asetat setil dan lanolin asetat, oleil alkohol, lanolin sintetik, lanolin alkohol asetat, dan vaselin (putih dan kuning).

d. Pewarna

Di Amerika Serikat hanya zat warna yang telah diizinkan FDA yang dapat digunakan dalam makanan, obat-obatan dan kosmetika.

Pembagian zat warna menurut FDA (Food and Drugs Administration): 1. FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik.

2. D & C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk makanan.

3. Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang dibatasi.

e. Zat aktif. Zat aktif yang ditambahkan dalam sediaan pewarna bibir adalah sebagai pelembab dan pelembut yaitu untuk memperbaiki kulit bibir yang kering dan pecah-pecah diantaranya: tokoferil asetat, natrium hyaluronate, ekstrak lidah buaya, ascorbyl palmitate, silanols, ceramides, Panthenol, asam amino, dan beta karoten.

f. Pengisi. Mica, silica, boron nitride, BiOCl, pati, lisin lauroyl

g. Antioksidan/Pengawet BHA, BHT, ekstrak rosemary, asam sitrat, propil paraben, metil paraben, dan tokoferol (Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2001).

Komponen Lipstik yang Digunakan: a. Oleum ricini (Minyak jarak)

Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental, jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis dan agak

pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam etanol mutlak, dan dalam asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979).

b. Cera alba (Malam putih)

Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera L. Pemeriannya yaitu berupa zat padat, berwarna putih kekuningan, dan bau khas lemah. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), larut dalam kloroform, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri. Suhu leburnya yaitu antara 62o hingga 64oC. Khasiat umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).

c. Lanolin

Lanolin merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25 %. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam kloroform. Suhu leburnya yaitu antara 38o dan 44oC (Ditjen POM, 1995).

d. Vaselin alba

Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemeriannya yaitu berupa massa lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap walaupun zat telah dileburkan. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), tetapi larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya antara 38o hingga 56oC. Khasiat umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).

e. Setil alkohol

Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih, bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu. Suhu leburnya yaitu antara 45o dan 50o (Ditjen POM, 1995).

f. Metil paraben

Pemeriannya yaitu berupa hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan dalam gliserol. Suhu leburnya antara 125oC hingga 128oC. Khasiatnya adalah sebagai zat tambahan (zat pengawet) (Ditjen POM, 1995).

g. Oleum rosae (Minyak mawar)

Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascena Miller, Rosa alba L., dan varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu berupa cairan tidak berwarna atau kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25oC kental, dan jika didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika dipanaskan mudah melebur. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform dan berat jenisnya yaitu antara 0,848 sampai 0,863 (Ditjen POM, 1979).

h. Propilen glikol

Propilen glikol beupa cairan jernih, tidak berwarna, dan praktis tidak berbau, rasa agak manis, dan stabil jika bercampur dengan gliserin, air, dan alkohol. Propilen glikol sangat luas digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut.

Dalam kosmetika propilen glikol berfungsi sebagai humektan (Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2009).

i. Titanium dioksida

Pigmen titanium dioksida (TiO2) merupakan serbuk putih dengan daya peng”opak” yang tinggi. Dapat digunakan pada makanan, kosmetika, dan pelindung kulit dari sinar UV. Titanium dioksida sangat aman digunakan (Anonimc., 2008). Penambahan titanium dioksida ini untuk memperbaiki corak warna yang dikehendaki pada lipstik.

2.8 Uji Tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak.

Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder. Tanda-tanda yang ditimbulkan reaksi kulit tersebut umumnya sama, yaitu akan tampak sebagai kulit kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak.

Panel uji tempel sebaiknya wanita berusia 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel.

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel

adalah bagian punggung, lengan tangan, dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen POM, 1985).

2.9 Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Uji Kesukaan (Hedonic Test) adalah pengujian terhadap kesan subyektif yang sifatnya suka atau tidak suka terhadap suatu produk. Pelaksanaan uji ini memerlukan dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana. Panel adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan uji melalui proses penginderaan. Orangnya disebut panelis. Panel terbagi dua, yaitu panel terlatih dan tidak terlatih. Jumlah panel uji kesukaan makin besar semakin baik, sebaiknya jumlah itu melebihi 20 orang. Jumlah lebih besar tentu akan menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan (Soekarto, 1981).

Kriteria panelis (Soekarto, 1981):

1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.

2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara acak. Jumlah anggota penelis semakin besar semakin baik.

3. Berbadan sehat.

4. Tidak dalam keadaan tertekan.

5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik.

Dokumen terkait