FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK DENGAN EKSTRAK
KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
OLEH:
YOLA SAFITRI
NIM 060804031
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK DENGAN EKSTRAK
KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: YOLA SAFITRI
NIM 060804031
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul:
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK DENGAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) SEBAGAI PEWARNA
Oleh:
YOLA SAFITRI NIM 060804031
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: Juli 2010
Pembimbing I, Panitia Penguji:
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 194901131976032001
Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt.
NIP 195011171980022001 Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121976031003
Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt. NIP 130672239
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi
Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa
L.) Sebagai Pewarna” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada
Ayahandaku Nazaruddin dan Ibundaku Rosnidar yang telah memberikan
semangat dan cinta yang teramat tulus, untuk adikku tersayang Edo Aditya
Chandra, serta kakak-kakakku Hendra Ardison Candra, Devi Zarwita dan
Hendriko Saputra atas semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan baik
moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi kalian semua.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt.,
selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat
selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
Dr. M. Pandapotan M.S., Apt., selaku penasehat akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.
4. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si, Apt., Ibu
Juanita Tanuwijaya, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran,
arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat penulis: Mery, Niar, Kiki, Meily, Lia, Ima, Uul, Tika, Aida,
Mida, Nopi, Tiwi, Kak Nanda, Kak Qolby, Hendra, Azhar, adek-adekku Uja,
Yosa, Winda, Icha, rekan-rekan di Laboratorium Farmasetika Dasar,
Laboratorium Obat Tradisional dan rekan-rekan mahasiswa Farmasi
khususnya stambuk 2006 atas dukungan, semangat, bantuan dan persahabatan
selama ini serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan
inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Juli 2010
Penulis,
ABSTRAK
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK DENGAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) SEBAGAI PEWARNA
Telah dilakukan karakterisasi terhadap simplisia kelopak bunga rosela
(Hibiscus sabdariffa L.). Karakterisasi simplisia kelopak bunga rosela meliputi
penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut
asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari larut dalam
etanol. Pembuatan ekstrak dari simplisia kelopak bunga rosela dilakukan dengan
menggunakan penyari etanol 96%.
Formulasi sediaan lipstik terdiri dari beberapa komponen diantaranya cera
alba, lanolin, vaselin alba, setil alkohol, oleum ricini, propilen glikol, titanium
dioksida, oleum rosae, dan nipagin serta penambahan ekstrak kelopak bunga
rosela dengan konsentrasi 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pengujian terhadap
sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup
pemeriksaan homogenitas, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna dan
bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, dan pemeriksaan pH,
serta uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test).
Hasil karakterisasi serbuk simplisia diperoleh kadar air 7,328%, kadar abu
total 6,065%, kadar abu tidak larut asam 0,433%, kadar sari larut dalam air
29,886%, dan kadar sari larut dalam etanol 27,946%. Formulasi ekstrak kelopak
bunga rosela dalam sediaan lipstik, menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
cukup stabil, homogen, pH berkisar antara 4-6 (mendekati pH kulit), mudah
dioleskan dengan warna yang merata, serta tidak menyebabkan iritasi sehingga
cukup aman untuk digunakan, dan sediaan yang paling disukai adalah sediaan 6
yaitu sediaan dengan ekstrak kelopak bunga rosela konsentrasi 10% dengan
persentase kesukaan 56,67%.
Kata kunci: Bunga Rosela, Hibiscus sabdariffa L., Karakterisasi, Lipstik,
ABSTRACT
FORMULATION OF LIPSTICK WITH ROSELLA CALYX EXTRACT (Hibiscus sabdariffa L.) AS COLORANT
Characterization of rosella calyx simplex had been done. Characterization
of rosella calyx simplex include determination of water value, total ash value, acid
insoluble ash value, water-soluble matter, and ethanol-soluble matter. Extract
from rosella calyx simplex was made by using ethanol solvent 96%.
Lipstick formulation comprised of several components such as cera alba,
lanolin, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, oleum ricini, propylene glycol,
titanium dioxide, oleum rosae and nipagin also added with concentration 2%, 4%,
6%, 8%, and 10% rosella calyx extract. Test of product include physical quality
inspection such as homogenity test, stability test of shape alteration, colour and
odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test also
irritation and hedonic test.
The result of simplicia characterization include the following: water value
7,328%, total ash value 6,065%, acid-insoluble ash value 0,433%, water-soluble
matter 29,886% and ethanol-soluble matter 27,946%. The formulation of rosella
calyx extract in lipstick, showed that the product was stable, homogeneous, pH
ranging between 4-6 (near the pH of the skin), easily applied with a uniform color,
and does not cause irritation so it is safety enough to use and the most hedonic
product is 6th product with concentration 10% of rosela calyx extract by
percentage hedonic 56,67%.
Keyword: Rosella flower, Hibiscus sabdariffa L., Characterization, Lipstick,
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Hipotesis ... 4
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Uraian Tumbuhan... 6
2.1.1 Habitat Tumbuhan ... 6
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 6
2.1.3 Sistematika Tumbuhan ... 7
2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan ... 7
2.2 Kulit ... 8
2.4 Kosmetika Dekoratif ... 12
2.5 Bibir ... 14
2.6 Lipstik ... 15
2.7 Komponen dalam Sediaan Lipstik ... 16
2.8 Uji Tempel (Patch Test) ... 20
2.9 Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 22
3.1 Alat dan Bahan ... 22
3.1.1 Alat ... 22
3.1.2 Bahan ... 22
3.2 Penyiapan Sampel ... 22
3.2.1 Pengumpulan Sampel ... 23
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan ... 23
3.2.3 Pengolahan Sampel ... 23
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 23
3.3.1 Pemeriksaan Organoleptis dan Makroskopik... 23
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 24
3.3.3 Penetapan Kadar Air ... 24
3.3.4 Penetapan Kadar Abu Total ... 25
3.3.5 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam ... 25
3.3.6 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 25
3.3.7 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 26
3.4 Pembuatan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela ... 26
3.5.1 Formula ... 27
3.5.2 Prosedur Pembuatan Lipstik ... 29
3.6 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 29
3.6.1 Pemeriksaan Homogenitas ... 30
3.6.2 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan ... 30
3.6.3 Uji Oles ... 30
3.6.4 Penentuan pH Sediaan ... 30
3.7 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 31
3.7.1 Uji Iritasi ... 31
3.7.2 Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... ... 33
4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ... 33
4.2 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 34
4.2.1 Homogenitas Sediaan ... 34
4.2.2 Stabilitas Sediaan ... 34
4.2.3 Uji Oles ... 35
4.2.4 Pemeriksaan pH ... 36
4.3 Hasil Uji Iritasi ... 37
4.4 Hasil Uji Kesukaan ... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
5.1 Kesimpulan ... 40
5.2 Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Modifikasi Formula Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Dalam Berbagai Konsentrasi ... 28
Tabel 2. Data Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Kelopak Bunga
Rosela ... 33
Tabel 3. Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau Sediaan ... 34
Tabel 4. Data Pengukuran pH Sediaan ... 36
Tabel 5. Data Uji Iritasi ... 37
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Tumbuhan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) ... 44
Gambar 2. Kelopak Bunga Rosela ... 45
Gambar 3. Simplisia Kelopak Bunga Rosela ... 46
Gambar 4. Serbuk Simplisia Kelopak Bunga Rosela ... 47
Gambar 5. Hasil Mikroskopik Serbuk Kelopak Bunga Rosela ... 48
Gambar 6. Alat Penetapan Kadar Air ... 49
Gambar 7. Wadah Sediaan Lipstik ... 54
Gambar 8. Sediaan Lipstik Tanpa Ekstrak Kelopak Bunga Rosela ... 55
Gambar 9. Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela ... 56
Gambar 10. Hasil Uji Homogenitas ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 43
Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) ... 44
Lampiran 3. Gambar Kelopak Bunga Rosela ... 45
Lampiran 4. Gambar Simplisia Kelopak Bunga Rosela ... 46
Lampiran 5. Gambar Serbuk Simplisia Kelopak Bunga Rosela ... 47
Lampiran 6. Gambar Hasil Mikroskopik Serbuk Kelopak Bunga Rosela .... 48
Lampiran 7. Gambar Alat Penetapan Kadar Air ... 49
Lampiran 8. Perhitungan Pemeriksaan Karakterisasi Serbuk Simplisia ... 50
Lampiran 9. Gambar Wadah Sediaan Lipstik ... 54
Lampiran 10. Gambar Sediaan Lipstik Tanpa Ekstrak Kelopak Bunga Rosela ... 55
Lampiran 11. Gambar Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela ... 56
Lampiran 12. Gambar Hasil Uji Homogenitas ... 57
Lampiran 13. Gambar Hasil Uji Oles ... 58
ABSTRAK
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK DENGAN EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELA (Hibiscus sabdariffa L.) SEBAGAI PEWARNA
Telah dilakukan karakterisasi terhadap simplisia kelopak bunga rosela
(Hibiscus sabdariffa L.). Karakterisasi simplisia kelopak bunga rosela meliputi
penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut
asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan penetapan kadar sari larut dalam
etanol. Pembuatan ekstrak dari simplisia kelopak bunga rosela dilakukan dengan
menggunakan penyari etanol 96%.
Formulasi sediaan lipstik terdiri dari beberapa komponen diantaranya cera
alba, lanolin, vaselin alba, setil alkohol, oleum ricini, propilen glikol, titanium
dioksida, oleum rosae, dan nipagin serta penambahan ekstrak kelopak bunga
rosela dengan konsentrasi 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10%. Pengujian terhadap
sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup
pemeriksaan homogenitas, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna dan
bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, dan pemeriksaan pH,
serta uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test).
Hasil karakterisasi serbuk simplisia diperoleh kadar air 7,328%, kadar abu
total 6,065%, kadar abu tidak larut asam 0,433%, kadar sari larut dalam air
29,886%, dan kadar sari larut dalam etanol 27,946%. Formulasi ekstrak kelopak
bunga rosela dalam sediaan lipstik, menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
cukup stabil, homogen, pH berkisar antara 4-6 (mendekati pH kulit), mudah
dioleskan dengan warna yang merata, serta tidak menyebabkan iritasi sehingga
cukup aman untuk digunakan, dan sediaan yang paling disukai adalah sediaan 6
yaitu sediaan dengan ekstrak kelopak bunga rosela konsentrasi 10% dengan
persentase kesukaan 56,67%.
Kata kunci: Bunga Rosela, Hibiscus sabdariffa L., Karakterisasi, Lipstik,
ABSTRACT
FORMULATION OF LIPSTICK WITH ROSELLA CALYX EXTRACT (Hibiscus sabdariffa L.) AS COLORANT
Characterization of rosella calyx simplex had been done. Characterization
of rosella calyx simplex include determination of water value, total ash value, acid
insoluble ash value, water-soluble matter, and ethanol-soluble matter. Extract
from rosella calyx simplex was made by using ethanol solvent 96%.
Lipstick formulation comprised of several components such as cera alba,
lanolin, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, oleum ricini, propylene glycol,
titanium dioxide, oleum rosae and nipagin also added with concentration 2%, 4%,
6%, 8%, and 10% rosella calyx extract. Test of product include physical quality
inspection such as homogenity test, stability test of shape alteration, colour and
odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test also
irritation and hedonic test.
The result of simplicia characterization include the following: water value
7,328%, total ash value 6,065%, acid-insoluble ash value 0,433%, water-soluble
matter 29,886% and ethanol-soluble matter 27,946%. The formulation of rosella
calyx extract in lipstick, showed that the product was stable, homogeneous, pH
ranging between 4-6 (near the pH of the skin), easily applied with a uniform color,
and does not cause irritation so it is safety enough to use and the most hedonic
product is 6th product with concentration 10% of rosela calyx extract by
percentage hedonic 56,67%.
Keyword: Rosella flower, Hibiscus sabdariffa L., Characterization, Lipstick,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kosmetika merupakan hal yang penting dalam kehidupan, begitu luas
penyebarannya baik untuk laki-laki maupun perempuan. Produk-produk itu
dipakai secara berulang setiap hari di seluruh tubuh, mulai dari rambut sampai
ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk digunakan (Tranggono,
R.I. dan Latifah, F., 2007).
Kosmetika telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Bersamaan dengan
terjadinya Revolusi Industri di Eropa atau Amerika pada awal abad ke-19, dimana
ditemukannya berbagai bahan baku sintetis dan mulai diperkenalkan mesin-mesin
produksi baru bertenaga listrik yang dapat menghemat waktu dan tenaga, produksi
kosmetika secara tradisional mulai ditinggalkan. Kosmetika modern mulai
mendominasi pasar pada awal abad ke-20.
Namun, pada akhir abad ke-20 ada usaha kembali ke alam (back to nature)
dan ini juga mempengaruhi dunia kosmetika dengan usaha mempopulerkan serta
menggali kembali kosmetika tradisional yang telah lama terlupakan. Namun
berdasarkan pertimbangan teknis ekonomis, sebagian produsen hanya
menggunakan sebagian unsur tradisional dalam kosmetika produksinya
(Wasitaatmadja, S.M., 1997).
Pewarna bibir merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk
mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika
krim. Pewarna bibir dalam bentuk cairan dan krim umumnya akan memberikan
selaput yang tidak tahan lama dan mudah terhapus dari bibir sehingga tidak begitu
digemari orang terutama jika dibandingkan dengan pewarna bibir dalam bentuk
krayon. Pewarna bibir bentuk krayon lebih dikenal dengan nama lipstik.
Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang
padat (stick) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Hakikat fungsinya
adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah,
yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik. Tetapi
kenyataannya warna lainpun mulai digemari orang, sehingga corak warnanya
sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga warna sangat tua
dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga, hingga merah biru, bahkan
ungu (Ditjen POM, 1985).
Lipstik memang sulit dipisahkan dari wanita, dipakai dalam keseharian
dengan harapan akan tampil lebih cantik dan menarik. Sebenarnya, lipstik bukan
hal yang berbahaya karena terbuat dari minyak galian atau sayuran, lilin dan
pewarna serta beberapa bahan tambahan seperti pelembab, pewangi, pengawet,
antioksidan dan juga mungkin rasa, namun lipstik yang menggunakan pewarna
rhodamin sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan iritasi pada
saluran pernapasan, pemicu kanker dan kerusakan organ hati.
Dalam daftar lampiran Public Warning/Peringatan No.
KH.00.01.432.6081 tanggal 1 Agustus 2007 tentang kosmetika mengandung
bahan berbahaya dan zat warna yang dilarang tercantum bahwa bahan pewarna
merah K.10 (Rhodamin B) merupakan zat warna sintetis yang umumnya
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker). Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan kerusakan pada hati (Anonima, 2007).
Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri dengan kulit jangat
yang sangat tipis, aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit
bibir, tidak terdapat kelenjer keringat, dan sangat jarang terdapat kelenjer lemak
sehingga kulit bibir lebih peka dibandingkan kulit lainnya. Karena itu hendaknya
berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan lipstik, terutama
dalam hal memilih zat warna yang digunakan untuk maksud pembuatan sediaan
tersebut.
Indonesia kaya akan sumber flora dan banyak diantaranya dapat
digunakan sebagai bahan pewarna alami, diantara pewarna alami yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan antara lain berasal dari kelopak bunga
rosela yang mengandung zat warna antosianin yang dapat digunakan sebagai
bahan pewarna alami pengganti pewarna sintetik.
Rosela memiliki daya tarik yang luar biasa. Kelopaknya yang berwarna
merah menyala membuat orang menjadi tertarik. Kelopak bunga rosela ini
mempunyai manfaat untuk bidang kesehatan. Warna merah disebabkan karena
rosela mengandung pigmen antosianin yang dapat berperan sebagai antioksidan.
Kelopak bunga rosela juga memberikan sensasi bunga yang harum dan rasa asam
yang menyegarkan. Daun, bunga, dan biji rosela memiliki kandungan gizi yang
cukup baik sehingga rosela tidak hanya berpotensi untuk bahan baku industri
makanan, tetapi juga berpotensi digunakan sebagai bahan baku industri farmasi,
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan karakterisasi serbuk simplisia
kelopak bunga rosela yang kemudian dilanjutkan pada formulasi sediaan lipstik
dengan menggunakan zat warna alami dari ekstrak kelopak bunga rosela.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah ekstrak kelopak bunga rosela dapat diformulasi sebagai pewarna
dalam sediaan lipstik?
b. Apakah formulasi sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak bunga rosela
yang dibuat stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar?
c. Apakah formulasi sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak bunga rosela
tidak menyebabkan iritasi saat digunakan?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Ekstrak kelopak bunga rosela dapat diformulasi sebagai pewarna dalam
sediaan lipstik.
b. Formulasi sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak bunga rosela yang dibuat
stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar.
c. Formulasi sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak bunga rosela yang dibuat
tidak menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk membuat formula lipstik dengan memakai zat warna yang
b. Untuk mengetahui kestabilan sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak
bunga rosela dalam penyimpanan pada suhu kamar.
c. Untuk mengetahui sediaan lipstik dengan ekstrak kelopak bunga rosela
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Habitat Tumbuhan
Rosela dengan nama latin Hibiscus sabdariffa L. termasuk suku
Malvaceae. Tumbuhan ini tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian kurang
dari 600 meter dpl. Semakin tinggi dari permukaan laut, pertumbuhan rosela akan
terganggu. Rosela dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan suhu
rata-rata bulanan 24-32oC. Namun, rosela masih dapat toleran pada suhu kisaran
10-36oC. Untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal,
rosela memerlukan waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak kurang dari 21oC
(Mardiah, dkk., 2009).
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Tanaman rosela berupa semak yang berdiri tegak dengan tinggi 0,5-5 m.
Ketika masih muda, batang dan daunnya berwarna hijau. Ketika beranjak dewasa
dan sudah berbunga, batangnya berwarna coklat kemerahan. Batang berbentuk
silindris dan berkayu, serta memiliki banyak percabangan. Pada batang melekat
daun-daun yang tersusun berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur dengan
pertulangan menjari dan tepi beringgit. Ujung daun ada yang runcing atau
bercangap. Tulang daunnya berwarna merah. Panjang daun dapat mencapai
6-15 cm dan lebar 5-8 cm. Akar yang menopang batangnya berupa akar tunggang.
Bunga muncul pada ketiak daun. Bunganya berbentuk corong yang tersusun dari 5
menguncup indah dan dibentuk dari 5 helai daun kelopak (Suryaatmaja, P.W. dan
Nelistya A., 2009).
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Dalam sistematika tumbuhan, bunga rosela diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus sabdariffa L. (Mardiah, dkk)
Adapun beberapa nama daerah rosela antara lain :
Jawa tengah : Merambos hijau
Sunda : Garnet Malonda
Betawi : Gamet
Padang : Asam jarot
Ternate : Kasturi roriha (Suryaatmaja, P.W. dan Nelistya A., 2009).
2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan
Kandungan penting yang terdapat pada kelopak bunga rosela adalah
pigmen antosianin yang membentuk flavonoid yang berperan sebagai antioksidan.
Pigmen antosianin ini yang membentuk warna merah yang menarik di kelopak
niasin, riboflavin, dan besi yang cukup tinggi. Selain itu, kelopak rosela juga
mengandung protein, sodium, vitamin C, dan vitamin A. Kandungan vitamin A
dan vitamin C rosela cukup tinggi dibandingkan buah-buahan seperti jeruk, apel,
pepaya, dan jambu biji (Mardiah, dkk., 2009).
Bunga rosela memiliki banyak manfaat dalam kesehatan. Bagi kulit, dapat
digunakan untuk mengobati peradangan pada kulit, edema, bisul, ataupun luka
bakar. Senyawa aktif yang terkandung dalam bunga rosela diantaranya senyawa
asam (15-30%), antosianin, flavonoid, dan getah. Selain itu, penggunaan bunga
rosela tidak berbahaya bagi kesehatan (Draelos, Z.D., 2006).
2.2 Kulit
Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :
1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan yang paling luar.
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).
3. Subkutis (jaringan lemak bawah kulit).
Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik
karena kosmetika dipakai pada epidermis itu. Lapisan epidermis terdiri atas
stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basalis.
Marchionini (1929) menemukan bahwa stratum korneum dilapisi oleh
suatu lapisan tipis lembab yang bersifat asam, sehingga ia menamakannya sebagai
“mantel asam kulit”. Tingkat keasamannya (pH) umumnya berkisar antara
Fungsi pokok “mantel asam” kulit yaitu :
1. Sebagai penyangga (buffer) yang berusaha menetralisir bahan kimia yang
terlalu asam atau terlalu alkalis yang masuk ke kulit.
2. Membunuh atau menekan pertumbuhan mikroorganisme yang
membahayakan kulit.
Dengan sifat lembabnya sedikit banyak mencegah kekeringan kulit
(Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
Fungsi biologik kulit :
1. Proteksi
Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan
berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh. Lapisan
tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah
masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga
berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat
mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.
2. Thermoregulasi
Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan
konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi
saraf otonom. Pusat pengatur temperatur tubuh di hipotalamus. Pada saat
temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur
badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.
3. Persepsi sensoris
Kulit sangat sensitif terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba,
luar diantaranya adalah Benda Meissner, Diskus Merkell dan Korpuskulum Golgi
sebagai reseptor raba, Korpuskulum Panici sebagai reseptor tekanan,
Korpuskulum Ruffini dan Benda Krauss sebagai reseptor suhu dan Nervus End
Plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor
tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat selanjutnya diinterpretasi oleh
korteks serebri.
4. Absorbsi
Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua
jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjer sebasea dari folikel rambut.
Bahan yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibandingkan
bahan yang larut air.
5. Fungsi Lain
Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah
ataupun memucat. Kulit dapat juga mensintesa vitamin D dengan bantuan sinar
ultraviolet (Mitsui, T., 1997)
2.3 Kosmetika
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”.
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan
kecantikan (Wasitaatmadja, S.M., 1997).
Definisi kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.445/MenKes/Permenkes/1998 adalah sebagai berikut: “Kosmetika adalah
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga
mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak
dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”
Penggolongan kosmetika antara lain menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI, menurut sifat modern atau tradisionalnya, dan menurut kegunaannya bagi
kulit.
a. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetika dibagi ke dalam 13
kelompok :
1. Preparat untuk bayi, misalnya: minyak bayi, bedak bayi, dll.
2. Preparat untuk mandi, misalnya: sabun mandi, dll.
3. Preparat untuk mata, misalnya: maskara, eye shadow, dll.
4. Preparat wangi-wangian, misalnya: parfum, colognes, dll.
5. Preparat untuk rambut, misalnya: sampo, hair spray, dll.
6. Preparat pewarna rambut, misalnya: cat rambut, dll.
7. Preparat make-up (kecuali mata), misalnya: bedak, lipstick, dll.
8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya: pasta gigi, mouth washes, dll.
9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya: deodorant, dll.
10.Preparat kuku, misalnya: cat kuku, losion kuku, dll.
11.Preparat perawatan kulit, misalnya: pembersih, pelembab, pelindung kulit,
dll.
12.Preparat cukur, misalnya: sabun cukur, dll.
13.Preparat untuk suntan dan suncreen, misalnya suncreen foundation, dll
Kosmetika biasanya mengandung bahan seperti lemak, minyak, ester lilin,
minyak ester humektan, pewarna, dan lain-lain. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih bahan baku kosmetika salah satunya adalah
sangat baik dan aman untuk digunakan serta stabil terhadap pengaruh oksidasi dan
pengaruh luar lainnya (Mitsui, T., 1997).
Penggunaan kosmetika yang tidak selektif dapat menyebabkan timbulnya
berbagai efek samping dari bahan yang digunakan dalam kosmetika. Oleh karena
itu dilakukan usaha untuk menanggulangi kemungkinan efek samping kosmetika
tersebut dengan berhati-hati dan selektif dalam memilih kosmetik yang akan
digunakan. Salah satu penyebab resiko efek samping dari kosmetika adalah zat
warna yang digunakan (Wasitaatmadja, S.M., 1997).
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor 00386/C/SK/II/90 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan sebagai
bahan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika terdapat beberapa zat warna
yang dilarang penggunaannya karena merupakan pewarna untuk tekstil
diantaranya adalah Jingga K1 (C.I. Pigment Orange 5, D&C Orange No.17),
Merah K3 (C.I. Pigment Red 53, D&C Red No.8), Merah K10 (Rhodamin B, C.I.
Food Red 15, D&C Red No.19) dan Merah K11 (C.I 45170: 1) (Anonimb, 1990).
2.4 Kosmetika Dekoratif
Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha
untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat
dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan
sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat)
Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang
dirias dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit serta mengubah secara
permanen kekurangan (cacat) yang ada. Kosmetika dekoratif terdiri atas bahan
aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar (bedak, cair, minyak, krim,
tingtur, aerosol) dengan pelengkap bahan pembuat stabil dan parfum.
Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi
menjadi: 1) Kosmetika rias kulit (wajah); 2) Kosmetika rias bibir; 3) Kosmetika
rias rambut; 4) Kosmetika rias mata; dan 5) Kosmetika rias kuku (Wasitaatmadja,
S.M., 1997).
Peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam kosmetika dekoratif.
Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan
kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:
a. Warna yang menarik
b. Bau yang harum menyenangkan
c. Tidak lengket
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.
Pembagian kosmetika dekoratif:
a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar. Misalnya: bedak, pewarna bibir, pemerah pipi,
eye shadow, dan lain-lain.
b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
pengeriting rambut, pelurus rambut, dan lain-lain (Tranggono, R.I. dan
Latifah, F., 2007).
2.5 Bibir
Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri, karena lapisan
jangatnya sangat tipis. Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium
mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan
kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit
bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu
basah. Sangat jarang terdapat kelenjer lemak pada bibir, menyebabkan bibir
hampir bebas dari lemak, sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan
jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang
melekat padanya mudah berpenetrasi ke statum germinativum.
Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjolnya stratum germinativum,
dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka
bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu
hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan
pewarna bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang
digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu (Ditjen POM, 1985).
Warna merah pada bibir disebabkan warna darah yang mengalir di dalam
pembuluh di lapisan bawah kulit bibir. Pada bagian ini warna itu terlihat lebih
jelas karena pada bibir tidak ditemukan satu lapisan kulit paling luar, yaitu lapisan
stratum corneum (lapisan tanduk). Jadi kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah,
karena kulitnya yang tipis, saraf yang mengurus sensasi pada bibir menjadi lebih
sensitif (Wibowo, D.S., 2005).
Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga
dengan bahan untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang
merusak, misalnya sinar ultraviolet. Ada beberapa macam kosmetika rias bibir,
yaitu lipstik, krim bibir (lip cream), pengkilap bibir (lip gloss), penggaris bibir (lip
liner), dan lip sealer (Wasitaatmadja, S.M., 1997).
2.6 Lipstik
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir
dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias
wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk
memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan
ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).
Dari sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.
b. Penampilan menarik, baik warna, bau, rasa maupun bentuknya.
c. Memberikan warna yang merata pada bibir.
d. Stabil dalam penyimpanan.
e. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik,
atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik.
f. Melapisi bibir secara mencukupi.
g. Dapat bertahan di bibir.
i. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya ( Mitsui, T., 1997).
Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat
dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikendaki. Suhu lebur lipstik
yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir,
bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan
terhadap suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik
dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu lebih kurang
62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).
2.7Komponen Utama dalam Sediaan Lipstik
Penambahan zat warna dalam sediaan lipstik bertujuan untuk menambah
intensitas warna bibir sehingga memberikan kesan sehat pada wajah, memberi
bentuk pada bibir, serta menambah keselasaran dengan mata, rambut, dan
pakaian.
Komponen utama sediaan lipstik antara lain:
a. Emolien. Castor oil, ester, lanolin, minyak alkohol (dodecanol oktil), minyak
jojoba dan trigliserida.
b. Malam. Candelilla, carnauba, lilin lebah, ozokerit/ceresein, silikon alkil,
polietilen, lanolin, parafin.
c. Modifier wax. Bekerja bersama dengan malam untuk memperbaiki tekstur,
aplikasi dan stabilitas termasuk asetat setil dan lanolin asetat, oleil alkohol,
d. Pewarna
Di Amerika Serikat hanya zat warna yang telah diizinkan FDA yang dapat
digunakan dalam makanan, obat-obatan dan kosmetika.
Pembagian zat warna menurut FDA (Food and Drugs Administration):
1. FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik.
2. D & C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk
makanan.
3. Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik
dalam jumlah yang dibatasi.
e. Zat aktif. Zat aktif yang ditambahkan dalam sediaan pewarna bibir adalah
sebagai pelembab dan pelembut yaitu untuk memperbaiki kulit bibir yang
kering dan pecah-pecah diantaranya: tokoferil asetat, natrium hyaluronate,
ekstrak lidah buaya, ascorbyl palmitate, silanols, ceramides, Panthenol, asam
amino, dan beta karoten.
f. Pengisi. Mica, silica, boron nitride, BiOCl, pati, lisin lauroyl
g. Antioksidan/Pengawet BHA, BHT, ekstrak rosemary, asam sitrat, propil
paraben, metil paraben, dan tokoferol (Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach,
H.I., 2001).
Komponen Lipstik yang Digunakan:
a. Oleum ricini (Minyak jarak)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin
biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental,
pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%), mudah larut dalam
etanol mutlak, dan dalam asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979).
b. Cera alba (Malam putih)
Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang
lebah Apis mellifera L. Pemeriannya yaitu berupa zat padat, berwarna putih
kekuningan, dan bau khas lemah. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air,
agak sukar larut dalam etanol (95%), larut dalam kloroform, eter, minyak lemak,
dan minyak atsiri. Suhu leburnya yaitu antara 62o hingga 64oC. Khasiat umumnya
digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).
c. Lanolin
Lanolin merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu
domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya.
Mengandung air tidak lebih dari 0,25 %. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak,
lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat
bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam
etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam
kloroform. Suhu leburnya yaitu antara 38o dan 44oC (Ditjen POM, 1995).
d. Vaselin alba
Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah
diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemeriannya yaitu berupa massa
lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap walaupun zat telah dileburkan.
Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), tetapi
larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya antara 38o hingga 56oC. Khasiat
e. Setil alkohol
Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih,
bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut
dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu. Suhu
leburnya yaitu antara 45o dan 50o (Ditjen POM, 1995).
f. Metil paraben
Pemeriannya yaitu berupa hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan dalam gliserol. Suhu
leburnya antara 125oC hingga 128oC. Khasiatnya adalah sebagai zat tambahan
(zat pengawet) (Ditjen POM, 1995).
g. Oleum rosae (Minyak mawar)
Minyak mawar adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan
uap bunga segar Rosa gallica L., Rosa damascena Miller, Rosa alba L., dan
varietas Rosa lainnya. Pemeriannya yaitu berupa cairan tidak berwarna atau
kuning, bau menyerupai bunga mawar, rasa khas, pada suhu 25oC kental, dan jika
didinginkan perlahan-lahan berubah menjadi massa hablur bening yang jika
dipanaskan mudah melebur. Kelarutannya yaitu larut dalam kloroform dan berat
jenisnya yaitu antara 0,848 sampai 0,863 (Ditjen POM, 1979).
h. Propilen glikol
Propilen glikol beupa cairan jernih, tidak berwarna, dan praktis tidak
berbau, rasa agak manis, dan stabil jika bercampur dengan gliserin, air, dan
Dalam kosmetika propilen glikol berfungsi sebagai humektan (Barel, A.O., Paye,
M., dan Maibach, H.I., 2009).
i. Titanium dioksida
Pigmen titanium dioksida (TiO2) merupakan serbuk putih dengan daya
peng”opak” yang tinggi. Dapat digunakan pada makanan, kosmetika, dan
pelindung kulit dari sinar UV. Titanium dioksida sangat aman digunakan
(Anonimc., 2008). Penambahan titanium dioksida ini untuk memperbaiki corak
warna yang dikehendaki pada lipstik.
2.8 Uji Tempel (Patch Test)
Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan
cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit
atau tidak.
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah
pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi
tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut
iritasi sekunder. Tanda-tanda yang ditimbulkan reaksi kulit tersebut umumnya
sama, yaitu akan tampak sebagai kulit kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak.
Panel uji tempel sebaiknya wanita berusia 20-30 tahun, berbadan sehat
jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan
menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel.
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi
adalah bagian punggung, lengan tangan, dan bagian kulit di belakang telinga
(Ditjen POM, 1985).
2.9 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji Kesukaan (Hedonic Test) adalah pengujian terhadap kesan subyektif
yang sifatnya suka atau tidak suka terhadap suatu produk. Pelaksanaan uji ini
memerlukan dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana. Panel
adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan uji melalui proses
penginderaan. Orangnya disebut panelis. Panel terbagi dua, yaitu panel terlatih
dan tidak terlatih. Jumlah panel uji kesukaan makin besar semakin baik, sebaiknya
jumlah itu melebihi 20 orang. Jumlah lebih besar tentu akan menghasilkan
kesimpulan yang dapat diandalkan (Soekarto, 1981).
Kriteria panelis (Soekarto, 1981):
1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.
2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara
acak. Jumlah anggota penelis semakin besar semakin baik.
3. Berbadan sehat.
4. Tidak dalam keadaan tertekan.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi
penyiapan sampel, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak,
pembuatan formulasi sediaan, pemeriksaan mutu fisik sediaan, uji iritasi terhadap
sediaan, dan uji kesukaan (Hedonic Test) terhadap variasi sediaan yang dibuat.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium, blender
(National), neraca analitis (Mettler Toledo), neraca kasar (Ohaus), pengayak
serbuk, rotary evaporator (Buchi), cawan porselen berdasar rata, alat penetapan
kadar air (Lampiran 7), labu bersumbat, mikroskop (Olympus), oven, desikator,
penangas air, pH meter, spatula, sudip, kaca objek, kaca penutup, cawan penguap,
pencetak suppositoria, pipet tetes, dan roll up lipstick (Lampiran 9).
3.1.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelopak
bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Bahan kimia yang digunakan antara lain:
akuades, etanol 96%, oleum ricini (Brataco), cera alba (Brataco), vaselin alba
(Brataco), setil alkohol (Brataco), lanolin (Brataco), propilen glikol, oleum rosae,
dan metil paraben.
3.2 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengumpulan sampel, identifikasi tumbuhan,
3.2.1 Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah bunga rosela
yang terdapat di Daerah Paloh Belombang, Desa Pematang Johar, Kabupaten Deli
Serdang.
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
Jl. Raya Jakarta -Bogor KM 46. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.3 Pengolahan Sampel
Sampel yang telah dikumpulkan, disortasi, dipisahkan biji dari kelopak
bunga, dicuci sampai bersih, kemudian ditiriskan. Setelah itu ditimbang berat
seluruhnya sebagai berat basah yaitu 3,3 kg, kemudian dikeringkan di lemari
pengering pada suhu 40-50oC. Setelah kering, sampel ditimbang sebagai berat
kering yaitu 320 g, kemudian diserbuk dengan menggunakan blender. Sebelum
digunakan, serbuk disimpan di tempat yang kering. Serbuk simplisia dapat dilihat
pada Lampiran 5.
3.3 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total,
penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air, dan
penetapan kadar sari larut dalam etanol (Ditjen POM, 1989).
3.3.1 Pemeriksaan Organoleptis dan Makroskopik
Pemeriksaan organoleptis dilakukan terhadap simplisia meliputi
meliputi pemeriksaan bentuk, diameter, ketebalan, dan tekstur. Gambar
tumbuhan, kelopak bunga rosela dan simplisia kelopak bunga rosela dapat dilihat
pada Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4.
3.3.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan
cara meneteskan larutan kloral hidrat di atas kaca objek, kemudian di atasnya
diletakkan serbuk simplisia, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di
bawah mikroskop. Hasil mikroskopik serbuk simplisia kelopak bunga rosela dapat
dilihat pada Lampiran 6.
3.3.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung
penyambung, dan tabung penerima 5 ml.
Cara kerja:
Penjenuhan toluen: Toluen sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml
dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Kemudian didestilasi selama 2 jam, toluen
didinginkan selama 30 menit, dan dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml
(volume I).
Ke dalam labu alas bulat tersebut kemudian dimasukkan 5 g serbuk simplisia
yang telah ditimbang dengan seksama, ditambahkan batu didih secukupnya,
kemudian labu dipanaskan dengan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai
mendidih, didestilasi dengan kecepatan 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air
terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi ditingkatkan hingga 4 tetes tiap detik.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian labu penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar dan dibersihkan tetesan air yang mungkin masih
terdapat pada dinding tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna,
dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml (volume II). Selisih kedua volume air
yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Hitung kadar air dalam persen (WHO, 1992).
3.3.4 Penetapan Kadar Abu Total
Caranya: Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus porselin dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran
dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang
sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1989).
3.3.5 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam
Caranya: Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan
dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijar sampai bobot tetap,
kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1989).
3.3.6 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air
Caranya: Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling
sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam
filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang
telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap.
Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1989).
3.3.7 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol
Caranya: Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi
selama 24 jam dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok
sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian
disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap
yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu
105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari larut dalam etanol 95%
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1989).
Hasil karakterisasi simplisia dari kelopak bunga rosela dapat dilihat pada
Tabel 2. Data Karakterisasi Serbuk Simplisia Kelopak Bunga Rosela.
3.4 Pembuatan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela
Kelopak bunga rosela yang telah dikeringkan dan dihaluskan, ditimbang
sebanyak 100 g, kemudian dimaserasi 750 ml etanol 96%, tutup, biarkan selama 5
hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian disaring, lalu cuci
ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1979),
ekstrak dikumpulkan, dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu ±
400C, kemudian di freeze dryer sehingga didapatkan ekstrak kelopak bunga
3.5 Pembuatan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Dalam Berbagai Konsentrasi
3.5.1 Formula
Formula dasar yang dipilih pada pembuatan lipstik dalam penelitian ini
dengan komposisi sebagai berikut (Anne Young, 1974):
R/ Cera alba 36,0
Lanolin 8,0
Vaselin alba 36,0
Setil alkohol 6,0
Oleum ricini 8,0
Carnauba wax 5,0
Pewarna secukupnya
Parfum secukupnya
Pengawet secukupnya
Berdasarkan hasil orientasi terhadap basis lipstik menggunakan formula di
atas tanpa carnauba wax dengan perbandingan cera alba dan oleum ricini yaitu
80:20 diperoleh hasil bahwa basis lipstik yang dihasilkan terlalu keras, sehingga
dilakukan modifikasi perbandingan cera alba dan oleum ricini yaitu 70:30, 60:40,
50:50, 40:60, 30:70, 20:80 untuk mendapatkan konsistensi lipstik yang baik. Hal
ini dilakukan karena perbandingan cera alba dan oleum ricini mempengaruhi
kekerasan lipstik. Konsistensi lipstik sangat baik pada perbandingan cera alba dan
oleum ricini yaitu 60:40.
Ekstrak kelopak bunga rosela tidak dapat larut dalam oleum ricini
sehingga perlu ditambahkan propilen glikol untuk melarutkan zat warna tersebut.
Berdasarkan hasil orientasi terhadap konsentrasi ekstrak kelopak bunga
rosela dalam sediaan lipstik diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi 1% warna
yang dihasilkan sediaan terlalu muda sehingga warna sediaan tidak dapat
menempel dengan baik saat dioleskan pada kulit punggung tangan bahkan sampai
6 kali pengolesan. Pada konsentrasi 2%, warna sediaan yang dihasilkan cukup
baik karena warna sudah dapat menempel dengan baik saat dioleskan pada kulit
punggung tangan pada pengolesan ke-4 dan warna pada sediaan menunjukkan
warna merah muda. Orientasi dilanjutkan dengan menggunakan ekstrak kelopak
bunga rosela konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10%. Pada konsentrasi 12 % warna
yang dihasilkan pada sediaan lipstik terlalu tua sehingga dari segi penampilan
sediaan menjadi kurang menarik. Selain itu, warna tidak dapat larut sempurna
dalam propilen glikol 5%. Sehingga konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% karena
warna dan konsistensi sediaan yang dihasilkan cukup baik. Modifikasi formula
dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Modifikasi Formula Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kelopak Bunga
Keterangan :
Sediaan 1 : Formula tanpa ekstrak kelopak bunga rosela
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 2%
Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 4%
Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 6%
Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 8%
Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 10%
3.5.2 Prosedur Pembuatan Lipstik
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Ekstrak kelopak bunga rosela dilarutkan dalam propilen glikol, tambahkan
titanium dioksida yang telah digerus halus, dan oleum ricini (campuran A), aduk
hingga homogen. Ditimbang cera alba, lanolin, vaselin alba, dan setil alkohol,
masukkan dalam cawan penguap, kemudian dileburkan di atas penangas air
(campuran B). Kemudian campuran A dan campuran B dicampurkan
perlahan-lahan hingga homogen, lalu tambahkan nipagin dan parfum. Selagi cair,
masukkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku. Setelah membeku
massa dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan dalam wadah (roll up lipstick).
Hasil pembuatan lipstik dari ekstrak kelopak bunga rosela dapat dilihat pada
Lampiran 10.
3.6 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
Pemeriksaan mutu fisik dilakukan terhadap masing-masing sediaan lipstik.
Pemeriksaan mutu fisik sediaan meliputi: pemeriksaan homogenitas dan stabilitas
sediaan yang mencakup pengamatan terhadap perubahan bentuk, warna dan bau
3.6.1 Pemeriksaan Homogenitas
Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat dari ekstrak kelopak bunga
rosela diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu
sediaan pada kaca yang transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang
homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Ditjen POM, 1979).
3.6.2 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan
Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk, warna, dan bau dari
sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan
pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari
ke-30.
3.6.3 Uji Oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel
sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan
yang dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan
(Keithler, 1956).
3.6.4 Penentuan pH Sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,
lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 % yaitu
ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian
elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga
pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan
(Rawlins, E. A., 2003).
3.7 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Setelah dilakukan pengujian kestabilan fisik terhadap sediaan, kemudian
dilanjutkan dengan uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test) terhadap sediaan
yang dibuat.
3.7.1 Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan lipstik yang dibuat dari ekstrak
kelopak bunga rosela dengan maksud untuk mengetahui bahwa lipstik yang dibuat
dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Iritasi dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu iritasi primer yang akan segera timbul sesaat setelah terjadi
pelekatan atau penyentuhan pada kulit, dan iritasi sekunder yang reaksinya baru
timbul beberapa jam setelah penyentuhan atau pelekatan pada kulit (Ditjen POM,
1985).
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch
Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel
terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan
terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama tiga hari berturut-turut
untuk sediaan yang paling tinggi konsentrasi ekstrak kelopak bunga roselanya
yaitu konsentrasi 10% dari kedua formula, reaksi yang terjadi diamati. Reaksi
iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit
lengan bawah bagian dalam yang diberi perlakuan. Adanya kulit merah diberi
tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++), dan yang tidak menunjukkan reaksi
apa-apa diberi tanda (-).
3.7.2 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap sediaan lipstik yang dibuat. Uji kesukaan ini dilakukan secara visual
terhadap 30 orang panelis. Setiap panelis diminta untuk mengoleskan lipstik yang
dibuat dengan berbagai konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela pada kulit
punggung tangannya. Kemudian panelis memilih warna lipstik mana yang paling
disukainya. Panelis menuliskan S bila suka dan TS bila tidak suka. Parameter
pengamatan pada uji kesukaan adalah kemudahan pengolesan sediaan lipstik,
bentuk, homogenitas dan intensitas warna sediaan lipstik saat dioleskan pada kulit
punggung tangan. Kemudian dihitung persentase kesukaan terhadap
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Kelopak Bunga Rosela
Tabel 2. Data Karakterisasi Serbuk Simplisia Kelopak Bunga Rosela
No Pemeriksaan Kadar (%)
1 Kadar air 7,328%
2 Kadar sari yang larut dalam air 29,886%
3 Kadar sari yang larut dalam etanol 27,946%
4 Kadar abu total 6,065%
5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,433%
Berdasarkan hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia diperoleh
kadar air 7,320%, kadar sari larut dalam air 29,886%, kadar sari larut dalam etanol
27,946%, kadar abu total 6,065% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,433%.
Secara umum, persyaratan kualitas untuk rosela kering adalah kadar air maksimal
12%, kadar abu total maksimal 11%, kadar abu tidak larut asam maksimal 2,5%
(Mardiah, dkk, 2007), maka hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia
kelopak bunga rosela yang diperoleh memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Hal
ini menunjukkan bahwa serbuk simplisia kelopak bunga rosela yang digunakan
memiliki kualitas yang baik untuk diformulasi dalam sediaan lipstik. Perhitungan
4.2 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
4.2.1 Homogenitas Sediaan
Hasil pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa seluruh sediaan
lipstik tidak memperlihatkan adanya butir-butir kasar pada saat sediaan dioleskan
pada kaca transparan. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
mempunyai susunan yang homogen (Ditjen POM, 1979). Hasil uji dapat dilihat
pada Lampiran 11.
4.2.2 Stabilitas Sediaan
Tabel 3. Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau Sediaan
Hasil uji stabilitas sediaan lipstik menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 30 hari
pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi
perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Dari hasil pengamatan bentuk,
didapatkan hasil bahwa seluruh sediaan lipstik yang dibuat memiliki bentuk dan
konsistensi yang baik, yaitu tidak keluar air dan tidak meleleh pada penyimpanan
suhu kamar. Bertambahnya konsentrasi ekstrak bunga rosela yang digunakan
maka bertambah pekat warna lipstik yang dihasilkan. Lipstik dengan konsentrasi
ekstrak bunga rosela 2% dan 4% memberikan warna merah muda, konsentrasi 6%
memberikan warna merah terang, konsentrasi 8% memberikan warna merah
maron, sedangkan konsentrasi 10% memberikan warna merah tua. Sedangkan bau
yang dihasilkan dari seluruh sediaan lipstik adalah bau khas dari parfum yang
digunakan yaitu oleum rosae. Bau sediaan tetap stabil dalam penyimpanan selama
30 hari pengamatan pada suhu kamar.
4.2.3 Uji Oles
Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika sediaan
memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dioleskan pada kulit
punggung tangan. Berdasarkan uji oles dengan 5 kali pengolesan diperoleh hasil
bahwa sediaan yang memiliki daya oles yang sangat baik adalah sediaan 6 yaitu
lipstik dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 10%, hal ini ditandai
dengan satu kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif,
merata dan homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan. Sedangkan,
sediaan 2 dan 3 memberikan warna yang intensif dan merata setelah pengolesan
sediaan 2 dan 3 memiliki daya oles yang kurang baik dibandingkan sediaan 6.
Sediaan 4 dan 5 lebih mudah dioleskan dibandingkan sediaan 2 dan 3, karena
pada pengolesan ke-3 sediaan telah memberikan warna yang intensif dan merata.
Hasil uji oles dapat dilihat pada Lampiran 12.
4.2.4 Pemeriksaan pH
Tabel 4. Data Pengukuran pH Sediaan
Sediaan pH
1 6,4
2 4,4
3 4,3
4 4,1
5 4,1
6 4,1
Keterangan:
Sediaan 1 : Formula tanpa ekstrak kelopak bunga rosela
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 2%
Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 4%
Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 6%
Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 8%
Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 10%
Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan 1 tanpa ekstrak
kelopak bunga rosela adalah 6,4 sedangkan sediaan yang dibuat dengan
mendekati rentang pH fisiologis kulit yaitu antara 4,5-6,5. Hal ini menunjukkan
bahwa sediaan lipstik yang dibuat cukup aman dan tidak menyebabkan iritasi
pada bibir. Semakin alkalis atau semakin asam bahan yang mengenai kulit,
semakin sulit kulit untuk menetralisirnya dan kulit dapat menjadi kering,
pecah-pecah, sensitif, dan mudah terkena infeksi. Oleh karena itu pH kosmetika
diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologis kulit yaitu antara
4,5-6,5 (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
4.3 Hasil Uji Iritasi
Tabel 5. Data Uji Iritasi
Pengamatan Sediaan
1 2 3 4 5 6
Kulit kemerahan (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kulit gatal-gatal (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kulit bengkak (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Keterangan: (-) : tidak terjadi iritasi
(+) : kulit kemerahan
(++) : kulit gatal-gatal
(+++) : kulit bengkak
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 10 panelis yang
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan lipstik yang dibuat pada kulit lengan
bawah bagian dalam selama tiga hari berturut-turut, menunjukkan bahwa semua
panelis memberikan hasil negatif terhadap parameter reaksi iritasi yang diamati
uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat aman
untuk digunakan (Tranggono, R.I. dan Latifah, F., 2007).
4.4 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Tabel 6. Data Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Berdasarkan data uji kesukaan (Hedonic Test) terhadap 30 orang panelis,
diketahui bahwa sediaan lipstik yang paling disukai oleh panelis adalah sediaan 6
yaitu lipstik dengan konsentrasi ekstrak bunga rosela 10% dengan persentase
kesukaan 56,67%. Hal ini karena lipstik dengan konsentrasi 10% sangat mudah
dioleskan dan memberikan warna yang merata. Sediaan 2 yaitu lipstik dengan
konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 2% tidak ada satupun dari panelis yang
suka, hal ini dikarenakan warna yang dihasilkan terlalu muda dan sukar
memberikan warna pada saat dioleskan. Sediaan 3 dan 4 yaitu lipstik dengan
konsentrasi ekstrak kelopak bunga rosela 4% dan 6% banyak yang tidak suka.
Persentase kesukaan sama-sama 6,67% yaitu sebanyak 2 orang, hal ini mungkin
dikarenakan panelis tersebut suka terhadap warna yang muda. Persentase
kesukaan sediaan 5 dengan ekstrak kelopak bunga rosela 8% cukup banyak yaitu
30%, karena sediaan mudah dioleskan dan memberikan warna yang merata.