Fosfor (P) dan Perannya pada Tanaman
Fosfor merupakan unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman agar tumbuh dengan sehat. Jumlah yang diperlukan oleh tumbuhan diperkirakan mencapai 2 mg atom per liter unsur hara (Loveless 2000). Berbeda dengan nitrogen yang jumlahnya melimpah dan dapat diperoleh melalui fiksasi biokimia, ketersediaan fosfor di alam cukup terbatas. Dalam tanah, jumlahnya berada pada kisaran 400-1200 mg kg-1
Fosfor yang diserap tanaman berada dalam bentuk terikat dengan molekul- molekul lainnya dalam tumbuhan. Fosfor yang terikat pada lipid membentuk fosfolipid yang merupakan bagian dari membran plasma tumbuhan (Campbell et al. 2000). Fosfor disimpan dalam biji sebagai fitin.
tanah. Adanya fosfor pada tanah dapat diperoleh melalui pemupukan, kotoran hewan, residu tanaman, limbah industri dan domestik, disamping senyawa fosfor alami baik organik maupun anorganik yang memang telah tersedia dalam tanah (Krishnaveni 2010).
Pada tumbuhan, peran fosfor berhubungan dengan mekanisme biokimia yang menyimpan energi dan kemudian memindahkannya ke dalam sel-sel hidup diantaranya sebagai komponen ATP, asam nukleat, dan banyak substrat metabolisme, serta sebagai kofaktor enzim. Selain itu fosfor juga berpartisipasi dalam fosforilasi berbagai senyawa perantara fotosintesis dan respirasi (Loveless 2000). Kekurangan unsur P pada tanaman dapat menyebabkan gangguan dalam metabolisme salah satunya ialah hambatan dalam sintesis protein. Sintesis protein terjadi pada tahap awal pembelahan sel saat proses pertumbuhan sehingga kekurangan unsur ini dapat menyebabkan tehambatnya pertumbuhan. Kekurangan unsur ini pada tanaman dapat diamati oleh adanya perubahan pada warna daun menjadi keunguan akibat penumpukan gula.
Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Rizosfer merupakan area pada tanah yang dipengaruhi oleh akar tanaman. Pada rizosfer terjadi pelepasan sejumlah substrat oleh akar yang dapat mempengaruhi aktifitas mikroorganisme (Barea et al. 2005). Mikroorganisme
terutama bakteri hidup dengan mengkolonisasi daerah perakaran ini. Keberadaan bakteri rizosfer ini memberikan keuntungan bagi tanaman dengan membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Oleh karena perannya sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, maka kelompok bakteri ini disebut rizobakteria pemacu pertumbuhan tanaman atau Plant Growth Promoting Rizobakteria (PGPR).
PGPR dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung. PGPR secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan senyawa fitohormon seperti auksin dalam bentuk IAA (Ashrafuzzaman et al. 2009), menghasilkan 1- Aminocyclopropane-1-Carboxylate (ACC) deaminase (Husen et al. 2011), dan menyediakan mineral tertentu seperti fosfat yang dibutuhkan oleh tanaman melalui mekanisme pelarutan (Ekin 2010). Burkholderia sp. merupakan salah satu kelompok bakteri PGPR yang telah dilaporkan mampu memproduksi IAA (Inui- Kishi et al. 2012). IAA diketahui dapat menstimulasi pertumbuhan akar lateral sehingga dapat mempermudah tanaman untuk menjangkau mineral dalam tanah dan menyediakan situs yang lebih jauh untuk infeksi dan nodulasi bakteri penambat nitrogen.
Sementara itu, aktivitas pemacuan pertumbuhan tanaman secara tidak langsung berkaitan dengan produksi senyawa-senyawa metabolit seperti antibiotik, siderofor, atau asam sianida. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan patogen tanaman. Mekanisme pengendalian patogen oleh bakteri PGPR umumnya dilakukan dengan cara mengurangai pertumbuhan saprofitik patogen dan kemudian mengurangi frekuensi infeksi akar melalui mekanisme antagonis dan atau dengan menstimulasi resistensi sistemik yang diinduksi (ISR, Induced Systemic Resistance). Kelompok bakteri Pseudomonas merupakan contoh bakteri yang menggunakan kedua jenis mekanisme tersebut dalam melawan serangan patogen. Pseudomonas sp. juga diketahui memproduksi siderofor yang dapat mengkelat besi dalam upayanya mengendalikan Fusarium dan Pythium di dalam tanah (Barea et al. 2005).
5
Rizobakteria Pelarut Fosfat
Mikroorganisme dari tanah telah lama diketahui merupakan bagian terpenting dari kehidupan di dunia karena mikroorganisme tersebut menjadi bagian dari sistem biologi dan kimia, serta kehidupan flora, fauna, dan kehidupan mikroorganisme itu sendiri. Salah satu perannya yang penting dalam ekosistem ialah mikroorganisme tersebut dapat menyediakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Mikroba dapat merombak bahan organik, mensintesis, dan melepaskannya kembali dalam bentuk bahan organik yang tersedia bagi tanaman (Widiawati & Suliasih 2006). Rizobakteria yang dapat melarutkan mineral seperti fosfat dinamakan bakteri pelarut fosfat.
Ketersediaan fosfat di alam dibatasi oleh banyaknya unsur tersebut yang menyatu membentuk persenyawaan dengan unsur-unsur lain. Menurut Schachtman et al. (1998), sebanyak lebih dari 80% fosfat yang dimasukkan ke tanah dalam kegiatan pemupukan menjadi tidak mobil atau hanya kurang dari 10% yang masuk ke dalam siklus tanaman-hewan (Panhwar et al. 2011). Pada tanah-tanah masam, fosfat bersenyawa dengan alumunium (Al) membentuk Al- fosfat dan besi (Fe) membentuk Fe-fosfat. Sedangkan pada tanah basa, fosfat akan bersenyawa dengan kalsium (Ca) membentuk Ca-fosfat (Trivedi & Pandey 2007). Bentuk terikat seperti ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman. Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, dan PO42-
Galur Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang banyak dilaporkan memiliki kemampuan dalam melarutkan fosfat (Sugumaran & Jonarthanam 2007; Girgis et al. 2008; Kumar & Chandra 2008). Bakteri tersebut dilaporkan mampu membentuk zona bening ketika ditumbuhkan pada media agar cawan Pikovskaya yang ditambahkan fosfat dengan diamater yang berbeda-beda. Bakteri lainnya yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat ialah Pseudomonas, Klebsiella aerogenis, Chromobacterium lividum, Flavobacterium breve (Suliasih & Rahmat 2007), Artrobacter ureafaciens, Phyllobacterium myrsinacearum, Rhodococcus erythropolis, Gordonia sp. (Chen et al. 2006), Enterobacter dan Serratia marcescens (Lu & Huang 2010).
(Suliasih & Rahmat 2007). Oleh karena itu peran bakteri pelarut fosfat diperlukan untuk membantu menguraikan ikatan persenyawaan agar dapat digunakan oleh tanaman.
Mekanisme Pelarutan Fosfat oleh Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan unsur mineral tersebut dengan berbagai cara yaitu memproduksi asam organik, pembentukan kelat, dan reaksi pertukaran. Bakteri pelarut fosfat diketahui dapat menghasilkan asam organik yang ditandai dengan menurunnya pH media. Chen et al. (2006) melaporkan terdapat delapan jenis asam organik berbeda yang dihasilkan oleh bakteri pelarut fosfatnya yaitu asam citric, asam lactic, asam gluconic, asam propionic, asam succinic, dan 3 jenis asam lain yang tidak teridentifikasi. Hasil ini diperoleh melalui analisis menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Hal serupa juga pernah dilaporkan oleh Rodriguez et al. (2004). Diantara sejumlah asam organik yang diketahui dapat melarutkan ikatan fosfat, asam gluconic-lah yang paling sering berperan dalam melarutkan fosfat karena dihasilkan oleh banyak bakteri pelarut fosfat diantaranya Pseudomonas sp., Erwinia herbicola, P. cepacia, dan Burkholderia cepacia (Rodriguez & Fraga 1999).
Meningkatnya asam organik pada media yang diikuti dengan penurunan pH menyebabkan larutnya kalsium-fosfat. Asam organik dapat secara langsung memicu pelarutan fosfat melalui mekanisme mediasi proton ataupun ligan (Ullman & Welch 2002). Asam-asam organik ini akan membentuk kelat dengan kation alumunium, besi, atau kalsium yang terikat pada fosfat dan sehingga membentuk ion H2PO4- yang dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman (Suliasih & Rahmat 2007). Mekanisme seperti ini umum terjadi pada pelarutan fosfat anorganik. Pada fosfat organik seperti asam nukleat, polifosfat, fosfolipid mekanisme pelarutannya berbeda dengan asam anorganik yaitu dengan menggunakan enzim fosfatase (Ponmurugan & Gopi 2006). Reaksi defosforilasi ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfoester. Beberapa jenis enzim yang dikelompokkan dalam fosfatase ialah 3’-nukleotidase, 5’-nukleotidase, dan hexose fosfatase. Bakteri yang memiliki aktivitas fosfatase tinggi juga memilki kemampuan melarutkan fosfat yang tinggi.
Pengaruh Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanaman
Penelitian mengenai pemberian inokulan bakteri pelarut fosfat pada tanaman telah banyak dilakukan. Berbagai laporan menunjukkan bahwa inokulasi
7
bakteri pelarut fosfat pada tanaman dapat meningkatkan sejumlah variabel pertumbuhan tanaman. Aplikasi Bacillus pelarut fosfat PSB 9 dan PSB 16 pada tanaman padi mampu meningkatkan jumlah klorofil dan daun yang berfotosintesis dan oleh karena itu meningkatkan produktivitas padi aerobik (Panhwar et al. 2011). Sementara itu, Noor (2003) melaporkan pemberian bakteri pelarut fosfat pada tanaman kedelai dapat meningkatkan jumlah bintil akar, bobot kering akar, dan bobot kering tanaman.
Pemberian inokulan bakteri tidak hanya dapat dilakukan oleh satu jenis bakteri dengan kemampuan tertentu. Beberapa percobaan yang mencampurkan bakteri pelarut fosfat dengan kelompok bakteri lain juga diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman tersebut. Kombinasi bakteri pelarut fosfat dan pelarut kalium yang diinokulasikan pada benih tanaman diketahui dapat meningkatkan penyerapan mineral oleh tanaman. Han et al. (2006) melaporkan bahwa inokulasi bakteri pelarut fosfat dan kalium secara bersama-sama pada tanaman cabai dan timun dapat meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah. Selain itu juga dapat meningkatkan penyerapan kedua unsur tersebut pada batang dan akar tanaman, serta meningkatkan pertumbuhan buah. Respon yang sama juga terjadi pada tanaman terung yang diberikan inokulan bakteri pelarut fosfat dan kalium (Han & Lee 2005).
Sementara itu pada tanaman kedelai, campuran rizobakteria bakteri pelarut fosfat yang terdiri atas P. fluorescens, Chryseobacterium balustinum, dan Serratia fonticola dengan bakteri penambat nitrogen Sinorhizovium fredii dilaporkan dapat meningkatkan berat kering daun (Lucas Garcia et al. 2004). Peningkatan pada berat kering daun dapat diartikan sebagai peningkatan kualitas fotosintesis. Sebuah percobaan pemberian inokulan sejumlah mikroorganisme pelarut fosfat berbeda yaitu Bacillus sp., P. stutzeri, Penicillium vermiculatum, dan Aspergillus niger dengan B. japonicum menggunakan pot-pot tanaman terhadap tanaman kedelai berhasil mengingkatkan berat polong, biji, dan tajuk tanaman. Selain itu juga dapat meningkatkan serapan nitrogen dan P2O5 baik pada tajuk maupun biji kedelai. Bahkan, pemberian kombinasi mikrooganisme tersebut mampu memberikan produksi kedelai yang lebih baik dibandingkan hasil yang diperoleh melalui pemberian pupuk konvensional super fosfat (Sandeep et al. 2008).
Tidak hanya dalam skala kecil, sejumlah percobaan di tanah lapang juga memberikan hasil positif. Inokulasi bakteri penambat nitrogen B. japonicum galur USDA 110 dengan bakteri pelarut fosfat yang dilakukan pada tiga wilayah berbeda di delta sungai Mekong diketahui dapat meningkatkan jumlah dan berat kering bintil akar, serta meningkatkan ketersediaan mineral pada tanah dan serapan mineral pada tanaman. Sejumlah komponen produksi seperti jumlah total polong, jumlah polong isi, jumlah polong kosong, dan berat 100 biji juga mengalami peningkatan, sehingga mampu mengurangi biaya produksi kedelai (Son et al. 2006). Argaw (2012) juga melaporkan inokulasi kelompok bakteri yang sama ditambah dengan pupuk kimia N dan P2O5 masing-masing sebanyak 46 kg ha-1 terhadap tanaman kedelai di tanah lapang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman tersebut. Meskipun demikian sejumlah variabel seperti waktu pematangan, berat 300 biji, dan panjang akar tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Sementara itu, penelitian terhadap kandungan protein pada biji kedelai yang diinokulasi dengan campuran rizobakteria pelarut fosfat dan penambat N diketahui bahwa perlakuan tersebut dapat membantu akumulasi protein pada biji kedelai (Stefan et al. 2009). Sejumlah respon positif oleh tanaman yang diberi inokulasi bakteri pelarut fosfat ini pada akhirnya memberikan harapan potensi penggunaan bakteri-bakteri ini untuk pupuk hayati untuk mengurangi penggunaan pupuk anorganik NPK.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede, Karang Pawitan-Wanaraja, Kabupaten Garut, Jawa Barat mulai bulan Agustus 2011 sampai Juni 2012.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 8 isolat PGPR pelarut fosfat yang diisolasi dari Cirebon, Jawa Barat dari galur Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb yang dikoinokulasi dengan bakteri penambat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yaitu Bj 11 wt dan Bj 11 (19) (Tabel 1). Mutan Bj 11 (19) diperoleh melalui mutagenesis transposon dengan marker seleksi antibiotik rifampisin dan kanamisin. Media pertumbuhan bakteri yang digunakan terdiri dari Nutrient Agar (NA) (NB, nutrient broth 8 g l-1 dan agar 20 g l-1), King’s B agar (Bactopeptone 20 g l-1, K2HPO4 1.5 g l-1, MgSO4.7H2O 1.5 g l-1, gliserol 1.5 ml l- 1
, dan agar 20 g l-1), dan Yeast Manitol Agar (YMA) (manitol 10 g l-1, K2HPO4 0.5 g l-1, MgSO4.7H2O 0.2 g l-1, NaCl 0.2 g l-1, yeast extract 1 g l-1, dan agar 20 g l-1
Tabel 1 Galur bakteri yang digunakan dalam penelitian ).
Galur bakteri Karakteristik Sumber atau referensi
Bacillus sp. Cr 22 Cr 28 Cr 68 Cr 69 Pseudomonas sp. Crb 1 Crb 16 Crb 93 Crb 94 Bradyrhizobiumjaponicum Bj 11 wt Bj 11 (19) Hrp-, IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF+ Hrp-, IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF Hrp + - , IAA+, BPF+ Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen
Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011a Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2011b Wahyudi et al. 2007 Wahyudi et al. 2007 Keterangan:
Hrp- , tidak menginduksi reaksi hipersensitif; IAA+, menghasilkan asam indol asetat; BPF+, memiliki kemampuan melarutkan fosfat
Media Pikovskaya (glukosa 10 g l-1, (NH4)2SO4 0.5 g l-1, NaCl 0.2 g l-1, MgSO4.7H2O 0.1 g l-1, KCl 0.2 g l-1, ekstrak khamir 0.5 g l-1, MnSO4.H2O 0.002 g l-1, dan FeSO4.7H2O 0.002 g l-1pada pH 7 dengan penambahan sumber fosfat tri-kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] pada konsentrasi 0.5%) digunakan untuk menguji bakteri pelarut fosfat. Pengkulturan bakteri dilakukan menggunakan media susu skim dan molase (susu skim 20 g l-1, MgSO4 1.5 g l-1, K2HPO4 1.5 g l-1, molase 15 g l-1) dan diformulasi ke dalam bahan pembawa (gambut 85%, kapur pertanian 5%, dan fosfat alam 10%). Kedelai varietas Anjasmoro digunakan sebagai tanaman model untuk aplikasi inokulan bakteri.
Metode Peremajaan Bakteri
Peremajaan galur-galur bakteri yang digunakan dilakukan dengan menggoreskan bakteri pada media padat yang sesuai yaitu King’s B agar, nutrien agar (NA), dan yeast manitol agar (YMA) masing-masing untuk Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan B. japonicum. Pada media YMA untuk Bj 11 ditambahkan antibiotik rifampisin (50 µg ml-1) dan pada media YMA untuk Bj 11 (19) yang merupakan mutannya hasil mutagenesis transposon, ditambahkan antibiotik rifampisin (50 µg ml-1) dan kanamisin (50 µg ml-1).
Uji Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat
Bakteri PGPR dari galur Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat dengan cara menumbuhkan bakteri tersebut pada media agar cawan Pikovskaya dengan penambahan Ca3(PO4)2 0.5%. Bakteri tersebut kemudian diinkubasi selama 2-3 hari untuk dilihat penampakan zona beningnya. Keberadaan zona bening menunjukkan bakteri positif dapat melarutkan fosfat. Selanjutnya dilakukan pengukuran indeks pelarutan (solubilizing index, SI) yaitu nisbah diameter zona bening terhadap diameter koloni bakteri (Premono 1998) atau menurut persamaan sebagai berikut:
11
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair
Kuantifikasi jumlah fosfat yang dilarutkan oleh bakteri dilakukan dengan bantuan spektrofotometer menggunakan metode asam askorbat seperti dijelaskan oleh Alam et al. (2002). Kultur starter bakteri uji berusia 24 jam dipindahkan sebanyak 2.5% volume ke dalam media Pikovskaya cair. Selanjutnya diinkubasi pada inkubator bergoyang. Untuk mengukur konsentrasi fosfat dalam media pertumbuhan tersebut, kultur bakteri disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit hingga dihasilkan supernatan. Sebanyak 1 ml supernatan ditambahkan dengan 9 ml air destilata dan 2.5 ml reagen. Reagen tersebut terdiri dari larutan A yaitu 12 g ammonium molybdate dalam 250 ml air destilata dan 0.2908 mg antimony potassium tartrate dalam 1000 ml asam sulfat 5 N (kedua larutan ini dicampurkan dan volumenya dijadikan 2000 ml) serta larutan B yaitu 0.74 g asam askorbat dalam 140 ml larutan A. Campuran supernatan dan reagen didiamkan selama 15 menit untuk membentuk warna biru yang sempurna kemudian absorbansinya diukur pada panjang gelombang 880 nm.
Sebagai standar untuk menentukan konsentrasi fosfat pada larutan digunakan larutan H3PO4 (Titrisol) dari Merck yang diencerkan serial hingga didapatkan konsentrasi fosfat sebesar 0, 0.25, 0.5, 0.75, 1, 1.25, 1.5, 1.75, 2, dan 2.25 ppm. Larutan standar kemudian direaksikan dengan reagen yang sama selama 15 menit dan diukur pada panjang gelombang 880 nm. Pengukuran kadar fosfat pada supernatan dilakukan dengan interval waktu 0, 6, 12, 24, 48, dan 72 jam setelah inokulasi. Perubahan pH pada media juga diukur menggunakan pH meter dengan interval waktu yang sama. Media yang tidak diinokulasikan bakteri digunakan sebagai kontrol. Sumber P yang diuji yaitu Ca3(PO4)2 sebanyak 0.5%. Formulasi Inokulan Bakteri Pelarut Fosfat
Bakteri PGPR yang digunakan ditumbuhkan dalam media alternatif susu skim molase cair sebanyak 100 ml dan diinkubasi menggunakan inkubator bergoyang. Waktu inkubasi bakteri disesuaikan dengan jenis bakterinya. Waktu inkubasi untuk isolat Crb yaitu selama 24 jam, isolat Cr berkisar antar 24-48 jam, dan untuk isolat Bj lama inkubasinya 120 jam. Bakteri yang tumbuh dan telah mencapai kepekatan antara 109-1010 cfu ml-1 kemudian dicampurkan menjadi satu dengan perbandingan 1:1:1. Kultur kombinasi bakteri tersebut kemudian
disuntikkan sebanyak 15 ml menggunakan syringe steril kedalam 50 g media pembawa berupa campuran gambut 85%, fosfat alam 10%, dan kapur pertanian 5% yang telah disterilkan. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang. Pemilihan komposisi bakteri penyusun paket inokulan disesuaikan dengan hasil penelitian sebelumnya dimana keempat komposisi tersebut paling efektif dalam memacu pertumbuhan tanaman kedelai pada percobaan rumah kaca (Sari 2011). Komposisi paket inokulan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Formulasi bakteri dan komposisinya yang digunakan dalam penelitian
Formulasi Isolat bakteri
Bacillus sp. Pseudomonas sp. B. japonicum F1 F2 F3 F4 Cr 22 Cr 28 Cr 68 Cr 69 Crb 1 Crb 16 Crb 93 Crb 94 Bj 11 wt Bj 11 (19) Bj 11 wt Bj 11 (19)
Uji Viabilitas Inokulan Bakteri
Uji viabilitas inokulan dilakukan untuk mengamati daya tahan bakteri tersebut di dalam bahan pembawa berupa gambut selama masa inkubasi pada suhu ruang. Pengamatan dilakukan selama 9 bulan dengan mencawankan bakteri secara berkala. Sebanyak 10 gram paket inokulan yang terdiri dari Bacillus sp. Cr, Pseudomonas sp. Crb, dan B. japonicum dilarutkan dalam 90 ml larutan NaCl 0.85% steril selanjutnya dilakukan pengenceran serial dengan memindahkan 1 ml larutan ke dalam 9 ml NaCl 0.85% hingga kepekatannya menjadi 10-8 sel ml-1. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiga pengenceran terakhir yaitu 10-6, 10-7 , dan 10-8 disebar pada tiga media agar cawan yang berbeda yaitu NA untuk isolat Bacillus sp. Cr, King’s B agar untuk Pseudomonas sp. Crb, dan YMA untuk B. japonicum. Media tersebut dibuat selektif dengan menambahkan antibiotik dengan dosis tertentu untuk beberapa galur (Tabel 3) (Sari 2011), kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 1-2 hari untuk isolat Bacillus sp. Cr dan Pseudomonas sp. Crb serta 5-7 hari untuk B. japonicum.
13
Tabel 3 Antibiotik yang ditambahkan ke dalam media agar untuk menumbuhkan masing-masing bakteri
Isolat bakteri Antibiotik
Cr 22 - Cr 28 - Cr 68 Ampisilin (20 µg ml-1 Cr 69 ) - Crb 1 Ampisilin (20 µg ml-1 Crb 16 ) Ampisilin (20 µg ml-1 Crb 93 ) - Crb 94 Streptomisin (20 µg ml-1 Bj 11 (wt) ) Rifampisin (50 µg ml-1 Bj 11 (19) ) Rifampisin (50 µg ml-1), Kanamisin (50 µg ml-1) Uji Keefektivan Inokulan terhadap Tanaman Kedelai
Sampel tanah yang digunakan untuk aplikasi pupuk hayati juga dihitung jumlah bakteri totalnya melalui metode total plate count (TPC) menggunakan media Standard Methods Agar (SMA). Sedangkan jumlah bakteri kelompok rhizobium yang terdapat pada sampel tanah dihitung dengan menyebar hasil pengenceran serial sampel tanah pada media YMA dengan penambahan antibiotik rifampisin 20 µg/ml dan Kongo red 0.25%. Kandungan nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK) tersedia dalam tanah sebelum tanam dianalisis melalui jasa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia.
Uji keefektivan inokulan terhadap tanaman kedelai dilakukan ditanah pertanian Desa Situgede, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tanah tersebut telah digemburkan sebelum digunakan untuk menanam benih kedelai. Biji kedelai varietas Anjasmoro diseleksi untuk mendapatkan biji dengan kualitas yang baik. Biji yang telah diseleksi tersebut selanjutnya dibasahi dengan air lalu dicampurkan dengan paket inokulan bakteri hingga merata pada permukaan biji. Biji yang telah dilumuri dengan inokulan tersebut kemudian ditanam dengan jarak tanam 40 x 15 cm pada plot tanaman sebesar sebesar 3.9 x 4 m2. Masing-masing lubang diisi dengan 2 buah biji kedelai. Untuk perlakuan tertentu, tanah yang digunakan sebelumnya diberi pupuk NPK dengan dosis yang telah ditentukan yaitu urea 50 kg ha-1, SP36 100 kg ha-1, dan KCl 60 kg ha-1 (Purwono & Purnamawati 2007). Hasil konversi dosis pupuk setiap plot disajikan pada Tabel 4.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Aplikasi pupuk hayati terhadap tanaman kedelai dalam penelitian ini mengikuti pola rancangan acak kelompok (RAK) menggunakan 15 perlakuan (Tabel 4) dengan 3 ulangan dalam tiap blok. Respon pertumbuhan vegetatif tanaman kedelai terhadap pemberian inokulan diamati pada 45 hari setelah tanam. Parameter pertumbuhan yang diamati meliputi berat basah dan berat kering tajuk, berat basah dan berat kering akar/bintil akar, jumlah bintil akar, dan jumlah serapan hara mineral N, P, dan K pada tanaman. Kemudian dilanjutkan hingga tahap produksi biji kedelai yang total masa tanamnya mencapai 3 bulan. Setelah 3 bulan, tanaman kedelai dipanen untuk selanjutnya dihitung jumlah polong isi dan polong kosong, berat polong, berat biji total, dan berat 100 biji. Pengukuran serapan NPK oleh tanaman dan kadar NPK pada tanah setelah tanam dilakukan menggunakan jasa laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor, Indonesia. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) dengan taraf 5% yang kemudian jika hasilnya nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata α = 0.05 menggunakan program software SPSS 11.5.
Tabel 4 Perlakuan tanam untuk uji keefektivan inokulan terhadap pertumbuhan tanaman kedelai
Perlakuan Formulasi Dosis pupuk (g/plot)
Urea SP36 KCl F1 + NPK F1 + ½ NPK F1 F2 +NPK F2 + ½ NPK F2 F3 +NPK F3 + ½ NPK F3 F4 +NPK F4 + ½ NPK F4 NPK ½ NPK Kontrol √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ - - - 78 39 0 78 39 0 78 39 0 78 39 0 78 39 0 156 78 0 156 78 0 156 78 0 156 78 0 156 78 0 94 47 0 94 47 0 94 47 0 94 47 0 94 47 0 Keterangan:
√ menggunakan paket inokulan; - tidak menggunakan paket inokulan; luas 1 plot ukurannya 3.9 x 4 m2
HASIL
Kemampuan Bakteri PGPR dalam Melarutkan Fosfat
Berdasarkan uji pelarutan fosfat menggunakan media Pikovskaya dengan penambahan Ca3(PO4)2 sebagai sumber fosfat diketahui bahwa isolat-isolat bakteri baik Cr maupun Crb yang diuji dapat melarutkan fosfat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni bakteri (Gambar 1). Indeks pelarutan fosfat yang diukur berdasarkan diameter zona bening yang dibentuk oleh bakteri uji disajikan pada Tabel 5.
Gambar 1 Koloni bakteri Bacillus sp. Cr 22 (A) dan Pseudomonas sp. Crb 16 (B) yang ditumbuhkan pada media Pikovskaya agar dan dinkubasi pada suhu ruang selama 3-5 hari. Zona bening terbentuk di sekitar koloni bakteri (tanda panah).
Tabel 5 Indeks pelarutan Ca3(PO4)2 dalam media Pikovskaya Agar oleh isolat bakteri rizosfer asal tanaman kedelai
Isolat Indeks pelarutan Isolat Indeks pelarutan
Cr 22 0.44 Crb 1 0.33
Cr 28 0.50 Crb 16 0.46
Cr 68 0.39 Crb 93 0.26
Cr 69 0.31 Crb 95 0.49
Kuantifikasi Jumlah Fosfat Terlarut pada Media Cair
Jumlah fosfat yang dilarutkan berbeda-beda untuk setiap bakteri uji dengan masa inkubasi 72 jam. Dalam bentuk Ca3(PO4)2, jumlah fosfat yang bisa