• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Kepel (Stelechocarpusburahol)

Tumbuhan kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol) adalah pohon penghasil buah hidangan meja yang menjadi flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Klasifikasi ilmiah kepel adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Trachebionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Magnoliales Famili : Annonaceae Genus : Stelechocarpus Spesies : Stelechocarpus burahol

(Blume) Hook&Thompson (USDA 2007)

S. burahol merupakan jenis tanaman buah- buahan Indonesia, dengan nama lain kepel, simpel, dan kecindul (Jawa). Tinggi pohon ini dapat mencapai 25 m, batang lurus berwarna cokelat tua, diameter mencapai 40 cm, memiliki benjolan-benjolan bekas keluar bunga dan buah, daun tunggal, elips–lonjong sampai bundar telur–lanset, panjang 12–27 cm dan lebar 5–9 cm.Buah berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, diameter 5–6 cm, berbiji empat atau lebih dan berbentuk elip (LIPI 2000). Kepel akan tumbuh baik pada tanah yang subur, drainase yang baik, dan pH 5.8– 6.7 (Solikin 2010).

S. burahol secara tradisional digunakan sebagai obat untuk menurunkan kadar asam urat dan diuretik. Sutomo (2003) melaporkan bahwa fraksi tidak larut petroleum eter dari ekstrak metanol daun kepel mampu menurunkan kadar asam urat, dan hasil identifikasinya menunjukkan adanya flavonoid. Tisnadjaja et al. (2006) dan Sunarni et al. (2007) melaporkan bahwa isolat flavonoid dari daun kepel menunjukkan aktivitas antioksidan penangkap radikal DPPH. Menurut Shiddiqi et al. (2008), zat sitotoksik dalam tanaman kepel yang berperan penting dalam pengendalian

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya hayati. Terdapat sekitar 30000 spesies tumbuhan berbunga di hutan tropika Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk kehidupan lainnya, seperti herba, semak, paku-pakuan, epifit, cendawan, dan jasad renik lainnya. Keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai formasi hutan Indonesia merupakan aset nasional yang tidak terhingga nilainya bagi kepentingan manusia. Salah satu manfaat keanekaragaman hayati adalah kegunaannya sebagai obat. Menurut hasil penelitian Zuhud et al. (2004), telah ditemukan sebanyak 1260 spesies tumbuhan obat yang secara pasti diketahui berasal dari hutan tropika Indonesia.

Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat ialah kepel (Stelechocarpus burahol). Kepel merupakan tumbuhan yang secara tradisional telah digunakan sebagai pewangi khususnya di kalangan keraton. Mengonsumsi buahnya dapat mengurangi bau keringat, bau nafas, dan bau air seni (Heyne 1987; Verheij dan Coronell 1997).

Masalah bau badan dapat dialami oleh setiap orang dan dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti faktor genetik, kondisi kejiwaan, faktor makanan, faktor kegemukan, dan bahan pakaian yang dipakai. Keringat yang dikeluarkan seseorang sangat terlibat dalam proses timbulnya bau badan. Infeksi kelenjar apokrin yang menghasilkan keringatoleh bakteri berperan dalam proses pembusukan. Bakteri yang diduga menjadi penyebab bau badan tersebut diantaranya ialah Staphylococcus epidermidis, Corynebacterium acne, Pseudomonas aeruginosa, dan Streptococcus pyogenes (Endarti & Soediro 2002). Penggunaan antibiotik yang tidak benar biasanya akan membuat bakteri menjadi bersifat resisten dan tetap memperbanyak diri dalam inangnya.

Menurut Bartlett (2007), bakteri S. epidermidis umumnya telah resisten terhadap antibiotik penisilin dan metisilin, sehingga perlu diketahui bahan alternatif yang dapat membasmi atau menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Darusman et al. (komunikasi pribadi 2010) melaporkan bahwa aktivitas flavonoid dari ekstrak daun kepel sebagai antibakteri lebih tinggi daripada tanin. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui senyawa aktif antibakteri pada ekstrak daun kepel dalam menghambat

pertumbuhan bakteri S. epidermidis yang dilakukan secara in vitro.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi golongan flavonoid yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap S. epidermidis dari ekstrak daun kepel (S. burahol) secara in vitro.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Kepel (Stelechocarpusburahol)

Tumbuhan kepel atau burahol (Stelechocarpus burahol) adalah pohon penghasil buah hidangan meja yang menjadi flora identitas Daerah Istimewa Yogyakarta. Klasifikasi ilmiah kepel adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Subkingdom : Trachebionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Magnoliales Famili : Annonaceae Genus : Stelechocarpus Spesies : Stelechocarpus burahol

(Blume) Hook&Thompson (USDA 2007)

S. burahol merupakan jenis tanaman buah- buahan Indonesia, dengan nama lain kepel, simpel, dan kecindul (Jawa). Tinggi pohon ini dapat mencapai 25 m, batang lurus berwarna cokelat tua, diameter mencapai 40 cm, memiliki benjolan-benjolan bekas keluar bunga dan buah, daun tunggal, elips–lonjong sampai bundar telur–lanset, panjang 12–27 cm dan lebar 5–9 cm.Buah berbentuk bulat, berwarna kecoklatan, diameter 5–6 cm, berbiji empat atau lebih dan berbentuk elip (LIPI 2000). Kepel akan tumbuh baik pada tanah yang subur, drainase yang baik, dan pH 5.8– 6.7 (Solikin 2010).

S. burahol secara tradisional digunakan sebagai obat untuk menurunkan kadar asam urat dan diuretik. Sutomo (2003) melaporkan bahwa fraksi tidak larut petroleum eter dari ekstrak metanol daun kepel mampu menurunkan kadar asam urat, dan hasil identifikasinya menunjukkan adanya flavonoid. Tisnadjaja et al. (2006) dan Sunarni et al. (2007) melaporkan bahwa isolat flavonoid dari daun kepel menunjukkan aktivitas antioksidan penangkap radikal DPPH. Menurut Shiddiqi et al. (2008), zat sitotoksik dalam tanaman kepel yang berperan penting dalam pengendalian

pertumbuhan kolorektal karsinoma antara lain asetogenin, lakton, dan isoflavon.

Hasil uji fitokimia kepel menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid- triterpenoid (Sunardi 2010). Sebagai anti gout, ekstrak polar daun dan buah kepel memiliki aktivitas penghambatan COX-2 pada

konsentrasi 50 g/mL (Batubara et al. 2010). Rahminiwati et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak daun dan buah kepel tidak memiliki aktivitas antimikroba terhadap Propionibacterium acnes pada konsentrasi 4 mg/mL. Priastini dan Flora (2010) melaporkan bahwa ekstrak buah kepel mengandung antioksidan yang dapat menjaga kualitas sperma kelinci pada penyimpanan selama sembilan hari pada suhu 5 oC.

Gambar 1 Daun Kepel (Stelechocarpus burahol)

Bakteri

Bakteri adalah sel prokariotik yang bersifat khas, uniseluler, dan tidak mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri berdiameter sekitar 0.5 sampai 1.0 µm dan panjangnya 1.5 sampai 2.5 µm. Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda. Bakteri kulit dijumpai pada epithelium membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati. Kebanyakan bakteri ini adalah spesies Staphylococcus (S. epidermidis dan S. aureus), sianobakteri aerobik, dan difteroid. Jauh di dalam kelenjar lemak dijumpai bakteri-bakteri anaerobik lipofilik seperti Propionibacterium acnes penyebab jerawat (Pelczar & Chan 2007).

S. epidermidis adalah salah satu spesiesbakteri dari genus Staphylococcus. Beberapa karakteristik bakteri ini adalah fakultatif anaerobik, koagulase negatif,

katalase positif, gram positif, berbentuk kokus, berdiameter 0,5–1,5 µm, dan suhu optimum pertumbuhan 35–37 oC (Lisa dan Anne 1998). Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau imunitas rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis, pengguna obat terlarang (narkotika), bayi yang baru lahir, dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu lama (Jodi 2008).

Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau tumbuhan yang dalam jumlah tertentu mempunyai daya penghambat terhadap kegiatan mikroorganisme atau tumbuhan lain (Dwidjoseputro 1990). Berdasarkan aktivitasnya, zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bakteriostatik dan bakteriosida. Bakteriostatik adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri namun tidak mematikan. Bakteriosida adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas membunuh bakteri (Madigan et al. 2005;Schunack et al. 1990). Namun ada beberapa zat antibakteri yang bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisida pada konsentrasi tinggi (Fardiaz et al. 1987). Berdasarkan efektivitas kerjanya terhadap berbagai macam mikroorganisme, zat antibakteri dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu antibakteri berspektrum luas yang efektif terhadap berbagai jenis mikroorganisme dan antibakteri berspektrum sempit yang hanya efektif terhadap mikroorganisme tertentu (Pelczar & Chan 2007). Mekanisme kerja dari zat antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Sebagai contoh antibakteri dengan mekanisme kerja tersebut adalah penisilin, sefalosporin, vankomisin, basitrasin, sikloserin, dan ampisilin (Jawetz et al. 1996).

Ekstraksi dan Fraksionasi

Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat terlarut yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi pelarut menggunakan prinsip kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan zat polar dan sebaliknya.

Salah satu prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari jaringan tumbuhan ialah maserasi. Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi sampel yang relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan lama waktu tertentu, biasanya selama 24 jam tanpa menggunakan pemanasan. Kelebihan metode maserasi, yaitu sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif murah, serta dapat menghindari kerusakan komponen senyawa yang tidak tahan panas. Kelemahannya diantaranya dari segi waktu yang lama dan penggunaan pelarut yang tidak efisien. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam pada pelarut tersebut (Rohman et al.2006). Efektivitas ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran partikel bahan yang disari, tekstur bahan atau jaringan simplisia, faktor fisika seperti suhu, tekanan, kelarutan, jenis dan polaritas cairan penyari dan teknik penyaringan yang digunakan (Depkes RI 1986).

Fraksinasi adalah proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Houghton & Raman 1998). Teknik fraksinasi dapat dilakukan dengan kromatografi kolom, yaitu teknik analisis untuk menentukan jumlah komponen dalam suatu campuran senyawa, dan juga untuk memisahkan dan memurnikan komponen senyawa tertentu dari campurannya. Pemisahan kromatografi kolom ini menggunakan suatu pelarut pengelusi yang dialirkan secara kontinu melalui kolom dan komponen demi komponen dari campuran pada akhirnya keluar dari kolom kemudian dapat dikumpulkan dan difraksinasi (Rouessac & Rouessac 1994).

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan jenis kromatografi partisi menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam yang keras. Fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang dapat berpendar dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harvey 2000). Pergerakan zat relatif terhadap garis depan pelarut dalam sistem kromatografi lapis tipis dapat didefinisikan sebagai nilai Rf, yaitu perbandingan jarak tempuh zat dengan jarak tempuh garis depan pelarut.

Spektrofotometri UV-tampak

Spektroskopi ultraviolet merupakan transisi elektronik yang terjadi pada daerah 200-380 nm sedangkan spektrum tampak

terjadi pada daerah 380−800 nm. Spektrum tampak kurang baik dalam penentuan struktur karena kebanyakan senyawa organik tidak berwarna sedangkan spektrum UV dapat digunakan untuk menentukan struktur dalam suatu larutan. Pelarut yang umum digunakan untuk spektoskopi UV ialah air, etanol 95% dan heksana (Pavia et al. 2001). Pada daerah sinar ultraviolet dan sinar tampak, energi diperoleh dari transisi elektronik. Energi yang diserap oleh molekul digunakan untuk menaikan energi elektron dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Transisi elektron secara umum terjadi antara orbital ikatan (bonding) dengan orbital anti ikatan (anti-bonding) tak terisi. Penyerapan dari panjang gelombang tersebut kemudian menjadi ukuran dari pemisahan tingkat energi dari orbital-orbital terkait (Wiryawan 2011)

Semua molekul dapat mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-Tampak karena mereka mengandung elektron baik berpasangan maupun menyendiri yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang yang diabsorpsi bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul (Day & Underwood 2001). Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan spektrofotometer yang merekam otomatis. Sampel untuk spektrofotometri UV-tampak paling sering dalam bentuk cairan daripada gas atau padatan. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang 240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I) (Markham 1988).

Spektrofotometri Infra merah

Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0.75–1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1. Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang sinar infra merah dibagi atas tiga daerah, yaitu daerah infra merah dekat

(0.75−2.5 µm), daerah infra merah

merah jauh (50–1000 µm) (Giwangkara 2007). Spektrofotometer inframerah dibagi menjadi 3 jenis yaitu spektrofotometer Inframerah dispersive (kualitatif), spektrofotometer inframerah tak dispersive (kuantitatif), dan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (kualitatif dan kuantitatif).

Spektroskopi FTIR menggunakan prinsip interferometer (Skoog et al. 2004). Spektroskopi FTIR mengukur vibrasi dominan dari gugus fungsi dan ikatan yang memiliki kepolaran yang tinggi (Thor & Jeffery 2005). Prinsip FTIR adalah ketika sampel berinteraksi dengan sinar (radiasi elektromagnetik), maka ikatan kimia pada panjang gelombang tertentu akan menyerap sinar ini dan akan bervibrasi. Vibrasi ini dapat berupa vibrasi tekuk atau vibrsi ulur. Absorbans atau vibrasi ini dihubungkan dengan ikatan tunggal atau gugus fungsi dari molekul untuk identifikasi senyawa yang tidak diketahui (Dunn & David 2005).

Flavonoid

Flavonoid (Gambar 2) merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid (Markham 1988). Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah diidentifikasi, namun ada tiga kelompok yang umum dipelajari, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Flavonoid sering terdapat di sel epidermis. Sebagian besar flavonoid terhimpun di vakuola sel tumbuhan walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Salisbury & Ross 1995)

Flavonoid berupa senyawa yang larut dalam air dan dapat diekstrak dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter. Flavonoid berupa senyawa fenol karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan pembuluh dan dalam bentuk campuran, jarang sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula- mula didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna (Harbone 1987).

Menurut Cos et al. (1998), aktivitas flavonoid sebagai penurun kadar asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Selain itu juga bersifat sebagai antioksidan

penangkap radikal superoksida. Hamdiyati et al. (2008) melaporkan bahwa senyawa aktif dari daun patikan kebo yang dapat menghambat pertumbuhan S. epidermidis adalah flavonoid, tanin, alkaloid, dan terpenoid. Sukadana (2009) melaporkan bahwa isolat flavonoid fraksi FB dari ekstrak

kental air buah belimbing manis diduga termasuk golongan katekin yang dapat menghambat bakteri gram positif (S. aureus) dan gram negatif (E. coli), masing-masing mulai dari konsentrasi 500 ppm dan 100 ppm. Isolat flavonoid yang berhasil diisolasi dari kulit akar awar-awar adalah golongan flavanon yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Vibrio cholera dan E. coli (Sukadana 2010).

Gambar 2 Struktur Umum Flavonoid

Dokumen terkait