• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kabupaten Pasaman Barat adalah salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No 38 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dhamasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat memiliki luas wilayah 3 887.77 km2 , jumlah penduduk 388 893 jiwa dengan administrasi pemerintahan yang meliputi 11 Kecamatan (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan setempat, diketahui bahwa jumlah populasi anjing di daerah tersebut sekitar 16 786 ekor dengan jumlah populasi anjing terbanyak terdapat di Kecamatan Pasaman.

Kecamatan Pasaman terdiri dari 3 Nagari dengan 23 Desa/Jorong dan berpenduduk 53 690 jiwa (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten Pasaman Barat, jumlah populasi anjing di Kecamatan ini sekitar 2 631 ekor.

Kebiasaan Berburu Masyarakat Minangkabau

Tingginya kepemilikan anjing di daerah Sumatera Barat disebabkan karena kegemaran masyarakat memelihara anjing untuk berburu babi hutan dan menjaga rumah serta areal perkebunan. Menurut Kamil et al. (2003), anjing oleh sebagian masyarakat Sumatera Barat sangat diperlukan dan dapat membantu pemilik untukfungsi pengamanan dan berburu babi. Anjing yang dipakai dalam aktifitas berburu babi biasanya berasal dari beberapa daerah di Pulau Jawa. Kebiasaaan masyarakat di beberapa daerah di Pulau Sumatera untuk berburu babi hutan menggunakan anjing pemburu dan anggapan bahwa anjing dari Jawa “pintar” dalam berburu membuat pemasokan anjing dari Pulau Jawa ke Sumatera terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kalau ini tidak dicermati tentunya akan menjadi masalah terutama semakin banyaknya anjing yang berkeliaran yang tidak memiliki data tentang vaksinasi sehingga bisa membahayakan manusia. Menurut Daulay (2001), budaya serta kebiasaan masyarakat setempat berburu babi, tingkat ekonomi dan pendidikan merupakan faktor penting dalam penyebaran rabies di Sumatera Barat.

Penyakit Anjing Gila (Rabies)

Penyakit anjing gila adalah penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan juga menyerang manusia. Nama lain dari penyakit iniadalahLyssa, Tolwut,

serta Hydrophobia (Sudardjat 1991).

Virus rabies pada umumnya ditemukan pada air liur hewan penderita seperti anjing, kucing dan kera dengan konsentrasi tinggi sehingga virus ini biasanya ditransmisikan melalui saliva hewan yang terinfeksi (Dacheuxet al.2011). Oleh karena itu, penularan yang sangat potensial adalah melalui gigitan atau adanya luka terbuka yang terkena air liur hewan yang positif terinfeksi rabies (Dodet et al.2008).

Hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan gejala seperti selalu mencari tempat yang dingin dan tenang, kemudian diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang berada di sekitarnya, hypersalivasi, paralisa, dan diakhiri dengan kematian (Clark 1980). Pada manusia, gejala yang mencolok adalah timbulnya rasa takut terhadap air (hydrophobia) dan gejala peradangan otak (encephalitis). Kasus rabies pada manusia akan bersifat fatal apabila si penderita tidak segera divaksinasi setelah adanya gigitan dari anjing yang positif menderita rabies.

Tanda klinis dari penyakit rabies pada anjing dan kucing hampir sama. Penyakit ini dikenal dalam tiga bentuk, yaitu berbentuk ganas (farios rabies) yang ditandai dengan masa eksitasi yang panjang dan kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat. Hewan menjadi tidak ramah, agresif,air liur keluar berlebihan, nafsu makan hilang, menyerang dan menggigit apa saja yang dijumpainya. Bila berdiri, sikapnya kaku, ekor dilengkungkan kebawah perut diantara kedua paha belakangnya (Kaplan 1979); bentuk diam atau dungu (dumb rabies) dimana akan terjadi kelumpuhan (paralisa) yang sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasinya pendek; bentuk

asymptomatis dimana hewan tiba-tiba mati dengan tidak menunjukan gejala- gejala sakit (Clark 1980).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit Rabies pada Anjing diLingkungan Masyarakat Minangkabau

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kotamadya (Anonim 2010). Luasnya wilayah dan tingginya populasi anjing di Sumatera Barat menyebabkan tingginya angka kejadian rabies di daerah tersebut. Wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang tinggi serta populasi anjing yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam hal pemberian vaksin rabies. Selain itu,jumlah vaksin yang tersedia tidak mecukupi bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan (Kamil et al. 2003).

Pengetahuan dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap rabies juga mempunyai hubungan yang erat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan rabies. Selain itu, faktor agama, budaya serta kebiasan masyarakat setempat, ekonomi dan tingkat pendidikan merupakan faktor lain yang harus dipertimbangkan (Malahayati 2009).

Suatu kebiasaan yang sudah membudaya di Sumatera Barat adalah hobi berburu hewan liar terutama babi sehingga tidak heran bila ada suatu organisasi

“Perkumpulan Berburu Babi”. Anjing peliharaan biasanya digunakan untuk

berburuke hutan.Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebaran rabies di daerah ini (Hardjosworo dan Siregar 1987). Ajang perburuan digunakan untuk memberantas hama babi yang mangganggu tanaman masyarakat, juga menjadi ajang silaturahmi masyarakat Sumatera Barat dan sekitarnya khususnya antar pemburu.

Perpindahan hewan khususnya anjing dari satu daerah ke daerah lain merupakan faktor utama terjadinya perpindahan dan penyebaran rabiesdi Sumatera Barat (Hardjosworo dan Siregar 1987). Hal ini dibenarkan oleh petugas dari dinas peternakan setempat dimana lalu lintas hewan sangat sulit untuk dikontrol. Hal ini disebabkan kebiasaan berburu pada waktu-waktu tertentu dengan daerah perburuan antar kabupaten.Selain itu, tingginya populasi anjing juga merupakan salah satu penyebab tingginya kejadian rabies.

Program Pengendalian Penyakit Rabies di Indonesia

Menurut Ditkeswan (2007), kebijakan memberantas rabiesdilaksanakan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa liar. Beberapa strategi yang dijalankan adalah dengan melakukan karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular rabies untuk mencegah penyebaran penyakit; melakukan pemusnahan terhadap hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber virus rabies yang paling berbahaya; melakukan vaksinasi terhadap semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia; melakukan penelusuran dan surveilans

untuk menentukan sumber penularan dan arah pembebasan dari penyakit, serta melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat untuk memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas yang terkait.

Pada saat ini, pengendalian dan pemberantasan rabies dilakukan melalui

Local Area Spesific Problem Solving (LAS) dimana penanganan rabies dilakukan melalui pendekatan spesifik wilayah (lokal)(Ditkeswan 2007).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2010 bertempat di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, yaitu Desa Rimbo Binuang, Katimaha, Pasaman Baru, Bandarjo dan Suko Menanti.

Desain Penelitian

Populasi Studi

Satuan penarikan contoh dalam penelitian ini adalah masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman. Kecamatan Pasaman dipilih sebagai daerah untuk melakukan penelitian ini karena berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, Kecamatan Pasaman merupakan kecamatan dengan jumlah populasi anjing terbanyak.

Teknik Pengambilan Data

Data di peroleh dengan cara melakukan wawancara terhadap masyarakat yang memelihara anjing dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pertanyaan yang meliputi identitas responden, kepemilikan dan cara pemeliharaan anjing, manajemen perawatan dan kesehatan anjing, karakteristik pemelihara anjing pemburu, kasus rabies di masyarakat serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies.

Desain Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dirancang merujuk kepada literatur-literatur tentang profil masyarakat pemelihara anjing terutama profil sumberdaya manusia pemelihara anjing,cara pemeliharaan dan kesehatan anjing serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies. Dalam upaya mengukur tingkat pengetahuan masyarakat, digunakan pertanyaan “benar”, “tidak benar”, dan

pertanyaan. Kategori pertama terdiri atas masing-masing lima pertanyaan untuk masyakarat pemelihara anjing pemburu dan masyakarat pemelihara anjing bukan pemburu tentang hal-hal umum mengenai rabies, kategori kedua terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai penularan rabies. Kategori ketiga terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies, kategori keempat terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan tiga pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai pencegahan rabies.

Setelah kuesioner disusun, kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner.Uji validitas dan reliabilitas dijelaskan sebagai berikut:

Uji validitas dilakukan dengan cara mewawancarai 30 rumah tangga yang memiliki anjing di Kabupaten Pasaman Barat dengan menggunakan instrument

(kuesioner). Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total melalui teknik correlation product moment. Angka korelasi harus dibandingkan dengan tabel angka kritis nilai r dengan taraf sigifikansi 5%.Bila nilai rXY>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dan sebaliknya, jika nilai rXY<rtabel, item pertanyaan tersebut tidak valid.Nilai rtabel adalah 0.361 (Singarimbun dan Effendi 2008).Teknik correlationproduct moment

dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

Dimana r : koefisien korelasi product moment

X : skor tiap pertanyaan/ item Y : skor total

Uji reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang telah diuji validitas. Teknik yang dipakai untuk menghitung indeks reliabilitas yaitudengan teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item yang sudah valid menjadi dua bagian atau mengelompokkan item-item menjadi dua kelompok berdasarkan pada kelompok ganjil (nomor item ganjil) dan kelompok genap (nomoritem genap). Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan,sehingga diperoleh skor total untuk masing-masing item belahan. Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahankedua dicari korelasinya dengan menggunakan teknik correlation product moment. Untuk mendapatkan nilai reliabilitas untuk keseluruhan item digunakan rumus:

Dimana, rtot : angka reliabilitas keseluruhan item

rtt:angka reliabilitas belahan pertama dan kedua

Bila nilairtotal>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan reliabel. Dan sebaliknya, jika nilai rtotal< rtabel, item pertanyaan tersebut tidak reliabel (Singarimbun dan Effendi 2008).

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pengujian terhadap validitas dan reliabilitas penting dalam menilai sejauh mana suatu alat pengukur (kuesioner) mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat dipercaya atau diandalkan. Hasil perhitungan uji validitas dan reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner

No Butir Pertanyaan Nilai Korelasi (r)

Uji Validitas

Nilai Korelasi (r) Uji Reliabilitas

Butir Pertanyaan B 0.93*

1 Cara pemeliharaan anjing 0.64*

3 Tempat anjing biasa diikat 0.52*

4 Alat pengikat anjing 0.60*

5 Jadwal membersihkan kandang 0.21**

6 Cara membersihkan kandang 0.27**

7 Cara pemeliharaan anjing lain 0.24**

Butir Pertanyaan C 0.77*

1 Memandikan anjing 0.08**

2 Pola pemberian pakan anjing 0.13**

3 Jenis pakan anjing 0.15**

4 Cara memberikan pakan anjing 0.24** 5 Jadwal pemberian vitamin pada anjing 0.32** 6 Jadwal pemeriksaan kesehatan anjing 0.32** 7 Jenis penyakit pada anjing 0.20**

8 Jadwal vaksinasi 0.16**

Butir Pertanyaan D 0.95*

1 Cara berburu 0.51*

2 Tempat berburu 0.41*

3 Cara membawa anjing ke tempat berburu 0.38* 4 Perlakuan terhadap anjing yang dibawa 0.75*

5 Asal anjing pemburu 0.75*

6 Cara memperoleh anjing pemburu 0.75*

Butir Pertanyaan E 0.21

1 Jumlah keluarga yang tergigit anjing 0.39* 2 Tingkat usia yang tergigit anjing 0.36* 3 Tindakan terhadap orang yang tergigit 0.36* 4 Tindakan terhadap anjing yang menggigit 0.87*

5 Jenis anjing yang mengigit 0.73*

6 Jumlah kasus rabies pada anjing 0.46* 7 Sumber informasi mengenai rabies pada anjing 0.62* Keterangan: * menunjukkan nilai yang signifikan pada p< 0.05

** menunjukkan bahwa respon responden terhadap butir pertanyaan tersebut pada umumnya sama.

Teknik Penarikan Contoh

Responden dalam penelitian ini diambildari 5 desa/jorong di Kecamatan Pasaman. Selanjutnya, dari keseluruhan desa/jorong terpilih tersebut diambil 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Rincian dari pengambilan rumah tangga tersebut adalah 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Rimbo Binuang, 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Katimaha, 40 rumah tangga dari Desa/Jorong Pasaman Baru, 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Bandarjo dan 40 rumah tanggadari Desa/Jorong Suko Menanti. Dari 40 rumah tangga tersebut, 20 rumah tangga berasal dari masyarakatpemilik anjing pemburu dan 20 rumah

tangga pada masyarakat yang memiliki anjing bukan pemburu. Pemilihan rumah tangga di setiap desa/jorong dilakukan dengan purposive sampling karena tidak terdapat daftar pemilik anjing pemburu maupun bukan pemburu di setiap desa/jorong.

Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Kompilasi dan analisis data menggunakan piranti lunak Microsoft Excel 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan serta pekerjaan dari pemilik anjing. Distribusi perbandingan profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburudapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu

Karakterisrik Pemelihara anjing pemburu (n=100) Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100) % % Agama Islam 70 89 Katolik 22 10 Protestan 8 1 Umur <20 tahun 12 11 20-30 tahun 46 54 >30 tahun 42 35 Pendidikan Tidak sekolah 0 1 Tidak lulus SD 2 0 SD/ sederajat 19 12 SLTP/ sederajat 45 38 SLTA/ sederajat 24 32 Perguruan Tinggi 10 17 Pekerjaan Petani 26 18 Pedagang 49 39 PNS 12 13 Mahasiswa 10 7 Pelajar 3 13 Tidak bekerja - 10

Data pada Tabel 2 mengenai karakteristik responden, dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Pasaman beragama Islam. Nilai rincian dari data tersebut adalah 70% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 89% responden dari 100% responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu.

Masyarakat di Sumatera Barat khusus Kecamatan Pasaman pada umumnya beragam Islam. Hal ini sangat menarik jika dikaitkan dengan banyaknya jumlah pemeliharaan anjing didaerah tersebut seperti data yang terdapat pada Tabel 2. Menurut Qaradhawi (2009), pemeliharaan anjing dalam Islam dibolehkan (tidak diharamkan) bila memenuhi persyaratan tertentu seperti bertujuan untuk menjaga rumah atau berburu. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan pemeliharaan anjing pada masyarakat yang mayoritas beragama Islam di Kecamatan Pasaman sangat banyak ditemukan. Masyarakat tersebut baik pemelihara anjing pemburu maupun bukan pemburu menyatakan bahwa tujuan mereka memelihara anjing adalah untuk diambil manfaatnya yaitu untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan. Anjing peliharaan juga pada umumnya barada diluar rumah seperti aturan Islam yang menyatakan bahwa terdapatnya larangan memelihara anjing didalam rumah (Qaradhawi 2009).

Selain agama, karakteristik yang kedua adalah umur responden. Berdasarkan hasil wawacara dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 20-30 tahun sampai >30 tahun. Hal tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat pemelihara anjing mayoritas berumur produktif. Menurut Yosep (2010), penggolongan umur sangat berpengaruh terhadap tindakan produktivitas kerja dari seseorang. Golongan umur produktif adalah manusia yang berumur 20- 56 tahun. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan aktifitas berburu yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat pada usia muda.

Karakteristik yang ketiga adalah pendidikan. Berdasarkan data pada Tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan akhir SLTP/ sederajat. Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter seseorang yang berhubungan dengan partisipasinya dalam program pencegahan penyakit baik pada manusia maupun hewan. Pada umumnya, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka proporsi tindakan baik dari responden akan semakin tinggi. Jika dihubungkan dengan kejadian rabies, tingkat pendidikan pemilik anjing mempunyai asosiasi yang kuat terhadap kejadian rabies di Sumatera Barat (Kamilet al. 2003). Biasanya, pengetahuan masyarakat yang mempunyai pendidikan dibawah SLTP masih rendah mengenai cara memelihara anjing yang benar agar terhindar dari risiko kejadian rabies.

Selain itu, jenis pekerjaan juga dapat berperan dalam timbulnya penyakit (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden bekerja sebagai pedagang. Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dikenal bekerja sebagai pedagang, tetapi tingginya angka kepemilikan anjing di daerah tersebut dikarenakan kebutuhan pemanfaatan anjing untuk berburu dan menjaga rumah.

Pola Pemeliharaan dan Perawatan Anjing

Pola pemeliharaan dan perawatan anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi jumlah anjing yang dipelihara untuk setiap individu dan pola pemberian pakan pada anjing, sertapola pemeliharaannya. Distribusi jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( ) di Kecamatan Pasaman.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 1 diketahui bahwa jumlah anjing yang paling banyak dimiliki masyarakat di Kecamatan Pasaman adalah 10 ekor pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 4 ekor pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Mayoritas masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman hanya memiliki 1 ekor anjing yaitu 77% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 2 3 4 5 10 J u m la h r e sp o n d e n ( % )

pemburu dan 82% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Masyarakat pemelihara anjing pemburu biasanya memanfaatkan semua anjingnya untuk berburu. Bagi masyarakat pemelihara anjing khususnya pemelihara anjing pemburu, terdapat kebanggaan bagi mereka yang memelihara banyak ekor anjing atau lebih dari satu ekor anjing. Sedangkan bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, anjing biasanya dimanfaatkan sebagai hewan penjaga sehingga pada umumnya hanya memelihara 1 ekor anjing.

Jumlah pemeliharaan anjing juga tidak terlepas dari pola pemberian pakan dan pemeliharaan anjing oleh pemiliknya. Keterkaitan ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Pola pemberian pakan pada anjing

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=100)

%

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=100)

%

Pola pemberian pakan

Dibiarkan mencari makan sendiri - 3

Tidak teratur 10 26

Teratur 90 71

Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman memberikan pakan pada anjing secara teratur. Hal ini merupakan praktik yang benar sebagai bagian dari cara pemeliharaan anjing yang benar. Dengan demikian, kemungkinan anjing berkeliaran diluar rumah cukup kecil karena kebutuhan pakannya telah terpenuhi. Namun, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, terdapat 3% responden yang membiarkan anjing mencari makan sendiri. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pola pemeliharaan anjing seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Pemelihara anjing pemburu (n=144)

Pemelihara anjing bukan pemburu (n=126) n % n % Cara pemeliharaan Diliarkan 5 3.5 67 53.2 Diikat 33 22.9 44 34.9 Dikandangkan 106 73.6 15 11.9

Berdasarkan cara pemeliharaan anjing, dari 144 ekor anjing yang dipelihara oleh kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, terdapat 106 ekor (73.6%) anjing yang dikandangkan dan hanya 5 ekor (3.5%) anjing yang diliarkan. Sebaliknya, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu,cara pemeliharaan anjing yang paling banyak adalah dengan cara diliarkan dengan jumlah 67 ekor (53.2%) anjing dari 126 ekor anjing. Berbeda dengan kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu hanyaterdapat 15 ekor (11.9%) anjing yang dipelihara dengan cara dikandangkan.

Data diatas menunjukkan bahwa masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih memperhatikan cara pemeliharaan anjing dibandingkan dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Meskipun berdasarkan pola pemberian pakan pada anjing sebagian besar dari kelompok masing-masing responden memberikan pakan terhadap anjing secara teratur, ternyata masih saja terdapat banyak anjing yang dipelihara secara diliarkan khususnya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemanfaatan anjing bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu pada umumnya adalah sebagai anjing penjaga rumah maupun penjaga kebun milik masyarakat. Khusus untuk anjing yang dimanfaatkan sebagai hewan penjaga, pemilik biasanya enggan mengandangkan ataupun mengikat anjingnya sehingga banyak sekali anjing yang diliarkan tanpa dikandangkan ataupun diikat.

Menurut keterangan dari petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, selain anjing peliharaan, di daerah ini juga terdapat banyak sekali anjing liar yang sering terlihat berkeliaran. Sangat sulit untuk membedakan antara anjing peliharaan dengan anjing liar di Kabupaten ini, sebab anjing peliharaan kebanyakan dibiarkan lepas berkeliaran diluar rumah oleh pemiliknya. Hal ini jelas bukan praktik pemeliharaan anjing yang benar. Di Indonesia, HPR (Hewan Penular Rabies) utama pada hewan domestik adalah anjing, kucing dan monyet. Serangan yang disebabkan oleh anjing hampir dilaporkan setiap tahun dari berbagai daerah tertular di Indonesia terutama Sumatera Barat, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Menurut laporan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, di Indonesia kasus gigitan anjing penderita rabies ke manusia di duga

akan mencapai 20 926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesiajika tidak segera ditanggulangi (Depkes RI2008).

Penularan rabies di Indonesia umumnya berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau tanpa pemilik (rural rabies) yang berkembang hingga mencapai populasi yang sulit dikendalikan (Deptan 2007).

Pola penyebaran rabies di Indonesia umumnya terjadi pada anjing liar, anjing peliharaan dan manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Penyebaran Rabies di Indonesia (Deptan 2002). Pada umumnya, manusia merupakan terminal akhir dari korban gigitan. Sementara itu, anjing liar, anjing peliharaan yang menjadi liar, dan anjing peliharaan dapat saling menggigit satu sama lain. Apabila salah satu diantara anjing yang menggigit tersebut positif (+) rabies, maka akan terjadi kasus positif (+) rabies yang semakin tinggi (Depkes RI 2000). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat diketahui bahwa populasi anjing liar di daerah tersebut cukup tinggi. Berikut adalah data jumlah populasi anjing di

Dokumen terkait