• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil pemeliharaan anjing dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman KabupatenPasaman Barat Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil pemeliharaan anjing dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman KabupatenPasaman Barat Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PEMELIHARAAN ANJING DAN

KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI

KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT

PROVINSI SUMATERA BARAT

RISA OCTRIANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

to occurrence of rabies in Pasaman Subdistrict, West Pasaman District, West Sumatera. Under direction of ETIH SUDARNIKA and CHAERUL BASRI.

This research was aimed to obtain and to compare the profile of hunter dog owners and non hunter dog owners at Pasaman Subdistrict, West Pasaman District, West Sumatera Province. This research was conducted from July to December 2010. The respondents were 100 hunter dog owners and 100 non hunter dog owners. The data was collected by interviewing using questionnaires that contained about owners profile, dog’s care and health management and owners knowledge. The case bitting data were received from Dinas Peternakan West Pasaman District. The research was conducted in five villages at Pasaman Subdistrict that had the greatest dog population in Pasaman District. The result showed that profile of dog owners in Pasaman Subdistric which most age were between 20 until 30 years old, had educated from junior high school, and worked as traders. Generally in Pasaman Subdistrict, each hunter kept one dog which were fed routinely. The ways to carry out dog in the hunter dog owners was generally by putting them in the cage, whereas in non hunter dog owners, they keep them free range. The hunter dog owners had better attention to their dog health than non hunter dog owners, especially on vaccination and government socialization program. Number of dog bitten cases in Pasaman District was quite high and generally the victims were kids. The knowledge about the way of transmission and prevention of rabies in hunter dog owners were better than non hunter dog owners. Hunting activity was done between seven until nine times in a month in a organization at several forests in West Pasaman District. In hunting activity, dog were usually carried by using a motorcycle without any instrument like muzzle, leash, and etc.

(3)

Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan CHAERUL BASRI.

Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Anjing seperti halnya hewan lain juga sangat rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit yang juga dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu jenis penyakit pada anjing yang sangat berbahaya dan bersifat zoonosis adalah rabies. Sumatera Barat merupakan provinsi dengan kasus rabies tertinggi di Indonesia pada tahun 2001. Tingginya kasus rabies di Sumatera Barat pada umumnya tidak terlepas dari kesenangan masyarakat memelihara anjing untuk berburu babi hutan sebagai tradisi yang sejak lama sudah dilakukan. Salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan kasus rabies cukup tinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan profil pemeliharaan anjing pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Desember 2010 bertempat di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman yang memiliki populasi anjing terbanyak yaitu Desa Rimbo Binuang, Katimaha, Pasaman Baru, Bandarjo dan Suko Menanti. Selanjutnya, dari keseluruhan desa/jorong terpilih diambil 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan 100 rumah tangga dari masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Pemilihan dilakukan secara purposive sampling. Populasi studi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang memelihara anjing pemburu dan masyarakat yang memelihara anjing bukan pemburu. Responden dalam penelitian ini adalah pemelihara anjing dalam rumah tangga tersebut.

Data diperoleh dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap masyarakat yang memelihara anjing dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat. Kuesioner yang digunakan dirancang merujuk kepada literatur-literatur tentang profil pemeliharaan anjing baik anjing pemburu maupun bukan anjing pemburu. Setelah kuesioner disusun, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner dengan menggunakan teknik correlation product moment. Data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk table dan grafik. Kompilasi dan analisis data menggunakan piranti lunak Microsoft Excel 2007.

(4)

Pasaman Barat menunjukkan bahwa jumlah kasus gigitan anjing pada manusia di Kecamatan Pasaman cukup tinggi dengan jumlah korban gigitan anjing pada umumnya anak-anak. Pengetahuan masyarakat pemelihara anjing pemburu terutama mengenai cara penularan dan pencegahan rabies lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Berdasarkan aktifitas berburu yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pasaman, diketahui bahwa aktifitas berburu dilakukan secara terorganisasi, sebanyak 7-9 kali dalam sebulan dilakukan di beberapa hutan di Kabupaten Pasaman Barat, dan umumnya membawa anjing dengan menggunakan sepeda motor tanpa mengunakan peralatan tambahan seperti pengikat moncong, rantai pengikat dan lain-lain.

(5)

PROFIL PEMELIHARAAN ANJING DAN

KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI

KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT

PROVINSI SUMATERA BARAT

RISA OCTRIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Profil Pemeliharaan Anjing dan Keterkaitannya dengan Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Risa Octriana

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak mengurangi kepentingan yang wajar IPB

(8)

Nama : Risa Octriana

NIM : B04070073

Disetujui

Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi drh. Chaerul Basri, M.Epid

Ketua Anggota

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nyalah

penulisan skripsi dengan judul “Profil Pemeliharaan Anjing dan Keterkaitannya dengan Kejadian Rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat” dapat

terselesaikan.

Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Papa, Mama, Nilem (Sylvia Adra, S Farm, Apt), Iik, Uda (Richo Ivans, SE) dan segenap

keluarga besar atas segala cinta, doa, dukungan dan kasih sayang

2. Dr. Ir. Etih Sudarnika, MSi dan drh. Chaerul Basri, M.Epid selaku dosen pembimbing

skripsi

3. drh. Supratikno, MSi PAVet selaku dosen pembimbing akademik

4. drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi atas segala dukungan, bantuan semangat serta doa

5. drh. Abdulgani Amri Siregar, MS selaku dosen penilai pada seminar skripsi.

6. drh. Raden Putratama Agus Lelana, Sp. Mp. MSi dan drh. Mokhammad Fakhrudin, PhD

selaku dosen penguji pada sidang sarjana.

7. Staf Laboratorium Epidemiologi

8. Sahabat-sahabat tersayang: Eqi, Aa, Phea, Iphe, Undes, Bu En, Masyul, Santi, C Key,

Isma, Wafa, Dwi, Mimong, Yukitong, Minche dan sahabat-sahabat lain yang tidak dapat

disebutkan satu per satu

9. Teman-teman Gianuzzi 44

10.Mbak Dinar yang selalu memberi senyuman hangat dan semangat

11.Pihak-pihak lain yang turut membantu

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan

bagi penulis dan pembaca.

Bogor, September 2011

(10)

Malikaade dan Hj. Ernawati. Penulis merupakan puteri ketiga dari empat bersaudara.

Pendidikan dasar ditempuh penulis pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 di SD

Negeri 14 Kemajuan Baru, Kecamatan Pasaman, Sumatera Barat. Penulis melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 1 Talamau dan lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian

melanjutkan pendidikan di SLTA Negeri 1 Talamau dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang

sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI

(Undangan Seleksi Mahasiswa IPB).

Selama perkuliahan, penulis aktif di organisasi kampus. Organisasi kampus yang diikuti

oleh penulis adalah DKM Al Hurryah, DKM An-Nahl dan Himpro Hewan Kesayangan Fakultas

(11)

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN………. xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang……… 1

Tujuan Penelitian……… 2

Manfaat Penelitian……….. 2

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat……….. 3

Kebiasaan Berburu Masyarakat Minangkabau………... 3

Penyakit Anjing Gila (Rabies)………... 4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit rabies pada Anjing di Lingkungan Masyarakat Minangkabau… 5

Program Pengendalian Penyakit Rabies Indonesia………... 6

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat………. 7

Desain Penelitian……… 7

Populasi Studi ……… 7

Teknik Pengambilan Data………. 7

Desain Kuesioner……… 7

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner…………. 9

Teknik Penarikan Contoh………. 10

Analisis Data……….. 11

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 12

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………. 32

Saran……… 33

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Hasil uji validitas dan reliabilitas keusioner ... 10

2. Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ... 12

3. Pola pemberian pakan pada anjing ... 15

4. Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman ... 15

5. Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat ... 18

6. Status vaksinasi pada anjing... 19

7. Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing di Kecamatan Pasaman... 20

8. Distribusi kasus gigitan pada anjing ... 23

9. Pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing ... 24

10. Pengetahuan masyarakat tentang rabies ... 25

11. Aktifitas berburu pada masyarakat Pasaman ... 28

(13)

1. Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ... 14

2. Pola penyebaran rabies di Indonesia ... 17

3. Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara

anjing bukan pemburu tentang kasus penyakit pada anjing ... 21

4. Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara

(14)

1. Kuesioner profil masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat (masyarakat pemelihara

anjing bukan pemburu ... 37

2. Kuesioner profil masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat (masyarakat pemelihara

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anjing adalah salah satu hewan yang mudah bersosialisasi dengan manusia. Hubungan anjing dan manusia sudah terjalin cukup lama sejak ratusan tahun silam. Manusia primitif bahkan memanfaatkan anjing untuk teman berburu (Hatmosrojo dan Nyuman 2003). Anjing seperti halnya hewan lain juga sangat rentan terhadap kemungkinan terjangkit penyakit yang juga dapat berbahaya bagi kesehatan manusia. Salah satu jenis penyakit pada anjing yang sangat berbahaya dan bersifat zoonosis adalah rabies.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian rabies cukup tinggi (Sudardjad 1991). Menurut Judarwanto (2011), daerah di Indonesia sampai tahun 2010 yang masih terlular rabies adalah sebanyak 24 dari 33 provinsi.

Sembilan provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bangka Belitung,

Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa

Tenggara Barat, Papua Barat dan Papua. Pada tahun 2008, jumlah kasus gigitan

hewan penular rabies di Indonesia mencapai 20 926 kasus dan 104 orang

meninggal karena rabies. Pada tahun 2009, jumlah gigitan naik menjadi 42 106

kasus dengan jumlah orang yang meninggal karena rabies 137 orang. Tahun 2010

pada bulan Januari hingga Agustus, jumlah korban gigitan hewan penular rabies

adalah 40 180 kasus dengan jumlah kematian 113 orang(Judarwanto 2011).

(16)

Menurut Kamil et al. (2003), faktor-faktor yang berasosiasi dengan kejadian rabies di Sumatera Barat adalah jumlah kepemilikan anjing, vaksinasi, tanggapan pemilik terhadap vaksinasi, pendidikan pemilik, pendapatan pemilik, sistem pemeliharaan, pengetahuan pemilik tentang rabies, pengalaman memelihara anjing danaktifitas berburu.

Salah satu daerah yang berada di Provinsi Sumatera Barat dengan kasus rabiescukup tinggi adalah Kabupaten Pasaman Barat. Berdasarkan data pada laporan kejadian penyakit rabies Kabupaten Pasaman Barat tahun 2010, beberapa kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan angka kejadian rabies yang cukup tinggi dari tahun ke tahun terutama di Kecamatan Pasaman. Tingginya kasus tersebut diduga karena faktor luasnya wilayah, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penyakit menular yang berasal dari hewan, kurangnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit menular asal hewan khususnya penyakit rabies serta kurangnya jumlah vaksin yang di butuhkan dan kebiasaan masyarakat yang sudah membudaya yaitu berburu babi di hutan atau perkebunan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui profil masyarakat pemelihara anjing baik pemelihara anjing pemburu ataupun masyarakat pemelihara anjing bukan anjing pemburuyang ada di Kabupaten Pasaman Barat, khususnya Kecamatan Pasaman.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan profil pemeliharaan anjing baik pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dan keterkaitannya dengan kejadian rabies di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat.

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat

Kabupaten Pasaman Barat adalah salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang terbentuk dari hasil pemekaran Kabupaten Pasaman berdasarkan UU No 38 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Dhamasraya, Solok Selatan dan Pasaman Barat. Kabupaten Pasaman Barat memiliki luas wilayah 3 887.77 km2 , jumlah penduduk 388 893 jiwa dengan administrasi pemerintahan yang meliputi 11 Kecamatan (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan setempat, diketahui bahwa jumlah populasi anjing di daerah tersebut sekitar 16 786 ekor dengan jumlah populasi anjing terbanyak terdapat di Kecamatan Pasaman.

Kecamatan Pasaman terdiri dari 3 Nagari dengan 23 Desa/Jorong dan berpenduduk 53 690 jiwa (Anonim 2010). Berdasarkan data dari Dinas Kabupaten Pasaman Barat, jumlah populasi anjing di Kecamatan ini sekitar 2 631 ekor.

Kebiasaan Berburu Masyarakat Minangkabau

(18)

Penyakit Anjing Gila (Rabies)

Penyakit anjing gila adalah penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat yang disebabkan oleh virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan juga menyerang manusia. Nama lain dari penyakit iniadalahLyssa, Tolwut,

serta Hydrophobia (Sudardjat 1991).

Virus rabies pada umumnya ditemukan pada air liur hewan penderita seperti anjing, kucing dan kera dengan konsentrasi tinggi sehingga virus ini biasanya ditransmisikan melalui saliva hewan yang terinfeksi (Dacheuxet al.2011). Oleh karena itu, penularan yang sangat potensial adalah melalui gigitan atau adanya luka terbuka yang terkena air liur hewan yang positif terinfeksi rabies (Dodet et al.2008).

Hewan yang terinfeksi rabies akan menunjukkan gejala seperti selalu mencari tempat yang dingin dan tenang, kemudian diikuti dengan sikap curiga dan menyerang apa saja yang berada di sekitarnya, hypersalivasi, paralisa, dan diakhiri dengan kematian (Clark 1980). Pada manusia, gejala yang mencolok adalah timbulnya rasa takut terhadap air (hydrophobia) dan gejala peradangan otak (encephalitis). Kasus rabies pada manusia akan bersifat fatal apabila si penderita tidak segera divaksinasi setelah adanya gigitan dari anjing yang positif menderita rabies.

Tanda klinis dari penyakit rabies pada anjing dan kucing hampir sama. Penyakit ini dikenal dalam tiga bentuk, yaitu berbentuk ganas (farios rabies) yang ditandai dengan masa eksitasi yang panjang dan kebanyakan akan mati dalam 2-5 hari setelah tanda-tanda rabies terlihat. Hewan menjadi tidak ramah, agresif,air liur keluar berlebihan, nafsu makan hilang, menyerang dan menggigit apa saja yang dijumpainya. Bila berdiri, sikapnya kaku, ekor dilengkungkan kebawah perut diantara kedua paha belakangnya (Kaplan 1979); bentuk diam atau dungu (dumb rabies) dimana akan terjadi kelumpuhan (paralisa) yang sangat cepat menjalar keseluruh anggota tubuh dan masa eksitasinya pendek; bentuk

(19)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran Penyakit Rabies pada Anjing diLingkungan Masyarakat Minangkabau

Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia.Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kotamadya (Anonim 2010). Luasnya wilayah dan tingginya populasi anjing di Sumatera Barat menyebabkan tingginya angka kejadian rabies di daerah tersebut. Wilayah yang luas dengan jumlah penduduk yang tinggi serta populasi anjing yang tinggi menyebabkan kesulitan dalam hal pemberian vaksin rabies. Selain itu,jumlah vaksin yang tersedia tidak mecukupi bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan (Kamil et al. 2003).

Pengetahuan dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap rabies juga mempunyai hubungan yang erat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan rabies. Selain itu, faktor agama, budaya serta kebiasan masyarakat setempat, ekonomi dan tingkat pendidikan merupakan faktor lain yang harus dipertimbangkan (Malahayati 2009).

Suatu kebiasaan yang sudah membudaya di Sumatera Barat adalah hobi berburu hewan liar terutama babi sehingga tidak heran bila ada suatu organisasi

“Perkumpulan Berburu Babi”. Anjing peliharaan biasanya digunakan untuk

berburuke hutan.Hal ini diduga menjadi salah satu faktor penyebaran rabies di daerah ini (Hardjosworo dan Siregar 1987). Ajang perburuan digunakan untuk memberantas hama babi yang mangganggu tanaman masyarakat, juga menjadi ajang silaturahmi masyarakat Sumatera Barat dan sekitarnya khususnya antar pemburu.

(20)

Program Pengendalian Penyakit Rabies di Indonesia

Menurut Ditkeswan (2007), kebijakan memberantas rabiesdilaksanakan dengan alasan utama untuk perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa liar. Beberapa strategi yang dijalankan adalah dengan melakukan karantina dan pengawasan lalu lintas terhadap hewan penular rabies untuk mencegah penyebaran penyakit; melakukan pemusnahan terhadap hewan tertular dan hewan yang kontak untuk mencegah sumber virus rabies yang paling berbahaya; melakukan vaksinasi terhadap semua hewan yang dipelihara di daerah tertular untuk melindungi hewan terhadap infeksi dan mengurangi kontak terhadap manusia; melakukan penelusuran dan surveilans

untuk menentukan sumber penularan dan arah pembebasan dari penyakit, serta melakukan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat untuk memfasilitasi kerjasama masyarakat terutama dari pemilik hewan dan komunitas yang terkait.

Pada saat ini, pengendalian dan pemberantasan rabies dilakukan melalui

(21)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2010 bertempat di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat, yaitu Desa Rimbo Binuang, Katimaha, Pasaman Baru, Bandarjo dan Suko Menanti.

Desain Penelitian

Populasi Studi

Satuan penarikan contoh dalam penelitian ini adalah masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu di 5 Desa (Jorong) di Kecamatan Pasaman. Kecamatan Pasaman dipilih sebagai daerah untuk melakukan penelitian ini karena berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, Kecamatan Pasaman merupakan kecamatan dengan jumlah populasi anjing terbanyak.

Teknik Pengambilan Data

Data di peroleh dengan cara melakukan wawancara terhadap masyarakat yang memelihara anjing dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pertanyaan yang meliputi identitas responden, kepemilikan dan cara pemeliharaan anjing, manajemen perawatan dan kesehatan anjing, karakteristik pemelihara anjing pemburu, kasus rabies di masyarakat serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies.

Desain Kuesioner

Kuesioner yang digunakan dirancang merujuk kepada literatur-literatur tentang profil masyarakat pemelihara anjing terutama profil sumberdaya manusia pemelihara anjing,cara pemeliharaan dan kesehatan anjing serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai rabies. Dalam upaya mengukur tingkat pengetahuan masyarakat, digunakan pertanyaan “benar”, “tidak benar”, dan

(22)

pertanyaan. Kategori pertama terdiri atas masing-masing lima pertanyaan untuk masyakarat pemelihara anjing pemburu dan masyakarat pemelihara anjing bukan pemburu tentang hal-hal umum mengenai rabies, kategori kedua terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai penularan rabies. Kategori ketiga terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan empat pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies, kategori keempat terdiri atas lima pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing pemburu dan tiga pertanyaan untuk masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu mengenai pencegahan rabies.

Setelah kuesioner disusun, kemudian dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner.Uji validitas dan reliabilitas dijelaskan sebagai berikut:

Uji validitas dilakukan dengan cara mewawancarai 30 rumah tangga yang memiliki anjing di Kabupaten Pasaman Barat dengan menggunakan instrument

(kuesioner). Uji ini dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total melalui teknik correlation product moment. Angka korelasi harus dibandingkan dengan tabel angka kritis nilai r dengan taraf sigifikansi 5%.Bila nilai rXY>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan valid. Dan sebaliknya, jika nilai rXY<rtabel, item pertanyaan tersebut tidak valid.Nilai rtabel adalah 0.361 (Singarimbun dan Effendi 2008).Teknik correlationproduct moment

dihitung dengan menggunakan rumus, sebagai berikut :

Dimana r : koefisien korelasi product moment

X : skor tiap pertanyaan/ item Y : skor total

(23)

Uji reliabilitas dilakukan terhadap kuesioner yang telah diuji validitas. Teknik yang dipakai untuk menghitung indeks reliabilitas yaitudengan teknik belah dua. Teknik ini diperoleh dengan membagi item-item yang sudah valid menjadi dua bagian atau mengelompokkan item-item menjadi dua kelompok berdasarkan pada kelompok ganjil (nomor item ganjil) dan kelompok genap (nomoritem genap). Skor untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan,sehingga diperoleh skor total untuk masing-masing item belahan. Selanjutnya skor total belahan pertama dan belahankedua dicari korelasinya dengan menggunakan teknik correlation product moment. Untuk mendapatkan nilai reliabilitas untuk keseluruhan item digunakan rumus:

Dimana, rtot : angka reliabilitas keseluruhan item

rtt:angka reliabilitas belahan pertama dan kedua

Bila nilairtotal>rtabel, item pertanyaan tersebut dikatakan reliabel. Dan sebaliknya, jika nilai rtotal< rtabel, item pertanyaan tersebut tidak reliabel (Singarimbun dan Effendi 2008).

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

(24)

Tabel 1 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner

No Butir Pertanyaan Nilai Korelasi (r)

Uji Validitas

Nilai Korelasi (r) Uji Reliabilitas

Butir Pertanyaan B 0.93*

1 Cara pemeliharaan anjing 0.64*

3 Tempat anjing biasa diikat 0.52*

4 Alat pengikat anjing 0.60*

5 Jadwal membersihkan kandang 0.21**

6 Cara membersihkan kandang 0.27**

7 Cara pemeliharaan anjing lain 0.24**

Butir Pertanyaan C 0.77*

1 Memandikan anjing 0.08**

2 Pola pemberian pakan anjing 0.13**

3 Jenis pakan anjing 0.15**

4 Cara memberikan pakan anjing 0.24** 5 Jadwal pemberian vitamin pada anjing 0.32** 6 Jadwal pemeriksaan kesehatan anjing 0.32** 7 Jenis penyakit pada anjing 0.20**

8 Jadwal vaksinasi 0.16**

Butir Pertanyaan D 0.95*

1 Cara berburu 0.51*

2 Tempat berburu 0.41*

3 Cara membawa anjing ke tempat berburu 0.38* 4 Perlakuan terhadap anjing yang dibawa 0.75*

5 Asal anjing pemburu 0.75*

6 Cara memperoleh anjing pemburu 0.75*

Butir Pertanyaan E 0.21

1 Jumlah keluarga yang tergigit anjing 0.39* 2 Tingkat usia yang tergigit anjing 0.36* 3 Tindakan terhadap orang yang tergigit 0.36* 4 Tindakan terhadap anjing yang menggigit 0.87*

5 Jenis anjing yang mengigit 0.73*

6 Jumlah kasus rabies pada anjing 0.46* 7 Sumber informasi mengenai rabies pada anjing 0.62* Keterangan: * menunjukkan nilai yang signifikan pada p< 0.05

** menunjukkan bahwa respon responden terhadap butir pertanyaan tersebut pada umumnya sama.

Teknik Penarikan Contoh

(25)

tangga pada masyarakat yang memiliki anjing bukan pemburu. Pemilihan rumah tangga di setiap desa/jorong dilakukan dengan purposive sampling karena tidak terdapat daftar pemilik anjing pemburu maupun bukan pemburu di setiap desa/jorong.

Analisis Data

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Responden

Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi agama, umur,dan pendidikan serta pekerjaan dari pemilik anjing. Distribusi perbandingan profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburudapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu

(27)

Masyarakat di Sumatera Barat khusus Kecamatan Pasaman pada umumnya

beragam Islam. Hal ini sangat menarik jika dikaitkan dengan banyaknya jumlah

pemeliharaan anjing didaerah tersebut seperti data yang terdapat pada Tabel 2.

Menurut Qaradhawi (2009), pemeliharaan anjing dalam Islam dibolehkan (tidak

diharamkan) bila memenuhi persyaratan tertentu seperti bertujuan untuk menjaga

rumah atau berburu. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan pemeliharaan anjing

pada masyarakat yang mayoritas beragama Islam di Kecamatan Pasaman sangat

banyak ditemukan. Masyarakat tersebut baik pemelihara anjing pemburu maupun

bukan pemburu menyatakan bahwa tujuan mereka memelihara anjing adalah

untuk diambil manfaatnya yaitu untuk berburu, menjaga rumah dan perkebunan.

Anjing peliharaan juga pada umumnya barada diluar rumah seperti aturan Islam

yang menyatakan bahwa terdapatnya larangan memelihara anjing didalam rumah

(Qaradhawi 2009).

Selain agama, karakteristik yang kedua adalah umur responden.

Berdasarkan hasil wawacara dapat diketahui bahwa sebagian besar responden

berumur 20-30 tahun sampai >30 tahun. Hal tersebut memperlihatkan bahwa

masyarakat pemelihara anjing mayoritas berumur produktif. Menurut Yosep

(2010), penggolongan umur sangat berpengaruh terhadap tindakan produktivitas

kerja dari seseorang. Golongan umur produktif adalah manusia yang berumur

20-56 tahun. Hal ini sesuai jika dikaitkan dengan aktifitas berburu yang pada

umumnya dilakukan oleh masyarakat pada usia muda.

Karakteristik yang ketiga adalah pendidikan. Berdasarkan data pada Tabel 2

diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan akhir SLTP/ sederajat.

Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan juga berperan penting dalam

membentuk karakter seseorang yang berhubungan dengan partisipasinya dalam

program pencegahan penyakit baik pada manusia maupun hewan. Pada umumnya,

(28)

Selain itu, jenis pekerjaan juga dapat berperan dalam timbulnya penyakit (Notoatmodjo 2003). Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden bekerja sebagai pedagang. Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya dikenal bekerja sebagai pedagang, tetapi tingginya angka kepemilikan anjing di daerah tersebut dikarenakan kebutuhan pemanfaatan anjing untuk berburu dan menjaga rumah.

Pola Pemeliharaan dan Perawatan Anjing

Pola pemeliharaan dan perawatan anjing yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi jumlah anjing yang dipelihara untuk setiap individu dan pola pemberian pakan pada anjing, sertapola pemeliharaannya. Distribusi jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jumlah anjing yang dipelihara oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( ) di Kecamatan Pasaman.

Berdasarkan data dari penelitian yang dapat dilihat secara terperinci pada Gambar 1 diketahui bahwa jumlah anjing yang paling banyak dimiliki masyarakat di Kecamatan Pasaman adalah 10 ekor pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan 4 ekor pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Mayoritas masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman hanya memiliki 1 ekor anjing yaitu 77% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing

(29)

pemburu dan 82% responden pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Masyarakat pemelihara anjing pemburu biasanya memanfaatkan semua anjingnya untuk berburu. Bagi masyarakat pemelihara anjing khususnya pemelihara anjing pemburu, terdapat kebanggaan bagi mereka yang memelihara banyak ekor anjing atau lebih dari satu ekor anjing. Sedangkan bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, anjing biasanya dimanfaatkan sebagai hewan penjaga sehingga pada umumnya hanya memelihara 1 ekor anjing.

Jumlah pemeliharaan anjing juga tidak terlepas dari pola pemberian pakan dan pemeliharaan anjing oleh pemiliknya. Keterkaitan ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3 Pola pemberian pakan pada anjing

Karakteristik

Dibiarkan mencari makan sendiri - 3

Tidak teratur 10 26

Teratur 90 71

Data pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada umumnya masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman memberikan pakan pada anjing secara teratur. Hal ini merupakan praktik yang benar sebagai bagian dari cara pemeliharaan anjing yang benar. Dengan demikian, kemungkinan anjing berkeliaran diluar rumah cukup kecil karena kebutuhan pakannya telah terpenuhi. Namun, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, terdapat 3% responden yang membiarkan anjing mencari makan sendiri. Hal tersebut tentunya berkaitan dengan pola pemeliharaan anjing seperti yang terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pola pemeliharaan anjing pada masyarakat Kecamatan Pasaman

(30)

Berdasarkan cara pemeliharaan anjing, dari 144 ekor anjing yang dipelihara oleh kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, terdapat 106 ekor (73.6%) anjing yang dikandangkan dan hanya 5 ekor (3.5%) anjing yang diliarkan. Sebaliknya, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu,cara pemeliharaan anjing yang paling banyak adalah dengan cara diliarkan dengan jumlah 67 ekor (53.2%) anjing dari 126 ekor anjing. Berbeda dengan kelompok masyarakat pemelihara anjing pemburu, pada kelompok masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu hanyaterdapat 15 ekor (11.9%) anjing yang dipelihara dengan cara dikandangkan.

Data diatas menunjukkan bahwa masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih memperhatikan cara pemeliharaan anjing dibandingkan dengan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Meskipun berdasarkan pola pemberian pakan pada anjing sebagian besar dari kelompok masing-masing responden memberikan pakan terhadap anjing secara teratur, ternyata masih saja terdapat banyak anjing yang dipelihara secara diliarkan khususnya pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden, pemanfaatan anjing bagi masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu pada umumnya adalah sebagai anjing penjaga rumah maupun penjaga kebun milik masyarakat. Khusus untuk anjing yang dimanfaatkan sebagai hewan penjaga, pemilik biasanya enggan mengandangkan ataupun mengikat anjingnya sehingga banyak sekali anjing yang diliarkan tanpa dikandangkan ataupun diikat.

(31)

akan mencapai 20 926 kasus gigitan per tahun pada tahun 2010 yang terlaporkan kepada Dinas-Dinas Kesehatan di seluruh Kabupaten di Indonesiajika tidak segera ditanggulangi (Depkes RI2008).

Penularan rabies di Indonesia umumnya berawal dari suatu kondisi anjing yang tidak dipelihara dengan baik atau tanpa pemilik (rural rabies) yang berkembang hingga mencapai populasi yang sulit dikendalikan (Deptan 2007).

Pola penyebaran rabies di Indonesia umumnya terjadi pada anjing liar, anjing peliharaan dan manusia. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pola Penyebaran Rabies di Indonesia (Deptan 2002).

(32)

Tabel 5 Data populasi anjing di Kabupaten Pasaman Barat

Sumber: Laporan Perkembangan Program Pemberantasan Rabies Terpadu Kabupaten Pasaman Barat 2010.

Data pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa dari 2 631 ekor anjing yang tercatat di Kecamatan Pasaman, terdapat 1 631 ekor anjing yang diliarkan. Begitu juga dengan beberapa kecamatan lainnya yang memperlihatkan bahwa lebih dari 50% populasi anjing yang dimiliki, dipelihara dengan cara diliarkan. Pada umumnya semua anjing yang dijumpai dan didata oleh petugas Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat adalah anjing berpemilik tetapi anjing tersebut dipelihara dengan cara diliarkan tanpa diikat ataupun dikandangkan sehingga terhitung sebagai anjing liar.

Manajemen Kesehatan Anjing

(33)

anjing yang dilakukan oleh dinas peternakan setempat, pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dan jenis penyakit yang pernah diderita anjing. Distribusi pendapat responden mengenai status vaksinasi pada anjing dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Status vaksinasi pada anjing

(34)

Kejadian atau kasus rabies dapat dicegah dan diberantas dengan melakukan vaksinasi terhadap hewan-hewan penular rabies seperti anjing dan manusia yang berpotensi terkena rabies. Menurut Depkes (2008), salah satu langkah operasional pembebasan rabies secara garis besar adalah vaksinasi. Menurut WHO (2004), 70% kegiatan vaksinasi dianggap perlu untuk mencegah wabah rabies pada anjing dan menurut WHO (1987), model dari transmisi rabies pada anjing menunjukkan bahwa rabies dapat diberantas jika 70% dari populasi anjing divaksinasi secara berulang kali.

Pentingnya pemahaman tentang vaksinasi terhadap anjing perlu diberikan kepada masyarakat khususnya masyarakat pemelihara anjing. Menurut Depkes RI (2000), upaya pemberantasan rabies yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara vaksinasi dan eliminasi hewan penular rabies, penyuluhan, serta peningkatan peran serta masyarakat. Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pendapat responden mengenai kegiatan sosialisasi dan vaksinasi masal terhadap anjing di Kecamatan Pasaman

Karakteristik

Kegiatan vaksinasi masal terhadap anjing

Ya 34 21

Tidak 66 22

Tidak Tahu - 57

Berdasarkan hasil survei (Tabel 7), dapat diketahui bahwa sebagian besar

masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman, baik masyarakat

pemelihara anjing pemburu maupun masyarakat anjing bukan pemburu

berpendapat bahwa tidak pernah ada kegiatan sosialisasi maupun vaksinasi masal

terhadap anjing yang dilakukan oleh petugas dari dinas peternakan setempat.

Sebagian besar responden pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu

bahkan menyatakan bahwa mereka tidak mengatahui tentang adanya kegiatan

(35)

Berdasarkan laporan perkembangan program pembebasan rabies terpadu Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat, setiap tahunnya pemerintah selalu melakukan program sosialisasi dan vaksinasi terhadap hewan terutama pada daerah-daerah yang memiliki populasi anjing terbanyak. Hanya saja, kesadaran dan kepedulian masyarakat belum terlalu besar terhadap hal tersebut, terbukti bahwa hanya beberapa masyarakat yang mengikuti program tersebut. Padahal pemahaman melalui penyuluhan dan tindakan vaksinasi terhadap anjing sangat

dibutuhkan terutama pada daerah yang memiliki populasi anjing cukup besar

untuk mencegah kemungkinan terjadinya kasus rabies didaerah tersebut

(Ratsitorahina et al.2007).

Selain pemahaman mengenai vaksinasi dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi masal terhadap anjing, status kesehatan anjing juga perlu diperhatikan oleh masyarakat pemelihara anjing. Distribusi pendapat responden mengenai pernah atau tidaknya anjing menderita sakit dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( ) dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang kasus penyakit pada anjing.

Status kesehatan anjing sangat penting untuk diketahui oleh pemelihara anjing, terutama jika terjadi kasus penyakit yang bersifat zoonosis. Pada masyarakat pemelihara anjing pemburu, dari 100% responden terdapat 85% responden yang menyatakan bahwa anjingnya pernah menderita sakit dan 15%

(36)

sisanya mengatakan bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit. Sebaliknya, pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, sebanyak 64% respoden menjawab bahwa anjing miliknya tidak pernah menderita sakit, 20% responden menjawab pernah menderita sakit dan 16% responden menjawab tidak tahu. Jika mengamati data tersebut dapat disimpulkan bahwa perawatan anjing pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing pemburu. Hal lain yang harus diperhatikan berdasarkan pendapat dari responden adalah jenis penyakit yang pernah diderita oleh anjing. Distribusi pendapat responden mengenai jenis penyakit pada anjing dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar4 Pendapat masyarakat pemelihara anjing pemburu ( )dan masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu ( )tentang jenis penyakit pada anjing.

(37)

dibanding anjing pemburu. Hal ini dapat dipastikan dengan melihat status vaksinasi anjing sebelumnya, dimana anjing pada masyarakat bukan pemburu banyak yang tidak divaksinasi.

Pendapat Responden Mengenai Kasus Gigitan Anjing

Rabies merupakan penyakit zoonosa yang bersifat mematikan dan ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan anjing (Dodet et al. 2008). Manusia yang pernah tergigit anjing sangat mungkin tertular rabies. Untuk itu, jumlah kasus gigitan anjing perlu menjadi perhatian penting dalam upaya pencegahan terhadap kejadian rabies. Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi kasus gigitan anjing pada manusia

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah kasus gigitan/tahun (orang)

Pasaman Barat Talamau 4

Pasaman 16

Luhak Nan Duo 9

Kinali 13

Sasak Ranah Pasisie 2

Gunung Tuleh 0

Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat mengenai jumlah kasus gigitan anjing ke manusia, Kecamatan Pasaman menduduki peringkat tiga terbanyak dengan jumlah kasus gigitan 16 orang selama tahun 2010. Kasus gigitan anjing ke manusia selalu dikaitkan dengan penyakit rabies. Rabies adalah penyakit yang telah ada sejak jaman dahulu dan dapat menyebabkan kematian pada manusia yang terinfeksi. Virus zoonosis ditransmisikan melalui saliva dari anjing yang terinfeksi, dapat menyebabkan

(38)

Hal ini memerlukan perhatian yang lebih besar dari pemerintah karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa masih banyak responden yang tidak mengetahui akan adanya kasus gigitan tersebut. Menurut Dodet et al.(2008), umumnya populasi berisiko tidak menggetahui dengan baik mengenai kejadian rabies danhal apa yang akan terjadi dengan adanya gigitan dari binatang penular rabies seperti anjing sehingga pencegahan terhadap penyakit ini sulit untuk laksanakan. Anjing adalah reservoir virus rabies yang paling penting di berbagai belahan dunia (WHO 2004). Anjing domestik sejauh ini merupakan sumber yang paling umum menginfeksi manusia (John 2005), dan lebih dari 95% kasus rabies pada manusia disebabkan oleh gigitan dari anjing gila. Rabies memiliki dampak terbesar di negara berkembang, di mana ribuan orang meninggal karena rabies setiap tahunnya (WHO 2004), salah satu poin penting yang tercantum dalam Program Pencegahan dan Pemberantasan Rabies oleh Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Peternakan adalah dengan cara menghindari kejadian penggigitan dari hewan penular rabies ke manusia (Deptan 2002).

Pendapat responden mengenai kelompok usia yang sering tergigit anjing yang digambarkan dalam penelitian ini adalah urutan tingkat usia manusia yang sering tergigit anjing serta tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap manusia yang tergigit anjing. Distribusi pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang sering tergigit anjing dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Pendapat responden mengenai urutan tingkat usia pada manusia yang pada anjing diperkirakan oleh WHO sekitar 55 000 kasus kematian setiap tahun, 31 000 kasus kematian terjadi di daerah Asia dan kebanyakan terjadi pada usia anak-anak (Dodet et al. 2008).

(39)

gigitan anjing. Hal ini disebabkan karena anak-anak tidak mengetahui dampak apa yang dapat ditimbulkan oleh seekor anjing. Anak-anak juga memiliki pengetahuan yang sedikit atau bahkan tidak mengetahui tentang rabies.

Menurut Marpaung (2009), WHO memperkirakan 30% – 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan akibat rabies terjadi pada anak-anak di bawah usia 15 tahun. Dibanding orang dewasa, anak-anak ternyata memang lebih sering menjadi sasaran utama gigitan anjing. Anjing pada umumnya merasa teritorinya terancam oleh anak-anak.

Pengetahuan Masyarakat Mengenai Rabies

Rabies adalah salah satu penyakit yang disebabkan oleh gigitan anjing, dan bersifat fatal, tetapi data tentang gigitan anjing dan pengetahuan masyarakat, sikap dan perbuatan yang berkaitan dengan kasus tersebut tidak dipelajari dengan benar tingkat di masyarakat (Agarvval dan Reddaiah 2003).

Pengetahuan masyarakat tentang rabies yang diamati dalam penelitian ini adalah kemampuan responden menjawab semua pertanyan tentang hal-hal umum mengenai rabies, penularan rabies, vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dan pencegahan rabies dengan benar. Pengetahuan masyarakat Kecamatan Pasaman tentang rabies yang diamati dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pengetahuan masyarakat tentang rabies

No Kategori Pertanyaan

3 Vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies 100 100

4 Pencegahan rabies 80 60

Berdasarkan kelompok kategori pertanyaan yang terdapat pada Tabel 10

dapat diketahui bahwa pengetahuan masyarakat baik masyarakat pemelihara

anjing pemburu maupun bukan pemburu sama tentang hal-hal umum mengenai

rabies serta vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies. Pertanyaan tetang hal-hal

umum mengenai rabies dapat dijawab dengan benar oleh 60% reponden dari

(40)

kurang cukup tahu mengenai hal-hal umum mengenai rabies seperti hewan apa

saja yang dapat menderita rabies, rabies pada manusia dan hal-hal umum lainnya.

Pertanyaan tentang vaksinasi dan tindakan pengendalian rabies dapat

dijawab dengan benar oleh 100% reponden dari masing-masing kelompok

responden. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah sangat paham

mengenai hal tersebut. Jika dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya mengenai

vaksinasi anjing, ternyata banyak masyarakat yang mengetahui tentang vaksinasi

dan pentingnya vaksinasi diberikan tetapi tidak memvaksinasi anjingnya. Terlihat

sekali perbedaan sikap dan praktik pemeliharaan anjing dengan pengetahuan

untuk kontrol terhadap risiko kejadian rabies pada masyarakat.

Selanjutnya, hasil wawancara dengan responden memperlihatkan bahwa

pengetahuan masyarakat mengenai penularan rabies dan pencegahan rabies

berbeda pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan bukan pemburu.

Berdasarkan data pada Tabel 10, terlihat bahwa pengetahuan masyarakat

pemelihara anjing pemburu mengenai penularan rabies lebih baik dibanding

pemelihara anjing bukan pemburu. Jumlah responden yang mampu menjawab

dengan benar pertanyaan mengenai penularan rabies adalah 80% pada masyarakat

pemelihara anjing pemburu dan 75% pada pemelihara anjing bukan pemburu. Hal

serupa juga terlihat pada pertanyaan mengenai pencegahan rabies. Masyarakat

pemelihara anjing pemburu lebih banyak yang mampu menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pencegahan rabies yaitu sebanyak 80%

responden. Sedangkan pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu, hanya

60% responden yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar. Jika dikaitkan

dengan pembahasan sebelumnya mengenai manajemen pemeliharaan anjing,

terlihat adanya keterkaitan antara cara pemeliharaan anjing sebagai kontrol

terhadap adanya kemungkinan terjadinya kasus rabies dengan tingkat pengetahuan

masyarakat pemelihara anjing.

(41)

perbedaan dalam sikap dan praktik perawatan hewan peliharaan yang relevan dengan kontrol terhadap rabies. Pemilik anjing yang memelihara anjingnya dengan baik cenderung lebih kooperatif untuk mengontrol kejadian rabies. Hal ini jelas terlihat dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, dimana masyarakat pemelihara anjing pemburu dengan tingkat pengetahuan mengenai cara penularan dan pencegahan rabies yang lebih tinggi jauh lebih kooperatif dalam hal pemeliharaan anjing terkait kontrol terhadap kegiatan pencegahan rabies.

Profil Pemelihara Anjing Pemburu

(42)

Tabel 11Aktifitas berburu pada masyarakat Pasaman

Karakteristik (%)

Jadwal berburu dalam 1 bulan

Satu-dua kali 3

Empat-enam 5

Tujuh-sembilan kali 92

Cara berburu

Dilakukan secara perorangan 1

Dilakukan oleh kelompok kecil, sekitar 3-5 orang 2 Dilakukan oleh kelompok besar, sekitar 10-20 orang 12

Dilakukan oleh suatu organisasi 85

Lokasi berburu

Di hutan yang sama yang berada Kabupaten Pasaman Barat 1 Di hutan yang berbeda di dalam Kabupaten Pasaman Barat 73 Di hutan yang terletak diluar Kabupaten Pasaman Barat 2

Di perkebunan 24

Cara membawa anjing ke lokasi

Dibawa menggunakan sepeda motor 78

Dibawa menggunakan mobil dengan bak terbuka 14

Dibawa menggunakan mobil pribadi 8

Perlakuan terhadap anjing didalam perjalanan menuju lokasi

Tidak menggunakan apa-apa 56

Menggunakan pengikat leher saja 35

Menggunakan kandang besi 9

Aktifitas berburu yang dilakukan oleh masyarakat Pasaman berdasarkan data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 92% responden menyatakan bahwa aktifitas berburu tersebut dilakukan sebanyak tujuh sampai sembilan kali dalam satu bulan.

(43)

membantu memberantas hama tanaman, hobi tersalurkan, silaturahim pun tercipta. Di Sumatera Barat, peminat olahraga tradisi itu diperkirakan lebih dari 500 ribu orang. Melintasi batas daerah, status sosial, dan ekonomi. Besarnya peminat buru babi disebabkan olahraga ini bisa disesuaikan dengan keadaan ekonomi masyarakat. Sampai saat ini, dengan adanya PORBI aktifitas olah raga berburu babi ini pun memiliki struktur organisasi dan jadwal berburu yang telah disepakati. Biasanya, jika perburuan hanya dilakukan oleh masyarakat dari daerah tertentu, jadwal rutin untuk berburu dilakukan dua kali dalam satu minggu sehingga dalam satu bulan, komunitas ini bisa melakukan perburuan sebanyak tujuh sampai sembilan kali.

Aktifitas berburu yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Minangkabau pun dilaksanakan secara berkelompok sehingga terbentuk PORBI. Menurutdata yang terdapat pada Tabel 11, sebanyak 85% reponden menyatakan perburuan dilakukan secara bersama-sama dibawah naungan suatu organisasi dengan jumlah anggota melebihi 500 orang. Jumlah anjing yang dibawa berburu beragam, namun biasanya jumlah anjing yang dibawa berburu dapat melebihi jumlah pemburu karena ada beberapa pemburu yang membawa lebih dari satu ekor anjing bahkan sampai melebihi lima ekor anjing.

(44)

Kondisi lain yang menyebabkan aktifitas ini cukup menjadi perdebatan di masyarakat Minangkabau adalah cara membawa dan perlakuan terhadap anjing yang di bawa ke lokasi berburu. Sebanyak 78% responden menjawab bahwa cara yang paling umum dilakukan dalam membawa anjing ke lokasi berburu adalah dengan menggunakan sepeda motor. Perlakuan terhadap anjing pun dalam perjalanan menuju daerah berburu babi beragam. Sebanyak 56%responden membawa anjingnya tanpa menggunakan peralatan seperti pengikat moncong, tali pengikat dan lain sebagainya, kemudian terdapat 35% responden yang membawa anjingnya dengan menggunakan pengikat leher saja, dan hanya 9% responden yang membawa anjingnya dengan menggunakan kandang besi. Menurut Malahayati (2009), anjing yang hendak dibawa keluar halaman harus diikat dengan rantai dan menggunakan pengikat moncong sebagai salah satu upaya untuk pencegahan dan pemberantasan rabies.

Aktifitas berburu tidak terlepas dari anjing yang dipakai sebagai senjata atau alat dalam aktifitas tersebut. Distribusi karakteristik riwayat anjing pemburu pada masyarakat Kecamatan Pasaman dapat diliat pada Tabel 12.

Tabel 12 Riwayat Anjing pemburu

Karakteristik (%)

Asal anjing buruan

Tidak Tahu 11

Dari daerah di kawasan Propinsi Sumatera Barat 35 Dari daerah diluar Propinsi Sumatera Barat di dalam sumatera 19 Dari daerah diluar Propinsi Sumatera Barat di luar sumatera 35

Cara mendapatkan anjing

Dapatan 1

Pemberian 15

Membeli tanpa surat-surat yang jelas 78 Membeli dengan surat-surat yang jelas 6

Riwayat vaksinasi anjing sebelumnya

Ya 17

Tidak 5

(45)

Data mengenai daerah asal anjing yang di pakai dalam berburu babi hutan oleh masyarakat pemelihara anjing pemburu di Kecamatan Pasaman secara terperinci disajikan pada Tabel 12. Sebanyak 35% responden menjawab bahwa anjing yang di pakai berburu berasal dari daerah di luar Propinsi Sumatera Barat dan diluar Pulau Sumatera seperti Pulau Jawa. Jumlah yang sama yaitu 35% responden menjawab bahwa anjing yang dipakai berburu berasal dari daerah di kawasan Propinsi Sumatera Barat.

Selain mengukur pengetahuan tentang daerah asal anjing buruan, penelitian ini juga bertujuan mengetahui cara pemilik dalam mendapatkan anjing tersebut. Sebanyak 78% respoden menjawab mendapatkan anjing tersebut dengan cara membelinya tanpa surat-surat yang jelas, tetapi masih ada responden yang menjawab bahwa anjing tersebut merupakan anjing dapatan yang artinya anjing temuan di jalan.

Mengingat bahwa di Afrika dan Asia, anjing domestik masih memainkan peran penting dalam pemeliharaan dan transmisi rabies, aspek yang penting yang masih harus dipelajari adalah interaksi antara anjing yang dimiliki dan pemiliknya (Ratsitorahina et al. 2007). Hal ini didukung dengan mudahnya pemilik mendapatkan anjingnya seperti anjing-anjing yang diperoleh secara pemberian, dapatan atau membeli dengan mudah tanpa surat-surat yang jelas.

(46)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Masyarakat pemelihara anjing di Kecamatan Pasaman baik anjing pemburu maupun anjing bukan pemburu memiliki profil hampir sama, yaitu sebagian besar beragama Islam, berpendidikan SLTP/sederajat dan bekerja sebagai pedagang.

2. Pada umumnya, masyarakat memelihara satu ekor anjing dengan pola pemberian pakan secara teratur serta pola pemeliharaan yaitu dikandangkan pada masyarakat pemelihara anjing pemburu dan diliarkan pada pada masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu.

3. Masyarakat pemelihara anjing pemburu lebih memperhatikan kesehatan anjing terutama dalam hal vaksinasi dan kepedulian terhadap kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah.

4. Jumlah kasus gigitan anjing pada manusia cukup tinggi dengan jumlah korban gigitan pada umumnya anak-anak.

5. Pengetahuan masyarakat pemelihara anjing pemburu terutama mengenai cara penularan dan pencegahan rabies lebih baik dibanding masyarakat pemelihara anjing bukan pemburu.

(47)

Saran

1. Perlunya sosialisasi dan penyuluhan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Pasaman Barat kepada masyarakat khususnya di daerah dengan populasi anjing tertinggi mengenai cara pemeliharaan anjing, manajemen kesehatan anjing, dan pengetahuan tentang penyakit asal hewan seperti rabies

2. Perlunya publikasi kepada masyarakat secara merata terutama masyarakat di daerah terpencil tentang sosialisasi dan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Peternakan setempat.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Agarvval N, Reddaiah VP. 2003. Knowledge, attitude and practice following dog bite: a community-based epidemiological study. Indian Paediatncs 26(4): 154-161.

Anonim. 2010. Kabupaten Pasaman Barat. [terhubung berkala] http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pasaman_Barat. [6 Juni 2010]

Clark HF.1980. Rabies serogroup viruses in neuroblastio Cell.Propagated.

Dachex L, Delmas O, Baourhy H. 2011. Human rabies encephalitis prevention

and treatment: progress since pasteur’s discovery. Plos Neglected Trop

Disease4: 765

Daulay S. 2001. Peranan Masyarakat dan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Pencegahan dan Penyebaran Rabies Serta Dampaknya Terhadap Parawisata. Bogor: IPB Press.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Petunjuk pemberantasan rabies Indonesia. [terhubung berkala] http:// www.pppl.depkes.go.id [3 Maret 2011]

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil kesehatan Indonesia 2010. [terhubung berkala] http://www.depkes.id [3 Maret 2011]

[Deptan] Departemen Pertanian. 2002.Kebijakan Nasional Pemberantasan Rabies. Jakarta:Direktorat Kesehatan Hewan.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2007. Kiat Vetindo Rabies Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Rabies. Jakarta: Direktorat Kesehatan Hewan Departemen Pertanian.

[Ditkeswan] Direktorat Kesehatan Hewan. 2007. Kiat Vetindo Rabies Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia Penyakit Rabies. Jakarta: Direktorat Jendral Peternakan.

Dodet B, Goswani A, Gunasekera A, de Guzman F, Jamali S, Montalban C, Purba W, Quiambao B, Salahuddin N, Sampath G, Tang Q, Tantawichien T, Wimalaratnne O, Ziauddin A. 2008. Rabies awareness in eight asian countries. Vacciine 2008: 26(50):6344-8.

(49)

Hardjosworo S. 1984. Epidemiologi Rabies di Indonesia.Dalam Simposium nasional Rabies di Bali.

Hardjosworo S, Siregar AA. 1987. Penelitian Tentang Latar Belakang Peledakan Anjing Gila (Rabies) di Beberapa Daerah di Indonesi. Bogor: Team Fakultas Kedokteran Hewan IPB Bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Departeman Pertanian.

Hatmosrojo R, Nyuwan SB. 2003. Melatih Anjing Keluarga. Jakarta: Penebar Swada

John Bingham. 2005. Canine rabies ecology in Southern Africa. Emerging Infectious Diseases J 11(9):1337-42.

Judarwanto. 2011. Rabies, penyakit gigitan anjing ancaman manusia. Koran Anak Indonesia [terhubung berkala] http:// mediaindonesia.wordpress.com [8 Agustus 2011]

Kamil M, Bambang S, Setyawan B. 2003. Kajian Kasus Kontrol Rabies pada Anjing di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Yogyakarta: Universitas Gadjah mada.

Kaplan M. 1979.Epidemilogy of rabies. Nat 21: 421-425.

Malahayati Elfira. 2009. Pengaruh karakteristik pemilik anjing terhadap partisipasinya dalam program pencegahan penyakit rabies di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan tahun 2009 [skripsi]. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Marpaung OR. 2009. Hubungan faktor internal dan eksternal pemilik anjing dengan pemeliharaan anjing dalam upaya mencegah rabies di Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi [tesis]. Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta:PT. Rineka Cipta.

Qaradhawi Y. 2009. Halal dan Haram.Bandung: Penerbit Jabal

Ratsitorahina M, Jhon HR, Soloherilala R, Hary R, Marie-Perle A, Fidilalao AR, Vincent R.. 2009. Dog ecology and demography in Antananarivo, 2007.

Biomed Central Vet Res 5:21.

Sudardjat S. 1991. Epidemiologi Penyakit Hewan jilid 1. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian.

(50)

[WHO] World Health Organization. 1987.Guidelines for dog rabies control WHO

document VPH/834: rev 1. [terhubung

berkala]http://www.WHO.int/../vph8343rev1.pdf [3 Maret 2011]

[WHO] World Health Organization. 2004: WHO expert consultation on rabies: First report WHO Technical Report Series 931. [terhubung berkala] http://www.WHO.int/rabies/trs931_06_05.pdf [3 Maret 2011]

(51)

KUESIONER

PROFIL PEMELIHARAAN ANJING DAN KETERKAITANNYA DENGAN KEJADIAN RABIES DI KECAMATAN PASAMAN KABUPATEN PASAMAN BARAT PROVINSI SUMATERA BARAT

(Masyarakat Pemelihara Anjing Bukan Pemburu)

Nagari :………

Desa/Jorong :………

Nama Enumerator :………

(52)

Informed Consent

Saya Risa Oktriana dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB.Saya sedang melakukan penelitian mengenai kasus Rabies di beberapa Desa/Jorong di Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat. Saya mengharapkan kerja sama berupa informasi dari Bapak/Ibu untuk membantu dalam penelitian ini sehingga diharapkan bisa turut serta membantu Dinas Peternakan Pasaman Barat dalam penanggulangan kasus rabies. Informasi yang Bapak/Ibu berikan dapat dipastikan terjaga kerahasiannya.

Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam penelitian saya ini bersifat sukarela.

Namun, saya berharap Bapak/Ibu mau ikut berpartisipasi karena informasi yang Bapak/Ibu berikan akan sangat berharga dalam penelitian Saya ini. Apakah ada yang ingin Bapak/Ibu tanyakan terkait penelitian saya ini? Apakah wawancara dapat kita mulai sekarang?

Tanda tangan pewawancara :_____________ Tanggal: _________ Responden setuju untuk diwawancara?

□ Ya → Wawancara dilanjutkan

(53)

A. IDENTITAS RESPONDEN

1.Nama Responden : ……… 2.Jenis Kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan 3. Alamat

Desa/Jorong : Nagari : Kecamatan :

4.Usia : a.< 20 tahun b. 20-30 tahun c.> 30 tahun 5. Agama : a. Islam

b. Katolik c. Protestan

d. Lain-lain, sebutkan………. 6.Pendidikan : a. Tidak sekolah

b.Tidak lulus SD c.SD/sederajat d. SLTP/sederajat e.SLTA/sederajat f. Perguruan Tinggi 7.Pekerjaan : a. Petani

b. Pedagang c. PNS

(54)

B. Data kepemilikan dan pemeliharaan anjing

B.1. Apakah Anda mempunyai /memelihara anjing? a. Ya

b. Tidak (Langsung ke pertanyaan A.4.)

B.2. Jika “ Ya”, berapa ekor anjing yang Anda miliki?

B.3. Apa jenis kelamin dan fungsi dari Anjing tersebut?

NO Nama Anjing Jenis Kelamin Fungsi

1

B.4. Bagaimana cara pemeliharaan anjing tersebut? (pilihan boleh lebih dari satu)

c. Di luar pekarangan di sekitar rumah

d. Di luar pekarangan sampai ke desa/jorong lain e. Lain-lain, sebutkan……….

B.6. Jika anjing diikat, dimana anjing biasa diikat? a. Di dalam rumah

b. Di teras rumah c. Di pekarangan d. Di pagar rumah

(55)

B.7. Dengan menggunakan apa Anda mengikat anjing tersebut?

B.8. Jika anjing dikandangkan, apakah kandang tersebut dibersihkan? a. Ya

b. Tidak c. TIdak tahu

B.9. Jika “Ya”, berapa kali kandang di bersihkan dalam satu minggu? a. Satu-dua kali

b. Tiga-empat kali c. Empat-lima kali d. Setiap hari

e. Lain-lain, sebutkan………..

B.10. Bagaimana cara Anda dalam membersihkan kandang tersebut? (pilihan boleh lebih dari satu)

a. Disapu,

b. Disapu, dicuci menggunakan air saja

c. Disapu, dicuci menggunakan air saja, dan digosok menggunakan sabun atau deterjen

d. Disapu, dicuci menggunakan air saja, dan digosok menggunakan sabun atau deterjen dan diberi desinfektan

e. Lain-lain, sebutkan………

a. Dibiarkan liar di dalam rumah si pemiik b. Dibiarkan liar diluar rumah si pemilik c. Diikat

d. Dikandangkan

(56)

C. Management perawatan dan kesehatan anjing

C.1. Apakah anjing yang Anda miliki pernah dimandikan? a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu (Langsung ke pertanyaan C.3.)

C.2. Jika “Ya”, dimandikan menggunakan apa? a. Shampoo khusus

b. Shampoo biasa c. Sabun khusus d. Sabun biasa

e. Lain-lain, sebutkan……….

C.3. Apakah anjing yang Anda pelihara di beri makan? a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu (Langsung ke pertanyaan C.8.)

C.4. Jika “Ya”, bagaimana pola pemberian makanan pada anjing tersebut? a. Dibiarkan mencari makan sendiri

b. Tidak teratur c. Teratur

d. Lain-lain, sebutkan………

C.5. Dalam bentuk apa makanan tersebut Anda berikan? a. Makanan mentah

b. Makanan setengah matang c. Makanan yang dimasak

d. Makanan yang dimasak dicampur makanan mentah

e. Lain-lain, sebutkan………

C.7. Bagaimana cara Anda memberikan makanan tersebut? a. Langsung diberikan tanpa alas tempat makan b. Menggunakan tangan

c. Menggunakan piring makan

d. Menggunakan tempat makan khusus

(57)

C.8. Apakah anjing yang Anda miliki pernah diberi vitamin? a. Ya

b. Tidak

c. Tidak tahu (Langsung ke pertanyaan C.10.)

C.9. Jika “Ya”, berapa kali anjing diberi vitamin dalam satu tahun? a. Satu kali

b. Dua kali c. Tiga kali d. > tiga kali

e. Lain-lain, sebutkan……….

C.10. Pernahkan Anda/keluarga melakukan pemeriksanaan kesehatan terhadap anjing yang Anda miliki?

a. Ya b. Tidak

c. Tidak tahu (Langsung ke pertanyaan C.12.)

C.11. Jika “Ya”, berapa kali Anda melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap anjing dalam satu bulan?

a. Satu kali b. Dua kali c. Tiga kali d. > tiga kali

e. Lain-lain, sebutkan………

C.12. Apakah anjing yang Anda pelihara pernah menderita sakit? a. Ya

b. Tidak c. Tidak tahu

C.13. Jika “Ya”, Anjing peliharaan Anda pernah menderita sakit apa saja? (pilihan boleh lebih dari satu)

a. Demam b. Penyakit kulit c. Luka cidera d. Rabies

e. Lain-lain, sebutkan………

C.14. Jika anjing menderita suatu penyakit, apakah anjing tersebut diobati? a. Ya

b. Tidak

(58)

E. Pengetahuan masyarakat tentang rabies dan vaksin rabies

No Pernyataan Respon Responden

Benar Tidak benar

Tidak tahu

E.1. Rabies merupakan penyakit menular yang hanya menyerang anjing dan manusia

E.2. Rabies dapat menyebabkan kematian pada anjing saja

E.3 Hewan yang menderita rabies akan terlihat lebih agresif, menggigit, dan mengeluarkan air liur terus-menerus

E.7. Penyakit rabies disebabkan oleh gigitan anjing

E.8. Rabies juga dapat disebabkan karena adanya luka terbuka

E.9. Rabies dapat ditularkan antar manusia

E.10. Rabies dapat dicegah dengan pemberian vaksin pada manusia dan anjing

E.16. Perlu ada sosialisasi tentang penyakit rabies

Gambar

Gambaran Daerah Kabupaten Pasaman Barat…………………..
Tabel 1  Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
grafik.  Kompilasi dan analisis data menggunakan piranti lunak Microsoft Excel
Tabel 2  Profil masyarakat pemelihara anjing pemburu dan masyarakat pemelihara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tulisan ini akan membahas proses sekuritisasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan melihat dari dua sisi, yaitu upaya pemerintah dalam mengkonstruksikan

Aturan disiplin/kode etik/kode perilaku instansi telah diimplementasikan kepada seluruh aparat Pengadilan Agama Soe yang dibuktikan dengan pemberlakuan disiplin

Mengalami penurunan menjadi sebesar 199,84% pada tahun 2009, hal ini terjadi dikarenakan hutang lancar mengalami peningkatan di tahun 2009 namun penurunan rasio

: fossils dan umur batuan batuan – – ALLOCHTHONOUS ALLOCHTHONOUS SEDIMENTS (material SEDIMENTS (material yang terangkut masuk yang terangkut masuk dalam cekungan sedimen)

Angka kumulatif survivor (hidup) diperoleh dari menjumlahkan hewan uji yang tetap hidup pada dosis terkecil yang tidak menyebabkan kematian (100% hewan uji tetap hidup) dengan jumlah

Hasil temuan dari penelitian ini bahwa petani Indramayu melakukan protes terhadap kewajiban serah pada pihak Jepang, karena petani Indramayu memiliki keyakinan

Cara kerja yang mereka lakukan secara umum ada dua, yakni sistem individu (penabung datang ke Bank Sampah, atau dengan sistem komunal (petugas mendatangi tps terpilah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Nilai-nilai soft skills yang dikembangkan untuk mahasiswa Pendidikan Akuntansi FKIP UMS sebagai calon guru terdiri dari kepribadian