• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan Skeletal Vertikal Wajah

Basis kranii anterior (Sella-Nasion) sering digunakan sebagai garis acuan untuk menentukan kemiringan bidang mandibula (MP). Individu dengan sudut MP-SN yang lebih besar akan cenderung memiliki wajah panjang karena rotasi mandibula menjauhi maksila sehingga menghasilkan pertambahan panjang vertikal wajah. Sebaliknya, individu dengan sudut MP-SN yang lebih kecil cenderung mempunyai wajah yang lebih pendek karena rotasi mandibula mendekati maksila.

Rotasi mandibula dapat terjadi dalam dua arah, yaitu searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Rotasi mandibula yang searah jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke bawah dan ke belakang. Ini menyebabkan pengurangan overbite atau bahkan menjadi anterior open bite. Rotasi pertumbuhan mandibula yang berlawanan arah jarum jam mengarahkan pertumbuhan mandibula ke atas dan ke depan. Ini menyebabkan pertambahan overbite.

9,12

12,19

2.2. Tipe Pertumbuhan Vertikal Wajah

Schudy membagi tipe pertumbuhan vertikal wajah atas 2, yaitu : a. Hypodivergent

Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang pendek dan lebar, biasanya terdapat sudut bidang mandibular datar dan sudut gonial tertutup. Gigitan dalam (deep bite) sering dijumpai pada pasien dengan jenis wajah ini. Contoh dari jenis wajah yang mempunyai kepala yang pendek dan lebar adalah maloklusi klas II divisi 2.

b. Hyperdivergent 20,21

Tipe pertumbuhan ini memiliki ciri wajah yang panjang dan sempit. Ini disebabkan rahang atas menunjukkan pertumbuhan vertikal yang berlebihan dan sudut bidang mandibula yang lebih besar dan kadang-kadang menyebabkan gigitan

terbuka (open bite). Pola pertumbuhan ini akan mengakibatkan lengkung dentoalveolar yang panjang dan sempit pada lengkung rahang atas dan menghasilkan rotasi searah jarum jam mandibula selama pertumbuhan. 20,21

2.3. Radiografi Sefalometri

Radiografi sefalometri adalah metode standar untuk mendapatkan gambaran radiografi tulang tengkorak yang bermanfaat untuk membuat rencana perawatan dan memeriksa perkembangan dari pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti.2

2.3.1. Sejarah radiografi sefalometri

Penemuan sinar-X pada tahun 1985 oleh Rontgen berpengaruh terhadap perkembangan ilmu kedokteran gigi. Penemuan tersebut telah memfasilitasi metode untuk memperoleh gambaran kranio fasial dengan akurasi yang baik. Pada tahun 1922, Paccini membuat suatu standarisasi posisi pengambilan foto radiografi kepala yaitu dengan memposisikan subjek terhadap kaset film sejauh 2 meter dari tabung sinar-X.17,22,23 Pada tahun 1931, Boardbent di Amerika Serikat dan Hofrath di Jerman mempresentasikan suatu teknik sefalometri dengan menggunakan mesin sinar-X berkekuatan tinggi dan sebuah penopang kepala yang disebut cephalostat. Hasil dari foto sefalometri disebut sefalogram.17,22

2.3.2. Kegunaan radiografi sefalometri

Sefalometri merupakan salah satu pilar dalam diagnosis ortodontik dan dalam penentuan rencana perawatan. Adapun kegunaan sefalometri dalam bidang ortodonti yaitu:

a. Studi pertumbuhan kraniofasial. Sefalogram telah membantu menyediakan informasi tentang beragam pola pertumbuhan, gambaran struktur kraniofasial yang baik, memprediksi pertumbuhan, dan memprediksi kemungkinan dampak dari rencana perawatan ortodontik.

b. Diagnosis kelainan kraniofasial. Sefalogram digunakan dalam mengidentifikasi, menentukan gambaran dan melihat kelainan dentokraniofasial. Permasalahan utama dalam hal ini adalah perbedaan antara malrelasi skeletal dan dental.

c. Rencana Perawatan. Sefalogram digunakan untuk mendiagnosis dan memprediksi morfologi kraniofasial serta kemungkinan pertumbuhan di masa yang akan datang. Hal tersebut dilakukan dengan menyusun rencana perawatan yang baik dan benar.

d. Evaluasi Pasca Perawatan. Sefalogram yang diperoleh dari awal hingga akhir perawatan dapat digunakan dokter gigi spesialis ortodonti untuk mengevaluasi dan menilai perkembangan perawatan yang dilakukan serta dapat digunakan sebagai pedoman perubahan perawatan yang ingin dilakukan.

e. Studi kemungkinan relaps. Sefalometri membantu untuk mengidentifikasi penyebab relapse nya perawatan ortodonti dan stabilitas dari maloklusi yang telah dirawat.

2.3.3. Tipe sefalogram

Ada 2 jenis sefalogram yang dapat diperoleh yaitu:

a. Sefalogram Frontal

2

Gambar 1A menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari depan. b. Sefalogram Lateral

Gambar 1B menunjukkan gambaran tulang tengkorak kepala dari samping (lateral). Sefalogram lateral ini diambil dengan posisi kepala berada pada jarak tertentu dari sumber sinar X.

( A ) ( B )

Gambar 1. (A)Sefalogram Frontal, (B) Sefalogram Lateral2

2.3.4. Penggunaan titik-titik sefalometri dalam analisis jaringan keras

Gambar 2 menunjukkan titik-titik sefalometri pada jaringan keras yang biasa digunakan dalam analisis sefalometri, yaitu:

a. Sella ( S ) : titik pusat geometric dari fossa pituitary.

2,22-24

b. Nasion ( N ) : titik yang paling anterior dari sutura fronto nasalis atau sutura antara tulang frontal dan tulang nasal.

c. Orbitale ( Or ) : titik paling rendah dari dasar rongga mata yang terdepan. d. Sub-spina ( A ): titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan prosthion, biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis maksila.

e. Supra-mental ( B ) : titik paling cekung di antara infra dental dan pogonion dan biasanya dekat apeks akar gigi insisivus sentralis mandibula.

f. Pogonion ( Pog ) : titik paling depan dari tulang dagu. g. Gnathion ( Gn ) : titik di antara pogonion dan menton.

h. Menton ( Me ) : titik paling bawah atau inferior dari tulang dagu.

i. Articulare ( Ar ) : titik perpotongan antara batas posterior ramus dan batas inferior dari basis kranial posterior.

j. Gonion ( Go ) : titik bagi yang dibentuk oleh garis bagi dari sudut yang dibentuk oleh garis tangen ke posterior ramus dan batas bawah dari mandibula.

k. Porion ( Po ) : titik paling superior dari meatus acusticus externus.

l. Pterygomaxilary ( PTM ) : Kontur fissura pterygomaxilary yang dibentuk di anterior oleh tuberositas retromolar maksila dan di posterior oleh kurva anterior dari prosesus pterygoid dari tulang sphenoid.

m. Spina Nasalis Posterior ( PNS ) : Titik paling posterior dari palatum durum.

n. Anterior nasal spine ( ANS ) : Ujung anterior dari prosesus maksila pada batas bawah dari cavum nasal.

o. Basion ( Ba ) : Titik paling bawah dari foramen magnum.

p. Bolton : Titik paling tinggi pada kecekungan fosa di belakang kondil osipital.

2.4. Analisis Sefalometri

Ada banyak analisis sefalometri dapat membantu menentukan hubungan antara fasial dengan skeletal, seperti Downs, Steiner, Koski, Ricketts dan sebagainya. Analisis yang digunakan harus dapat menilai hubungan anterior-posterior antara maksila dan mandibula dengan basis kranial, dan juga hubungan vertikal antara mandibula dengan basis kranial sehingga diagnosis yang dihasilkan akurat. Menurut Jefferson, analisis sefalometri yang ideal harus mudah di-tracing, mudah untuk mendiagnosis, efisien, universal (dapat digunakan pada individu siapapun tanpa melihat ras, jenis kelamin, umur, dan sebagainya), akurat, dan sesuai dengan proporsi biologis.2,4,17

2.4.1. Analisis Steiner

Steiner (cit, Singh 2007) mengembangkan analisis ini untuk memperoleh informasi klinis dari pengukuran sefalometri lateral. Steiner membagi analisisnya atas 3 bagian yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak.2

1. Analisis skeletal mencakup hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap tulang tengkorak.

2. Analisis dental mencakup hubungan insisivus rahang atas dan rahang bawah.

3. Analisis jaringan lunak mencakup keseimbangan dan estetika profil wajah bagian bawah.

Gambar 3 menunjukkan analisis skeletal Steiner dengan 5 sudut pengukuran yang digunakan antara lain:2

a. Sudut SNA

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik A. Besar sudut SNA menyatakan hubungan anteroposterior maksila terhadap basis kranium. Nilai normal rata-rata SNA adalah 82° ± 2°. Apabila nilai SNA lebih besar, maka maksila diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNA lebih kecil, maka maksila diindikasikan mengalami retrognasi.

b. Sudut SNB

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan garis Nasion - titik B. Besar sudut SNB menyatakan hubungan antero-posterior mandibula terhadap basis kranium. Nilai normal rata-rata SNB adalah 80° ± 2°. Apabila nilai SNB lebih besar, maka mandibula diindikasikan mengalami prognasi. Apabila nilai SNB lebih kecil, maka mandibula diindikasikan mengalami retrognasi.

c.Sudut ANB

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Nasion - titik A dan garis Nasion - titik B. Besar sudut ANB menyatakan hubungan maksila dan mandibula. Nilai normal rata-rata ANB adalah 2° ± 2°. Apabila nilai ANB lebih besar, maka diindikasikan kecenderungan hubungan klas II skeletal. Apabila nilai ANB lebih kecil, maka diindikasikan kecenderungan hubungan klas III skeletal.

d. Sudut MP-SN

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella - Nasion dan dataran mandibula (Gonion-Gnathion). Nilai normal rata-rata sudut MP-SN adalah 32° ± 5°. Besar sudut MP- SN menyatakan indikasi pola pertumbuhan wajah seseorang. Nilai sudut MP- SN yang lebih kecil mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah horizontal sedangkan nilai sudut MP-SN yang lebih besar mengindikasikan pola pertumbuhan wajah ke arah vertikal. Inklinasi bidang mandibula sangat menentukan dimensi vertikal wajah (tinggi, sedang atau pendek). Tipe vertikal wajah menurut Steiner dibagi menjadi 3 yaitu tipe pendek dengan besar sudut MP-SN <27°, tipe normal dengan MP-SN 27°-37° dan tipe panjang dengan MP-SN >37°.

e. Sudut Dataran Oklusal

Sudut ini terbentuk dari pertemuan garis Sella-Nasion dan dataran oklusal Nilai normal rata-rata sudut ini adalah 14,5°. Besar sudut ini menyatakan hubungan dataran oklusal terhadap kranium dan wajah serta mengindikasikan pola pertumbuhan wajah seseorang.

Gambar 3. ( A ) Sudut SNA, ( B ) Sudut SNB, ( C ) Sudut ANB, ( D ) Sudut MP-SN, ( E ) Sudut Bidang Oklusal26

2.4.2. Analisis Jefferson

Analisis Jefferson merupakan modifikasi dari analisis Sassouni, yang disebut juga analisis skeletal archial. Analisis ini diperkenalkan pada bulan Maret tahun 1990. Jefferson mengatakan bahwa analisis yang dibuatnya lebih praktis, cepat dan mudah dilakukan.

Gambar 4 menunjukkan batas anatomi pada analisis ini hampir sama dengan analisis Steiner. Landmarks yang digunakan yaitu:

4,17 17 a. Clivus b. Roof of orbit c. Basisphenoid

d. Greater wing of sphenoid

e. Ethmoid cribiform plate

f. Lateral wall of orbit

Setelah semua batas anatomi telah digambar, kemudian ditentukan titik-titik sefalometri yang digunakan. Gambar 4 menunjukkan titik tersebut antara lain :17

1. SOr ( Supra Orbitale ) : titik paling anterior dari perpotongan bayangan roof dengan kontur orbital lateralnya.

2. SI ( Sella Inferior ) : titik paling bawah dari sella tursica.

3. N ( Nasion ) : titik paling superior sutura frontonasal pada cekungan batang hidung.

4. ANS : titik paling anterior dari maksila.

5. PNS : titik paling posterior dari maksila pada dataran sagital. 6. P ( Pogonion ) : bagian paling anterior dari dagu.

7. M ( Menton ) : titik paling inferior dari dagu.

8. CG ( Constructed Gonion ) : perpotongan 2 garis yaitu, garis dari artikular sejajar tangen posterior ramus dan garis dari menton sejajar tangen batas bawah korpus.

Gambar 4. Titik referensi pada analisis Jefferson17

Dalam analisisnya Jefferson menggunakan 4 dataran sebagai patokan pengukuran, sama dengan analisis Sassouni. Perbedaannya, Jefferson tidak menggunakan dataran paralel tetapi digantikan dengan dataran kranial. Adapun 4 dataran yang digunakan, yaitu:17

1. Dataran Kranial : dataran yang dibentuk dari garis dari SOr menuju SI. (gambar 5)

2. Dataran Palatal : dataran yang dibentuk dari garis dari ANS menuju PNS.

3. Dataran Oklusal : dataran yang dibentuk dari dataran oklusal fungsional melalui titik kontak premolar dan molar.

4. Dataran Mandibula : dataran yang dibentuk dari menton melalui tangen batas bawah korpus dan melalui konstruksi gonion.

Gambar 5. Empat dataran pada analisis Jefferson17

Analisis Jefferson menggunakan 3 busur referensi untuk menentukan disharmoni hubungan skeletal dan wajah. Tiga busur tesebut adalah anterior arc, age 4 vertical arc, dan age 18 vertical arc. Anterior arc digunakan untuk menilai posisi antero-posterior maksila dan mandibula. Age 4 vertical arc menggambarkan tinggi vertikal wajah dari mandibula pada saat umur 4 tahun. Age 18 vertical arc

menggambarkan tinggi vertikal wajah dari mandibula pada umur 18 tahun.

Dalam analisis anteroposterior Jefferson, perpanjangan keempat garis dataran kranial, palatal, oklusal dan mandibula akan diperoleh titik sentral “O”. Titik sentral “O” diperoleh dengan menentukan jarak vertikal yang paling dekat antara garis paling superior dan inferior yang dibentuk dari keempat dataran tersebut. Titik tengah dari jarak vertikal yang telah ditentukan tersebut adalah titik Center “O”. Anterior arc

diperoleh dengan bantuan jangka yaitu meletakkan bagian tajam jangka pada titik O dan bagian pensil pada nasion kemudian rotasikan jangka sampai melewati dagu.

4,17 Dataran Kranial Dataran Palatal Dataran Oklusal Dataran Mandibula Center “O”

Dalam analisis vertikalnya, Jefferson menggunakan age 4 vertical arc dan age 18 vertical arc. Pertumbuhan vertikal wajah dimulai dari umur 4 tahun, dimana terjadi kenaikan tinggi wajah bagian bawah sebesar 0,75 mm setiap tahunnya dan berhenti pada saat umur 18 tahun. Age 4 vertical arc diperoleh dengan meletakkan bagian metal jangka pada titik ANS dan bagian pensil jangka pada titik SOr, kemudian rotasikan jangka ke bagian menton dan buat garis arc. Age 18 vertical arc

diperoleh dengan menambahkan jarak 10 mm dari age 4 vertical arc.

Interpretasi vertikal dari analisis Jefferson adalah tinggi vertikal wajah dikatakan ideal apabila menton berada pada age 4 vertical arc ketika pasien berumur 4 tahun. Dan ketika pasien berumur 18 tahun atau di atas 18 tahun, menton berada pada age 18 vertical arc .

4,17

4,7,17

1. Tipe Pendek : apabila menton berada di atas age 18 vertical arc dengan jarak >2mm terhadap age 18 vertical arc.

Jefferson membagi tipe vertikal wajah menjadi 3. yaitu:

2. Tipe Normal : apabila menton berada tepat atau masih dalam rentang jarak ± 2mm terhadap age 18 vertical arc.

3. Tipe Panjang : apabila menton berada di bawah age 18 vertical arc dengan jarak >2mm terhadap age 18 vertical arc.

Tipe vertikal wajah pendek dan panjang ditunjukkan pada gambar 6.

( A ) ( B )

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Merupakan rancangan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran morfologi skeletal vertikal wajah berdasarkan analisis Jefferson dan Steiner.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan FKG USU, Jalan Alumni No. 2 Kampus USU Medan. Penelitian dimulai dar i bulan Juli 2012 sampai dengan Desember 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah foto sefalometri pasien yang hendak melakukan perawatan ortodonti di Klinik Spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis Medan.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus:

n = ( 2.p.q d Keterangan:

2

n = Jumlah sampel minimum

Zα = Confidence Level, untuk α = 95 %  Zα = 1,96 p = proporsi penelitian  0,5

q = 1 – p = 0,5 d = 15 %

sehingga, n = (1,96)2. 0,5. 0,5 0,15 n = 42.6844  43

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 43.

2

Pada penelitian ini sampel dipilih dengan purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi sampel yaitu:

1. Adanya foto sefalometri lateral pasien. 2. Usia pasien di atas 18 tahun.

3. Pasien memiliki oklusi gigi molar lengkap. Kriteria eksklusi sampel yaitu:

1. Foto sefalometri lateral tidak dapat terbaca

3.4. Variabel

Variabel terdiri atas : 3.4.1. Variabel bebas a. Sudut MP-SN

b. Jarak age 18 vertical arc terhadap menton 3.4.2. Variabel terikat

a. Steiner : tipe wajah pendek, normal dan panjang b. Jefferson : tipe wajah pendek, normal dan panjang 3.4.3. Variabel terkendali

a. Foto sefalometri diambil di Laboratorium Pramita. b. Teknik pengambilan rontgen.

3.4.4. Variabel tidak terkendali a. Jenis Kelamin

3.5 Definisi Operasional

3.5.1. Sudut MP-SN adalah besar sudut yang dibentuk dari garis sella ke nasion dan garis bidang mandibular (gonion-gnathion).

3.5.2. Age 4 vertical arc adalah arc yang diperoleh dengan putaran jangka ke bawah dari pusat titik ANS ke supraorbital menuju menton.

3.5.3. Age 18 vertical arc adalah arc yang diperoleh dengan putaran jangka ke bawah dari pusat titik ANS ke supraorbital menuju menton dan tambahkan 10 mm.

3.5.4. ANS adalah titik paling anterior dari prosesus maksila pada batas bawah dari cavum nasal.

3.5.5. SOr adalah titik paling anterior dari perpotongan bayangan roof orbita dengan kontur orbital lateralnya.

3.5.6 Menton adalah titik paling inferior dari dagu.

3.6. Alat dan Bahan

3.6.1. Alat penelitian yang digunakan : a. Pensil 4H merek Faber Castle

b. Penggaris

c. Penghapus merek Faber Castle d. Tracing Box

e. Busur

f. Jangka merek Bofa

3.6.2. Bahan penelitian yang digunakan :

a. Sefalogram lateral pasien yang datang ke klinik spesialis Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis Medan.

(A) (B)

(C) (D)

(E) (F)

Gambar 7. Alat dan bahan yang digunakan; (A) Tracing Box (B) Penghapus, Pensil 4H, Penggaris (C) Jangka merek Bofa (D) Busur (E) Sefalogram (F) Kertas Asetat

3.7. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran pada setiap sefalogram lateral dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan tracing sefalogram lateral yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di bagian klinik spesialis departemen ortodonti RSGMP FKG USU dan praktek swasta ortodontis Medan.

2. Tracing dilakukan menggunakan kertas asetat di atas tracing box.

3. Penentuan dan penarikan titik-titik yang akan digunakan pada analisis Steiner dan analisis Jefferson.

4. Pengukuran besar sudut pada analisis Steiner (sudut MP-SN). 5. Pengukuran linear pada analisis Jefferson (vertical arc).

6. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji intraoperator untuk mengetahui ketelitian peneliti dalam melakukan pengukuran. Hal ini dikarenakan setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil yang sama dengan pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan mengambil 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari kedua pengukuran tersebut. Uji T kemudian dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan bermakna antara pengukuran pertama dengan kedua. Jika tidak ada perbedaan bermakna, maka peneliti dapat melanjutkan pengukuran dengan melakukan satu kali pengukuran saja.

7. Hasil pengukuran kemudian ditabulasi dan dikelompokan.

3.8. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer untuk menghitung prevalensi tipe wajah berdasarkan analisis Steiner dan analisis Jefferson dan kesesuaian kedua analisis tersebut.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 45 foto sefalometri lateral pasien yang diperoleh dari rekam medik milik klinik spesialis RSGMP FKG USU periode 2004-2008 dan praktek swasta ortodontis di Medan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.Pengukuran analisis sefalometri dilakukan menggunakan analisa Steiner dan Jefferson. Kemudian hasil pengukuran dikategorikan menurut tipe vertikal wajah apakah pendek, normal atau panjang.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan terhadap sefalogram, dapat dilihat prevalensi tipe vertikal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson dan juga kesesuaian antara analisis Steiner dan Jefferson pada tabel 1,2, dan 3.

Tabel 1. DISTRIBUSI TIPE VERTIKAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS STEINER

No. Tipe Vertikal Wajah Jumlah (n=45) Persentase (%)

1 Pendek 9 20.0

2 Normal 23 51.1

3 Panjang 13 28.9

Tabel 1 menunjukkan prevalensi tipe vertikal wajah berdasarkan analisis Steiner yang diperoleh dari hasil penelitian adalah pendek (20,0%), normal (51,1%) dan panjang (28,9%).

Tabel 2. DISTRIBUSI TIPE VERTIKAL WAJAH BERDASARKAN ANALISIS JEFFERSON

No. Tipe Vertikal Wajah Jumlah (n=45) Persentase (%)

1 Pendek 25 55.6

2 Normal 14 31.1

3 Panjang 6 13.3

Tabel 2 menunjukkan prevalensi tipe vertikal wajah berdasarkan analisis Jefferson yang diperoleh dari hasil penelitian adalah pendek (55,6%), normal (31,1%) dan panjang (13,3%).

Tabel 3. PREVALENSI KESESUAIAN DESKRIPSI TIPE VERTIKAL WAJAH ANTARA ANALISIS STEINER DENGAN JEFFERSON

Tipe Vertikal Wajah

Jefferson

Pendek Normal Panjang Jumlah Jumlah % Jumlah % Jumlah % Steiner Pendek 9 9 100.0 0 .0 0 .0 Normal 23 13 56.5 9 39.1 1 4.3 Panjang 13 3 23.1 5 38.5 5 38.5

Tabel 3 menunjukkan prevalensi kesesuaian deskripsi antara tipe vertikal wajah antara analisis Steiner dengan Jefferson. Dari 9 sampel yang tergolong tipe wajah pendek berdasarkan analisis Steiner mempunyai kesesuaian 100% dengan analisis Jefferson. Dari 23 sampel yang tergolong tipe wajah normal berdasarkan analisis Steiner, hanya 9 sampel yang termasuk kategori tipe wajah normal berdasarkan analisis Jefferson. Dari 13 sampel yang tergolong tipe wajah panjang berdasarkan analisis Steiner, hanya 5 sampel yang termasuk tipe wajah panjang berdasarkan analisis Jefferson. Prevalensi kesesuaian deskripsi untuk tipe wajah pendek adalah 100%, tipe wajah normal 39,1% dan tipe wajah panjang 38,5%.

BAB 5

PEMBAHASAN

Penentuan tipe vertikal wajah merupakan salah satu faktor penting dalam merencanakan perawatan ortodonti.3 Tujuan dari perawatan ortodonti bukan hanya untuk kebutuhan estetis wajah, tetapi juga harus memperhatikan fungsi dan keseimbangan struktur dentokraniofasial.2 Ada banyak analisis sefalometri yang dapat menentukan analisis vertikal wajah, namun dalam penelitian ini hanya menggunakan 2 analisis yakni analisis Steiner dan Jefferson. Alasan pemilihan analisis Steiner adalah dikarenakan analisis ini merupakan analisis yang paling umum dan sering digunakan oleh praktisi ortodonti untuk menentukan pertumbuhan vertikal wajah sedangkan analisis Jefferson baru digunakan oleh kalangan tertentu.16,17 Kelebihan dari analisis Jefferson adalah analisis ini mudah diterapkan dan tidak dipengaruhi ras individu dan pengukuran sudut tetapi lebih kepada kesesuaian morfologi wajah tiap individu untuk memperoleh suatu analisis vertikal wajah yang baik.

Tipe vertikal wajah dapat ditentukan dengan melakukan tracing dan pengukuran pada sefalometri lateral menggunakan analisis Steiner dan Jefferson. Steiner menggunakan pengukuran sudut dalam penentuannya dan Jefferson menggunakan pengukuran linear sehingga hasil penentuan tipe vertikal wajah antar kedua analisis tersebut belum tentu sama.

17

2,17

Gambaran morfologi skeletal vertikal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson mempunyai metode pengukuran yang berbeda. Steiner menggunakan pengukuran sudut yaitu besar sudut yang dibentuk oleh pertemuan titik MP (Gonion-Gnathion) dan SN (Sella Turcica-Nasion).

Penelitian ini bertujuan untuk melihat prevalensi kesesuaian deskripsi tipe vertikal wajah berdasarkan analisis Steiner dan Jefferson. Penelitian ini diharapkan dapat menunjang diagnosis ortodonti dalam menyusun rencana perawatan serta sebagai informasi dalam bidang ortodonti.

2

Dari hasil besar sudut tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam tipe vertikal wajah apakah pendek, normal atau panjang. Pada analisis Jefferson, digunakan pengukuran linear yaitu jarak antara age 18

vertical arc terhadap menton.17

Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran dimana dari 45 sampel yang dikelompokkan berdasarkan analisis Steiner, terdapat 9 sampel dengan tipe vertikal wajah pendek, 23 sampel dengan tipe vertikal wajah normal, dan 13 sampel dengan tipe vertikal wajah panjang.

Dari besar nilai jarak tersebut kemudian dikelompokkan ke dalam tipe vertikal wajah pendek, normal atau panjang.

Karlsen menyatakan bahwa pertumbuhan vertikal wajah yang berlebihan pada kasus hyperdivergent terjadi karena sudut bidang mandibula yang curam (>37°) mendorong pertumbuhan korpus lebih kearah bawah.12 Isacsson dkk menyatakan rotasi mandibula pada masa pertumbuhan merupakan faktor utama dalam perkembangan maloklusi. Rotasi mandibula se arah jarum jam terlihat pada kasus retrognasi dan gigitan terbuka tipe skeletal, rotasi berlawanan jarum jam pada kasus

Dokumen terkait