• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dari 90 mmHg ataupun keduanya. Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “silent killer” karena tidak terdapat

tanda-tanda yang dapat dilihat dari luar selama bertahun-tahun dan kemudian menyebabkan stroke dan serangan jantung (Krummel 2004). Hipertensi adalah suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), sehingga sering ditemukan secara kebetulan. Pada umumnya, hipertensi ditemukan pada saat skrining/pemeriksaan berkala atau pada waktu berobat ke dokter untuk suatu penyakit lain (Roesma 1989).

Hipertensi yang terjadi selama bertahun-tahun dapat menyebabkan berbagai masalah. Usaha untuk mengukur tekanan darah secara teratur dan mengobatinya secara efektif bertujuan untuk mencegah komplikasi. Seseorang lebih berisiko mengalami komplikasi ini jika merokok dan membiarkan kolesterol yang tinggi dalam darah (Beavers 2008). Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Sudoyo et al. (2007), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah

sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ൒160 atau ൒100

Sumber: JNC 7 dalam Sudoyo et al. (2007)

Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak Dapat Dikontrol Keturunan/Riwayat Keluarga

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty 2007).

Jenis Kelamin

Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty 2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan 2004).

Umur

Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan darah diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas (Krummel 2004).

Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar (Armilawaty 2007).

Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dikontrol Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif)

khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989). Menurut Sangian (2001), gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serangkaian interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga.

Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan merupakan hasil belajar dan pengalaman sejak lahir sampai meninggal dunia. Perubahan gaya hidup sangat sulit bila dilakukan sekaligus pada ketiga tingkatnya, yaitu pada tingkat masyarakat, keluarga, dan perorangan. Seseorang apabila hendak merubah gaya hidupnya akan menerima perubahan hidup itu lebih cepat jika dipisahkan dari kerluarga dan masyarakat dan dipindahkan ke dalam keluarga atau masyarakat yang gaya hidupnya akan ditiru (Sediaoetama 1991).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah racun yang bekerja lambat tetapi pasti. Sebatang rokok mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut, maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar, diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde, arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan lain- lain (Bangun 2008). Ketika suatu rokok dihisap, nikotin dengan seketika masuk ke aliran darah dan menjangkau otak dalam waktu enam detik, dimana lebih dari 15% nikotin diserap. Saat nikotin menjangkau otak, sinyal kelenjar adrenal melepaskan norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) yang meningkatkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Salander 1993).

Menurut Bangun (2008), nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan epinefrin dan norepinefrin dalam darah meningkat, yang menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah berkontraksi atau menyempit. Debar jantung yang lebih cepat akan meningkatkan kebutuhan akan oksigen pada otot jantung. Sementara itu, persediaan oksigen jadi menurun karena oksigen yang ada akan diikat oleh karbon monoksida yang dihasilkan oleh rokok. Dalam hal ini, nikotin yang berperan membuat irama jantung tidak teratur, menimbulkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah sehingga serangan jantung mengikutinya.

Kebiasaan Minum Kopi

Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam kopi yang meningkatkan pelepasan hormon norepinefrin yang akan menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan adiposa dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas (Wijayakusuma 2005).

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat merangsang sekresi corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah (Irza 2009). Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006). Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol 3 kali per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah dan berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg. Konsumsi alkohol seharusnya kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali minum per hari (Krummel 2004).

Kebiasaan Olahraga

Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru-paru dan pemberian O2 ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang

berlebihan berkurang bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan kolesterol darah total, trigliserida, dan kadar gula darah pada penderita DM, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani (Kusmara 1997). Dua metaanalisis menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari pengaruh olahraga pada tekanan darah. Analisis pertama menunjukkan bahwa berjalan kaki mengurangi tekanan darah pada orang dewasa rata-rata sebesar 2% (Kelley 2001 dalam Krummel 2004). Analisis kedua, menunjukkan bahwa

aerobik menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 4 mmHg dan tekanan darah diastolik 2 mmHg pada pasien dengan atau tanpa tekanan darah tinggi (Whelton

et al. 2002 dalam Krummel 2004).

Pola Konsumsi

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan. Perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan pola hidup yang tidak sehat saat ini mempengaruhi terjadinya perubahan pola konsumsi pangan dengan peningkatan asupan kalori terutama dari bahan pangan sumber lemak dan karbohidrat.

Pola konsumsi pangan manusia di abad modern ini pada dasarnya terbentuk melalui tahapan sejarah yang sangat panjang dan merupakan interaksi dari beragam faktor pengaruh. Jenis pangan yang dikonsumsi manusia berkembang sejalan dengan peradaban manusia (Syarief & Martianto 1991). Pola konsumsi dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola pangan. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi cara makan dan kebiasaan pangan individu, tiga faktor yang terpenting adalah ketersediaan pangan, pola sosial budaya, dan faktor pribadi (Riyadi et al. 2006).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal), ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan daerah (Hardinsyah et al 2002). Kebutuhan zat gizi akan terjamin pemenuhannya dengan cara mengkonsumsi makanan yang beragam. Konsumsi pangan beragam akan memberikan mutu yang lebih baik daripada makanan yang dikonsumsi secara tunggal atau masing-masing pangan yang menyusunnya, hal ini terjadi karena adanya efek saling mengisi (Suhardjo 1989).

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang diproduksi di daerah lokalnya. Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan (Riyadi 1996).

Makanan dan Minuman Manis

Makanan manis biasanya identik dengan kandungan gula tinggi. Gula merupakan karbohidrat sederhana yang mengandung indeks glikemik tinggi. Makanan dengan indeks glikemik tinggi mudah memicu peningkatan gula darah sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian 2004). Konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi akan menyebabkan hiperglikemia dan dapat menurunkan level antioksidan sehingga terjadi stres oksidatif. Efeknya yaitu pada sel endotelial, dimana merupakan tempat berdifusinya glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi karena hiperglikemia dapat menstimulasi produksi endotelin I yaitu substrat yang menyebabkan kontraksi vaskuler. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi endotel dan menurunkan kemampuan vaskuler untuk berkontraksi sehingga memicu terjadinya hipertensi (Malgorzata et al. 2007).

Makanan Asin dan Awetan

Menurut Instalasi Gizi RSCM dan AsDI (2006), natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai fungsi menjaga keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi saraf dan kontraksi otot. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan, sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).

Di dalam populasi penduduk dengan konsumsi natrium kurang dari 60 meq/hari tidak ditemukan adanya hipertensi. Tetapi konsumsi natrium yang tinggi menyebabkan prevalensi hipertensi 9-20%. Meskipun demikian banyak ahli yang menyangsikan pengaruh konsumsi natrium yang berlebihan ini dengan kejadian hipertensi. Mereka mempunyai argumentasi bahwa prevalensi hipertensi karena natrium ini tidak terlepas dari genetik individu. Individu yang

peka terhadap hipertensi memang mempunyai risiko tinggi bila mengkonsumsi natrium berlebihan. Orang-orang yang telah tua juga menjadi peka terhadap hipertensi bukan karena genetik tetapi karena ginjalnya yang mulai tidak normal sehingga tidak dapat mengatur kadar natrium dalam tubuh (Khomsan 2002). Makanan Berlemak

Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-hari akan berakibat meningkatkan tekanan darah. Dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak kurang dari 30% total kalori (Khomsan 2002). Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji- bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah (Irza 2009).

Lemak yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh rantai panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu kesehatan jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rustika (2005) menunjukkan bahwa asupan lemak total sebesar 26.52% dan asam lemak jenuh sebesar 15.54% dari energi total, dengan kontribusi tertinggi berasal dari makanan gorengan sekitar 70%.

Jeroan

Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum, asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh diperkirakan akan meningkatkan 2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan semua minyak lain seperti minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat pemanasan tinggi

atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan peningkatan kadar LDL kolesterol. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis (Almatsier 2002).

Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kelebihan metode frekuensi makanan yaitu: relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak membutuhkan latihan khusus, dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangannya yaitu: tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi (Supariasa 2002).

Metode Mengingat-ingat (Food Recall Method)

Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah bahan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui wawancara. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat, gelas, piring, atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya dikonversi ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke satuan berat (Hardinsyah et al 2002).

Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya, karena keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun, kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei (lebih dari 1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini direkomendasikan untuk survei konsumsi pangan dalam rangka memperoleh gambaran (representasi) dari populasi. Metode ini bisa digunakan untuk individu dan keluarga (Hardinsyah et al 2002).

Status gizi

Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman 2002). Status gizi adalah hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial, status gizi lebih terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik yang membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi (Almatsier 2002).

Status gizi pada orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara IMT dengan lemak tubuh dan risiko terkena penyakit degeneratif atau risiko kematian karena penyakit degeneratif (Bray 1991). Oleh karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih pada orang dewasa hubungannya dengan risiko penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner. Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan klasifikasi status gizi berdasarkan Depkes (2003).

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh (kg/m2) berdasarkan Depkes (2003)

Klasifikasi Nilai IMT

Kurus sekali <17

Kurus 17.00-18.40

Normal 18.50-25.00

Gemuk 25.10-27.00

Gemuk sekali >27

Berat badan adalah faktor penentu dari tekanan darah pada banyak kelompok etnik untuk semua usia. Prevalensi dari tekanan darah tinggi pada orang dengan IMT lebih dari 30 sebesar 38% untuk pria dan 32% untuk wanita dibandingkan orang dengan IMT normal (<25) sebesar 18% untuk pria dan 17% untuk wanita. Risiko berkembangnya peningkatan tekanan darah adalah 2 sampai 6 kali lebih tinggi pada orang overweight dibandingkan orang dengan berat badan normal (Krummel 2004).

Dokumen terkait