ABSTRACT
RESTA TATIYANA. Lifestyle and Consumption Patterns of Hot Strip Mill (HSM) Factory’s Employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who Suffered from Hypertension. Under direction of FAISAL ANWAR dan CESILIA METI DWIRIANI.
Hypertension is the third caused of death after stroke and tuberculosis, which reached 6.7% of the population in all age deaths in Indonesia. A cross sectional study was conducted to determine lifestyle and consumption patterns of Hot Strip Mill (HSM) factory’s employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who suffered from hypertension. The study included 60 male subjects, that consist of 30 normotensive and 30 hypertension subject. Collecting data were included employee characteristics, lifestyles, consumption patterns, and nutritional status. The study showed that there were no differences in employee characteristics, lifestyles, and consumption patterns between the two groups of employee. However, nutritional status was significantly different between the two groups. There was no significantly relationship between employee characteristics (age and nutritional knowledge), lifestyle, adequacy of the level of energy, protein, fat, and sodium with the incidence of hypertension. There was significantly relationship between nutritional status, frequency of consumption chicken soup, lung, and liver with the incidence of hypertension. Then, obesity has a role in increasing the incidence of hypertension three times greater than normal. Overall, the subject’s lifestyles and consumption patterns were good enough. It was suggested that to increase the consumption frequency of vegetables and fruits and exercise at least 30 minutes with a frequency at least 3 times a week.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit
tidak menular cenderung mengalami peningkatan pada akhir abad 20. Penyakit
tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan
faktor risiko yang sama (common underlying risk factor). Kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64% dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan
karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, dan gagal ginjal.
Diperkirakan pada tahun 2020, kematian akibat penyakit tidak menular sebesar
73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit
jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal, dan stroke dimana faktor risiko utama
penyakit tersebut adalah hipertensi (Depkes 2007).
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di
Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan
bahwa berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 31.7%.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua jenis kategori besar yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer artinya belum
diketahui penyebabnya yang jelas. Berbagai faktor mungkin ikut andil sebagai
penyebab hipertensi primer seperti meningkatnya umur, stress psikologis, dan
hereditas (keturunan). Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya
telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya,
pemakaian oral kontraseptif untuk mencegah kehamilan, dan terganggunya
endokrin di dalam tubuh (Khomsan 2002).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang
cukup dominan di negara-negara maju. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak
boleh diabaikan. Bagi golongan masyarakat tingkat atas, hipertensi benar-benar
telah menjadi momok yang menakutkan. Masih sangat sulit untuk menyimpulkan
apa sebenarnya penyebab hipertensi. Banyak ahli yang beranggapan bahwa
hipertensi lebih tepat disebut sebagai heterogenous group of disease daripada
Dewasa ini, terjadi perubahan dalam pola makan dan gaya hidup
masyarakat Indonesia. Banyak kebiasaan makan negara maju yang telah
diadopsi oleh orang Indonesia yang dapat memperburuk keadaan status gizi.
Perubahan pola makan yang mengarah ke sajian siap santap yang tinggi lemak,
protein, dan garam tetapi rendah serat pangan dapat menyebabkan
berkembangnya penyakit seperti hipertensi.
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah.
Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-tahun kemungkinan meningkatkan
tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada
dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium
ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan arteriol berkontraksi
dan menyempit pada lingkar dalamnya (Beavers 2008). Banyak
penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT)
dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan berperan
penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Ada
dugaan bahwa meningkatnya bobot badan relatif sebesar 10% mengakibatkan
kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Krummel 2004).
Menurut Krummel (2004), penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh
kelompok umur 31-55 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. PT. Krakatau Steel
memiliki karyawan yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berumur
rata-rata di atas 30 tahun. Pabrik Hot Strip Mill (HSM) adalah salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel dimana karyawannya banyak yang menderita hipertensi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji gaya hidup dan
pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.
Tujuan Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya hidup dan
pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.
Tujuan Khusus:
1. Mengetahui karakteristik karyawan, meliputi: umur, jenis kelamin, jabatan
pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,
2. Mengetahui gaya hidup karyawan, meliputi: kebiasaan merokok,
kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan
olahraga.
3. Mengetahui pola konsumsi karyawan, meliputi: frekuensi konsumsi
pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan
natrium.
4. Mengetahui status gizi karyawan.
5. Menganalisis hubungan dan faktor risiko antara karakteristik karyawan,
gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian
hipertensi.
Hipotesis
Terdapat hubungan antara karakteristik karyawan, gaya hidup, pola
konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian hipertensi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada PT.
Krakatau Steel Cilegon tentang gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi
karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon dalam upaya peningkatan produktivitas kerja karyawannya dan juga dapat memperkaya ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang gizi dan kesehatan. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran tentang perilaku sehat yang baik dan benar bagi
penderita hipertensi sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar
frekuensi kemunculan serangan hipertensi dapat diminimalkan. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gaya hidup yang
baik kepada masyarakat umum serta dapat menjadi bahan acuan dalam
TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dari 140 mmHg
atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dari 90 mmHg ataupun keduanya.
Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “silent killer” karena tidak terdapat
tanda-tanda yang dapat dilihat dari luar selama bertahun-tahun dan kemudian
menyebabkan stroke dan serangan jantung (Krummel 2004). Hipertensi adalah
suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), sehingga sering
ditemukan secara kebetulan. Pada umumnya, hipertensi ditemukan pada saat
skrining/pemeriksaan berkala atau pada waktu berobat ke dokter untuk suatu
penyakit lain (Roesma 1989).
Hipertensi yang terjadi selama bertahun-tahun dapat menyebabkan
berbagai masalah. Usaha untuk mengukur tekanan darah secara teratur dan
mengobatinya secara efektif bertujuan untuk mencegah komplikasi. Seseorang
lebih berisiko mengalami komplikasi ini jika merokok dan membiarkan kolesterol
yang tinggi dalam darah (Beavers 2008). Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Sudoyo et al. (2007), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,
hipertensi derajat 1 dan derajat 2 yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan Darah Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prahipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160 atau 100
Sumber: JNC 7 dalam Sudoyo et al. (2007)
Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak Dapat Dikontrol Keturunan/Riwayat Keluarga
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak
kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty
2007).
Jenis Kelamin
Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon
estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon
estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty
2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai
antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi
pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai
antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL
untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah
sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar
dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan 2004).
Umur
Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80
tahun dan tekanan darah diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit
hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya
berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung
meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih
dari 60 tahun ke atas (Krummel 2004).
Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan
sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar (Armilawaty 2007).
Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dikontrol Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya,
dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada
gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk
pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang
khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989). Menurut Sangian
(2001), gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serangkaian interaksi sosial,
budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam peubah
bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling
berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga.
Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan merupakan
hasil belajar dan pengalaman sejak lahir sampai meninggal dunia. Perubahan
gaya hidup sangat sulit bila dilakukan sekaligus pada ketiga tingkatnya, yaitu
pada tingkat masyarakat, keluarga, dan perorangan. Seseorang apabila hendak
merubah gaya hidupnya akan menerima perubahan hidup itu lebih cepat jika
dipisahkan dari kerluarga dan masyarakat dan dipindahkan ke dalam keluarga
atau masyarakat yang gaya hidupnya akan ditiru (Sediaoetama 1991).
Kebiasaan Merokok
Rokok adalah racun yang bekerja lambat tetapi pasti. Sebatang rokok
mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut,
maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar,
diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene,
methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde,
arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan
lain-lain (Bangun 2008). Ketika suatu rokok dihisap, nikotin dengan seketika masuk
ke aliran darah dan menjangkau otak dalam waktu enam detik, dimana lebih dari
15% nikotin diserap. Saat nikotin menjangkau otak, sinyal kelenjar adrenal
melepaskan norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) yang meningkatkan tekanan
darah sistolik dan diastolik (Salander 1993).
Menurut Bangun (2008), nikotin yang terkandung dalam rokok
menyebabkan epinefrin dan norepinefrin dalam darah meningkat, yang
menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah berkontraksi
atau menyempit. Debar jantung yang lebih cepat akan meningkatkan kebutuhan
akan oksigen pada otot jantung. Sementara itu, persediaan oksigen jadi
menurun karena oksigen yang ada akan diikat oleh karbon monoksida yang
dihasilkan oleh rokok. Dalam hal ini, nikotin yang berperan membuat irama
jantung tidak teratur, menimbulkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah
dan menimbulkan penggumpalan darah sehingga serangan jantung
Kebiasaan Minum Kopi
Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan
naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam
kopi yang meningkatkan pelepasan hormon norepinefrin yang akan
menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga
menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan
memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat
beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada
keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan
adiposa dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas
(Wijayakusuma 2005).
Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat
merangsang sekresi corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah (Irza 2009). Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor
penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol
harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006).
Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat
perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol
3 kali per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah dan
berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg. Konsumsi alkohol seharusnya
kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada
laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan
orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1
kali minum per hari (Krummel 2004).
Kebiasaan Olahraga
Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru-paru dan
pemberian O2 ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang
berlebihan berkurang bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan
kolesterol darah total, trigliserida, dan kadar gula darah pada penderita DM,
menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani (Kusmara
1997). Dua metaanalisis menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari
pengaruh olahraga pada tekanan darah. Analisis pertama menunjukkan bahwa
berjalan kaki mengurangi tekanan darah pada orang dewasa rata-rata sebesar
aerobik menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 4 mmHg dan tekanan darah
diastolik 2 mmHg pada pasien dengan atau tanpa tekanan darah tinggi (Whelton
et al. 2002 dalam Krummel 2004).
Pola Konsumsi
Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang
biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan
yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang
(Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di
suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.
Perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan pola hidup yang tidak sehat
saat ini mempengaruhi terjadinya perubahan pola konsumsi pangan dengan
peningkatan asupan kalori terutama dari bahan pangan sumber lemak dan
karbohidrat.
Pola konsumsi pangan manusia di abad modern ini pada dasarnya
terbentuk melalui tahapan sejarah yang sangat panjang dan merupakan interaksi
dari beragam faktor pengaruh. Jenis pangan yang dikonsumsi manusia
berkembang sejalan dengan peradaban manusia (Syarief & Martianto 1991).
Pola konsumsi dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola
pangan. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi cara makan dan
kebiasaan pangan individu, tiga faktor yang terpenting adalah ketersediaan
pangan, pola sosial budaya, dan faktor pribadi (Riyadi et al. 2006). Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi pangan dapat ditinjau
dari aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Tujuan
mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat
gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan berkaitan dengan
masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal),
ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan
daerah (Hardinsyah et al 2002). Kebutuhan zat gizi akan terjamin pemenuhannya dengan cara mengkonsumsi makanan yang beragam. Konsumsi
pangan beragam akan memberikan mutu yang lebih baik daripada makanan
yang dikonsumsi secara tunggal atau masing-masing pangan yang
Konsumsi pangan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor
agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang
diproduksi di daerah lokalnya. Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau
sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan
alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita
rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi
dan pendidikan (Riyadi 1996).
Makanan dan Minuman Manis
Makanan manis biasanya identik dengan kandungan gula tinggi. Gula
merupakan karbohidrat sederhana yang mengandung indeks glikemik tinggi.
Makanan dengan indeks glikemik tinggi mudah memicu peningkatan gula darah
sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian
2004). Konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi akan menyebabkan
hiperglikemia dan dapat menurunkan level antioksidan sehingga terjadi stres
oksidatif. Efeknya yaitu pada sel endotelial, dimana merupakan tempat
berdifusinya glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi karena hiperglikemia dapat
menstimulasi produksi endotelin I yaitu substrat yang menyebabkan kontraksi
vaskuler. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi endotel dan menurunkan
kemampuan vaskuler untuk berkontraksi sehingga memicu terjadinya hipertensi
(Malgorzata et al. 2007). Makanan Asin dan Awetan
Menurut Instalasi Gizi RSCM dan AsDI (2006), natrium adalah kation
utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai fungsi menjaga
keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi
saraf dan kontraksi otot. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung
natrium yang dibutuhkan, sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium
sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6
gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).
Di dalam populasi penduduk dengan konsumsi natrium kurang dari 60
meq/hari tidak ditemukan adanya hipertensi. Tetapi konsumsi natrium yang
tinggi menyebabkan prevalensi hipertensi 9-20%. Meskipun demikian banyak
ahli yang menyangsikan pengaruh konsumsi natrium yang berlebihan ini dengan
kejadian hipertensi. Mereka mempunyai argumentasi bahwa prevalensi
peka terhadap hipertensi memang mempunyai risiko tinggi bila mengkonsumsi
natrium berlebihan. Orang-orang yang telah tua juga menjadi peka terhadap
hipertensi bukan karena genetik tetapi karena ginjalnya yang mulai tidak normal
sehingga tidak dapat mengatur kadar natrium dalam tubuh (Khomsan 2002).
Makanan Berlemak
Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-hari akan berakibat
meningkatkan tekanan darah. Dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak kurang
dari 30% total kalori (Khomsan 2002). Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh
erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya
hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,
terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan
konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran,
biji-bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah (Irza 2009).
Lemak yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh
rantai panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di
pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya
berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu kesehatan
jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rustika (2005) menunjukkan bahwa asupan lemak total sebesar 26.52% dan asam
lemak jenuh sebesar 15.54% dari energi total, dengan kontribusi tertinggi berasal
dari makanan gorengan sekitar 70%.
Jeroan
Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak
mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum,
asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak
yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap
peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh diperkirakan akan meningkatkan
2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang.
Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan semua minyak
atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan
peningkatan kadar LDL kolesterol. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu
banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh
darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis
(Almatsier 2002).
Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang
frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode
tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kelebihan metode frekuensi
makanan yaitu: relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak
membutuhkan latihan khusus, dapat membantu untuk menjelaskan hubungan
antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangannya yaitu: tidak
dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner
pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat
percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan
masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi
tinggi (Supariasa 2002).
Metode Mengingat-ingat (Food Recall Method)
Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah
bahan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui
wawancara. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan
menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat,
gelas, piring, atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya
dikonversi ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu
dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke
satuan berat (Hardinsyah et al 2002).
Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya, karena
keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun,
kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei (lebih dari
1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini
direkomendasikan untuk survei konsumsi pangan dalam rangka memperoleh
gambaran (representasi) dari populasi. Metode ini bisa digunakan untuk individu
Status gizi
Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari
ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman 2002). Status gizi adalah hasil akhir dari
keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau
lebih zat gizi esensial, status gizi lebih terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat
gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik yang
membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi
gangguan gizi (Almatsier 2002).
Status gizi pada orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan
indeks massa tubuh (IMT). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat
korelasi positif antara IMT dengan lemak tubuh dan risiko terkena penyakit
degeneratif atau risiko kematian karena penyakit degeneratif (Bray 1991). Oleh
karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih
pada orang dewasa hubungannya dengan risiko penyakit degeneratif, seperti
penyakit jantung koroner. Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan
klasifikasi status gizi berdasarkan Depkes (2003).
Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh (kg/m2) berdasarkan Depkes (2003)
Klasifikasi Nilai IMT
Kurus sekali <17
Kurus 17.00-18.40
Normal 18.50-25.00
Gemuk 25.10-27.00
Gemuk sekali >27
Berat badan adalah faktor penentu dari tekanan darah pada banyak
kelompok etnik untuk semua usia. Prevalensi dari tekanan darah tinggi pada
orang dengan IMT lebih dari 30 sebesar 38% untuk pria dan 32% untuk wanita
dibandingkan orang dengan IMT normal (<25) sebesar 18% untuk pria dan 17%
untuk wanita. Risiko berkembangnya peningkatan tekanan darah adalah 2
KERANGKA PEMIKIRAN
Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang
dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol. Kejadian hipertensi
dipengaruhi oleh karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan,
pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi), gaya
hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol,
dan kebiasaan olahraga), status gizi, dan riwayat kesehatan.
Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan,
pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi)
mempengaruhi gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi,
kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga). Semakin meningkatnya
pendapatan seseorang, biasanya akan mengubah gaya hidupnya. Pada
umumya, gaya hidup masyarakat Indonesia cenderung berubah dari urban
menjadi metropolitan. Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan
pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan
gizi) juga mempengaruhi pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan
konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium). Semakin tinggi pengetahuan
tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang
dikonsumsi, sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan
kesehatan individu (Suhardjo 1989).
Pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein,
lemak, dan natrium) mempengaruhi tingkat kecukupan energi, protein, lemak,
dan natrium. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium
mempengaruhi status gizi. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk setiap individu menghasilkan
status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya, jika konsumsi zat gizi
berlebihan atau kurang akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada
seseorang. Secara keseluruhan, hubungan antar variabel dapat dilihat pada
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti
: Hubungan yang tidak diteliti
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik
Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan dapat tercapainya
tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2011.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh
Populasi adalah seluruh karyawan yang bekerja di Pabrik HSM PT.
Krakatau Steel Cilegon. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling
dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
1. Karyawan Pabrik HSM PT. Krakatau Steel Cilegon yang terdeteksi
menderita hipertensi ataupun tidak.
2. Berumur >30 tahun.
3. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.
Pemilihan contoh didasarkan pada data medical check-up yang ada di Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup). Terdapat
30 karyawan yang menderita hipertensi dan semua karyawan tersebut diambil
untuk dijadikan contoh pada kelompok hipertensi. Pemilihan contoh untuk
kelompok normal ditentukan oleh perusahaan. Pemilihan contoh kelompok
normal ini mempertimbangkan beban kerja yang sama dengan kelompok
hipertensi sehingga dicarikan dari satu divisi yang sama. Jumlah contoh yang
digunakan sebanyak 30 karyawan pada masing-masing kelompok contoh, baik
kelompok normal maupun kelompok hipertensi sehingga total contoh sebanyak
60 karyawan.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan meliputi: karakteristik contoh (umur, jenis kelamin,
jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan
pengetahuan gizi), riwayat kesehatan contoh (riwayat keluarga/genetik, riwayat
contoh, dan obat-obatan), gaya hidup contoh (kebiasaan merokok, kebiasaan
minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga), pola
konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan
natrium), serta status gizi contoh. Data primer dikumpulkan melaui wawancara
menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung. Data sekunder yang
HSM, serta data medical check-up contoh. Data medical check-up yang digunakan adalah hasil dari medical check-up terakhir karyawan pada bulan Februari 2011. Data sekunder tersebut diperoleh dari informasi yang diberikan
oleh perusahaan. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Data Cara pengumpulan data
1. Karakteristik
3. Gaya Hidup Kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi
5. Status Gizi Berat badan dan tinggi badan. Pengukuran langsung menggunakan timbangan dan microtoise.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry, dan analisis. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara
statistik deskriptif menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan
SPSS 15.0 for Windows. Data karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,
dan pengetahuan gizi. Umur diklasifikasikan berdasarkan WNPG (2004) menjadi
2 yaitu: dewasa madya: 30-49 tahun dan dewasa akhir: 50-64 tahun. Jabatan
pekerjaan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: pimpinan dan buruh. Pimpinan
meliputi golongan General Manager, Manager, Super Intendent/Senior Engineer,
dan Supervisor/Engineer, sedangkan buruh meliputi golongan Teknisi/Foreman
dan Operator/Pelaksana. Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu:
lulus SLTA/sederajat dan lulus Perguruan Tinggi (PT).
Pengetahuan gizi. Data pengetahuan gizi contoh didapatkan dengan metode wawancara melaui kuesioner. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 20
soal pilihan berganda (multiple choice test) dengan satu pilihan jawaban yang benar. Pertanyaan tersebut terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan
gizi secara umum dan 10 pertanyaan mengenai hipertensi. Jika jawaban benar
Selanjutnya, pengetahuan gizi akan dikategorikan menjadi tiga kelompok
berdasarkan Khomsan (2000) yaitu: kurang (persentase nilai <60%), sedang
(persentase nilai 60-80%), dan baik (persentase nilai >80%).
Kebiasaan merokok. Data kebiasaan merokok didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status merokok contoh, jumlah
rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok.
Kebiasaan minum kopi. Data kebiasaan minum kopi didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status minum kopi contoh,
jumlah kopi per cangkir yang diminum sehari, dan jenis kopi yang diminum
contoh.
Kebiasaan konsumsi alkohol. Data kebiasaan konsumsi alkohol didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status
konsumsi alkohol contoh, jumlah alkohol yang dikonsumsi/minggu, dan jenis
alkohol yang dikonsumsi contoh.
Kebiasaan olahraga. Data kebiasaan olahraga didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status kebiasaan olahraga
contoh, jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga
dalam seminggu.
Frekuensi konsumsi pangan. Data frekuensi konsumsi pangan contoh didapatkan melalui metode FFQ (Food Frequency Questionnaire) mengenai konsumsi makanan sehat dan makanan berisiko (makanan dan minuman manis,
makanan asin, makanan awetan, makanan berlemak, dan jeroan) dalam satu
bulan terakhir.
Konsumsi pangan. Data konsumsi zat gizi dilakukan dengan cara recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi contoh dilihat dalam DKBM
(Daftar Komposisi Bahan Makanan) dengan menggunakan program Microsoft Excel. Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi dalam makanan adalah sebagai berikut:
Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDD/100)}
Keterangan :
Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j
Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j
Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi contoh,
maka tingkat kecukupan zat gizi dapat diketahui dengan cara membandingkan
antara konsumsi zat gizi aktual dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan
menurut AKG 2004. Rumus untuk menghitung tingkat kecukupan gizi (TKG)
adalah sebagai berikut:
Penilaian untuk tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996)
dibagi menjadi lima kategori yaitu:
1. Defisit tingkat berat : <70% AKG
2. Defisit tingkat sedang : 70-79% AKG
3. Defisit tingkat ringan : 80-89% AKG
4. Normal : 90-119% AKG
5. Kelebihan : >120% AKG
Tingkat kecukupan lemak menurut WNPG (2004) yaitu:
1. Cukup :30% kecukupan energi
2. Lebih : >30% kecukupan energi
Tingkat kecukupan natrium (WHO 1990) yaitu:
1. Cukup : 2400 mg
2. Lebih : >2400 mg
Status gizi. Data status gizi contoh dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT didapatkan dari data berat badan dan tinggi badan yang sebelumnya diukur
terlebih dahulu. IMT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Hasil IMT diklasifikasikan berdasarkan Depkes (2003) yaitu:
1. Kurus sekali : <17
2. Kurus : 17.00-18.40
3. Normal : 18.50-25.00
4. Gemuk : 25.10-27.00
5. Gemuk sekali : >27
Uji beda antara kelompok normal dan hipertensi dilakukan dengan
Perhitungan faktor risiko menggunakan rumus yang diacu dalam Chandra (2006)
sebagai berikut:
Status Gizi (IMT) Hipertensi Normal Total
Gemuk (25.00-27.00) a b m1
Normal (18.50-25.00) c d m0
Total n1 n0 t
a. Confidence Interval Odds Ratio = Upper OR (1+z/x)
= Lower OR (1+z/x)
b. Chi Square Test
c. Nilai z :
Confidence Interval Nilai z
90% 1.64
95% 1.96
99% 2.56
Keterangan:
a = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok hipertensi
b = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok normal
c = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok hipertensi
d = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok normal
n1 = Jumlah karyawan pada kelompok hipertensi
n0 = Jumlah karyawan pada kelompok normal
m1 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi gemuk
m0 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi normal
t = Total karyawan
Definisi Operasional
Contoh adalah karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon yang menderita dan tidak menderita hipertensi.
Karakteristik karyawan adalah ciri-ciri yang dimiliki karyawan meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,
pengetahuan gizi, dan riwayat kesehatan.
Umur karyawan adalah jumlah tahun lamanya karyawan hidup.
Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan per bulan baik untuk pangan maupun untuk non-pangan.
Pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang telah ditempuh oleh karyawan. Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan gizi karyawan yang diperoleh
secara formal maupun informal.
Gaya hidup menggambarkan kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga karyawan.
Kebiasaan merokok adalah pola merokok karyawan yang hasilnya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.
Kebiasaan konsumsi alkohol adalah jumlah atau volume dan jenis alkohol yang dikonsumsi oleh karyawan.
Kebiasaan minum kopi adalah jumlah atau volume dan jenis kopi yang dikonsumsi oleh karyawan.
Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga dalam
seminggu.
Pola konsumsi pangan adalah mengenai frekuensi konsumsi pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium
karyawan.
Frekuensi konsumsi pangan adalah frekuensi karyawan mengkonsumsi makanan sehat dan makanan berisiko dalam satu bulan terakhir.
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh karyawan pada waktu dan kondisi tertentu selama 2x24 jam (dengan
metode recall).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Perusahaan PT. Krakatau Steel
PT. Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon merupakan industri
pengolahan baja terbesar di Indonesia. Hierarki karyawan membagi tingkatan
karyawan menjadi enam golongan, diantaranya yaitu: Golongan A (General
Manager), golongan B (Manager), golongan C (Super Intendent/Senior
Engineer), golongan D (Supervisor/Engineer), golongan E (Teknisi/Foreman),
dan golongan F (Operator/Pelaksana). Waktu kerja PT. Krakatau Steel
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu waktu kerja non shift dan shift. Sistem
non shift menganut sistem 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu senin sampai
jumat dari pukul 07.30-16.30 WIB, dengan waktu istirahat pukul 12.00-12.30
WIB. Karyawan shift diatur kerjanya secara bergiliran dalam 24 jam kerja
dengan pembagian waktu kerja terdiri dari tiap shift. Masing-masing shift bekerja
selama 8 jam. Sistem kerja ini dilakukan oleh 4 tim shift. Jadi, tiga tim shift
bekerja pada saat itu, sedangkan satu shift yang lain libur. Sistem ini dibagi
dalam 3 waktu shift, yaitu: Shift 1: pukul 22.00-06.00 WIB, shift 2: pukul
06.00-14.00 WIB, dan shift 3: pukul 06.00-14.00-22.00 WIB.
Makan siang mayoritas karyawan dilakukan di kantin, karena PT.
Krakatau Steel tidak menyelenggarakan kegiatan penyelenggaraan makanan.
Kantin tersebut menyediakan makanan seperti nasi padang, nasi timbel, dan
gado-gado. Namun, mayoritas karyawan lebih suka membeli nasi padang yang
banyak mengandung lemak dibandingkan makanan lain yang lebih sehat.
PT. Karakatu Steel telah melakukan penyuluhan tentang kesehatan secara
umum yang dilakukan oleh Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan
Lingkungan Hidup), namun belum melakukan penyuluhan mengenai gizi.
Profil Pabrik Hot Strip Mill
Pabrik HSM merupakan salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel
dalam usaha perluasan produk pabrik baja terbesar di Indonesia. Pabrik ini
dibangun pada tanggal 15 September 1979, kemudian diperluas pada tahun
1982 serta diresmikan pada tanggal 24 Februari 1983 oleh Presiden Soeharto
yang sekaligus mulai dioperasikan dengan kapasitas produksi 1 juta ton per
tahun. Pabrik HSM dibagi menjadi dua divisi dimana masing-masing divisi
mempunyai tanggung jawab kepada sub direktorat produksi dan perawatan.
Pabrik HSM memiliki 2 jenis hasil produksi yaitu: coil dan strip. Coil
ketebalan antara 2-25 mm, sedangkan strip adalah jenis lain dari coil, pada dasarnya merupakan strip yang telah dipotong sesuai dengan pasaran. Jadi,
strip masih berbentuk lembaran baja dengan ketebalan tertentu yang telah siap dikirim.
Karakteristik Karyawan
Semua karyawan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki.
Berdasarkan data medical check-up, kelompok normal memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 116.4 ± 4.8 mmHg dan diastolik sebesar 79.1 ± 3.3 mmHg,
sedangkan kelompok hipertensi memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar
150.2 ± 14.4 mmHg dan diastolik sebesar 96.6 ± 12.9 mmHg yang berdasarkan
JNC 7 termasuk kategori hipertensi derajat 1. Sebaran karakteristik karyawan
pada kelompok normal dan hipertensi dapat dilihat pada Tabel 4berikut ini.
Tabel 4 Sebaran karakteristik karyawan pada kelompok normal dan hipertensi
Karakteristik Karyawan Normal Hipertensi Total Uji Beda
n % n % n %
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa mayoritas karyawan pada
kelompok normal (73.3%) maupun kelompok hipertensi (63.3%) berada pada
kelompok umur dewasa madya yaitu 30 sampai 49 tahun. Sisanya pada
kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (36.7%) berada dalam kelompok umur
Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan umur yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.
Tabel 4 menunujukkan mayoritas karyawan pada kelompok normal
(83.3%) dan hipertensi (66.7%) mempunyai jabatan sebagai buruh, sedangkan
sisanya sebesar 16.7% pada kelompok normal dan 33.3% pada kelompok
hipertensi menjabat sebagai pimpinan. Hasil uji beda dengan menggunakan
Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan jabatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.
Pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi
seseorang. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat
responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam
pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2002). Secara umum, tingkat
pendidikan pada kelompok normal (80%) dan kelomok hipertensi (70%)
merupakan lulusan SLTA/sederajat. Sisanya sebesar 20% pada kelompok
normal dan 30% pada kelompok hipertensi merupakan lulusan perguruan tinggi.
Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal
dengan kelompok hipertensi.
Berdasarkan Tabel 4 yang disajikan, paling banyak karyawan pada
kelompok normal berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta (33.3%).
Kemudian karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten
memiliki persentase sebesar 30%. Karyawan yang lainnya berasal dari daerah
Jawa Timur (26.7%), Sumatera (6.7%), dan Papua (3.3%). Kelompok hipertensi,
paling banyak karyawan berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten
(33.3%). Karyawan yang berasal dari daerah Jawa Timur sebesar 30%.
Kemudian, karyawan yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta
memiliki persentase sebesar 26.7% dan sisanya berasal dari daerah Sumatera
(10%).
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata hipertensi tidak hanya dialami oleh
karyawan yang berasal dari daerah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan
tinggi lemak saja (seperti daerah Sumatera), tetapi dialami oleh karyawan yang
berasal dari daerah lain seperti Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Hal ini diduga
karena karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten juga
memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak sehingga mereka
Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga.
Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas
makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar
peluang untuk memilih pangan yang baik. Dengan meningkatnya pendapatan
perorangan, maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan
(Suhardjo 1989). Rata-rata pendapatan karyawan pada kelompok normal
sebesar Rp. 5 380 000 ± 1 994 198 perbulan, sedangkan pada kelompok
hipertensi sebesar Rp. 5 663 333 ± 3 434 860 perbulan. Selang pendapatan
perbulan kelompok normal sebesar Rp. 2 900 000 - Rp. 10 000 000, sedangkan
kelompok hipertensi sebesar Rp. 3 000 000 - Rp. 20 000 000. Hasil uji beda
menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan pendapatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok
hipertensi.
Rata-rata pengeluaran pangan karyawan pada kelompok normal sebesar
Rp. 2 345 000 ± 737 464 perbulan, sedangkan pada kelompok hipertensi
sebesar Rp. 2 356 667 ± 1 110 975 perbulan. Rata-rata pengeluaran nonpangan
karyawan pada kelompok normal sebesar Rp. 1 948 333 ± 1 068 231 perbulan,
sedangkan pada kelompok hipertensi sebesar Rp. 2 173 333 ± 1 422 463
perbulan. Pengeluaran pangan perbulan karyawan pada kelompok normal dan
hipertensi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran nonpangan, hal ini
diduga karena kebutuhan nonpangan seperti kesehatan dan transportasi dibiayai
oleh perusahaan.
Pengetahuan Gizi Karyawan
Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan
zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan
sehingga tidak menimbulkan penyakit, serta cara mengolah makanan agar zat
gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Pengetahuan
yang diperoleh sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang.
Kurangnya pengetahuan tentang gizi untuk menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari dapat menyebabkan gangguan gizi (Suhardjo 2003). Sebaran contoh
berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi
Topik No Pertanyaan Normal Hipertensi Total
n % n % n %
10 Akibat kekurangan makanan
sumber zat besi 20 66.7 20 66.7 40 66.7
20 Faktor penyebab hipertensi
yang dapat dikontrol 29 96.7 29 96.7 58 96.7
Tabel 5 menunjukkan persentase contoh yang dapat menjawab benar
untuk setiap pertanyaan pengetahuan gizi. Secara umum dapat dilihat bahwa
karyawan pada kelompok hipertensi dapat menjawab benar pertanyaan lebih
banyak dibandingkan kelompok normal. Terdapat 16 pertanyaan yang dapat
dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% karyawan pada kelompok hipertensi.
Pertanyaan tersebut meliputi: Makanan 4 sehat 5 sempurna, pangan sumber
karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya dikonsumsi,
makanan yang mengandung kalsium, penyakit akibat terlalu banyak
mengkonsumsi jeroan, fungsi serat, pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang
penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang dapat memicu
hipertensi, makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman
yang dapat memicu hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat
dikontrol. Hal ini menunjukkan sebagian besar karyawan pada kelompok
hipertensi memahami pertanyaan yang diberikan dan mampu menjawab dengan
benar. Terdapat 13 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari
75% karyawan pada kelompok normal, yaitu: Makanan 4 sehat 5 sempurna,
pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya
dikonsumsi, penyakit akibat terlalu banyak mengkonsumsi jeroan, fungsi serat,
pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang yang tidak terkontrol, makanan yang
boleh dikonsumsi penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang
tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman yang dapat memicu
hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol.
Pertanyaan tentang gizi secara umum yang paling banyak dijawab benar
pada kelompok normal dan hipertensi yaitu pertanyaan mengenai pangan
sumber karbohidrat, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah
adalah pertanyaan mengenai makanan yang beragam. Kemudian, pertanyaan
tentang hipertensi yang paling banyak dijawab benar pada kelompok normal dan
hipertensi yaitu pertanyaan mengenai makanan yang tidak boleh dikonsumsi
penderita hipertensi dan minuman yang dapat memicu hipertensi, sedangkan
pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan mengenai zat
gizi yang dapat membantu melawan hipertensi.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pertanyaan tentang gizi secara umum
dan pertanyaan tentang hipertensi paling banyak dijawab benar oleh kelompok
hipertensi berturut-turut sebesar 79.3% dan 85.7%, sedangkan pada kelompok
normal yang menjawab benar untuk pertanyaan tentang gizi secara umum dan
pertanyaan tentang hipertensi berturut-turut sebesar 74.3% dan 78%. Hal ini
diduga karena kelompok hipertensi lebih banyak mendapatkan informasi tentang
gizi dan hipertensi dari dokter maupun media informasi lainnya. Hal ini dilakukan
karena karyawan memiliki keingintahuan yang tinggi tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan penyakitnya. Selengkapnya, sebaran karyawan
berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar
Gambar 2 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar
Berdasarkan Tabel 6 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok
normal (50%) dan hipertensi (56.7%) memiliki pengetahuan gizi sedang.
Karyawan dengan pengetahuan gizi baik memiliki persentase yang sama baik
pada kelompok normal maupun kelompok hipertensi yaitu sebesar 43.3%,
sedangkan karyawan dengan pengetahuan gizi kurang hanya terdapat pada
kelompok normal (6.7%). Hasil uji beda dengan menggunakan Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.
Selengkapnya, sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan
hipertensi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan hipertensi
Pengetahuan Gizi
Normal Hipertensi Total
Uji Beda
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang tua
dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat 0
Sebaran Contoh yang Menjawab dengan Benar
Normal
hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan
riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty 2007). Sebaran karyawan dengan
riwayat keluarga hipertensi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7 Sebaran karyawan dengan riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal dan hipertensi
Riwayat Keluarga
Normal Hipertensi Total
Uji Beda
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa karyawan yang memiliki riwayat
keluarga hipertensi pada kelompok hipertensi (53.3%) lebih banyak dibandingkan
dengan kelompok normal (30%). Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki
riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal (70%) lebih banyak
dibandingkan dengan kelompok hipertensi (46.7%). Riwayat keluarga hipertensi
tersebut pada kelompok normal dan hipertensi berasal dari kedua orang tua,
ayah saja, ibu saja, dan juga nenek. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan riwayat keluarga hipertensi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.
Tabel 8 Tabulasi silang umur dengan lama menderita hipertensi
Lama Menderita
Lamanya karyawan menderita hipertensi dibagi ke dalam 3 kategori yaitu
<5 tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari
separuh karyawan pada kelompok umur dewasa madya (57.9%) dan kelompok
dewasa akhir (63.6%) telah menderita hipertensi sejak <5 tahun yang lalu.
Kemudian, sisanya karyawan pada kelompok dewasa madya menderita
hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu dan 10 tahun yang lalu memiliki persentase
yang sama yaitu sebesar 21.1%. Karyawan pada kelompok dewasa akhir yang
menderita hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu sebesar 27.3%, sedangkan
karyawan yang menderita hipertensi >10 tahun yang lalu memiliki persentase
Semua obat-obatan yang berfungsi menurunkan tekanan darah rata-rata
sama efektifnya. Obat-obatan tersebut menurunkan tekanan darah sistolik 10-15
mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 6-8 mmHg. Setiap orang bereaksi
terhadap obat-obatan tersebut secara berbeda (Beavers 2008). Sebaran
karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat disajikan pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9 Sebaran karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat
Konsumsi Obat Hipertensi
n %
Ya 8 26.7
Tidak 22 73.3
Total 30 100
Berdasarkan Tabel 9 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok
hipertensi (73.3%) tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu, hanya 26.7%
karyawan pada kelompok ini yang menkonsumsi obat-obatan. Jenis obat yang
biasa dikonsumsi yaitu: Hyperil, Captopril, Exforge HCT, dan Tensivask.
Mayoritas karyawan mengkonsumsi obat-obatan tersebut sejak satu tahun yang
lalu dengan frekuensi konsumsi obat satu kali/hari.
Hyperil dan Captopril merupakan obat golongan ACEI (Agiotensin Converting Enzyme Inhibitor) yang merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin
aldosteron. FDA (Food and Drug Administration) pada bulan Mei 2009 telah memberikan persetujuan terhadap obat antihipertensi dengan nama dagang
Exforge HCT, yang merupakan gabungan dari obat antihipertensi
hydrochlorothiazide (diuretik) dengan valsartan (angiotensin receptor blocker, ARB), dan amlodipine (calcium-channel blocker, CCB) di dalam satu tablet, sedangkan Tensivask hanya mengandung amlodipine (Anonim 2009).
Mayoritas karyawan yang menderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat
untuk mengontrol tekanan darahnya. Berdasarkan hasil wawancara, karyawan
tidak mau mengkonsumsi obat karena mereka takut ginjalnya akan rusak
sehingga ada beberapa karyawan yang mengkonsumsi obat herbal untuk
mengontrol tekanan darahnya. Menurut Beavers (2008), apabila seseorang
menderita hipertensi tetapi tidak mengkonsumsi obat, maka akibatnya mungkin
suatu hari akan mengalami salah satu komplikasi hipertensi seperti serangan
jantung atau stroke. Selain itu, dapat mengakibatkan tekanan darah yang sangat
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya,
dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada
gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk
pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang
atau sekelompok orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif)
khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).
Kebiasaan Merokok
Rokok adalah racun yang bekerja lambat tapi pasti. Sebatang rokok
mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut,
maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar,
diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene,
methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde,
arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan
lain-lain (Bangun 2008). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada
kelompok normal dan hipertensi disajikan pada Tabel 10 berikut ini.
Tabel 10 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada kelompok normal dan hipertensi
Kebiasaan Merokok
Normal Hipertensi Total
Uji Beda
n % n % n %
Ya 14 46.7 10 33.3 24 40
p=0.296
Tidak 16 53.3 20 66.7 36 60
Total 30 100 30 100 60 100
Berdasarkan Tabel 10 yang disajikan di atas, mayoritas karyawan pada
kelompok normal (53.3%) dan kelompok hipertensi (66.7%) memiliki kebiasaan
tidak merokok. Sebesar 46.7% karyawan pada kelompok normal memiliki
kebiasaan merokok sedangkan pada kelompok hipertensi hanya 33.3%
karyawan yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil uji beda dengan
menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan merokok yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok
hipertensi. Berdasarkan penelitian Anggraini et al. (2009), probabilitas untuk terjadinya hipertensi pada kebiasaan merokok sekitar 14 kali lebih tinggi
Tabel 11 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi pada kelompok normal dan hipertensi
Kebiasaan Merokok Normal Hipertensi Total
n % n % n %
Jumlah Rokok yang Dikonsumsi
Rendah (1-9 batang) 5 35.7 1 10 6 25
Sedang (10-19 batang) 8 57.1 8 80 16 66.7
Berat (20 batang) 1 7.1 1 10 2 8.3
Total 14 100 10 100 24 100
Jenis Rokok
Rokok Kretek 4 28.6 4 40 8 33.3
Rokok Kretek Filter 9 64.3 6 60 15 62.5
Rokok Kretek dan Filter 1 7.1 0 0 1 4.2
Total 14 100 10 100 24 100
Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dikonsumsi oleh
mayoritas karyawan yang memiliki kebiasaan merokok pada kelompok normal
(57.1%) dan kelompok hipertensi (80%), termasuk dalam kategori sedang yaitu
10 sampai 19 batang perhari. Sebesar 35.7% kelompok normal dan 10%
kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok dalam kategori rendah (1-9 batang
perhari). Kemudian, hanya 7.1% kelompok normal dan 10% kelompok hipertensi
yang mengkonsumsi rokok dalam kategori berat yaitu 20 batang perhari.
Menurut Martini dan Hendrati (2004), jumlah rokok yang dihisap 10-20 batang
perhari menunjukkan perbedaan risiko hipertensi 3.02 lebih besar dibandingkan
jumlah rokok yang dihisap <10 batang perhari.
Mayoritas karyawan pada kelompok normal (64.3%) dan hipertensi (60%)
mengkonsumsi rokok jenis kretek filter. Sebesar 28.6% kelompok normal dan
40% kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok jenis kretek. Hanya 7.1% pada
kelompok normal yang mengkonsumsi rokok jenis kretek dan filter. Zat-zat kimia
yang terkandung pada jenis rokok kretek dan filter adalah sama. Rokok kretek
tidak memiliki filter yang berfungsi manyaring asap. Namun, hal tersebut juga
tidak menjadikan rokok filter aman untuk dikonsumsi karena filter yang digunakan
pada rokok tidak berfungsi menghilangkan zat berbahaya yang terkandung
dalam asap rokok, hanya mengurangi jumlah yang dapat masuk ke dalam tubuh
saja (Terry & Rohan 2002).
Kebiasaan Minum Kopi
Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan
naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam
menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga
menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan
memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat
beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada
keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan
adipose dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas
(Wijayakusuma 2005). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan konsumsi
kopi disajikan pada Tabel 12 berikut ini.
Tabel 12 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan minum kopi pada kelompok normal dan hipertensi
Kebiasaan Minum Kopi
Normal Hipertensi Total
Uji Beda
n % n % n %
Ya 15 50 10 33.3 25 41.7
p=0.194
Tidak 15 50 20 66.7 35 58.3
Total 30 100 30 100 60 100
Berdasarkan Tabel 12 yang disajikan di atas, karyawan pada kelompok
normal yang memiliki kebiasaan minum kopi dan yang tidak memiliki kebiasaan
minum kopi mempunyai proporsi yang sama (50%), sedangkan pada kelompok
hipertensi, mayoritas karyawan (66.7%) tidak memiliki kebiasaan minum kopi.
Karyawan yang memiliki kebiasaan minum kopi pada kelompok normal (50%)
lebih banyak dibandingkan dengan kelompok hipertensi (33.3%). Hasil uji beda
dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan
kelompok hipertensi.
Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan pada kelompok
normal (93.3%) dan kelompok hipertensi (80%) minum kopi dalam jumlah <3
cangkir/hari, sedangkan sisanya pada kelompok normal (6.7%) dan kelompok
hipertensi (20%) minum kopi dalam jumlah 3-6 cangkir/hari. Jenis kopi yang
biasa diminum pada kelompok normal (46.7%) dan kelompok hipertensi (60%)
adalah kopi instant, hal ini diduga karena kopi instant sangat praktis. Kemudian,
sisanya pada kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (20%) tersebut meminum
jenis kopi hitam bubuk dan kopi susu. Selengkapnya sebaran karyawan
berdasarkan jumlah dan jenis kopi yang diminum pada kelompok normal dan