• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup dan Pola Konsumsi Penderita Hipertensi Karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Hidup dan Pola Konsumsi Penderita Hipertensi Karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RESTA TATIYANA. Lifestyle and Consumption Patterns of Hot Strip Mill (HSM) Factory’s Employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who Suffered from Hypertension. Under direction of FAISAL ANWAR dan CESILIA METI DWIRIANI.

Hypertension is the third caused of death after stroke and tuberculosis, which reached 6.7% of the population in all age deaths in Indonesia. A cross sectional study was conducted to determine lifestyle and consumption patterns of Hot Strip Mill (HSM) factory’s employees in PT. Krakatau Steel Cilegon who suffered from hypertension. The study included 60 male subjects, that consist of 30 normotensive and 30 hypertension subject. Collecting data were included employee characteristics, lifestyles, consumption patterns, and nutritional status. The study showed that there were no differences in employee characteristics, lifestyles, and consumption patterns between the two groups of employee. However, nutritional status was significantly different between the two groups. There was no significantly relationship between employee characteristics (age and nutritional knowledge), lifestyle, adequacy of the level of energy, protein, fat, and sodium with the incidence of hypertension. There was significantly relationship between nutritional status, frequency of consumption chicken soup, lung, and liver with the incidence of hypertension. Then, obesity has a role in increasing the incidence of hypertension three times greater than normal. Overall, the subject’s lifestyles and consumption patterns were good enough. It was suggested that to increase the consumption frequency of vegetables and fruits and exercise at least 30 minutes with a frequency at least 3 times a week.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit

tidak menular cenderung mengalami peningkatan pada akhir abad 20. Penyakit

tidak menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan

faktor risiko yang sama (common underlying risk factor). Kematian akibat penyakit tidak menular yaitu 64% dari seluruh kematian dimana 60% disebabkan

karena penyakit jantung dan pembuluh darah, stroke, dan gagal ginjal.

Diperkirakan pada tahun 2020, kematian akibat penyakit tidak menular sebesar

73% dari seluruh kematian di dunia dan sebanyak 66% diakibatkan penyakit

jantung dan pembuluh darah, gagal ginjal, dan stroke dimana faktor risiko utama

penyakit tersebut adalah hipertensi (Depkes 2007).

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan

tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di

Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang

menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan

bahwa berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada

penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia sebesar 31.7%.

Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua jenis kategori besar yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer artinya belum

diketahui penyebabnya yang jelas. Berbagai faktor mungkin ikut andil sebagai

penyebab hipertensi primer seperti meningkatnya umur, stress psikologis, dan

hereditas (keturunan). Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya

telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya,

pemakaian oral kontraseptif untuk mencegah kehamilan, dan terganggunya

endokrin di dalam tubuh (Khomsan 2002).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan yang

cukup dominan di negara-negara maju. Di Indonesia, ancaman hipertensi tidak

boleh diabaikan. Bagi golongan masyarakat tingkat atas, hipertensi benar-benar

telah menjadi momok yang menakutkan. Masih sangat sulit untuk menyimpulkan

apa sebenarnya penyebab hipertensi. Banyak ahli yang beranggapan bahwa

hipertensi lebih tepat disebut sebagai heterogenous group of disease daripada

(3)

Dewasa ini, terjadi perubahan dalam pola makan dan gaya hidup

masyarakat Indonesia. Banyak kebiasaan makan negara maju yang telah

diadopsi oleh orang Indonesia yang dapat memperburuk keadaan status gizi.

Perubahan pola makan yang mengarah ke sajian siap santap yang tinggi lemak,

protein, dan garam tetapi rendah serat pangan dapat menyebabkan

berkembangnya penyakit seperti hipertensi.

Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah.

Konsumsi garam yang tinggi selama bertahun-tahun kemungkinan meningkatkan

tekanan darah karena meningkatkan kadar sodium dalam sel-sel otot halus pada

dinding arteriol. Kadar sodium yang tinggi ini memudahkan masuknya kalsium

ke dalam sel-sel tersebut. Hal ini kemudian menyebabkan arteriol berkontraksi

dan menyempit pada lingkar dalamnya (Beavers 2008). Banyak

penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT)

dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan berperan

penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Ada

dugaan bahwa meningkatnya bobot badan relatif sebesar 10% mengakibatkan

kenaikan tekanan darah 7 mmHg (Krummel 2004).

Menurut Krummel (2004), penyakit hipertensi paling banyak dialami oleh

kelompok umur 31-55 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. PT. Krakatau Steel

memiliki karyawan yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki dan berumur

rata-rata di atas 30 tahun. Pabrik Hot Strip Mill (HSM) adalah salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel dimana karyawannya banyak yang menderita hipertensi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji gaya hidup dan

pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.

Tujuan Tujuan Umum:

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gaya hidup dan

pola konsumsi penderita hipertensi karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon.

Tujuan Khusus:

1. Mengetahui karakteristik karyawan, meliputi: umur, jenis kelamin, jabatan

pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,

(4)

2. Mengetahui gaya hidup karyawan, meliputi: kebiasaan merokok,

kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan

olahraga.

3. Mengetahui pola konsumsi karyawan, meliputi: frekuensi konsumsi

pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan

natrium.

4. Mengetahui status gizi karyawan.

5. Menganalisis hubungan dan faktor risiko antara karakteristik karyawan,

gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian

hipertensi.

Hipotesis

Terdapat hubungan antara karakteristik karyawan, gaya hidup, pola

konsumsi, dan status gizi karyawan dengan kejadian hipertensi.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada PT.

Krakatau Steel Cilegon tentang gaya hidup, pola konsumsi, dan status gizi

karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon dalam upaya peningkatan produktivitas kerja karyawannya dan juga dapat memperkaya ilmu

pengetahuan, khususnya di bidang gizi dan kesehatan. Penelitian ini diharapkan

dapat memberikan gambaran tentang perilaku sehat yang baik dan benar bagi

penderita hipertensi sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar

frekuensi kemunculan serangan hipertensi dapat diminimalkan. Selain itu,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gaya hidup yang

baik kepada masyarakat umum serta dapat menjadi bahan acuan dalam

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik yang lebih tinggi dari 140 mmHg

atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi dari 90 mmHg ataupun keduanya.

Penyakit hipertensi juga disebut sebagai “silent killer” karena tidak terdapat

tanda-tanda yang dapat dilihat dari luar selama bertahun-tahun dan kemudian

menyebabkan stroke dan serangan jantung (Krummel 2004). Hipertensi adalah

suatu penyakit yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik), sehingga sering

ditemukan secara kebetulan. Pada umumnya, hipertensi ditemukan pada saat

skrining/pemeriksaan berkala atau pada waktu berobat ke dokter untuk suatu

penyakit lain (Roesma 1989).

Hipertensi yang terjadi selama bertahun-tahun dapat menyebabkan

berbagai masalah. Usaha untuk mengukur tekanan darah secara teratur dan

mengobatinya secara efektif bertujuan untuk mencegah komplikasi. Seseorang

lebih berisiko mengalami komplikasi ini jika merokok dan membiarkan kolesterol

yang tinggi dalam darah (Beavers 2008). Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) dalam Sudoyo et al. (2007), klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi,

hipertensi derajat 1 dan derajat 2 yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80

Prahipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ൒160 atau ൒100

Sumber: JNC 7 dalam Sudoyo et al. (2007)

Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak Dapat Dikontrol Keturunan/Riwayat Keluarga

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium

terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai

risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak

(6)

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty

2007).

Jenis Kelamin

Penyakit hipertensi cenderung lebih rendah pada jenis kelamin

perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut disebabkan oleh hormon

estrogen yang dapat melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler. Hormon

estrogen ini kadarnya akan semakin menurun setelah menopause (Armilawaty

2007). Selain sebagai hormon pada wanita, estrogen juga berfungsi sebagai

antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi

pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai

antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL

untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain adalah

sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi lancar

dan jantung memperoleh suplai oksigen yang cukup (Khomsan 2004).

Umur

Sejalan dengan bertambahnya umur, hampir setiap orang mengalami

kenaikan tekanan darah. Tekanan darah sistolik terus meningkat sampai usia 80

tahun dan tekanan darah diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,

kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Penyakit

hipertensi paling banyak dialami oleh kelompok umur 31-55 tahun dan umumnya

berkembang pada saat umur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung

meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40 tahun bahkan pada usia lebih

dari 60 tahun ke atas (Krummel 2004).

Etnis

Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam daripada yang

berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Namun, pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan

sensitivitas terhadap vasopressin lebih besar (Armilawaty 2007).

Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dikontrol Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya,

dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada

gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk

pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang

(7)

khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989). Menurut Sangian

(2001), gaya hidup adalah hasil penyaringan dari serangkaian interaksi sosial,

budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan hasil pengaruh beragam peubah

bebas yang terjadi di dalam keluarga atau rumah tangga. Berbagai faktor saling

berkaitan dan berpengaruh terhadap individu dalam keluarga.

Gaya hidup merupakan bagian dari manifestasi budaya dan merupakan

hasil belajar dan pengalaman sejak lahir sampai meninggal dunia. Perubahan

gaya hidup sangat sulit bila dilakukan sekaligus pada ketiga tingkatnya, yaitu

pada tingkat masyarakat, keluarga, dan perorangan. Seseorang apabila hendak

merubah gaya hidupnya akan menerima perubahan hidup itu lebih cepat jika

dipisahkan dari kerluarga dan masyarakat dan dipindahkan ke dalam keluarga

atau masyarakat yang gaya hidupnya akan ditiru (Sediaoetama 1991).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah racun yang bekerja lambat tetapi pasti. Sebatang rokok

mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut,

maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar,

diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene,

methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde,

arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan

lain-lain (Bangun 2008). Ketika suatu rokok dihisap, nikotin dengan seketika masuk

ke aliran darah dan menjangkau otak dalam waktu enam detik, dimana lebih dari

15% nikotin diserap. Saat nikotin menjangkau otak, sinyal kelenjar adrenal

melepaskan norepinefrin dan epinefrin (adrenalin) yang meningkatkan tekanan

darah sistolik dan diastolik (Salander 1993).

Menurut Bangun (2008), nikotin yang terkandung dalam rokok

menyebabkan epinefrin dan norepinefrin dalam darah meningkat, yang

menyebabkan jantung berdebar lebih cepat dan pembuluh darah berkontraksi

atau menyempit. Debar jantung yang lebih cepat akan meningkatkan kebutuhan

akan oksigen pada otot jantung. Sementara itu, persediaan oksigen jadi

menurun karena oksigen yang ada akan diikat oleh karbon monoksida yang

dihasilkan oleh rokok. Dalam hal ini, nikotin yang berperan membuat irama

jantung tidak teratur, menimbulkan kerusakan lapisan dalam pembuluh darah

dan menimbulkan penggumpalan darah sehingga serangan jantung

(8)

Kebiasaan Minum Kopi

Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan

naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam

kopi yang meningkatkan pelepasan hormon norepinefrin yang akan

menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga

menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan

memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat

beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada

keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan

adiposa dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas

(Wijayakusuma 2005).

Kebiasaan Konsumsi Alkohol

Alkohol bersifat meningkatkan aktivitas saraf simpatis karena dapat

merangsang sekresi corticotropin releasing hormone (CRH) yang berujung pada peningkatan tekanan darah (Irza 2009). Konsumsi alkohol diakui sebagai faktor

penting yang berhubungan dengan tekanan darah. Kebiasaan konsumsi alkohol

harus dihilangkan untuk menghindari peningkatan tekanan darah (Hartono 2006).

Jika dibandingkan dengan orang yang bukan peminum alkohol, maka terdapat

perbedaan yang signifikan dalam hal tingginya tekanan darah. Konsumsi alkohol

3 kali per hari dapat menjadi pencetus meningkatnya tekanan darah dan

berhubungan dengan peningkatan 3 mmHg. Konsumsi alkohol seharusnya

kurang dari 2 kali per hari (24 oz bir, 10 oz wine, atau 2 oz whiskey murni) pada

laki-laki untuk pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi perempuan dan

orang yang memiliki berat badan berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1

kali minum per hari (Krummel 2004).

Kebiasaan Olahraga

Olahraga bermanfaat karena memperbaiki fungsi paru-paru dan

pemberian O2 ke miokard, menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang

berlebihan berkurang bersamaan dengan menurunnya LDL, menurunkan

kolesterol darah total, trigliserida, dan kadar gula darah pada penderita DM,

menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kesegaran jasmani (Kusmara

1997). Dua metaanalisis menunjukkan bahwa terdapat keuntungan dari

pengaruh olahraga pada tekanan darah. Analisis pertama menunjukkan bahwa

berjalan kaki mengurangi tekanan darah pada orang dewasa rata-rata sebesar

(9)

aerobik menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 4 mmHg dan tekanan darah

diastolik 2 mmHg pada pasien dengan atau tanpa tekanan darah tinggi (Whelton

et al. 2002 dalam Krummel 2004).

Pola Konsumsi

Pola konsumsi pangan adalah jenis dan frekuensi beragam pangan yang

biasa dikonsumsi, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan

yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang

(Suhardjo 1996). Sanjur (1982) menyatakan jumlah pangan yang tersedia di

suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan.

Perkembangan teknologi yang pesat dan perubahan pola hidup yang tidak sehat

saat ini mempengaruhi terjadinya perubahan pola konsumsi pangan dengan

peningkatan asupan kalori terutama dari bahan pangan sumber lemak dan

karbohidrat.

Pola konsumsi pangan manusia di abad modern ini pada dasarnya

terbentuk melalui tahapan sejarah yang sangat panjang dan merupakan interaksi

dari beragam faktor pengaruh. Jenis pangan yang dikonsumsi manusia

berkembang sejalan dengan peradaban manusia (Syarief & Martianto 1991).

Pola konsumsi dinamakan pula kebiasaan makan, kebiasaan pangan atau pola

pangan. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi cara makan dan

kebiasaan pangan individu, tiga faktor yang terpenting adalah ketersediaan

pangan, pola sosial budaya, dan faktor pribadi (Riyadi et al. 2006). Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan

yang dikonsumsi (dimakan) oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu

tertentu. Batasan ini menunjukkan bahwa telaah konsumsi pangan dapat ditinjau

dari aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Tujuan

mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat

gizi tertentu yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan berkaitan dengan

masalah gizi dan kesehatan, masalah pengupahan (kebutuhan hidup minimal),

ukuran kemiskinan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan

daerah (Hardinsyah et al 2002). Kebutuhan zat gizi akan terjamin pemenuhannya dengan cara mengkonsumsi makanan yang beragam. Konsumsi

pangan beragam akan memberikan mutu yang lebih baik daripada makanan

yang dikonsumsi secara tunggal atau masing-masing pangan yang

(10)

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh keberadaan faktor-faktor

agroekosistem, dimana orang mengkonsumsi pangan tergantung pada apa yang

diproduksi di daerah lokalnya. Pangan dikonsumsi oleh seseorang atau

sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau, faktor sosial dan

alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis

pangan yang dikonsumsi adalah rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita

rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi

dan pendidikan (Riyadi 1996).

Makanan dan Minuman Manis

Makanan manis biasanya identik dengan kandungan gula tinggi. Gula

merupakan karbohidrat sederhana yang mengandung indeks glikemik tinggi.

Makanan dengan indeks glikemik tinggi mudah memicu peningkatan gula darah

sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat (Rimbawan dan Siagian

2004). Konsumsi makanan dengan indeks glikemik tinggi akan menyebabkan

hiperglikemia dan dapat menurunkan level antioksidan sehingga terjadi stres

oksidatif. Efeknya yaitu pada sel endotelial, dimana merupakan tempat

berdifusinya glukosa. Konsentrasi insulin yang tinggi karena hiperglikemia dapat

menstimulasi produksi endotelin I yaitu substrat yang menyebabkan kontraksi

vaskuler. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi endotel dan menurunkan

kemampuan vaskuler untuk berkontraksi sehingga memicu terjadinya hipertensi

(Malgorzata et al. 2007). Makanan Asin dan Awetan

Menurut Instalasi Gizi RSCM dan AsDI (2006), natrium adalah kation

utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang mempunyai fungsi menjaga

keseimbangan cairan dan asam basa tubuh, serta berperan dalam transmisi

saraf dan kontraksi otot. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung

natrium yang dibutuhkan, sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium

sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6

gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium).

Di dalam populasi penduduk dengan konsumsi natrium kurang dari 60

meq/hari tidak ditemukan adanya hipertensi. Tetapi konsumsi natrium yang

tinggi menyebabkan prevalensi hipertensi 9-20%. Meskipun demikian banyak

ahli yang menyangsikan pengaruh konsumsi natrium yang berlebihan ini dengan

kejadian hipertensi. Mereka mempunyai argumentasi bahwa prevalensi

(11)

peka terhadap hipertensi memang mempunyai risiko tinggi bila mengkonsumsi

natrium berlebihan. Orang-orang yang telah tua juga menjadi peka terhadap

hipertensi bukan karena genetik tetapi karena ginjalnya yang mulai tidak normal

sehingga tidak dapat mengatur kadar natrium dalam tubuh (Khomsan 2002).

Makanan Berlemak

Kadar lemak yang tinggi dalam menu sehari-hari akan berakibat

meningkatkan tekanan darah. Dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak kurang

dari 30% total kalori (Khomsan 2002). Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh

erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya

hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang

berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh,

terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan

konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran,

biji-bijian, dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan

tekanan darah (Irza 2009).

Lemak yang berasal dari minyak goreng tersusun dari asam lemak jenuh

rantai panjang (long-saturated fatty acid). Keberadaannya yang berlebih di dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan dan pembentukan plak di

pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi semakin sempit dan elastisitasnya

berkurang. Kandungan lemak atau minyak yang dapat mengganggu kesehatan

jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol, trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Rustika (2005) menunjukkan bahwa asupan lemak total sebesar 26.52% dan asam

lemak jenuh sebesar 15.54% dari energi total, dengan kontribusi tertinggi berasal

dari makanan gorengan sekitar 70%.

Jeroan

Jeroan (usus, hati, babat, lidah, jantung, otak, dan paru) banyak

mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA). Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan daging. Secara umum,

asam lemak jenuh cenderung meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak

yang berasal dari hewani dan produknya merupakan asam lemak jenuh. Setiap

peningkatan 1% energi dari asam lemak jenuh diperkirakan akan meningkatkan

2.7 mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi pada semua orang.

Lemak jenuh terutama berasal dari minyak kelapa, santan, dan semua minyak

(12)

atau dipanaskan berulang-ulang. Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan

peningkatan kadar LDL kolesterol. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu

banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh

darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis

(Almatsier 2002).

Metode Pengukuran Konsumsi Makanan Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency)

Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang

frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode

tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Kelebihan metode frekuensi

makanan yaitu: relatif murah, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak

membutuhkan latihan khusus, dapat membantu untuk menjelaskan hubungan

antara penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangannya yaitu: tidak

dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit mengembangkan kuesioner

pengumpulan data, cukup menjemukan bagi pewawancara, perlu membuat

percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan

masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan mempunyai motivasi

tinggi (Supariasa 2002).

Metode Mengingat-ingat (Food Recall Method)

Prinsipnya metode ini dilakukan dengan cara mencatat jenis dan jumlah

bahan yang dikonsumsi pada masa lalu (biasanya 24 jam yang lalu) melalui

wawancara. Penaksiran jumlah pangan yang dikonsumsi diawali dengan

menanyakan dalam bentuk ukuran rumah tangga (URT) seperti potong, ikat,

gelas, piring, atau alat lain yang biasa digunakan di rumahtangga. Selanjutnya

dikonversi ke dalam satuan gram. Agar diperoleh hasil yang teliti maka perlu

dilatih sebelumnya mengenai penggunaan URT dan mengkonversikannya ke

satuan berat (Hardinsyah et al 2002).

Metode ini mempunyai kelemahan dalam tingkat ketelitiannya, karena

keterangan-keterangan yang diperoleh adalah hasil ingatan responden. Namun,

kelemahan ini dapat diatasi dengan memperpanjang waktu survei (lebih dari

1x24 jam). Kelebihan dari metode ini adalah murah dan sederhana. Metode ini

direkomendasikan untuk survei konsumsi pangan dalam rangka memperoleh

gambaran (representasi) dari populasi. Metode ini bisa digunakan untuk individu

(13)

Status gizi

Status gizi diartikan sebagai keadaan kesehatan seseorang atau

sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari

ukuran-ukuran gizi tertentu (Soekirman 2002). Status gizi adalah hasil akhir dari

keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Supariasa 2002). Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau

lebih zat gizi esensial, status gizi lebih terjadi karena tubuh memperoleh zat-zat

gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik yang

membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi

gangguan gizi (Almatsier 2002).

Status gizi pada orang dewasa dapat ditentukan dengan menggunakan

indeks massa tubuh (IMT). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa terdapat

korelasi positif antara IMT dengan lemak tubuh dan risiko terkena penyakit

degeneratif atau risiko kematian karena penyakit degeneratif (Bray 1991). Oleh

karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih

pada orang dewasa hubungannya dengan risiko penyakit degeneratif, seperti

penyakit jantung koroner. Berikut ini merupakan tabel yang menyajikan

klasifikasi status gizi berdasarkan Depkes (2003).

Tabel 2 Klasifikasi indeks massa tubuh (kg/m2) berdasarkan Depkes (2003)

Klasifikasi Nilai IMT

Kurus sekali <17

Kurus 17.00-18.40

Normal 18.50-25.00

Gemuk 25.10-27.00

Gemuk sekali >27

Berat badan adalah faktor penentu dari tekanan darah pada banyak

kelompok etnik untuk semua usia. Prevalensi dari tekanan darah tinggi pada

orang dengan IMT lebih dari 30 sebesar 38% untuk pria dan 32% untuk wanita

dibandingkan orang dengan IMT normal (<25) sebesar 18% untuk pria dan 17%

untuk wanita. Risiko berkembangnya peningkatan tekanan darah adalah 2

(14)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh berbagai faktor baik faktor yang

dapat dikontrol maupun yang tidak dapat dikontrol. Kejadian hipertensi

dipengaruhi oleh karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan,

pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi), gaya

hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol,

dan kebiasaan olahraga), status gizi, dan riwayat kesehatan.

Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan,

pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan gizi)

mempengaruhi gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi,

kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga). Semakin meningkatnya

pendapatan seseorang, biasanya akan mengubah gaya hidupnya. Pada

umumya, gaya hidup masyarakat Indonesia cenderung berubah dari urban

menjadi metropolitan. Karakteristik karyawan (umur, jenis kelamin, jabatan

pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan pengetahuan

gizi) juga mempengaruhi pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan

konsumsi energi, protein, lemak, dan natrium). Semakin tinggi pengetahuan

tentang gizi dan kesehatan, maka semakin beragam pula jenis makanan yang

dikonsumsi, sehingga dapat memenuhi kecukupan gizi dan mempertahankan

kesehatan individu (Suhardjo 1989).

Pola konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein,

lemak, dan natrium) mempengaruhi tingkat kecukupan energi, protein, lemak,

dan natrium. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium

mempengaruhi status gizi. Konsumsi zat gizi yang cukup sesuai Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan untuk setiap individu menghasilkan

status gizi yang baik pada seseorang. Sebaliknya, jika konsumsi zat gizi

berlebihan atau kurang akan menimbulkan status gizi lebih atau kurang pada

seseorang. Secara keseluruhan, hubungan antar variabel dapat dilihat pada

(15)

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan yang diteliti

: Hubungan yang tidak diteliti

(16)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, bertempat di Pabrik

Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon, Propinsi Banten. Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja dengan pertimbangan dapat tercapainya

tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2011.

Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh

Populasi adalah seluruh karyawan yang bekerja di Pabrik HSM PT.

Krakatau Steel Cilegon. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling

dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Karyawan Pabrik HSM PT. Krakatau Steel Cilegon yang terdeteksi

menderita hipertensi ataupun tidak.

2. Berumur >30 tahun.

3. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian.

Pemilihan contoh didasarkan pada data medical check-up yang ada di Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup). Terdapat

30 karyawan yang menderita hipertensi dan semua karyawan tersebut diambil

untuk dijadikan contoh pada kelompok hipertensi. Pemilihan contoh untuk

kelompok normal ditentukan oleh perusahaan. Pemilihan contoh kelompok

normal ini mempertimbangkan beban kerja yang sama dengan kelompok

hipertensi sehingga dicarikan dari satu divisi yang sama. Jumlah contoh yang

digunakan sebanyak 30 karyawan pada masing-masing kelompok contoh, baik

kelompok normal maupun kelompok hipertensi sehingga total contoh sebanyak

60 karyawan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer yang dikumpulkan meliputi: karakteristik contoh (umur, jenis kelamin,

jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan, dan

pengetahuan gizi), riwayat kesehatan contoh (riwayat keluarga/genetik, riwayat

contoh, dan obat-obatan), gaya hidup contoh (kebiasaan merokok, kebiasaan

minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga), pola

konsumsi (frekuensi konsumsi pangan dan konsumsi energi, protein, lemak, dan

natrium), serta status gizi contoh. Data primer dikumpulkan melaui wawancara

menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung. Data sekunder yang

(17)

HSM, serta data medical check-up contoh. Data medical check-up yang digunakan adalah hasil dari medical check-up terakhir karyawan pada bulan Februari 2011. Data sekunder tersebut diperoleh dari informasi yang diberikan

oleh perusahaan. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 3 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Data Cara pengumpulan data

1. Karakteristik

3. Gaya Hidup Kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi

5. Status Gizi Berat badan dan tinggi badan. Pengukuran langsung menggunakan timbangan dan microtoise.

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data yang dilakukan berupa editing, coding, cleaning, entry, dan analisis. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara

statistik deskriptif menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan

SPSS 15.0 for Windows. Data karakteristik contoh terdiri dari umur, jenis kelamin, jabatan pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,

dan pengetahuan gizi. Umur diklasifikasikan berdasarkan WNPG (2004) menjadi

2 yaitu: dewasa madya: 30-49 tahun dan dewasa akhir: 50-64 tahun. Jabatan

pekerjaan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu: pimpinan dan buruh. Pimpinan

meliputi golongan General Manager, Manager, Super Intendent/Senior Engineer,

dan Supervisor/Engineer, sedangkan buruh meliputi golongan Teknisi/Foreman

dan Operator/Pelaksana. Tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

lulus SLTA/sederajat dan lulus Perguruan Tinggi (PT).

Pengetahuan gizi. Data pengetahuan gizi contoh didapatkan dengan metode wawancara melaui kuesioner. Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak 20

soal pilihan berganda (multiple choice test) dengan satu pilihan jawaban yang benar. Pertanyaan tersebut terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan

gizi secara umum dan 10 pertanyaan mengenai hipertensi. Jika jawaban benar

(18)

Selanjutnya, pengetahuan gizi akan dikategorikan menjadi tiga kelompok

berdasarkan Khomsan (2000) yaitu: kurang (persentase nilai <60%), sedang

(persentase nilai 60-80%), dan baik (persentase nilai >80%).

Kebiasaan merokok. Data kebiasaan merokok didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status merokok contoh, jumlah

rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok.

Kebiasaan minum kopi. Data kebiasaan minum kopi didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status minum kopi contoh,

jumlah kopi per cangkir yang diminum sehari, dan jenis kopi yang diminum

contoh.

Kebiasaan konsumsi alkohol. Data kebiasaan konsumsi alkohol didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status

konsumsi alkohol contoh, jumlah alkohol yang dikonsumsi/minggu, dan jenis

alkohol yang dikonsumsi contoh.

Kebiasaan olahraga. Data kebiasaan olahraga didapatkan dari jawaban yang diberikan oleh contoh melalui kuesioner meliputi status kebiasaan olahraga

contoh, jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga

dalam seminggu.

Frekuensi konsumsi pangan. Data frekuensi konsumsi pangan contoh didapatkan melalui metode FFQ (Food Frequency Questionnaire) mengenai konsumsi makanan sehat dan makanan berisiko (makanan dan minuman manis,

makanan asin, makanan awetan, makanan berlemak, dan jeroan) dalam satu

bulan terakhir.

Konsumsi pangan. Data konsumsi zat gizi dilakukan dengan cara recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi contoh dilihat dalam DKBM

(Daftar Komposisi Bahan Makanan) dengan menggunakan program Microsoft Excel. Rumus yang digunakan untuk menghitung kandungan zat gizi dalam makanan adalah sebagai berikut:

Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDD/100)}

Keterangan :

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j

Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi-i dalam 100 gram BDD bahan makanan-j

(19)

Setelah mengetahui zat-zat gizi dari pangan yang dikonsumsi contoh,

maka tingkat kecukupan zat gizi dapat diketahui dengan cara membandingkan

antara konsumsi zat gizi aktual dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan

menurut AKG 2004. Rumus untuk menghitung tingkat kecukupan gizi (TKG)

adalah sebagai berikut:

Penilaian untuk tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996)

dibagi menjadi lima kategori yaitu:

1. Defisit tingkat berat : <70% AKG

2. Defisit tingkat sedang : 70-79% AKG

3. Defisit tingkat ringan : 80-89% AKG

4. Normal : 90-119% AKG

5. Kelebihan : >120% AKG

Tingkat kecukupan lemak menurut WNPG (2004) yaitu:

1. Cukup :൑30% kecukupan energi

2. Lebih : >30% kecukupan energi

Tingkat kecukupan natrium (WHO 1990) yaitu:

1. Cukup : ൑2400 mg

2. Lebih : >2400 mg

Status gizi. Data status gizi contoh dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT didapatkan dari data berat badan dan tinggi badan yang sebelumnya diukur

terlebih dahulu. IMT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Hasil IMT diklasifikasikan berdasarkan Depkes (2003) yaitu:

1. Kurus sekali : <17

2. Kurus : 17.00-18.40

3. Normal : 18.50-25.00

4. Gemuk : 25.10-27.00

5. Gemuk sekali : >27

Uji beda antara kelompok normal dan hipertensi dilakukan dengan

(20)

Perhitungan faktor risiko menggunakan rumus yang diacu dalam Chandra (2006)

sebagai berikut:

Status Gizi (IMT) Hipertensi Normal Total

Gemuk (25.00-27.00) a b m1

Normal (18.50-25.00) c d m0

Total n1 n0 t

a. Confidence Interval Odds Ratio = Upper OR (1+z/x)

= Lower OR (1+z/x)

b. Chi Square Test

c. Nilai z :

Confidence Interval Nilai z

90% 1.64

95% 1.96

99% 2.56

Keterangan:

a = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok hipertensi

b = Jumlah karyawan dengan status gizi gemuk pada kelompok normal

c = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok hipertensi

d = Jumlah karyawan dengan status gizi normal pada kelompok normal

n1 = Jumlah karyawan pada kelompok hipertensi

n0 = Jumlah karyawan pada kelompok normal

m1 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi gemuk

m0 = Jumlah karyawan yang berstatus gizi normal

t = Total karyawan

Definisi Operasional

Contoh adalah karyawan Pabrik Hot Strip Mill (HSM) PT. Krakatau Steel Cilegon yang menderita dan tidak menderita hipertensi.

Karakteristik karyawan adalah ciri-ciri yang dimiliki karyawan meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengeluaran, asal daerah, pendidikan,

pengetahuan gizi, dan riwayat kesehatan.

Umur karyawan adalah jumlah tahun lamanya karyawan hidup.

(21)

Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan per bulan baik untuk pangan maupun untuk non-pangan.

Pendidikan adalah tingkatan sekolah formal yang telah ditempuh oleh karyawan. Pengetahuan gizi adalah tingkat pengetahuan gizi karyawan yang diperoleh

secara formal maupun informal.

Gaya hidup menggambarkan kebiasaan merokok, kebiasaan minum kopi, kebiasaan konsumsi alkohol, dan kebiasaan olahraga karyawan.

Kebiasaan merokok adalah pola merokok karyawan yang hasilnya diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner.

Kebiasaan konsumsi alkohol adalah jumlah atau volume dan jenis alkohol yang dikonsumsi oleh karyawan.

Kebiasaan minum kopi adalah jumlah atau volume dan jenis kopi yang dikonsumsi oleh karyawan.

Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi jenis olahraga yang dilakukan, durasi olahraga, dan frekuensi olahraga dalam

seminggu.

Pola konsumsi pangan adalah mengenai frekuensi konsumsi pangan, konsumsi, dan tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan natrium

karyawan.

Frekuensi konsumsi pangan adalah frekuensi karyawan mengkonsumsi makanan sehat dan makanan berisiko dalam satu bulan terakhir.

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh karyawan pada waktu dan kondisi tertentu selama 2x24 jam (dengan

metode recall).

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Perusahaan PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel yang berlokasi di Cilegon merupakan industri

pengolahan baja terbesar di Indonesia. Hierarki karyawan membagi tingkatan

karyawan menjadi enam golongan, diantaranya yaitu: Golongan A (General

Manager), golongan B (Manager), golongan C (Super Intendent/Senior

Engineer), golongan D (Supervisor/Engineer), golongan E (Teknisi/Foreman),

dan golongan F (Operator/Pelaksana). Waktu kerja PT. Krakatau Steel

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu waktu kerja non shift dan shift. Sistem

non shift menganut sistem 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu senin sampai

jumat dari pukul 07.30-16.30 WIB, dengan waktu istirahat pukul 12.00-12.30

WIB. Karyawan shift diatur kerjanya secara bergiliran dalam 24 jam kerja

dengan pembagian waktu kerja terdiri dari tiap shift. Masing-masing shift bekerja

selama 8 jam. Sistem kerja ini dilakukan oleh 4 tim shift. Jadi, tiga tim shift

bekerja pada saat itu, sedangkan satu shift yang lain libur. Sistem ini dibagi

dalam 3 waktu shift, yaitu: Shift 1: pukul 22.00-06.00 WIB, shift 2: pukul

06.00-14.00 WIB, dan shift 3: pukul 06.00-14.00-22.00 WIB.

Makan siang mayoritas karyawan dilakukan di kantin, karena PT.

Krakatau Steel tidak menyelenggarakan kegiatan penyelenggaraan makanan.

Kantin tersebut menyediakan makanan seperti nasi padang, nasi timbel, dan

gado-gado. Namun, mayoritas karyawan lebih suka membeli nasi padang yang

banyak mengandung lemak dibandingkan makanan lain yang lebih sehat.

PT. Karakatu Steel telah melakukan penyuluhan tentang kesehatan secara

umum yang dilakukan oleh Divisi K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan

Lingkungan Hidup), namun belum melakukan penyuluhan mengenai gizi.

Profil Pabrik Hot Strip Mill

Pabrik HSM merupakan salah satu unit produksi PT. Krakatau Steel

dalam usaha perluasan produk pabrik baja terbesar di Indonesia. Pabrik ini

dibangun pada tanggal 15 September 1979, kemudian diperluas pada tahun

1982 serta diresmikan pada tanggal 24 Februari 1983 oleh Presiden Soeharto

yang sekaligus mulai dioperasikan dengan kapasitas produksi 1 juta ton per

tahun. Pabrik HSM dibagi menjadi dua divisi dimana masing-masing divisi

mempunyai tanggung jawab kepada sub direktorat produksi dan perawatan.

Pabrik HSM memiliki 2 jenis hasil produksi yaitu: coil dan strip. Coil

(23)

ketebalan antara 2-25 mm, sedangkan strip adalah jenis lain dari coil, pada dasarnya merupakan strip yang telah dipotong sesuai dengan pasaran. Jadi,

strip masih berbentuk lembaran baja dengan ketebalan tertentu yang telah siap dikirim.

Karakteristik Karyawan

Semua karyawan dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan data medical check-up, kelompok normal memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 116.4 ± 4.8 mmHg dan diastolik sebesar 79.1 ± 3.3 mmHg,

sedangkan kelompok hipertensi memiliki rata-rata tekanan darah sistolik sebesar

150.2 ± 14.4 mmHg dan diastolik sebesar 96.6 ± 12.9 mmHg yang berdasarkan

JNC 7 termasuk kategori hipertensi derajat 1. Sebaran karakteristik karyawan

pada kelompok normal dan hipertensi dapat dilihat pada Tabel 4berikut ini.

Tabel 4 Sebaran karakteristik karyawan pada kelompok normal dan hipertensi

Karakteristik Karyawan Normal Hipertensi Total Uji Beda

n % n % n %

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa mayoritas karyawan pada

kelompok normal (73.3%) maupun kelompok hipertensi (63.3%) berada pada

kelompok umur dewasa madya yaitu 30 sampai 49 tahun. Sisanya pada

kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (36.7%) berada dalam kelompok umur

(24)

Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan umur yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Tabel 4 menunujukkan mayoritas karyawan pada kelompok normal

(83.3%) dan hipertensi (66.7%) mempunyai jabatan sebagai buruh, sedangkan

sisanya sebesar 16.7% pada kelompok normal dan 33.3% pada kelompok

hipertensi menjabat sebagai pimpinan. Hasil uji beda dengan menggunakan

Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan jabatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Pendidikan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi

seseorang. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat

responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam

pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2002). Secara umum, tingkat

pendidikan pada kelompok normal (80%) dan kelomok hipertensi (70%)

merupakan lulusan SLTA/sederajat. Sisanya sebesar 20% pada kelompok

normal dan 30% pada kelompok hipertensi merupakan lulusan perguruan tinggi.

Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat pendidikan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal

dengan kelompok hipertensi.

Berdasarkan Tabel 4 yang disajikan, paling banyak karyawan pada

kelompok normal berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta (33.3%).

Kemudian karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten

memiliki persentase sebesar 30%. Karyawan yang lainnya berasal dari daerah

Jawa Timur (26.7%), Sumatera (6.7%), dan Papua (3.3%). Kelompok hipertensi,

paling banyak karyawan berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten

(33.3%). Karyawan yang berasal dari daerah Jawa Timur sebesar 30%.

Kemudian, karyawan yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta

memiliki persentase sebesar 26.7% dan sisanya berasal dari daerah Sumatera

(10%).

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata hipertensi tidak hanya dialami oleh

karyawan yang berasal dari daerah dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan

tinggi lemak saja (seperti daerah Sumatera), tetapi dialami oleh karyawan yang

berasal dari daerah lain seperti Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Hal ini diduga

karena karyawan yang berasal dari daerah Jawa Barat, Jakarta, dan Banten juga

memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak sehingga mereka

(25)

Pendapatan merupakan indikator kesejahteraan ekonomi rumah tangga.

Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas

makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar

peluang untuk memilih pangan yang baik. Dengan meningkatnya pendapatan

perorangan, maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan

(Suhardjo 1989). Rata-rata pendapatan karyawan pada kelompok normal

sebesar Rp. 5 380 000 ± 1 994 198 perbulan, sedangkan pada kelompok

hipertensi sebesar Rp. 5 663 333 ± 3 434 860 perbulan. Selang pendapatan

perbulan kelompok normal sebesar Rp. 2 900 000 - Rp. 10 000 000, sedangkan

kelompok hipertensi sebesar Rp. 3 000 000 - Rp. 20 000 000. Hasil uji beda

menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan pendapatan yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok

hipertensi.

Rata-rata pengeluaran pangan karyawan pada kelompok normal sebesar

Rp. 2 345 000 ± 737 464 perbulan, sedangkan pada kelompok hipertensi

sebesar Rp. 2 356 667 ± 1 110 975 perbulan. Rata-rata pengeluaran nonpangan

karyawan pada kelompok normal sebesar Rp. 1 948 333 ± 1 068 231 perbulan,

sedangkan pada kelompok hipertensi sebesar Rp. 2 173 333 ± 1 422 463

perbulan. Pengeluaran pangan perbulan karyawan pada kelompok normal dan

hipertensi lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran nonpangan, hal ini

diduga karena kebutuhan nonpangan seperti kesehatan dan transportasi dibiayai

oleh perusahaan.

Pengetahuan Gizi Karyawan

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan

zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan

sehingga tidak menimbulkan penyakit, serta cara mengolah makanan agar zat

gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Pengetahuan

yang diperoleh sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang.

Kurangnya pengetahuan tentang gizi untuk menerapkan dalam kehidupan

sehari-hari dapat menyebabkan gangguan gizi (Suhardjo 2003). Sebaran contoh

berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut

(26)

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar pengetahuan gizi

Topik No Pertanyaan Normal Hipertensi Total

n % n % n %

10 Akibat kekurangan makanan

sumber zat besi 20 66.7 20 66.7 40 66.7

20 Faktor penyebab hipertensi

yang dapat dikontrol 29 96.7 29 96.7 58 96.7

Tabel 5 menunjukkan persentase contoh yang dapat menjawab benar

untuk setiap pertanyaan pengetahuan gizi. Secara umum dapat dilihat bahwa

karyawan pada kelompok hipertensi dapat menjawab benar pertanyaan lebih

banyak dibandingkan kelompok normal. Terdapat 16 pertanyaan yang dapat

dijawab dengan benar oleh lebih dari 75% karyawan pada kelompok hipertensi.

Pertanyaan tersebut meliputi: Makanan 4 sehat 5 sempurna, pangan sumber

karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya dikonsumsi,

makanan yang mengandung kalsium, penyakit akibat terlalu banyak

mengkonsumsi jeroan, fungsi serat, pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang

(27)

penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang dapat memicu

hipertensi, makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman

yang dapat memicu hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat

dikontrol. Hal ini menunjukkan sebagian besar karyawan pada kelompok

hipertensi memahami pertanyaan yang diberikan dan mampu menjawab dengan

benar. Terdapat 13 pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar oleh lebih dari

75% karyawan pada kelompok normal, yaitu: Makanan 4 sehat 5 sempurna,

pangan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, makanan yang seharusnya

dikonsumsi, penyakit akibat terlalu banyak mengkonsumsi jeroan, fungsi serat,

pengertian hipertensi, akibat hipertensi yang yang tidak terkontrol, makanan yang

boleh dikonsumsi penderita hipertensi, faktor risiko lain hipertensi, makanan yang

tidak boleh dikonsumsi penderita hipertensi, minuman yang dapat memicu

hipertensi, dan faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol.

Pertanyaan tentang gizi secara umum yang paling banyak dijawab benar

pada kelompok normal dan hipertensi yaitu pertanyaan mengenai pangan

sumber karbohidrat, sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab salah

adalah pertanyaan mengenai makanan yang beragam. Kemudian, pertanyaan

tentang hipertensi yang paling banyak dijawab benar pada kelompok normal dan

hipertensi yaitu pertanyaan mengenai makanan yang tidak boleh dikonsumsi

penderita hipertensi dan minuman yang dapat memicu hipertensi, sedangkan

pertanyaan yang paling banyak dijawab salah adalah pertanyaan mengenai zat

gizi yang dapat membantu melawan hipertensi.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pertanyaan tentang gizi secara umum

dan pertanyaan tentang hipertensi paling banyak dijawab benar oleh kelompok

hipertensi berturut-turut sebesar 79.3% dan 85.7%, sedangkan pada kelompok

normal yang menjawab benar untuk pertanyaan tentang gizi secara umum dan

pertanyaan tentang hipertensi berturut-turut sebesar 74.3% dan 78%. Hal ini

diduga karena kelompok hipertensi lebih banyak mendapatkan informasi tentang

gizi dan hipertensi dari dokter maupun media informasi lainnya. Hal ini dilakukan

karena karyawan memiliki keingintahuan yang tinggi tentang segala sesuatu

yang berhubungan dengan penyakitnya. Selengkapnya, sebaran karyawan

berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar

(28)

Gambar 2 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah karyawan yang menjawab pertanyaan dengan benar

Berdasarkan Tabel 6 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok

normal (50%) dan hipertensi (56.7%) memiliki pengetahuan gizi sedang.

Karyawan dengan pengetahuan gizi baik memiliki persentase yang sama baik

pada kelompok normal maupun kelompok hipertensi yaitu sebesar 43.3%,

sedangkan karyawan dengan pengetahuan gizi kurang hanya terdapat pada

kelompok normal (6.7%). Hasil uji beda dengan menggunakan Independent Samples T Test menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Selengkapnya, sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan

hipertensi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Sebaran pengetahuan gizi karyawan pada kelompok normal dan hipertensi

Pengetahuan Gizi

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang tua

dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita

hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat 0

Sebaran Contoh yang Menjawab dengan Benar

Normal

(29)

hipertensi. Selain itu, didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan

riwayat hipertensi dalam keluarga (Armilawaty 2007). Sebaran karyawan dengan

riwayat keluarga hipertensi dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Sebaran karyawan dengan riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal dan hipertensi

Riwayat Keluarga

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa karyawan yang memiliki riwayat

keluarga hipertensi pada kelompok hipertensi (53.3%) lebih banyak dibandingkan

dengan kelompok normal (30%). Sebaliknya, karyawan yang tidak memiliki

riwayat keluarga hipertensi pada kelompok normal (70%) lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok hipertensi (46.7%). Riwayat keluarga hipertensi

tersebut pada kelompok normal dan hipertensi berasal dari kedua orang tua,

ayah saja, ibu saja, dan juga nenek. Hasil uji beda dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan riwayat keluarga hipertensi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok hipertensi.

Tabel 8 Tabulasi silang umur dengan lama menderita hipertensi

Lama Menderita

Lamanya karyawan menderita hipertensi dibagi ke dalam 3 kategori yaitu

<5 tahun, 5-10 tahun, dan >10 tahun. Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari

separuh karyawan pada kelompok umur dewasa madya (57.9%) dan kelompok

dewasa akhir (63.6%) telah menderita hipertensi sejak <5 tahun yang lalu.

Kemudian, sisanya karyawan pada kelompok dewasa madya menderita

hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu dan 10 tahun yang lalu memiliki persentase

yang sama yaitu sebesar 21.1%. Karyawan pada kelompok dewasa akhir yang

menderita hipertensi sejak 5-10 tahun yang lalu sebesar 27.3%, sedangkan

karyawan yang menderita hipertensi >10 tahun yang lalu memiliki persentase

(30)

Semua obat-obatan yang berfungsi menurunkan tekanan darah rata-rata

sama efektifnya. Obat-obatan tersebut menurunkan tekanan darah sistolik 10-15

mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 6-8 mmHg. Setiap orang bereaksi

terhadap obat-obatan tersebut secara berbeda (Beavers 2008). Sebaran

karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat disajikan pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9 Sebaran karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat

Konsumsi Obat Hipertensi

n %

Ya 8 26.7

Tidak 22 73.3

Total 30 100

Berdasarkan Tabel 9 yang disajikan, mayoritas karyawan pada kelompok

hipertensi (73.3%) tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu, hanya 26.7%

karyawan pada kelompok ini yang menkonsumsi obat-obatan. Jenis obat yang

biasa dikonsumsi yaitu: Hyperil, Captopril, Exforge HCT, dan Tensivask.

Mayoritas karyawan mengkonsumsi obat-obatan tersebut sejak satu tahun yang

lalu dengan frekuensi konsumsi obat satu kali/hari.

Hyperil dan Captopril merupakan obat golongan ACEI (Agiotensin Converting Enzyme Inhibitor) yang merupakan obat antihipertensi dan efekif dalam penanganan gagal jantung dengan cara supresi sistem renin angiotensin

aldosteron. FDA (Food and Drug Administration) pada bulan Mei 2009 telah memberikan persetujuan terhadap obat antihipertensi dengan nama dagang

Exforge HCT, yang merupakan gabungan dari obat antihipertensi

hydrochlorothiazide (diuretik) dengan valsartan (angiotensin receptor blocker, ARB), dan amlodipine (calcium-channel blocker, CCB) di dalam satu tablet, sedangkan Tensivask hanya mengandung amlodipine (Anonim 2009).

Mayoritas karyawan yang menderita hipertensi tidak mengkonsumsi obat

untuk mengontrol tekanan darahnya. Berdasarkan hasil wawancara, karyawan

tidak mau mengkonsumsi obat karena mereka takut ginjalnya akan rusak

sehingga ada beberapa karyawan yang mengkonsumsi obat herbal untuk

mengontrol tekanan darahnya. Menurut Beavers (2008), apabila seseorang

menderita hipertensi tetapi tidak mengkonsumsi obat, maka akibatnya mungkin

suatu hari akan mengalami salah satu komplikasi hipertensi seperti serangan

jantung atau stroke. Selain itu, dapat mengakibatkan tekanan darah yang sangat

(31)

Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan hasil dari interaksi berbagai faktor sosial, budaya,

dan lingkungan. Perubahan kebiasaan makan menyebabkan perubahan pada

gaya hidup. Hal ini juga berarti bahwa gaya hidup dapat menentukan bentuk

pola konsumsi pangan. Gaya hidup mempengaruhi kebiasaan makan seseorang

atau sekelompok orang dan akan berdampak tertentu (positif atau negatif)

khususnya yang berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).

Kebiasaan Merokok

Rokok adalah racun yang bekerja lambat tapi pasti. Sebatang rokok

mengandung kurang lebih delapan belas racun. Apabila sebatang rokok disulut,

maka berhamburanlah aneka macam racun bersama asap yang keluar,

diantaranya gas karbon monoksida, nitrogen oksida, amonia, benzene,

methanol, perylene, hydrogen cyanide, acrolein, acetilen, benzaldehyde,

arsenikum, benzopyrene, urethane, coumarin, ortocresol, nikotin, tar, dan

lain-lain (Bangun 2008). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada

kelompok normal dan hipertensi disajikan pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan merokok pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Merokok

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 14 46.7 10 33.3 24 40

p=0.296

Tidak 16 53.3 20 66.7 36 60

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 10 yang disajikan di atas, mayoritas karyawan pada

kelompok normal (53.3%) dan kelompok hipertensi (66.7%) memiliki kebiasaan

tidak merokok. Sebesar 46.7% karyawan pada kelompok normal memiliki

kebiasaan merokok sedangkan pada kelompok hipertensi hanya 33.3%

karyawan yang memiliki kebiasaan merokok. Hasil uji beda dengan

menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan merokok yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan kelompok

hipertensi. Berdasarkan penelitian Anggraini et al. (2009), probabilitas untuk terjadinya hipertensi pada kebiasaan merokok sekitar 14 kali lebih tinggi

(32)

Tabel 11 Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Merokok Normal Hipertensi Total

n % n % n %

Jumlah Rokok yang Dikonsumsi

Rendah (1-9 batang) 5 35.7 1 10 6 25

Sedang (10-19 batang) 8 57.1 8 80 16 66.7

Berat (൒20 batang) 1 7.1 1 10 2 8.3

Total 14 100 10 100 24 100

Jenis Rokok

Rokok Kretek 4 28.6 4 40 8 33.3

Rokok Kretek Filter 9 64.3 6 60 15 62.5

Rokok Kretek dan Filter 1 7.1 0 0 1 4.2

Total 14 100 10 100 24 100

Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah rokok yang dikonsumsi oleh

mayoritas karyawan yang memiliki kebiasaan merokok pada kelompok normal

(57.1%) dan kelompok hipertensi (80%), termasuk dalam kategori sedang yaitu

10 sampai 19 batang perhari. Sebesar 35.7% kelompok normal dan 10%

kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok dalam kategori rendah (1-9 batang

perhari). Kemudian, hanya 7.1% kelompok normal dan 10% kelompok hipertensi

yang mengkonsumsi rokok dalam kategori berat yaitu ൒20 batang perhari.

Menurut Martini dan Hendrati (2004), jumlah rokok yang dihisap 10-20 batang

perhari menunjukkan perbedaan risiko hipertensi 3.02 lebih besar dibandingkan

jumlah rokok yang dihisap <10 batang perhari.

Mayoritas karyawan pada kelompok normal (64.3%) dan hipertensi (60%)

mengkonsumsi rokok jenis kretek filter. Sebesar 28.6% kelompok normal dan

40% kelompok hipertensi mengkonsumsi rokok jenis kretek. Hanya 7.1% pada

kelompok normal yang mengkonsumsi rokok jenis kretek dan filter. Zat-zat kimia

yang terkandung pada jenis rokok kretek dan filter adalah sama. Rokok kretek

tidak memiliki filter yang berfungsi manyaring asap. Namun, hal tersebut juga

tidak menjadikan rokok filter aman untuk dikonsumsi karena filter yang digunakan

pada rokok tidak berfungsi menghilangkan zat berbahaya yang terkandung

dalam asap rokok, hanya mengurangi jumlah yang dapat masuk ke dalam tubuh

saja (Terry & Rohan 2002).

Kebiasaan Minum Kopi

Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan debar jantung dan

naiknya tekanan darah. Kafein merupakan salah satu zat yang terdapat dalam

(33)

menyebabkan vasokontriksi dan membatasi aliran darah. Selain itu, kafein juga

menstimulasi pelepasan hormon katekolamin dan kartisol yang akan

memobilitasi metabolisme trigliserida menjadi asam lemak bebas pada saat

beraktivitas fisik tetapi justru dapat menambah penyimpanan trigliserida pada

keadaan kurang aktivitas fisik. Kafein ini bekerja secara langsung pada jaringan

adipose dan berinteraksi dengan reseptor untuk melepaskan asam lemak bebas

(Wijayakusuma 2005). Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan konsumsi

kopi disajikan pada Tabel 12 berikut ini.

Tabel 12 Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan minum kopi pada kelompok normal dan hipertensi

Kebiasaan Minum Kopi

Normal Hipertensi Total

Uji Beda

n % n % n %

Ya 15 50 10 33.3 25 41.7

p=0.194

Tidak 15 50 20 66.7 35 58.3

Total 30 100 30 100 60 100

Berdasarkan Tabel 12 yang disajikan di atas, karyawan pada kelompok

normal yang memiliki kebiasaan minum kopi dan yang tidak memiliki kebiasaan

minum kopi mempunyai proporsi yang sama (50%), sedangkan pada kelompok

hipertensi, mayoritas karyawan (66.7%) tidak memiliki kebiasaan minum kopi.

Karyawan yang memiliki kebiasaan minum kopi pada kelompok normal (50%)

lebih banyak dibandingkan dengan kelompok hipertensi (33.3%). Hasil uji beda

dengan menggunakan Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kebiasaan minum kopi yang nyata (p>0.05) antara kelompok normal dengan

kelompok hipertensi.

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan pada kelompok

normal (93.3%) dan kelompok hipertensi (80%) minum kopi dalam jumlah <3

cangkir/hari, sedangkan sisanya pada kelompok normal (6.7%) dan kelompok

hipertensi (20%) minum kopi dalam jumlah 3-6 cangkir/hari. Jenis kopi yang

biasa diminum pada kelompok normal (46.7%) dan kelompok hipertensi (60%)

adalah kopi instant, hal ini diduga karena kopi instant sangat praktis. Kemudian,

sisanya pada kelompok normal (26.7%) dan hipertensi (20%) tersebut meminum

jenis kopi hitam bubuk dan kopi susu. Selengkapnya sebaran karyawan

berdasarkan jumlah dan jenis kopi yang diminum pada kelompok normal dan

Gambar

Tabel 9  Sebaran karyawan hipertensi yang mengkonsumsi obat
Tabel 11  Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis rokok yang dikonsumsi pada kelompok normal dan hipertensi
Tabel 12  Sebaran karyawan berdasarkan kebiasaan minum kopi pada kelompok
Tabel 13  Sebaran karyawan berdasarkan jumlah dan jenis kopi yang diminum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tapi dari data tersebut, dapat dilihat bahwa penutur II ingin meyakinkan penutur I, walaupun tanpa disadari oleh penutur II bahasa yang digunakannya

Nilai indeks dominasi T1 lebih besar dari T2 mengindikasikan bahwa atraktor T1 lebih baik dari pada atraktor T2 untuk dapat dijadikan terumbu karang buatan,

selain itu/dari program silahturami PKS ke masyarakat juga diketahui kebutuhan masyarakat /akan informasi yang lebih lengkap tentang profil caleg/program caleg dan partai

txtID.Text = GenerateID txtDate.Text = FormatToday, "dd MMM yyyy" txtBookID.Clear txtDescription.Clear txtMemberID.Clear txtName.Clear isidtLoan id = 0 btnAdd.Enabled =

Tahap implementasi pem- belajaran berdesain ICARE dil- akukan dengan pendekatan ek- sperimen. Pada tahap ini dikaji tentang keterlaksanaan desain pembelajaran ICARE

Siswa yang minat belajarnya tinggi didukung dengan prestasi belajar yang tinggi akan memilih melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) sedangkan siswa yang

Laporan akhir ini merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan Program Diploma III pada Jurusan Teknik Mesin Konsentrasi Produksi Politeknik Negeri Sriwijaya.. Dalam menyusun

Puji syukur kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamatku atas segala rahmat, hikmat dan berkatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Pelaksanaan