• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK

2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana akan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel 1.15

Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik15

1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

a. kelainan patologis

b.terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan

2. LFG <60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik15

PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x berat badan *) 72 x kreatinin plasma (mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit15

Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1,73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90 2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89 3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59 4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15-29 5 Gagal ginjal <15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar diagnosis, tampak pada tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi15

Penyakit Tipe mayor (contoh) Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular Penyakit vaskular

Penyakit tubulointerstitial Penyakit kistik

Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik Keracunan obat

2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik Penatalaksanaan PGK meliputi: 15

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid. c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

f. Terapi pengganti ginjal

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy) diperlukan pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15 ml/mnt/1,73m2,

dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan dalam.16

Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila memungkinkan.15

Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu Hemodialisis dan Peritoneal Dialisis.15

2.2. HEMODIALISIS

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu proses HD, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzermengandung ribuan serat sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat

terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat untuk selanjutnya dibuang.15

Gambar 1. Proses hemodialisis16

2.2.1.Indikasi Hemodialisis15

Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK stadium terminal adalah bila LFG <5 mL/menit. Keadaan pasien dengan LFG <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila telah terjadi:

a. Kelebihan cairan (volume overload)

b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata c. Kalium serum >6 mEq/L

e. pH darah < 7,1

f. Anuria berkepanjangan ( >5 hari)

2.2.2. Penyebab dasar kematian pasien HD

Penyakit kardiovaskular, infeksi dan reaksi withdrawal dari dialisis merupakan penyebab dasar kematian pasien HD.

A. Penyakit Kardiovaskular

Meskipun terjadi penurunan prevalensi penyakit kardiovaskular sebagai penyebab kematian pada populasi umum, namun pola ini tidak diikuti pada pasien HD, sehingga penyakit ini masih terjadi pada 50% kasus kematian pasien HD. Hal ini terjadi oleh karena 40% dari pasien yang memulai HD pertama kali menderita diabetes dengan usia rata- rata 60 tahun dan hampir 20%nya berusia 75 tahun, dimana kebanyakan dari pasien ini menderita penyakit jantung.

B. Infeksi

Merupakan penyebab kedua kasus kematian pasien HD, biasanya disebabkan bakteri seperti S. aureus dan sering berhubungan dengan akses vaskular HD.

C. Withdrawal dari dialisis

Reaksi ini terjadi pada 15-25% kasus kematian pasien HD.

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama harapan hidup pasien HD

A. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan prosedur HD 1. Penyakit ginjal yang mendasarinya

Diantara penyakit ginjal yang mendasarinya, Glomerulonefritis Kronik (GNK) dan Penyakit Polikistik memiliki harapan hidup 5 tahun yang paling baik, diikuti hipertensi nefopati (HN) dan diabetes nefropati (DN) sebagai yang paling buruk yaitu hanya 20%. Pada tahun 2007, United States Renal Data System Annual Report mendapatkan bahwa penyebab utama kematian pasien HD adalah DN (44%) dengan harapan hidup 10 tahun hanya 4%.

Gambar 2. Harapan hidup 5 tahun berdasarkan penyakit ginjal yang

mendasari di berbagai negara. 2. Usia

Harapan hidup pasien HD menurun sesuai pertambahan usia, dimana prognosa paling baik yaitu usia <45 tahun dan

prognosa paling buruk adalah usia lanjut dengan harapan hidup 5 dan 10 tahun hanya 15% dan 5%.

3. Malnutrisi

Penelitian membuktikan bahwa pasien yang bertubuh kecil (diukur dengan BMI) dan mengalami malnutrisi memiliki resiko lebih besar mengalami kematian. Sebaliknya, status nutrisi yang baik dengan Indeks Massa Tubuh yang tinggi meningkatkan harapan hidup.

4. Kadar Kalium

Resiko kematian jika kadar kalium <4 atau >5,6 mEq/L lebih besar dibanding dengan kadar kalium diantara 4,6-5,3 mEq/L. 5. Kontrol Keseimbangan Cairan

Buruknya kontrol cairan yang dinilai dengan tidak tercapainya dry weight dapat meningkatkan mortalitas. Ini dibuktikan pada penelitian Pillon dkk yang menggunakan BIA pada 3000 pasien HD, bahwa buruknya status cairan berupa peningkatan Total Body Water (TBW) dan Extra Cellular Water (ECW) meningkatkan mortalitas.

6.Suku

Harapan hidup pasien HD di United States bervariasi diantara berbagai suku bangsa, dimana Afrika-Amerika dan Asia- Amerika lebih rendah mortalitasnya dibanding kulit putih. Ini dibuktikan oleh penelitian Bleyer dkk, yang mendapatkan bahwa

harapan hidup 5 tahun kulit hitam, putih dan suku lainnya adalah 35, 25 dan 32%.

7. Keterlambatan Rujukan

Meskipun hanya observasi dan retrospektif, kebanyakan penelitian mendapatkan bahwa pasien yang terlambat dirujuk pada seorang ahli ginjal untuk mendapat terapi dialisis, memiliki resiko kematian yang lebih besar pada awal-awal menjalani dialisis dibandingkan dengan pasien yang dirujuk lebih dini.

8. Ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan berupa bolos dari jadwal HD rutin dan makan minum sesukanya dapat meningkatkan mortalitas. Ini dibuktikan dengan penelitian pada 739 pasien HD, dimana 67 orang yang tidak patuh lebih tinggi mortalitasnya (hazard rasio: 1,69; 95% CI: 1,23-2,3).

B. Faktor-faktor sehubungan dengan prosedur HD 1. Lama HD

Chertow dkk mendapatkan bahwa setiap tahunnya dialisis meningkatkan resiko kematian ± 6%.

2. Durasi HD

Menurut penelitian Dialysis Outcomes and Practice Patterns pada 22.000 pasien HD, durasi Hd >240 menit setiap sesinya menurunkan mortalitas sampai 7% (RR 0,81) jika dilakukan

penambahan durasi ½ jam. Penelitian di Australia dan New Zealand pada 6593 pasien mendapatkan bahwa mortalitas terendah pada HD dengan durasi 4,5-4,9 jam.

2.3. BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS 2.3.1. Prinsip Dasar

BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable yang mudah digunakan, tidak invasif, tidak tergantung operator dengan ketepatan yang tinggi.

Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu impedance, resistance (R) dan capacitance (Xc). Impedance adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari resistance dan capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan panjang jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal jaringan tubuh.18,19,20,21

Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta

dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang baik, sementara lemak dan tulang merupakan penghantar listrik yang buruk.19,22,23

Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.

Gambar 3. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA25

2.3.2. Beberapa parameter yang dihasilkan BIAdan peranannya pada pasien hemodialisis kronik

Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle, status cairan tubuh { TBW, ECW, Intra Cellular Water (ICW) dan Total Body Potassium (TBP)} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass (BCM), Fat Free Mass (FFM), Fat Mass (FM), Resting Metabolic Rate (RMR) dan total protein, mineral serta glikogen}.19

A. Phase angle

Phase angle menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif. PhA dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan kapasitan. PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan ECW (Zillikens dkk,1992), kematian sel dan kerusakan membran sel atau penurunan integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik.19

Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu dimengerti, namun PhA bermanfaat sebaagai prediktor outcome dan

indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu.

Suatu penelitian yang membandingkan 131 pasien HD kronik dengan 272 kontrol sehat yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya, mendapatkan bahwa perubahan PhA merupkan prediktor yang kuat terhadap prognosis pasien. PhA juga digunakan untuk memonitor kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA

berbanding terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes.

B. Status cairan tubuh

Salah satu tujuan terapi HD adalah mencapai dan mempertahankan keadaan euvolemik yang disebut berat badan kering. Pengeluaran cairan yang inadekuat dapat menyebabkan hipertensi, sesak napas dan edema. Sedangkan pengeluaran cairan berlebihan akan menyebabkan hipotensi, kram otot dan muntah-muntah. Pada tabel 4 dapat kita lihat perbandingan peranan BIA dalam menentukan status cairan tubuh dengan metode lain.

Tabel 4. Metode pengukuran status cairan tubuh

Meskipun BIA belum sempurna namun pengukuran langsung TBW dan kompartemennya dapat membantu menentukan status volume cairan tubuh sehingga tujuan HD yang efektif dan ditoleransi dapat tercapai.24

C. Status nutrisi tubuh

Malnutrisi dan penurunan FFM adalah faktor resiko signifikan dalam kenaikan angka mortalitas pasien yang menjalani HD.25 Penelitian membuktikan perubahan BCM berhubungan erat dengan asupan energi dan protein. Sehingga pengukuran FFM dan BCM oleh BIA dapat membantu mendeteksi kondisi malnutrisi pasien.26

Dokumen terkait