HUBUNGAN PHASE ANGLE PADA
BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS
DENGAN BERBAGAI KARAKTERISTIK DAN
LAMA HARAPAN HIDUP
PASIEN HEMODIALISIS KRONIK
TESIS
OLEH:
RIRI ANDRI MUZASTI
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN PHASE ANGLE PADA BIOELECTRICAL
IMPEDANCE ANALISIS DENGAN
BERBAGAI KARAKTERISTIK DAN LAMA HARAPAN HIDUP
PASIEN HEMODIALISIS KRONIK
TESIS
DIAJUKAN DAN DIPERTAHANKAN DI DEPAN SIDANG LENGKAP DEWAN PENILAI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAN DITERIMA SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENDAPATKAN KEAHLIAN DALAM BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM
MENYETUJUI PEMBIMBING TESIS I
(Prof.dr. Harun R. Lubis Sp.PD-KGH) (dr.Abdurrahim R. Lubis Sp.PD-KGH)
DISYAHKAN OLEH:
KEPALA DEPARTEMEN KETUA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU FAKULTAS KEDOKTERAN USU
ABSTRAK
HUBUNGAN PHASE ANGLE PADA BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS DENGAN BERBAGAI KARAKTERISTIK DAN LAMA HARAPAN HIDUP PASIEN HEMODIALISIS KRONIK Riri Andri Muzasti, Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Latar Belakang: Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) merupakan metode yang mudah digunakan, tidak invasif, dan dapat dilakukan berulang-ulang dalam
menilai perubahan komposisi tubuh dan status nutrisi. Phase angle (PhA),
parameter yang dihasilkan BIA, dapat mendeteksi perubahan komposisi tubuh
sehingga dapat digunakan sebagai indikator prognostik pada beberapa kondisi
kronik.
Tujuan penelitian: Penelitian retrospective longitudinal observational ini dilakukan untuk menentukan hubungan antara nilai phase angle pada BIA
dengan berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien hemodiálisis
(HD) kronik
Metode penelitian: Penelitian ini melibatkan 90 pasien HD kronik di KSGH Rasyida Medan. Metode Kaplan-Meier digunakan untuk menentukan lama
pengaruh prognostik PhA dan berbagai karakteristik pasien terhadap lama
harapan hidup pasien HD kronik.
Hasil: Berdasarkan analisa univariat, kurva Kaplan-Meier menunjukkan hubungan yang signifikan antara harapan hidup dengan PhA (p=0.000), usia HD
pertama kali (p=0.011), Diabetes Mellitus (DM) (p=0.014) dan lama HD
(p=0.000). Pada analisa bivariat, PhA secara signifikan berhubungan dengan
DM (p=0.000), usia HD pertama kali (p=0.012), dan BMI (p=0.017). Namun
pada analisa multivariat, setelah dilakukan penyesuaian, ternyata harapan hidup
lebih dominan dipengaruhi oleh lama HD dan adanya DM
Kesimpulan: PhA, parameter yang dihasilkan BIA dapat digunakan sebagai indikator prognostik pada pasien hemodialisis kronik, meskipun adanya DM dan
lama HD lebih besarnya pengaruhnya pada harapan hidup.
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN BIOELECTRICAL IMPEDANCE PHASE ANGLE WITH SOME CHARACTERISTICS AND SURVIVAL TIME IN CHRONIC HEMODIALYSIS PATIENTS Riri Andri Muzasti, Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis Division of Nephrology and Hipertension, Internal Medicine Department
Medical Faculty, University of North Sumatera, Medan
Background: Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) is an easy to use, non invasive, and reproducible technigue to evaluate changes in body composition
and nutritional status. Phase angle (PhA), determined by BIA, detects changes
in body composition and has been found to be a prognostic indicator in several
chronic conditions.
Objective: This retrospective longitudinal observational study was conducted to investigate the association between PhA determined by BIA with some
characteristics and survival time in chronic hemodialysis patient.
Methods: We evaluated 90 chronic hemodialysis patients in Rasyida Hemodialysis Unit of Medan. The Kaplan-Meier method was used to calculate
survival. Proportional hazard regression was constructed to evaluate the
prognostic effect of PhA and some patient characteristics independent of
survival time.
(p=0.011), Diabetes Mellitus (p=0.014), and HD vintage (p=0.000). In bivariate
analysis PhA correlates significantly with Diabetes Mellitus (p=0.000), age at HD
initiation (p=0.012), and BMI (p=0.017). However, using multivariate analysis,
after adjustments, survival was dominantly influenced by HD vintage and the
presence of Diabetes Mellitus.
Conclusion: Phase angle determined by BIA can be used as a prognostic indicator in chronic hemodialysis patients, but the presence of Diabetes mellitus
and HD vintage seemed to have some influence.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul:
“HUBUNGAN PHASE ANGLE PADA BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS DENGAN BERBAGAI KARAKTERISTIK DAN LAMA HARAPAN HIDUP PASIEN HEMODIALISIS KRONIK “, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Dengan selesainya tesis ini maka perkenankanlah penulis menyampaikan
terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan
kemudahan dan perhatian yang besar selama penulis mengikuti pendidikan.
2. dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH dan dr. Zainal Safri, SpPD,SpJP, selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis dan Magister
Kedokteran Klinis Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah banyak membantu
dan membimbing penulis selama mengikuti pendidikan.
semangat, motivasi, dan bimbingan serta arahan terus menerus kepada
penulis selama mengikuti program pendidikan hingga selesainya penulisan
tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU / RSUP H. Adam Malik / RSU Dr. Pirngadi Medan: Prof. dr. Harun Rasyid Lubis,
SpPD-KGH., Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, SpPD-KHOM., Prof. dr. Habibah Hanum
Nasution, SpPD-Kpsi., Prof. dr. Sutomo Kasiman SpPD-KKV., Prof. dr. Azhar
Tanjung, SpPD-KP-KAl, SpMK., Prof. dr. Pengarapen Tarigan, SpPD-KGEH.,
Prof. dr. OK Moehad Sjah KR., Prof. dr. Lukman Hakim Zain,
KGEH., Prof. dr. M Yusuf Nasution, KGH., Prof. dr. Azmi S Kar,
SpPD-KHOM., Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH., Prof. dr. Harris Hasan SpPD,
SpJP(K)., dr. Nur Aisyah SpPD-KEMD., Dr. A Adin St Bagindo SpPD-KKV., dr.
Lufti Latief, SpPD-KKV., dr. Syafii Piliang, SpPD-KEMD., dr. T Bachtiar
Panjaitan, SpPD., dr. Abiran Nababan, SpPD-KGEH., dr. Betthin Marpaung,
KGEH., dr. Sri M Sutadi KGEH., dr. Mabel Sihombing,
SpPD-KGEH., Dr. dr. Juwita Sembiring, SpPD-SpPD-KGEH., dr. Alwinsyah Abidin, SpPD-KP.,
dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH., dr. Dharma Lindarto SpPD-KEMD.,
Dr.dr. Umar Zein SpPD-KPTI-DTM&H-MHA., dr. Refli Hasan SpPD,SpJP (K).,
dr.Pirma Siburian SpPD., dr. EN Keliat KP., dr. Blondina Marpaung
SpPD-KR., dr. Leonardo Dairy SpPD-KGEH., Dr. Dairion Gatot SpPD-KHOM., dr.
Mardianto, SpPD., dr. Zuhrial SpPD., dr. Soegiarto Gani SpPD., dr. Savita
Handayani SpPD., yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada
5. dr. Armon Rahimi, SpPD-KPTI., dr. Daud Ginting SpPD., dr. Saut Marpaung
SpPD., dr. Dasril Efendi SpPD-KGEH., dr. Rahmat Isnanta, SpPD., dr. Santi
Safril, SpPD., dr. Jerahim Tarigan SpPD., dr. Hariyani Adin SpPD., dr. Endang
Sembiring SpPD., dr. Abraham SpPD., dr. Suhartono SpPD., dr. Franciscus
Ginting SpPD., dr. Syafrizal SpPD., dan dr. Imelda Rey SpPD., sebagai Dokter Kepala Ruangan yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis selama mengikuti pendidikan.
6. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Direktur RS. Tembakau Deli Medan yang telah memberikan kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit
dalam menunjang pendidikan keahlian penulis.
7. Seluruh staf dan perawat Klinik Spesialis Ginjal Hipertensi Rasyida dan unit Hemodialisis RSUP H. Adam Malik, Medan, dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis mengikuti pendidikan
dan melakukan penelitian.
8. dr. Arlinda Sri Wahyuni, MKes, yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. Para petugas kesehatan dan coassisten di SMF/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU / RSUP H. Adam Malik / RSUD Dr. Pirngadi Medan/ RS
Tembakau Deli, karena dengan bantuan kalian penulis dapat menyelesaikan
pendidikan ini.
dr. Vera Abdullah, dr. Hendra Adiputra, dr. T.Iskandar Rizal, dr. Medina dan dr.
Restuti H. Saragih, yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, serta para pegawai di SMF/ Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU / RSUP H. Adam Malik /
RSUD Dr. Pirngadi Medan, atas kerjasamanya yang baik selama ini.
Kepada ayahanda Muzawir (Alm), yang telah membesarkan, mengasuh dan mendidik, serta memberikan dukungan baik moril maupun materi demi
kemajuan penulis semoga kiranya Allah SWT selalu memberikan kelapangan
pada beliau di sisi-Nya dan ibunda Dra. Friyasti yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata yang tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima
kasih atas segala jasa-jasanya yang tiada mungkin terbalaskan.
Rasa hormat dan terima kasih yang setinggi tingginya dan setulusnya penulis
tujukan kepada ayah mertua Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, dan ibu mertua Dra. Siti Asrah Siregar yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dorongan semangat dan nasehat dalam menyelesaikan pendidikan ini, penulis
ucapkan terima kasih yang setulusnya.
Kepada suamiku tercinta dr. M. Riza Lubis, SpPK, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama
ini, demikian juga kepada anakku tersayang Shabrina Marisa Rianza dan Muhammad Rizky Rianza yang selalu menjadi pendorong dan penambah semangat serta pelipur lara dikala senang dan susah, semoga apa yang kita
capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita sekeluarga
Kepada saudaraku Harry Aidil Putra dan Derry Heppi Fritiwi S.Ked yang telah memberi semangat dan dorongan selama pendidikan, terima kasihku yang
tak terhingga untuk segalanya.
Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas
kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan,
dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis kiranya mendapat balasan
yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Amin ya Rabbal Alamin
Medan, Maret 2011
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
ABSTRAK ABSTRACT
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...vi
DAFTAR TABEL...ix
DAFTAR GAMBAR...xi
DAFTAR SINGKATAN KATA...xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian...1
1.2. Rumusan Masalah………4
1.3. Hipotesis Penelitian……….4
1.4. Tujuan Penelitian...4
1.5. Manfaat Penelitian...5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik...6
2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik...6
2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik...6
2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik...8
2.2. Hemodialisis...9
2.2.2. Penyebab Dasar Kematian Pasien Hemodialisis…………..11
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lama Harapan Hidup Pasien Hemodialisis………...12
2.3. Bioelectrical Impedance Analysis………15
2.3.1. Prinsip Dasar………..15
2.3.2. Beberapa Parameter yang Dihasilkan BIA dan Peranannya pada Pasien Hemodialisis………16
BAB III. KERANGKA KONSEP DAN OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep...19
3.2. Kerangka Operasional...19
3.3. Definisi Operasional... 20
BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian...22
4.2. Tempat dan Waktu penelitian...22
4.3. Populasi dan Sampel...22
4.4. Pengumpulan Data………..23
4.5. Pengolahan Data……….24
4.6. Analisis Data………24
BAB V. HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Data Penelitian……….26
5.2. Keterbatasan Penelitian...26
5.3. Analisis Univariat...26
5.5. Analisis Multivariat...41
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phase Angle...44
6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama harapan hidup...45 BAB VII. PENUTUP
7.1. Kesimpulan...47
7.2. Saran...47
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 1. Parameter-parameter Bioelectrical Impedance Analysis Lampiran 2. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian Lampiran 3. Formulir persetujuan setelah penjelasan
Lampiran 4. Daftar riwayat hidup
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik...6
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat
Penyakit...7
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis
Etiologi...7
Tabel 4. Metode pengukuran status cairan tubuh...18
Tabel 5. Ukuran Statistik Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik
di KSGH Rasyida………27
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Etiologi HD di KSGH Rasyida………..29
Tabel 7. Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Lama HD di
KSGH Rasyida…..………33
Tabel 8. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut PhA
di KSGH Rasyida ……….………..34
Tabel 9. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Etiologi HD
di KSGH Rasyida ……… 36
Tabel 10. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Usia HD
Pertama Kali di KSGH Rasyida ……… 36
Tabel 11. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut BMI
di KSGH Rasyida ………. 38
Tabel 12. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Jenis Kelamin di
Tabel 13. Hubungan PhA dengan Berbagai Karakteristik Pasien
HD Kronik di KSGH Rasyida……….. …40
Tabel 14. Hasil Análisis Multivariat Regresi Cox 4 Variabel……….41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses hemodialisis……….1
Gambar 2. Harapan hidup 5 tahun berdasarkan penyakit ginjal yang mendasari di berbagai negara………12
Gambar 3. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA...16
Gambar 4. Kerangka konsep penelitian...19
Gambar 5. Kerangka operasional penelitian...20
Gambar 6. Distribusi Frekuensi Lama HDdi KSGH Rasyida……….28
Gambar 7. Distribusi Frekuensi PhA di KSGH Rasyida………..…28
Gambar 8. Distribusi Frekuensi Etiologi HD di KSGH Rasyida………..30
Gambar 9. Distribusi Frekuensi Usia HD Pertama Kali Pasien HDKronik di KSGH Rasyida………30
Gambar 10. Distribusi Frekuensi BMI Pasien HDKronik di KSGH Rasyida………31
Gambar 11. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik di KSGH Rasyida………32
Gambar 12. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Lama HD di KSGH Rasyida……….33
Gambar 13. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut PhA di KSGH Rasyida………34
Gambar 15. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Usia HD
Pertama Kali di KSGH Rasyida………37
Gambar 16. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut BMI
di KSGH Rasyida………38
Gambar 17. Probabilitas Harapan Hidup Menurut Jenis Kelamin di KSGH
DAFTAR SINGKATAN
PGK : Penyakit Ginjal Kronik
BIA : Bioelectrical Impedance Analysis
PhA : Phase Angle
HD : Hemodialisis
HIV : Human Imunodefisiensi Virus
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
KSGH : Klinik Spesialis Ginjal Hipertensi
BMI : Body Mass Index
DM : Diabetes Melitus
TBW : Total Body Water
ECW : Extra Cellular Water
ICW : Intra Cellular Water
RM : Rekam Medik
GNK : Glomerulonefritis Kronik
HN : Hipertensi Nefropati
ABSTRAK
HUBUNGAN PHASE ANGLE PADA BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS DENGAN BERBAGAI KARAKTERISTIK DAN LAMA HARAPAN HIDUP PASIEN HEMODIALISIS KRONIK Riri Andri Muzasti, Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Latar Belakang: Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) merupakan metode yang mudah digunakan, tidak invasif, dan dapat dilakukan berulang-ulang dalam
menilai perubahan komposisi tubuh dan status nutrisi. Phase angle (PhA),
parameter yang dihasilkan BIA, dapat mendeteksi perubahan komposisi tubuh
sehingga dapat digunakan sebagai indikator prognostik pada beberapa kondisi
kronik.
Tujuan penelitian: Penelitian retrospective longitudinal observational ini dilakukan untuk menentukan hubungan antara nilai phase angle pada BIA
dengan berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien hemodiálisis
(HD) kronik
Metode penelitian: Penelitian ini melibatkan 90 pasien HD kronik di KSGH Rasyida Medan. Metode Kaplan-Meier digunakan untuk menentukan lama
pengaruh prognostik PhA dan berbagai karakteristik pasien terhadap lama
harapan hidup pasien HD kronik.
Hasil: Berdasarkan analisa univariat, kurva Kaplan-Meier menunjukkan hubungan yang signifikan antara harapan hidup dengan PhA (p=0.000), usia HD
pertama kali (p=0.011), Diabetes Mellitus (DM) (p=0.014) dan lama HD
(p=0.000). Pada analisa bivariat, PhA secara signifikan berhubungan dengan
DM (p=0.000), usia HD pertama kali (p=0.012), dan BMI (p=0.017). Namun
pada analisa multivariat, setelah dilakukan penyesuaian, ternyata harapan hidup
lebih dominan dipengaruhi oleh lama HD dan adanya DM
Kesimpulan: PhA, parameter yang dihasilkan BIA dapat digunakan sebagai indikator prognostik pada pasien hemodialisis kronik, meskipun adanya DM dan
lama HD lebih besarnya pengaruhnya pada harapan hidup.
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN BIOELECTRICAL IMPEDANCE PHASE ANGLE WITH SOME CHARACTERISTICS AND SURVIVAL TIME IN CHRONIC HEMODIALYSIS PATIENTS Riri Andri Muzasti, Abdurrahim Rasyid Lubis, Harun Rasyid Lubis Division of Nephrology and Hipertension, Internal Medicine Department
Medical Faculty, University of North Sumatera, Medan
Background: Bioelectrical Impedance Analysis (BIA) is an easy to use, non invasive, and reproducible technigue to evaluate changes in body composition
and nutritional status. Phase angle (PhA), determined by BIA, detects changes
in body composition and has been found to be a prognostic indicator in several
chronic conditions.
Objective: This retrospective longitudinal observational study was conducted to investigate the association between PhA determined by BIA with some
characteristics and survival time in chronic hemodialysis patient.
Methods: We evaluated 90 chronic hemodialysis patients in Rasyida Hemodialysis Unit of Medan. The Kaplan-Meier method was used to calculate
survival. Proportional hazard regression was constructed to evaluate the
prognostic effect of PhA and some patient characteristics independent of
survival time.
(p=0.011), Diabetes Mellitus (p=0.014), and HD vintage (p=0.000). In bivariate
analysis PhA correlates significantly with Diabetes Mellitus (p=0.000), age at HD
initiation (p=0.012), and BMI (p=0.017). However, using multivariate analysis,
after adjustments, survival was dominantly influenced by HD vintage and the
presence of Diabetes Mellitus.
Conclusion: Phase angle determined by BIA can be used as a prognostic indicator in chronic hemodialysis patients, but the presence of Diabetes mellitus
and HD vintage seemed to have some influence.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik
(PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -
20 persen per tahun, meskipun telah dilakukan perbaikan penatalaksanaan
penyakit kardiovaskular, infeksi dan terapi dialisis.1 Menurut United States
Renal Data System, setelah terapi pengganti ginjal dimulai maka lama
harapan hidup pasien yang berusia 40-44 tahun adalah 8 tahun sedangkan
bagi yang berusia 60-64 tahun sekitar 4,5 tahun. Beberapa faktor telah
dikenal sebagai prediktor fakta ini, diantaranya yang terpenting adalah
malnutrisi dan penurunan massa otot.2
Malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada
pasien hemodialisis (HD). Beberapa penelitian mendapatkan bahwa
30-70% pasien HD mengalami malnutrisi.3 Penyebab gangguan status nutrisi
ini multifaktorial, diantaranya:
(a) asupan yang kurang akibat anoreksia oleh karena proses uremia, gangguan
sensasi pengecapan, stres emosional dan anjuran menu yang tidak enak.
(b) respon katabolik akibat proses inflamasi kronik dan penyakit penyerta.
(c) terbuangnya zat-zat gizi seperti asam amino (± 8 gram), peptida (± 9 gram),
glukosa, vitamin larut air dan berbagai zat bioaktif akibat prosedur
(d) hilangnya darah akibat perdarahan saluran cerna dan prosedur
pemeriksaan darah yang berulang kali.
(e) gangguan endokrin akibat uremia
Malnutrisi ditandai dengan perubahan keutuhan membran sel dan
gangguan keseimbangan cairan, sehingga pengukuran komposisi tubuh
merupakan bagian terpenting dalam penilaian status nutrisi pasien HD.5
Mengenal dan mengatasi masalah nutrisi ini tepat pada waktunya dapat
memperbaiki prognosa pasien, misalnya dengan membantu pasien
mendapatkan berat badan ideal, meningkatkan respon terapi dan
mengurangi komplikasi pengobatan. Sehingga mengenal dan mengatasi
malnutrisi pada awal-awal HD sangat penting untuk mencapai outcome
yang baik yaitu peningkatan kualitas hidup.6
Namun hal ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena
kurangnya alat yang valid dan dipercaya untuk menilai status nutrisi. Dari
dulu status nutrisi sudah dinilai dengan berbagai metode yang objektif
seperti pengukuran antropometri (perobahan berat badan dan lingkar otot
lengan) dan laboratorium (albumin dan transferin). Tetapi sampai
sekarang, dari berbagai metode yang telah dikembangkan masih memiliki
kekurangan sehingga sulit menentukan metode mana yang terbaik.
Misalnya; metode antropometri secara klinis tidak ideal karena boros waktu
dan sulit dilakukan khususnya pada pasien yang tergeletak ditempat tidur.
faktor non nutrisi (Bauer dkk, 2002; Carney & Meguid, 2002; Waitzberg &
Correia, 2003).7,8.9
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu alat untuk menilai
komposisi tubuh dan status nutrisi yaitu Bioelectrical Impedance Analysis
(BIA), yang dinyatakan dapat mengatasi kekurangan metode sebelumnya.
Menurut Saxena dkk, BIA merupakan alat portable yang mudah digunakan,
aman, cepat, bersifat non invasif, tidak mahal, dapat dilakukan
berulang-ulang dan tidak bergantung pada operator serta hasilnya dapat dipercaya
dengan tingkat kesalahan yang rendah (± 1%) sehingga dapat digunakan
untuk mengukur status nutrisi pada pasien yang menjalani dialisis secara
regular.10
Salah satu parameter yang dapat dinilai dari pemeriksaan BIA ini
adalah phase angle (PhA). PhA menggambarkan distribusi cairan (resistan)
dan keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif,
dimana berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan
kapasitan (Baumgartner dkk, 1988).11 Sebagai indikator distribusi cairan
antara intrasel dan ekstrasel, PhA merupakan indikator malnutrisi yang
paling sensitif (Talluri dkk, 1999; Schwenk dkk, 2000).12 Malnutrisi dapat
mengurangi massa dan keutuhan membran sel serta mendorong
perpindahan keseimbangan cairan, sehingga nilai PhA akan rendah.13 PhA
juga digunakan sebagai petanda prognostik pada beberapa keadaan
dimana integritas membran sel dan keseimbangan cairan terganggu,
dan kanker (Ott dkk,1995; Maggiore dkk, 1996; Schwenk dkk, 1998;
Schwenk dkk, 2000; Faisy dkk, 2000; Selberg & Selberg, 2002; D. Gupta
dkk, 2004).14
Di Indonesia sendiri belum ada penelitian yang mencari hubungan
nilai PhA pada BIA dengan karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD
kronik, sehingga peneliti mencoba untuk membuktikan hubungan tersebut
yang pada akhirnya dapat dipakai memperbaiki prognosa dan
meningkatkan kualitas hidup pasien HD.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah, yaitu:
a. Apakah terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik
dengan nilai PhA pada BIA ?
b. Apakah terdapat hubungan nilai PhA pada BIA dengan lama
harapan hidup pasien HD kronik?
c. Apakah terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik
tersebut dengan lama harapan hidupnya?
1.3. Hipotesa
Hipotesa penelitian ini dikembangkan berdasarkan rumusan
masalah, yaitu sebagai berikut:
a. terdapat hubungan antara berbagai karakteristik pasien HD kronik
dengan nilai PhA pada BIA.
b. terdapat hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan lama harapan
c. terdapat hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan lama
harapan hidupnya.
1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum
Untuk menentukan hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan
berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD kronik
serta mengetahui hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik
dengan lama harapan hidupnya.
1.4.2.Tujuan khusus
a. Untuk menentukan hubungan berbagai karakteristik pasien HD
kronik dengan nilai PhA pada BIA
b. Untuk menentukan hubungan nilai PhA pada BIA dengan lama
harapan hidup pasien HD kronik
c. Untuk menentukan hubungan berbagai karakteristik pasien HD
kronik dengan lama harapan hidupnya.
d. Untuk menentukan nilai harapan hidup pasien HD kronik
1.5. Manfaat penelitian
Setelah mengetahui hubungan antara nilai PhA pada BIA dengan
berbagai karakteristik dan lama harapan hidup pasien HD kronik serta
mengetahui hubungan berbagai karakteristik pasien HD kronik dengan
a. masukan bagi praktisi medis dalam upaya memperbaiki prognosa pasien
HD kronik dengan menentukan penatalaksanaan yang tepat dan optimal,
sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.
b. masukan pada fasilitas pelayanan HD dalam peningkatan mutu
pelayanan penatalaksanaan pasien HD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK
2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Sedangkan
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana akan memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel 1.15
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik15
1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),
dengan manifestasi:
a. kelainan patologis
b.terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan
2. LFG <60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan
2.1.2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik15
PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140-umur) x berat badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit15
Derajat Penjelasan LFG
(ml/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15-29
Klasifikasi atas dasar diagnosis, tampak pada tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi15
Penyakit Tipe mayor (contoh)
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular
Penyakit vaskular
Penyakit tubulointerstitial
Penyakit kistik
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan obat
2.1.3. Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik Penatalaksanaan PGK meliputi: 15
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
f. Terapi pengganti ginjal
Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy) diperlukan
dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk
mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang dikeluarkan
melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan asam-basa dan
keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan dalam.16
Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan kehidupan,
meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat beraktifitas
seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal apabila
memungkinkan.15
Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis
dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu Hemodialisis dan
Peritoneal Dialisis.15
2.2. HEMODIALISIS
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu
proses HD, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam kompartemen
darah pada dialyzer. Dialyzermengandung ribuan serat sintetis yang
berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat
sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat
bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses
ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan
hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan
terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat untuk selanjutnya
dibuang.15
Gambar 1. Proses hemodialisis16
2.2.1.Indikasi Hemodialisis15
Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK
stadium terminal adalah bila LFG <5 mL/menit. Keadaan pasien
dengan LFG <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai bila telah terjadi:
a. Kelebihan cairan (volume overload)
b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
c. Kalium serum >6 mEq/L
e. pH darah < 7,1
f. Anuria berkepanjangan ( >5 hari)
2.2.2. Penyebab dasar kematian pasien HD
Penyakit kardiovaskular, infeksi dan reaksi withdrawal dari dialisis
merupakan penyebab dasar kematian pasien HD.
A. Penyakit Kardiovaskular
Meskipun terjadi penurunan prevalensi penyakit kardiovaskular
sebagai penyebab kematian pada populasi umum, namun pola ini tidak
diikuti pada pasien HD, sehingga penyakit ini masih terjadi pada 50%
kasus kematian pasien HD. Hal ini terjadi oleh karena 40% dari pasien
yang memulai HD pertama kali menderita diabetes dengan usia
rata-rata 60 tahun dan hampir 20%nya berusia 75 tahun, dimana
kebanyakan dari pasien ini menderita penyakit jantung.
B. Infeksi
Merupakan penyebab kedua kasus kematian pasien HD, biasanya
disebabkan bakteri seperti S. aureus dan sering berhubungan dengan
akses vaskular HD.
C. Withdrawal dari dialisis
Reaksi ini terjadi pada 15-25% kasus kematian pasien HD.
A. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan prosedur HD 1. Penyakit ginjal yang mendasarinya
Diantara penyakit ginjal yang mendasarinya, Glomerulonefritis Kronik (GNK) dan Penyakit Polikistik memiliki
harapan hidup 5 tahun yang paling baik, diikuti hipertensi nefopati
(HN) dan diabetes nefropati (DN) sebagai yang paling buruk yaitu
hanya 20%. Pada tahun 2007, United States Renal Data System
Annual Report mendapatkan bahwa penyebab utama kematian
pasien HD adalah DN (44%) dengan harapan hidup 10 tahun
hanya 4%.
Gambar 2. Harapan hidup 5 tahun berdasarkan penyakit ginjal yang
mendasari di berbagai negara. 2. Usia
prognosa paling buruk adalah usia lanjut dengan harapan hidup 5
dan 10 tahun hanya 15% dan 5%.
3. Malnutrisi
Penelitian membuktikan bahwa pasien yang bertubuh kecil
(diukur dengan BMI) dan mengalami malnutrisi memiliki resiko
lebih besar mengalami kematian. Sebaliknya, status nutrisi yang
baik dengan Indeks Massa Tubuh yang tinggi meningkatkan
harapan hidup.
4. Kadar Kalium
Resiko kematian jika kadar kalium <4 atau >5,6 mEq/L lebih
besar dibanding dengan kadar kalium diantara 4,6-5,3 mEq/L.
5. Kontrol Keseimbangan Cairan
Buruknya kontrol cairan yang dinilai dengan tidak tercapainya dry weight dapat meningkatkan mortalitas. Ini
dibuktikan pada penelitian Pillon dkk yang menggunakan BIA pada
3000 pasien HD, bahwa buruknya status cairan berupa
peningkatan Total Body Water (TBW) dan Extra Cellular Water
(ECW) meningkatkan mortalitas.
6.Suku
Harapan hidup pasien HD di United States bervariasi diantara berbagai suku bangsa, dimana Afrika-Amerika dan
Asia-Amerika lebih rendah mortalitasnya dibanding kulit putih. Ini
harapan hidup 5 tahun kulit hitam, putih dan suku lainnya adalah
35, 25 dan 32%.
7. Keterlambatan Rujukan
Meskipun hanya observasi dan retrospektif, kebanyakan penelitian mendapatkan bahwa pasien yang terlambat dirujuk pada
seorang ahli ginjal untuk mendapat terapi dialisis, memiliki resiko
kematian yang lebih besar pada awal-awal menjalani dialisis
dibandingkan dengan pasien yang dirujuk lebih dini.
8. Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan berupa bolos dari jadwal HD rutin dan makan minum sesukanya dapat meningkatkan mortalitas. Ini
dibuktikan dengan penelitian pada 739 pasien HD, dimana 67
orang yang tidak patuh lebih tinggi mortalitasnya (hazard rasio:
1,69; 95% CI: 1,23-2,3).
B. Faktor-faktor sehubungan dengan prosedur HD 1. Lama HD
Chertow dkk mendapatkan bahwa setiap tahunnya dialisis meningkatkan resiko kematian ± 6%.
2. Durasi HD
Menurut penelitian Dialysis Outcomes and Practice Patterns
pada 22.000 pasien HD, durasi Hd >240 menit setiap sesinya
penambahan durasi ½ jam. Penelitian di Australia dan New
Zealand pada 6593 pasien mendapatkan bahwa mortalitas
terendah pada HD dengan durasi 4,5-4,9 jam.
2.3. BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS 2.3.1. Prinsip Dasar
BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable yang mudah digunakan, tidak invasif, tidak tergantung operator dengan
ketepatan yang tinggi.
Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu
impedance, resistance (R) dan capacitance (Xc). Impedance adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari resistance dan
capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang
dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance
merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan
membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan
panjang jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal jaringan
tubuh.18,19,20,21
Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh
yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor
silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai
resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan
dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari
sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang
baik, sementara lemak dan tulang merupakan penghantar listrik yang
buruk.19,22,23
Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan
kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana
pasien tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh
dilakukan segera setelah makan, minum dan olahraga.
Gambar 3. Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA25
2.3.2. Beberapa parameter yang dihasilkan BIAdan peranannya pada pasien hemodialisis kronik
Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle,
status cairan tubuh { TBW, ECW, Intra Cellular Water (ICW) dan
Total Body Potassium (TBP)} dan status nutrisi tubuh {Body Cell
Mass (BCM), Fat Free Mass (FFM), Fat Mass (FM), Resting
A. Phase angle
Phase angle menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan
keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif. PhA
dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen
tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan
membran sel dan perubahan ECW. Sehingga dikatakan PhA
bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana
berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan
kapasitan. PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya
peningkatan ECW (Zillikens dkk,1992), kematian sel dan kerusakan
membran sel atau penurunan integritas sel, sedangkan nilai PhA
yang tinggi menandakan banyaknya jumlah membran sel dan BCM
yang masih baik.19
Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu
dimengerti, namun PhA bermanfaat sebaagai prediktor outcome dan
indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu.
Suatu penelitian yang membandingkan 131 pasien HD kronik
dengan 272 kontrol sehat yang disesuaikan usia dan jenis
kelaminnya, mendapatkan bahwa perubahan PhA merupkan prediktor
yang kuat terhadap prognosis pasien. PhA juga digunakan untuk
berbanding terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah
pada wanita, kulit putih dan pasien diabetes.
B. Status cairan tubuh
Salah satu tujuan terapi HD adalah mencapai dan
mempertahankan keadaan euvolemik yang disebut berat badan
kering. Pengeluaran cairan yang inadekuat dapat menyebabkan
hipertensi, sesak napas dan edema. Sedangkan pengeluaran
cairan berlebihan akan menyebabkan hipotensi, kram otot dan
muntah-muntah. Pada tabel 4 dapat kita lihat perbandingan
peranan BIA dalam menentukan status cairan tubuh dengan
metode lain.
Tabel 4. Metode pengukuran status cairan tubuh
Meskipun BIA belum sempurna namun pengukuran langsung
TBW dan kompartemennya dapat membantu menentukan status
volume cairan tubuh sehingga tujuan HD yang efektif dan
C. Status nutrisi tubuh
Malnutrisi dan penurunan FFM adalah faktor resiko
signifikan dalam kenaikan angka mortalitas pasien yang
menjalani HD.25 Penelitian membuktikan perubahan BCM
berhubungan erat dengan asupan energi dan protein. Sehingga
pengukuran FFM dan BCM oleh BIA dapat membantu
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEP
Berikut ini adalah kerangka konsep penelitian yang dikembangkan untuk
menentukan hubungan nilai PhA pada BIA dengan karakteristik dan lama
harapan hidup pasien HD kronik, serta hubungan karakteristik pasien HD kronik
dengan lama harapan hidupnya
Komposisi sel/ jaringan normal Nilai PhA normal
Penurunan Nilai PhA Perubahan- perubahan
Nilai PhA turun
Lama harapan hidup
?
?
?
Berbagai karakteristik pasien HD kronikGambar 4. Kerangka konsep penelitian
3.2. KERANGKA OPERASIONAL
Karakteristik pasien yang dianggap berhubungan dengan nilai PhA
sehingga berpengaruh pada lama harapan hidup pasien HD kronik adalah jenis
PhA: baik atau kurang
Pasien HD kronik
Pemeriksaan BIA
Dicatat tanggal pemeriksaan, nama, umur, berat badan, tinggi badan, alamat, no. telp/HP
Berbagai karakteristik:
Gambar 5. Kerangka operasional penelitian
3.3. Defenisi Operasional Variabel penelitian ini terdiri:
a. Variabel dependen yaitu lama harapan hidup
b. Variabel independen yaitu PhA dan berbagai karakteristik pasien HD
kronik (Jenis kelamin, etiologi HD, usia saat HD 1x dan status gizi)
• HD kronik: lama pasien menjalani HD ≥3 bulan.
• Jenis Kelamin: perbedaan gender pasien yang dibedakan atas laki-laki dan perempuan
• Etiologi HD: penyakit dasar yang menyebabkan pasien menjalani HD yang dibedakan atas DM dan non DM
• Usia saat HD 1x: usia pasien saat menjalani HD pertama kali,
• Lama HD: lama pasien menjalani HD, yang dihitung sejak pertama kali mendaftar di KSGH Rasyida sampai HD terakhir
sebelum tanggal kematian atau sampai dengan penelitian di
hentikan.
• Status gizi: keadaan gizi pasien menurut Body Mass Index (BMI)
yaitu berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter
kuadrat. Dibedakan atas overweight (≥ 23 kg/m2), normoweight
(18,5-22,5 kg/m2) atau underweight (<18,5 kg/m2).
• BIA : pemeriksaan yang menggunakan alat Maltron Bio Scan
916 (monofrekuensi) pada suhu kamar, dengan frekuensi 50-kHz
dan amplitudo 800-µA untuk menentukan kompartemen tubuh
sebelum menjalani HD. Pengukuran dilakukan dengan
menempelkan sensor elektroda pada punggung kaki dan tangan
yang tidak aktif dalam beberapa detik, setelah data yang
dibutuhkan dimasukkan.
• PhA: nilai yang dihasil dari pemeriksaan BIA yang dibedakan atas cutt of pointnya yaitu baik dan kurang.
• Lama harapan hidup: rentang waktu antara tanggal pemeriksaan BIA pertama kali dengan tanggal kematian akibat apapun atau
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan analisa cohort menggunakan data retrospektif dari rekam medik (retrospective longitudinal observational study)
4.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Desember 2010 sampai dengan bulan
Februari 2011 di Klinik Spesialis Ginjal Hipertensi (KSGH) Rasyida.
Pemilihan tempat penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa pusat
pelayanan hemodialisa tersebut memiliki jumlah pasien cukup banyak
dengan data rekam medik (RM) pemeriksan BIA cukup lengkap dibanding
pusat pelayanan HD lainnya yang ada di Propinsi Sumatera Utara.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah pasien yang menjalani HD di KSGH
Rasyida dengan kriteria sebagai berikut:
A.Kriteria inklusi
1. Laki-laki dan perempuan berumur ≥18 tahun.
2. Menjalani HD di KSGH Rasyida
3. Telah menjalani HD ≥3 bulan
4. Telah menjalani pemeriksaan BIA
6. Bersedia mengisi informed consent
7. Telah di follow up selama ≥2 tahun sejak menjalani pemeriksaan
BIA sampai penelitian dihentikan.
B. Kriteria Eksklusi
1. Penderita yang mengalami stroke dengan kelemahan anggota
gerak
2. Penderita dengan kelainan sendi
4.3.2. Sampel
Sampel merupakan sebagian pasien yang menjalani HD di KSGH Rasyida.
A.Teknik penarikan sampel
Teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah consecutive
sampling yaitu proses penarikan sampling berdasarkan
kriteria-kriteria yaitu kriteria-kriteria inklusi dan eksklusi.
B. Besar sampel
Penentuan jumlah sampel berdasarkan total sampling, dimana
semua subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilibatkan
dalam penelitian.
4.4. Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu data primer dan data
sekunder.
A. Data primer
Data ini diperoleh setelah subjek diberi penjelasan dan bersedia
menandatangani surat persetujuan mengikuti penelitian (informed
consent), maka pada subjek dilakukan follow up untuk pencatatan kapan
meninggal dan berapa yang hidup saat penelitian dihentikan. Petugas
yang melakukan follow up adalah peneliti bekerjasama dengan personalia
di pusat pelayanan HD tersebut.
B. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan observasi. Data ini
diperoleh dari RM untuk mengetahui beberapa data dasar dan beberapa
karakteristik pasien.
4.5. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahap
sebagai berikut:
A.Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan
data.
B. Coding
Data yang telah diperiksa ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah
dengan komputer.
C. Entry
Data yang telah diedit dan decoding dimasukkan ke dalam program
computer.
D. Cleaning Data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam
komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan
data.
4.6. Analisis Data
Data pada penelitian ini adalah data numerik dan kategori. Analisis data dilakukan dalam 3 tahap, yaitu univariat, bivariat dan multivariat.
A. Analisis univariat
Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti baik variabel dependen maupun variabel
independen yang dapat dilihat dari uuran sentral (mean, median atau
proporsi) dan ukuran variasi sebarannya (standar deviasi atau kisaran).
Data akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
B. Analisis bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen yaitu berbagai karakteristik pasien,
PhA dan lama harapan hidup. Apabila data berbagai karakteristik pasien
adalah kategori 2 kelompok digunakan analisis uji beda rata-rata yaitu uji
T independen dan apabila data berbagai karakteristik pasien adalah
menentukan lama harapan hidup digunakan metode Kaplan-Meier.
Statistik Log-rank test digunakan untuk menilai hubungan antara dua
variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan derajat kemaknaan
(α) sebesar 0,05.
C. Analisis multivariat
Tujuan analisis ini adalah menentukan besar hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan menggunakan
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Data Penelitian
KSGH Rasyida adalah salah satu pusat pelayanan hemodiálisis di Medan.
Penderita yang datang selain dari Medan juga berasal dari luar Medan
seperti Binjai, Berastagi, Siantar dan kota lainnya.
Jumlah pasien yang menjalani HD dari tahun 1995 (sejak KSGH Rasyida
diresmikan) sampai akhir Januari 2009 berjumlah lebih kurang 1012 orang.
Dari 1012 pasien ini ada 276 orang yang menjalani pemeriksaan BIA (sejak
pemeriksaan BIA dilakukan pertama kali tahun 2006). Dari 276 data yang
terkumpul hanya 90 orang yang memenuhi kriteria inklusi untuk dilibatkan
dalam penelitian.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian yang menggunakan data sekunder seperti data RM
diperlukan penelaahan yang lebih teliti, karena peneliti sejak awal tidak ikut
dalam proses pengambilan data. Dalam hal ini, peneliti mengambil data RM
yang lengkap catatannya.
5.3. Analisis Univariat
Dari 90 pasien yang di follow up setelah menjalani pemeriksaan BIA
pertama kali, hanya 34 orang (37,8%) yang masih bertahan hidup sampai
penelitian ini dihentikan. Rata-rata lama harapan hidup adalah 25,83 bulan
dengan lama harapan hidup terendah yaitu 2 bulan dan terpanjang yaitu 67
bulan. Ukuran statistiknya dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Ukuran Statistik Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik di KSGH
Rasyida
Ukuran Statistik Nilai (bulan)
Mean 25.83
Median 24
Standar Deviasi 16.68
Minimal 2
Maksimal 67
5.3.2. Lama HD
Lama pasien menjalani HD di KSGH Rasyida rata-rata 47,59 bulan
dengan median 40 bulan dan stándar deviasi adalah 37,05 bulan. Lama HD
terpendek 5 bulan dan terpanjang adalah 181 bulan. Lama HD ini
sebanyak 17% (n=15) dan >120 bulan sebanyak 8% (n=8). Distribusi lama
HDdi KSGH Rasyida dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
6
5.3.3. Phase Angle
PhA pasien HD kronik di KSGH Rasyida rata-rata 4,1dengan
median 4,1 dan stándar deviasi adalah 1,02. PhA terendah yaitu 1,92 dan
tertinggi adalah 6,35. PhA ini dikelompokkan atas 2 yaitu: kurang jika PhA <
4,1 sebanyak 48,9% (n=44) dan baik jika PhA > 4,1 sebanyak 51,1%
(n=46). Distribusi PhA pasien HDkronik di KSGH Rasyida dapat dilihat pada
5.3.4. Etiologi HD
Sebagian besar pasien yang menjalani HD di KSGH Rasyida
disebabkan oleh HN: 34 orang (37,8%) dan DN: 31 orang (34,4%). Distribusi
etiologi HD di KSGH Rasyida dapat dilihat pada tabel.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Etiologi HD di KSGH Rasyida
Etiologi HD n %
Analgesic nefropati 1 1.1
Diabetes Nefropati 31 34.4
GNC 9 10.0
Hipertensi Nefropati 34 37.8
PGOI 5 5.6
PKD 5 5.6
PNC 4 4.4
Dalam análisis lebih lanjut etiologi HD ini dikelompokkan atas 2 kategori
yaitu DM yang berjumlah 33 orang (36,7%) dan non DM sejumlah 57 orang
(63,3%).
5.3.5. Usia HD Pertama Kali
Pasien yang menjalani HD di KSGH Rasyida rata-rata berusia 52,9
tahun ketika pertama kalinya dengan median 53 tahun dan stándar deviasi
adalah 11.05. Usia termuda 23 tahun dan usia tertua adalah 75 tahun. Usia
menjalani HD pertama kali ini dikelompokkan atas 3 yaitu: usia < 40 tahun
sebanyak 11% (n=10), 40-59 tahun sebanyak 61% (n=55) dan usia > 60
tahun sebanyak 28% (n=25). Distribusi pasien yang menjalani HD di KSGH
Rasyida menurut kelompok usia HD pertama kali dapat dilihat pada gambar
5.3.6. BMI
Status gizi ditentukan berdasarkan BMI. Rata-rata pasien HD kronik
di KSGH Rasyida memilki BMI 22,90 dengan median 22,35 dan stándar
deviasi adalah 3,97. BMI terendah yaitu 15,20 dan terbesar adalah 32,90.
BMI ini dikelompokkan atas overweight sebanyak 43% (n=39), normoweight
sebanyak 45% (n=40) dan underweight sebanyak 12% (n=11). Distribusi
BMI pasien HD kronik di KSGH Rasyida dapat dilihat pada gambar dibawah
5.4. Analisis Bivariat
5.4.1. Lama Harapan Hidup 2 Tahun Pasien HD Kronik
Gambar memperlihatkan probabilitas lama harapan hidup pasien
HD kronik di KSGH Rasyida yang ditunjukkan dalam satuan persen.
Nilai probabilitasnya yaitu 0 sampai 1 yang berarti 0 sampai 100%. Dari
gambar didapat bahwa probabilitas lama harapan hidup 2 tahun (24
Lama harapan hidup (bulan)
Gambar 11. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronikdi KSGH Rasyida
5.4.2. Lama HD dengan Lama Harapan Hidup
Pada tabel dan gambar terlihat bahwa semakin lama pasien
menjalani HD, semakin lama harapan hidupnya. Sehingga secara
statistik dengan menggunakan uji logrank didapatkan bahwa ada
hubungan antara lama HD dengan harapan hidup, pada α=0,05
Tabel 7. Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Lama HD di KSGH
Rasyida
Lama HD (bulan) Kasus Meninggal
(n)
Mean Harapan
Hidup
95% CI
<60 50 23.10 19.14-27.06 60-120 5 42.33 33.22-51.44 >120 1 61.50 51.42-71.58
5.4.3. Phase Angle dengan Lama Harapan Hidup
Rata-rata harapan hidup pasien dengan PhA >4,1 lebih lama
dibanding dengan PhA <4,1. Sehingga secara statistik dengan
menggunakan uji logrank didapatkan bahwa ada hubungan antara PhA
dengan lama harapan hidup, pada α=0,05 (p=0,014). Hubungan PhA
dengan lama harapan hidup pasien HD kronik di KSGH Rasyida dapat
dilihat pada tabel dan gambar dibawah.
Gambar 13. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD KronikMenurutPhA di KSGH Rasyida
5.4.4. Etiologi HD dengan Lama Harapan Hidup
Sebagian besar pasien yang meninggal di KSGH Rasyida
disebabkan oleh DM (n=29) dengan rata-rata harapan hidup 18,06 bulan.
Secara statistik dengan menggunakan uji logrank didapatkan bahwa ada
hubungan antara etiologi HD dengan lama harapan hidup, pada α=0,05
(p=0,000). Hubungan etiologi HD dengan lama harapan hidup pasien HD
Lama harapan hidup (bulan)
Gambar 14. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Etiologi HD di KSGH Rasyida
Tabel 9. Lama Harapan Hidup Pasien HD KronikMenurut Etiologi HD di KSGH Rasyida
Etiologi HD Kasus Meninggal (n) Mean Harapan
Hidup
95% CI
DM
Non DM
29
27
18,06
42, 55
13,31-22,81
5.4.5. Usia HD Pertama Kali dengan Lama Harapan Hidup
Rata-rata harapan hidup pasien yang berusia 40-59 tahun ketika memulai
HD pertama kalinya adalah 37,13 bulan, sedangkan bagi yang berusia > 60
tahun maka harapan hidupnya adalah 19,53 bulan. Secara statistik dengan
menggunakan uji logrank didapatkan bahwa ada hubungan antara usia HD
pertama kali dengan harapan hidup, pada α=0,05 (p=0,011). Hubungan usia
HD pertama kali dengan lama harapan hidup pasien HD kronik di KSGH
Rasyida dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah.
Tabel 10. Lama Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Usia HD Pertama Kali di KSGH Rasyida
Lama harapan hidup (bulan)
Gambar 15. Probabilitas Harapan Hidup Pasien HD Kronik Menurut Usia HD Pertama Kali di KSGH Rasyida
5.4.6. BMI dengan Lama Harapan Hidup
Lama harapan hidup rata-rata pasien HD kronik di KSGH Rasyida hampir
sama diantara kelompok BMI. Sehingga secara statistik dengan
menggunakan uji logrank didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara BMI
dengan harapan hidup, pada α=0,05 (p=0,896). Hubungan BMI dengan lama
harapan hidup pasien HD kronik di KSGH Rasyida dapat dilihat pada tabel
Tabel 11. Lama Harapan Hidup Pasien HD KronikMenurut BMI di KSGH
Lama harapan hidup (bulan)
5.4.7. Jenis Kelamin dengan Lama Harapan Hidup
Baik laki-laki maupun perempuan hampir sama rata-rata lama
harapan hidupnya, sehingga secara statistik dengan menggunakan uji
logrank didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan harapan hidup, pada α=0,05 (p=0,296). Hubungan jenis kelamin
dengan lama harapan hidup pasien HD kronik di KSGH Rasyida dapat
dilihat pada tabel dan gambar dibawah.
Lama harapan hidup (bulan)
Gambar 17. Probabilitas Harapan Hidup MenurutJenis Kelamin di KSGH Rasyida
5.4.8. Berbagai Karakteristik dengan PhA
Secara statistik berdasarkan uji T dan ANOVA ternyata baik etiologi HD,
usia HD 1x maupun BMI berhubungan dengan PhA (p<0,005). Pada tabel
terlihat bahwa PhA pasien dengan DM, usia lanjut dan BMI underweight
lebih rendah, begitu juga dengan jenis kelamin perempuan meskipun secara
statistik tidak signifikan.
5.5. Analisis Multivariat
Pada análisis ini dilakukan beberapa tahap untuk menentukan besar
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (lama
harapan hidup). Pertama menentukan variabel yang diikutsertakan dalam
análisis yaitu variabel yang bermakna secara statistik pada uji bivariat
dengan nilai p<0,05. Pada tahap ini yang masuk dalam análisis adalah lama
HD, usia HD pertama kali, etiologi HD dan PhA, sedangkan BMI dan jenis
kelamin tidak masuk dalam análisis. Hasil seleksi variabel dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 14. Hasil Análisis Multivariat Regresi Cox 4 Variabel
Variabel p RR 95% CI
PhA :
• <4,1
• >4,1
Usia HD Pertama Kali (tahun):
• Non DM
Interpretasi masing-masing variabel yang berhubungan dengan lama
harapan hidup adalah:
1. Phase Angle
Pasien dengan PhA <4,1 mempunyai resiko untuk meninggal 1.466 kali
bila dibandingkan dengan pasien dengan PhA >4,1.
2. Usia HD Pertama Kali
Resiko untuk meninggal pada pasien yang memulai HD pada usia >60
tahun adalah 2.047 kali dan 1.555 kali pada pasien dengan usia HD pertama
kali 40-59 tahun bila dibandingkan dengan usia HD pertama kali <40 tahun.
3. Etiologi HD
Pasien DM mempunyai resiko untuk meninggal 1.898 kali bila
dibandingkan dengan pasien non DM.
Dibandingkan dengan lama HD >10 tahun, maka resiko untuk
meninggal pada pasien dengan lama HD <5 tahun adalah 9.829 kali dan
2,489 kali pada pasien dengan lama HD 5-10 tahun.
Kedua; melakukan pemeriksaan interaksi pada tiap variabel secara
multiplikatif, kemudian dilihat signifikansinya dengan menggunakan ratio
likelihood.
Setelah dilakukan pemeriksaan tersebut akhirnya diketahui bahwa
variabel yang berhubngan dan mempengaruhi lama harapan hidup pasien
HD kronik adalah lama HD dan etiologi HD. Hasil analisis dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 15. Hasil Análisis Multivariat Regresi Cox
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan retrospective longitudinal observational study,
menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien HD kronik di KSGH
Rasyida. Data lama harapan hidup diperoleh dari rekam medik dan penelusuran
lewat telepon.
A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phase Angle
PhA telah digunakan sebagai petanda prognostik pada beberapa keadaan
dimana integritas membran sel dan keseimbangan cairan terganggu, seperti
infeksi HIV, sirosis hati, penyakit paru obstruktif kronik, sepsis, HD dan kanker.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa PhA pasien HD kronik berkorelasi
negatif dengan usia HD pertama kali (p=0,012) dan berkorelasi positif dengan
BMI (p=0,017). Hal yang sama juga didapatkan oleh Dittmar, Buffa dkk serta
Kyle dkk pada penelitian dengan populasi normal. Korelasi dengan BMI tidaklah
mengherankan karena PhA berhubungan langsung dengan membran sel (jumlah
dan fungsi). Seseorang dengan BMI tinggi memiliki lebih banyak sel (lemak atau
sel otot) sehingga nilai PhAnya lebih tinggi. Sedangkan penurunan PhA dengan
peningkatan usia menunjukkan bahwa PhA selain sebagai indikator komposisi
tubuh dan status nutrisi juga merupakan indikator fungsi dan kesehatan secara
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Chertow dkk serta
Alwi Thamrin dkk, penelitian ini juga mendapatkan bahwa adanya DM
menurunkan nilai PhA
(p=0,000) begitu juga dengan jenis kelamin perempuan meskipun secara
statistik tidak signifikan (p=0,107).
Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai hubungan nilai PhA
dengan jenis kelamin. Baumgartner dkk serta Selberg dkk, mendapatkan bahwa
tidak ada perbedaan signifikan antara nilai PhA dengan jenis kelamin pada
populasi sehat. Sedangkan penelitian Chertow dkk pada pasien HD
mendapatkan bahwa PhA perempuan secara signifikan lebih rendah dibanding
laki-laki.
Meskipun secara statistik tidak signifikan (p=0,497), namun penelitian ini
mendapatkan bahwa lama HD berkorelasi negatif dengan PhA. Hal yang sama
jaga didapatkan oleh Chertow dkk (p<0,0001). Penurunan nilai PhA dengan
peningkatan lama HD menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang cukup besar
pada komposisi tubuh, minimal pada distribusi ECW dan ICW selama proses
HD.
.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama harapan hidup
Pada penelitian ini didapatkan bahwa lama harapan hidup pasien HD
kronik dipengaruhi oleh lama HD, usia HD pertama kali, etiologi HD dan PhA.
Penelitian ini mendapatkan bahwa harapan hidup pasien HD kronik
pada analisis multivariat tidak signifikan secara statistik, dimana pasien dengan
PhA <4,1 mempunyai resiko untuk meninggal 1.466 kali bila dibandingkan
dengan pasien dengan PhA >4,1 (p=0.261, 95% CI: 0.753-2.854)
Toso dkk mendapatkan bahwa nilai rata-rata PhA pasien kanker paru
adalah 4,47 dengan harapan hidup lebih singkat jika nilai PhAnya lebih rendah
dari nilai ini, begitu juga dengan Selberg dkk yang mendapatkan nilai rata-rata
PhA pasien sirosis hati 5,4 juga menyimpulkan bahwa harapan hidup lebih
rendah jika nilai PhA rendah.
Penelitian ini mendapatkan pula bahwa semakin lama pasien menjalani
HD, semakin lama harapan hidupnya (p<0,001) atau dengan kata lain semakin
lama pasien menjalani HD semakin rendah resiko kematiannya, dimana resiko
untuk meninggal pada pasien dengan lama HD <5 tahun adalah 9.829 kali
(p=0.002, 95% CI: 1.290-74.898) dan 2,489 kali pada pasien dengan lama HD
5-10 tahun (p=0,414, 95% CI: 0.280-22.148) dibandingkan dengan lama HD >5-10
tahun.
Penelitian yang dilakukan oleh Lowrie dan Lew tahun 1988-1989 pada
pasien HD juga mendapatkan hal yang sama, bahwa lama HD berkorelasi
negatif dengan resiko kematian.
Penelitian ini juga mendapatkan bahwa harapan hidup pasien yang
memulai HD pertama kali berusia <40 tahun lebih lama dibanding jika memulai
HD pertama kalinya berusia >60 tahun (p=0,011), meskipun pada analisis
multivariat tidak signifikan secara statistik, dimana resiko untuk meninggal pada
dibandingkan dengan usia HD pertama kali <40 tahun (p=0.197, 95% CI:
0.689-6.081).
Hasil yang sama juga didapatkan oleh D.Gupta dkk pada pasien kanker
paru non small cell; semakin tua usia seseorang ketika didiagnosa pertama kali
dan memulai pengobatan maka resiko kematiannya 1,01 kali lebih besar
dibanding dengan yang berusia lebih muda (p=0,63, 95% CI:0,98-1,03).
BAB VII PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Phase Angle dapat di gunakan sebagai indikator prognostik pasien HD
kronik
2. Probabilitas harapan hidup 2 tahun setelah pemeriksaan BIA sebesar
55%.
3. Secara statistik etiologi HD, usia HD 1x maupun BMI signifikan
berhubungan dengan Phase Angle.
4. Ada hubungan antara lama HD, usia HD pertama kali, etiologi HD dan
Phase Angle dengan lama harapan hidup.
5. Setelah disesuaikan dalam analisa multivariat, ternyata lama HD dan DM
lebih dominan mempengaruhi lama harapan hidup dibandingkan phase
angle dan usia HD pertama kali.
7.2. Saran
Saran yang diberikan ditujukan kepada tenaga medis, pemerintah,