• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara 7-Point Subjective Global Assessment Dengan Phase Angle Dan Kualitas Hidup Pada Penyakit Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Reguler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Antara 7-Point Subjective Global Assessment Dengan Phase Angle Dan Kualitas Hidup Pada Penyakit Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis Reguler"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL

ASSESSMENT DENGAN PHASE ANGLE DAN KUALITAS

HIDUP PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN

HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Oleh

IVAN RAMAYANA

NIM : 087101025

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

HUBUNGAN ANTARA 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL

ASSESSMENT DENGAN PHASE ANGLE DAN KUALITAS

HIDUP PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN

HEMODIALISIS REGULER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar

Magister Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam

dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IVAN RAMAYANA

NIM : 087101025

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA 7-POINT

SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT

DENGAN PHASE ANGLE DAN

KUALITAS HIDUP PADA PENYAKIT

GINJAL KRONIK DENGAN

HEMODIALISIS REGULER

Nama Mahasiswa

: Ivan Ramayana

NIM

: 087101025

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik-Spesialis

Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I

Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH

Pembimbing Tesis II

Dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD

Ketua Program Studi Ketua Departemen

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Ilmu Penyakit Dalam

(4)

Telah diuji dan Lulus

Pada Tanggal : 22 Januari 2004

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH

Anggota : Dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH

Dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI

(5)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama

: Ivan Ramayana

NIM

: 087101025

(6)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda

tangan di bawah ini :

Nama : Ivan Ramayana

NIM : 087101025

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Penyakit Dalam

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL

ASSESSMENT DENGAN PHASE ANGLE DAN KUALITAS

HIDUP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK

DENGAN HEMODIALISIS REGULER

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,

mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat, dan

mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : Januari 2014

Yang menyatakan

(7)

ABSTRAK

“HUBUNGAN ANTARA 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT

DENGAN PHASE ANGLE DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS REGULER”

Ivan Ramayana, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang : Malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi dan sebagai faktor independen terhadap perburukan kualitas hidup dan mortalitas. 7-point Subjective Global Assessment

(SGA) adalah metode penilaian status nutrisi yang sederhana, murah dan efektif pada pasien hemodialsis. Pemeriksaan BIA phase angle adalah pemeriksaan komposisi tubuh modern dan banyak dipergunakan sebagai prediktor status gizi maupun mortalitas penyakit ginjal kronik (PGK) dengan hemodialisis reguler.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan 7-point SGA dengan kualitas hidup dan nilai phase angle (PhA) pada BIA pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

Metode : Studi potong lintang bersifat analitik dengan subjek penelitian 52 orang pasien PGK dengan hemodialisis regular 2 kali per minggu. Dilakukan penilaian status nutrisi dengan skor 7-point SGA, kualitas hidup dengan Short Form-36 (SF-36), serta pemeriksaan BIA setelah proses hemodialisis.

Hasil : Dari hasil pemeriksaan didapat 34 orang (65,4%) menderita malnutrisi. Terdapat hubungan yang signifikan antara 7-point SGA dengan PhA (r=0,717; p<0,001). Malnutrisi berat memiliki cut-off PhA ≤ 4,430 dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 78,3% (AUC=0,946; p<0,001), sedangkan malnutrisi memiliki

cut-off ≤ 5,540 dengan sensitivitas 85,3% dan spesifisitas 77,8% (AUC=0,886; p<0,001). Terdapat hubungan yang kuat antara 7-point SGA dengan SF-36 kesehatan fisik (r=0,480; p<0,001), namun pada SF-36 kesehatan mental tidak kuat walaupun tetap signifikan (r=0,331; p=<0,05).

Kesimpulan : skor 7-point SGA merupakan prediktor signifikan dari PhA dan kualitas hidup pasien PGK dengan hemodialisis reguler. Melihat dampak malnutrisi dapat menurunkan nilai PhA dan kualitas hidup, dengan menggunakan

7-point SGA secara rutin diharapkan dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas.

(8)

ABSTRACT

“CORRELATION BETWEEN 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT WITH PHASE ANGLE AND QUALITY OF LIFE IN

CHRONIC KIDNEY DISEASE ON REGULAR HEMODIALYSIS” Ivan Ramayana, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis

Division of Nephrology and Hypertension Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera

H.Adam Malik General Hospital Medan

Background : Malnutrition is a common clinical manifestation in hemodialysis patients, and as an independent factor to the deterioration of quality of life and mortality. 7-point Subjective Global Assessment (SGA) as a nutritional assessment method is simple, cheap, and effective in hemodialysis patients. Phase angle (PhA) BIA is a modern examination on body compotition and widely used for predicting nutritional status and mortality in chronic kidney disease (CKD) with regular hemodialysis.

Aim : To determine the correlation between 7-point SGA with quality of life and PhA BIA in CKD patients with regular hemodialysis.

Methods : On this analytic cross-sectional study, 52 CKD patient having regular hemodialysis twice a week were enrolled. Nutritional status examination was done by 7-point SGA, quality of life with Short Form -36 (SF-36), ad PhA with BIA device after hemodialysis session.

Results : 34 (65,4%) of patients were malnourished. There are significant correlation between 7-point SGA and PhA ((r=0,717; p<0,001). PhA in Severely malnourished has a cut-off ≤ 4,430 with sensitivity 100% dan spesificity 78,3% (AUC=0,946; p<0,001). Whereas PhA in moderate to severely malnourished has a cut-off ≤ 5,54 0 with sensitivity 85,3% dan spesificity 77,8% (AUC=0,886; p<0,001). Physical summary scores SF-36 has a strong correlation with nutritional status (r=0,480; p<0,001), however Mental summary scores SF-36 has a weak correlation (r=0,331; p<0,05).

Conclusion : 7-point SGA is a significant predictor for PhA and quality of life in regular hemodilaysis patient. Given that nutritional status impacts PhA and quality of life, using the 7-point SGA routinely to measure nutritional status can be a tool to help lowering morbidity and mortality.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah memberikan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis

ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah

penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini,

baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan

ucapan terima kasih sebesar - besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis

untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi

dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. Dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH (alm) dan Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi

dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam

yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH selaku Kepala Divisi Nefrologi Hipertensi dan pembimbing tesis, yang telah memberikan

bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian,

juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing

penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga

penulis ucapkan.

4. Dr. Alwi Thamrin Nasution, Sp.PD sebagai pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan

penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran

membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak

terhingga penulis ucapkan.

(10)

Sp.PD-KPsi, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, SpJP(K), Prof. Dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI,.SpMK, Prof. Dr. OK. Moehadsyah, Sp.PD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, Sp.PD-KKV, Prof. Dr. Azmi S. Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, Sp.PD, SpJP(K), Prof. Dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp.PD-KGK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H.

Adam Malik/ RSU Pirngadi Medan, para guru penulis selama proses

(11)

Sp.PD, Dr. Ida Nensi Gultom, Sp.PD, Dr. Alwi Thamrin, Sp.PD, Dr. Wika Hanida Lubis, Sp.PD, Dr. Anita Rosari Dalimunthe, Sp.PD, Dr. Radar Radius Tarigan, Sp.PD, Dr. Lenni Evalena Sihotang, Sp.PD, Dr. Meutia Sayuti, Sp.PD, Dr. Henny Syahrini Lubis, Sp.PD, Dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD, Dr. Imelda Rey, Sp.PD, Dr. Taufik Sungkar, Sp.PD, Dr. Ameliana Purba,Sp.PD, Dr.Melati Silvani Nasution, Sp.PD, Dr. Dina Aprilia Ariestine, Sp.PD, Dr. Arianto S. Purba,Sp.PD, Dr. Restuti Saragih, Sp.PD, serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa

membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa

hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

7. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan, yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas - luasnya kepada penulis dalam

menjalani pendidikan.

8. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah sudi memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program

Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

9. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan

penulis dalam penyusunan tesis ini.

10. Seluruh senior peserta PPDS-II Nefrologi Hipertensi, perawat Instalasi Hemodialisis Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan teman sejawat stase Nefrologi Hipertensi, tanpa bantuan mereka tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

(12)

Rumbang Sembiring, Dr. Inva Yolanda, Dr. Nova Damayanti, dan Dr. Barry T.M. Sidabutar serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah mengisi hari-hari penulis dengan

persahabatan dan kerja sama dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

12. Seluruh perawat / paramedik di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang

baik selama ini.

13. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

14. Bapak Syarifuddin Abdullah, Kakanda Lely Husna Nasution, Deni Mahyudi S.Kom, Erjan Fikri S.Km, Saudara Ali, Saudari Tanti, Maya, Anjani, Yanti, Wanti, Fitri dan Ita serta seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah banyak membantu

memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada

kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda Dr. H. Richard Bachtiar, MBA (alm) dan ibunda Hj. Poy Adwina Rangkuti, atas segala jerih payah, pengorbanan, dan kasih sayang tulus telah melahirkan, membesarkan, mendidik,

mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materil, serta

mendorong penulis dalam berjuang menapaki hidup dan mencapai cita-cita. Tak

akan pernah bisa penulis membalas jasa - jasa Ayahanda dan Ibunda. Semoga

Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karuniaNya

kepada Ayahanda dan Ibunda penulis. Amin.

Rasa hormat dan terima kasih yang yang setinggi-tingginya dan setulusnya

penulis tujukan kepada ayah mertua Dr. Zainal Bakri T.A, Sp.OG(K), dan ibu mertua Dr. Ormaia Nja’ Oemar, M.Kes yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dorongan semangat dan nasehat dalam menyelesaikan pendidikan ini,

penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya.

Kepada istriku tercinta dan tersayang Dr. Eva Maya Puspita ZB, tiada kata lain yang bisa sampaikan selain rasa terima kasih buat cinta dan kasih sayang

serta kesabaran, ketabahan, pengorbanan, dan dukungan dan doa yang telah

(13)

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada abang kandung penulis,

Arie Rizky, S.T. dan Dicky Iskandar (alm), serta adik kandung penulis Dewi Karina Damayanti, paman penulis Dr. Daulat Amin Lubis, Sp.PD, tante penulis Dr. Irawadi Rangkuti, Sp.PK, serta seluruh keluarga besar penulis yang telah banyak memberikan bantuan moril, semangat dan doa tanpa pamrih selama

pendidikan, sehingga penulis dapat sampai di titik ini, yang tak lain merupakan

pencapaian keluarga besar yang dicita - citakan bersama.

Terima kasih yang sebesar - besarnya juga kepada kakak ipar penulis,

Dewi Rieke, S.E., adik ipar penulis dr. Dewi Yuliana Fithri, dan keponakan penulis Fachri Faruna Rizky. Terima kasih atas kebersamaan dan sebagai penyemangat bagi penulis dalam menjalani pendidikan ini.

Akhirnya kepada berbagai pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan

satu per satu pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang

setulus-tulusnya. Izinkanlah penulis menyampaikan permohonan maaf kepada semua

pihak yang terkait atas segala kekurangan dan kesalahan selama penulis mengikuti

pendidikan Ilmu Penyakit Dalam dan dalam penulisan tesis ini.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat dan

karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

kita dan masyarakat.

Medan, Januari 2014

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak... i

Abstract... ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel... x

Daftar Gambar... xi

Daftar Singkatan dan Lambang... xii

Daftar Lampiran... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

1.6 Kerangka Konseptual... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik... 2.1.3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik... 5 5 6 6 2.2 Hemodialisis... 2.2.1 Indikasi Hemodialisis... 2.2.2 Malnutrisi pada Hemodialisis... 2.3 Subjective Global Assessment (SGA)... 2.4 Kualitas Hidup... 2.5 Bioelectrical Impedance Analysis... 2.5.1 Parameter BIA dan peranannya pada pasien Hemodialisis Kronik... 2.5.2 Phase Angle... 2.5.3 Status Nutrisi Tubuh... 7 8 8 10 12 14 15 16 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 21

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 21

3.3 Subjek Penelitian... 21

3.4 Kriteria Penelitian... 21

3.5 Populasi dan Sampel... 21

3.6 Bahan dan Prosedur Penelitian... 22

3.7 Identifikasi Variabel... 22

3.8 Etika Penelitian... 23

3.9 Definisi Operasional... 23 3.10 Kerangka Operasional...

3.11 Analisis Data...

(15)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian... 26 4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian...

4.1.2 Gambaran status nutrisi berdasarkan jenis kelamin.... 4.1.3 Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi

penyakit ginjal tahap akhir... 4.1.4 Hubungan antara 7-Point SGA dengan Phase Angle.. 4.1.5 Hubungan 7-Point SGA dengan parameter status

nutrisi lain... 4.1.6 Hubungan antara 7-Point SGA dengan Kualitas

hidup... 4.2 Pembahasan...

26 27

28 29

32

32 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 39 5.2 Saran... 39

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik ... 5

2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat

Penyakit ... 6

2.3 Komponen penilaian SGA, perhitungan SGA yang

direkomendasikan KDOQI ... 11

2.4

2.5

Statistik dari Prognostik dari Phase Angle ...

Data BIA pada 100 orang sehat di medan ...

18 19 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

Karakteristik dasar subjek penelitian ...

Perbedaan IMT, 7-Point SGA, SF-36, creatinine, RMR, BCM, FFM, FM, Protein, Mineral, Glikogen, PhA

berdasarkan jenis kelamin ...

Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir yaitu DM dan non DM ...

Perbedaan nilai PhA berdasarkan 7-Point SGA ...

Hubungan 7-Point SGA yang dikelompokkan menjadi malnutrisi dan nutrisi baik dengan parameter nutrisi lain ...

Perbedaan nilai kualitas hidup dimensi kesehatan fisik dan mental berdasarkan status nutrisi ...

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1

2.2

Proses Hemodialisis. ...

Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA ... 3

15

2.3

4.1

4.2

4.3

4.4

Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh ...

Hubungan nilai PhAA berdasarkan 7-point SGA ...

Hubungan PhA dengan skor malnutrisi berat ...

Hubungan PhA dengan skor malnutrisi sedang ...

Hubungan kualitas hidup SF-36 berdasarkan status nutrisi ....

16

30

31

31

(18)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian pertama

kali pada halaman

ANOVA Analysis of Variance 24

AUC Area Under the Curve 31

BCM Body Cell Mass 15

BIA Bioelectrical Impedance Analysis 2

BMI Body Mass Index 10

CANUSA Canada – United States of America 9

DEXA Dual X-ray Absorbtiometry 2

DM Diabetes Mellitus 26

DMS Dialysis Maintenance Score 2

ECW Extra Cellular Water 15

FFM Fat Free Mass 15

FM Fat Mass 15

Hb Hemoglobin 22

HIV Human Immunodeficiency Virus 3

HR Hazard Ratio 11

ICW Intra Cellular Water 15

IMT Indeks Massa Tubuh 17

KDOQI Kidney Disease Outcomes Quality Initiative 2

LFG Laju Filtrasi Glomerulus 5

LR Likelihood Ratio 18

LSD Least Significant Difference 29

MAMC Mid Arm Muscle Circumference 10

MIS Malnutrition Inflamation Score 2

MRI Magnetic Resonance Imaging 2

NRS Nutritional Risk Screening 2

OR Odds Ratio 18

pH power of Hydrogen 8

(19)

PGK Penyakit Ginjal Kronik 1

RMR Resting Metabolic Rate 15

ROC Receiver Operating Curve 30

RR Relative Risk 18

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat 26

SD Standard Deviation 26

SF-36 Short Form - 36 2

SGA Subjective Global Assessment 2

SPSS Statitistical Package for the Social Sciences 25

TBP Total Body Potassium 15

TBW Total Body Water 15

TP Total Protein 15

URR Urea Reduction Ratio 8

USRDS United States Renal Data System 1

LAMBANG

0

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Persetujuan Komite Etik ... 44

2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ... 45

3 Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ... 46

4 Kertas Kerja Profil Subjek Penelitian ... 47

5 Lembar Hasil Pemeriksaan BIA ... 48

6 Lembar Pemeriksaan Kualitas Hidup SF-36 ... 49

7 Lembar Pemeriksaan Status Nutrisi 7-Point SGA ... 54

8 Daftar Riwayat Hidup ... 57

9 Hasil Statistik ... 61

(21)

ABSTRAK

“HUBUNGAN ANTARA 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT

DENGAN PHASE ANGLE DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS REGULER”

Ivan Ramayana, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis Divisi Nefrologi dan Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP.H.Adam Malik Medan

Latar Belakang : Malnutrisi pada pasien hemodialisis reguler merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi dan sebagai faktor independen terhadap perburukan kualitas hidup dan mortalitas. 7-point Subjective Global Assessment

(SGA) adalah metode penilaian status nutrisi yang sederhana, murah dan efektif pada pasien hemodialsis. Pemeriksaan BIA phase angle adalah pemeriksaan komposisi tubuh modern dan banyak dipergunakan sebagai prediktor status gizi maupun mortalitas penyakit ginjal kronik (PGK) dengan hemodialisis reguler.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan 7-point SGA dengan kualitas hidup dan nilai phase angle (PhA) pada BIA pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

Metode : Studi potong lintang bersifat analitik dengan subjek penelitian 52 orang pasien PGK dengan hemodialisis regular 2 kali per minggu. Dilakukan penilaian status nutrisi dengan skor 7-point SGA, kualitas hidup dengan Short Form-36 (SF-36), serta pemeriksaan BIA setelah proses hemodialisis.

Hasil : Dari hasil pemeriksaan didapat 34 orang (65,4%) menderita malnutrisi. Terdapat hubungan yang signifikan antara 7-point SGA dengan PhA (r=0,717; p<0,001). Malnutrisi berat memiliki cut-off PhA ≤ 4,430 dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 78,3% (AUC=0,946; p<0,001), sedangkan malnutrisi memiliki

cut-off ≤ 5,540 dengan sensitivitas 85,3% dan spesifisitas 77,8% (AUC=0,886; p<0,001). Terdapat hubungan yang kuat antara 7-point SGA dengan SF-36 kesehatan fisik (r=0,480; p<0,001), namun pada SF-36 kesehatan mental tidak kuat walaupun tetap signifikan (r=0,331; p=<0,05).

Kesimpulan : skor 7-point SGA merupakan prediktor signifikan dari PhA dan kualitas hidup pasien PGK dengan hemodialisis reguler. Melihat dampak malnutrisi dapat menurunkan nilai PhA dan kualitas hidup, dengan menggunakan

7-point SGA secara rutin diharapkan dapat membantu menurunkan morbiditas dan mortalitas.

(22)

ABSTRACT

“CORRELATION BETWEEN 7-POINT SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT WITH PHASE ANGLE AND QUALITY OF LIFE IN

CHRONIC KIDNEY DISEASE ON REGULAR HEMODIALYSIS” Ivan Ramayana, Alwi Thamrin Nasution, Abdurrahim Rasyid Lubis

Division of Nephrology and Hypertension Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of North Sumatera

H.Adam Malik General Hospital Medan

Background : Malnutrition is a common clinical manifestation in hemodialysis patients, and as an independent factor to the deterioration of quality of life and mortality. 7-point Subjective Global Assessment (SGA) as a nutritional assessment method is simple, cheap, and effective in hemodialysis patients. Phase angle (PhA) BIA is a modern examination on body compotition and widely used for predicting nutritional status and mortality in chronic kidney disease (CKD) with regular hemodialysis.

Aim : To determine the correlation between 7-point SGA with quality of life and PhA BIA in CKD patients with regular hemodialysis.

Methods : On this analytic cross-sectional study, 52 CKD patient having regular hemodialysis twice a week were enrolled. Nutritional status examination was done by 7-point SGA, quality of life with Short Form -36 (SF-36), ad PhA with BIA device after hemodialysis session.

Results : 34 (65,4%) of patients were malnourished. There are significant correlation between 7-point SGA and PhA ((r=0,717; p<0,001). PhA in Severely malnourished has a cut-off ≤ 4,430 with sensitivity 100% dan spesificity 78,3% (AUC=0,946; p<0,001). Whereas PhA in moderate to severely malnourished has a cut-off ≤ 5,54 0 with sensitivity 85,3% dan spesificity 77,8% (AUC=0,886; p<0,001). Physical summary scores SF-36 has a strong correlation with nutritional status (r=0,480; p<0,001), however Mental summary scores SF-36 has a weak correlation (r=0,331; p<0,05).

Conclusion : 7-point SGA is a significant predictor for PhA and quality of life in regular hemodilaysis patient. Given that nutritional status impacts PhA and quality of life, using the 7-point SGA routinely to measure nutritional status can be a tool to help lowering morbidity and mortality.

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik

(PGK) tahap akhir yang menjalani hemodialisis masih tinggi, kira-kira

15-20 persen per tahun, meskipun telah dilakukan perbaikan penatalakasanaan

penyakit kardiovaskular, infeksi dan terapi dialisis (USRDS, 2010) .

Beberapa faktor independen telah dikenal sebagai prediktor fakta ini,

diantaranya yang terpenting adalah malnutrisi dan penurunan massa otot

(Lowrie and Lew, 1990).

Malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada

pasien hemodialisis. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa 20-80%

pasien hemodialisis mengalami malnutrisi (Anees, 2004; Herselman et al.,

2000). Penyebab gangguan status nutrisi ini multifaktorial, diantaranya

akibat asupan yang kurang, proses uremia yang terjadi, maldigesti dan

malabsorbsi maupun prosedur hemodialisis itu sendiri.Malnutrisi ditandai

dengan perubahan keutuhan membran sel dan gangguan keseimbangan

cairan, sehingga pengukuran komposisi tubuh merupakan bagian terpenting

dalam penilaiaan status nutrisi pasien hemodialisis. Mengenal dan

mengatasi masalah nutrisi ini tepat pada waktunya dapat memperbaiki

prognosis pasien, misalnya dengan membantu pasien mendapatkan berat

badan normal, meningkatkan respon terapi dan mengurangi komplikasi

terapi. Dengan mengenal dan mengatasi malnutrisi pada permulaan

menjalani terapi hemodialisis sangat penting untuk mencapai hasil yang

baik sehingga kualitas hidup pasien menjadi baik pula (Oliviera et al.,

2010).

Namun hal ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena status

nutrisi pada pasien PGK dengan hemodialisis reguler dipengaruhi oleh

etiologi penyakit ginjal itu sendiri dan proses hemodialisis sehingga sulit

(24)

menilai status nutrisi, diantaranya dengan Subjective Global assesment

(SGA), Malnutrition Universal Screening Tool, Mini Nutritional Assesment,

Nutritional Risk screening (NRS) 2002, pengukuran antropometri dan

parameter laboratorium seperti transferin dan albumin serta pengukuran

modern dengan Dual X-ray Absorbtiometry (DEXA), Magnetic Resonance

Imaging (MRI) dan bioelectrical impedance analysis (BIA) (Oliviera et al.,

2010; Abad et al., 2011).

SGA merupakan penilaian klinis status nutrisi yang cepat, mudah

digunakan dan tidak mahal, digunakan secara luas terutama pada pasien

bedah, pasien kanker maupun PGK (Makhija, 2008). Penilaian SGA sendiri

memiliki beberapa modifikasi, antara lain SGA orisinil, 7-point SGA dan

Patient-Generated SGA (PG-SGA), Malnutrition Inflammation Score

(MIS), Dialysis Maintenance Score (DMS), namun saat ini 7-point SGA

yang direkomendasikan oleh KDOQI tahun 2000 sampai saat ini.

Quality of Life Short Form-36 (SF-36) secara luas telah dipakai

untuk mengevaluasi kualitas hidup pada penyakit-penyakit kronis

termasuk penyakit ginjal stadium akhir. SF-36 adalah penilaian kualitas

hidup dengan sistem skor yang meliputi 36 pertanyaan dengan 8 skala yaitu

(1) fungsi fisik, (2) keterbatasan akibat masalah fisik, (3) perasaan sakit/

nyeri, (4) kesehatan umum, (5) vitalitas, (6) fungsi sosial, (7)

keterbatasan akibat masalah emosional, dan (8) kesehatan mental.

Kemudian masing-masing skala disimpulkan menjadi dua dimensi yaitu

dimensi kesehatan fisik dan dimensi kesehatan mental. SF-36 diberi

skor 0 sampai 100, dimana skor yang lebih tinggi menandakan kualitas

hidup yang lebih baik (Mingardi et al., 1999; Zadeh et al., 2001).

Akhir-akhir ini telah diperkenalkan suatu alat untuk menilai

berbagai komposisi tubuh dan status nutrisi yaitu bioelectrical impedance

analysis (BIA), yang dapat mendeteksi lebih awal terhadap perubahan

membran sel dan ketidak-seimbangan cairan yang dapat mendahului

berbagai metode pengukuran yang ada. BIA merupakan alat yang mudah

digunakan, bersifat non-invasif, dapat dilakukan berulang-ulang dan tidak

(25)

hasil dapat dipercaya untuk mengukur status nutrisi pada pasien yang

menjalani dialisis secara reguler (Saxena et al., 2008).

Salah satu parameter yang dapat dinilai dari pemeriksaan BIA ini

adalah phase angle (PhA). Phase angle menggambarkan distribusi cairan

(resistan) dan keutuhan membran sel (kapasitan) dari tubuh manusia.

Sebagai indikator distribusi cairan antara intrasel dan ektrasel, phase angle

merupakan indikator malnutrisi yang sensitif (Bernard et al., 2007).

Malnutrisi dapat mengurangi massa dan keutuhan membran sel serta

mendorong perpindahan keseimbangan cairan, sehingga nilai phase angle

akan rendah. Phase angle juga digunakan sebagai pertanda prognostik pada

beberapa keadaan dimana integritas sel dan keseimbangan cairan terganggu,

seperti infeksi HIV, kanker, sirosis hati, ibu hamil, sepsis dan hemodialisis

(Oliviera et al., 2012; Saxena et al., 2008).

Di Indonesia sendiri belum ada penelitian yang mencari hubungan

nilai phase angle pada BIA dan kualitas hidup menggunakan SF-36 dengan

7 point Subjective Global Assessment (SGA) yang merupakan salah satu

metode mengukur status nutrisi, sehingga peneliti mencoba membuktikan

hubungan tersebut yang pada akhirya dapat memperbaiki prognosis dan

meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah, yaitu:

a. Apakah ada hubungan antara 7 point SGA dengan phase angle dari BIA

pada penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

b. Apakah ada hubungan antara 7 point SGA dengan kualitas hidup yang

dinilai dengan SF-36 pada pasien penyakit ginjal kronik dengan

hemodialisis reguler.

1.3 Hipotesa

7 point SGA berhubungan dengan phase angle pada BIA dan kualitas hidup

(26)

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan 7 point SGA dengan kualitas hidup dan

nilai phase angle pada BIA pasien penyakit ginjal kronik dengan

hemodialisis reguler dan untuk mengetahui besar hubungan tersebut.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara SGA dengan kualitas hidup

pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

b. Untuk mengetahui hubungan antara SGA dengan phase angle

pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler.

1.5 Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui hubungan antara 7 point SGA dengan kualitas hidup dan

nilai phase angle pada BIA pasien penyakit ginjal kronik dengan

hemodialisis reguler, maka hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai:

a. Masukan bagi praktisi medis dalam upaya memperbaiki status nutrisi

pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler dengan

menentukan diagnosis malnutrisi dan penatalaksanaan yang tepat dan

optimal, sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan dan

menurunkan angka mortalitas.

b. 7 point SGA dapat menjadi indikator status nutrisi yang objektif pada

pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis reguler di

fasilitas-fasilitas hemodialisis.

1.6. Kerangka Konseptual

Pasien PGK dengan

Hemodialisis

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Ginjal Kronik

2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009)

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi

ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal ginjal.

Sedangkan gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana

akan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis

atau transplantasi ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2.1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural atau

fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi:

a. kelainan patologis

b. terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan

2. LFG <60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009)

PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar

derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas

dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan

(28)

LFG (ml/mnt/1,73m2) =

72 x creatinine plasma (mg/dl) (140-umur) x berat badan *)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi tersebut tampak pada tabel 2.

Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan

(ml/mnt/1,73m2)

LFG

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-29

5 Gagal ginjal <15 atau

dialysis

2.1.3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik (Suwitra, 2009) Penatalaksanaan PGK meliputi:

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal

d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

f. Terapi pengganti ginjal

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)

diperlukan pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15

ml/mnt/1,73m2, dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil

metabolisme yang dikeluarkan melalui pembuangan urin,

mengatur keseimbangan asam-basa dan keseimbangan cairan serta

(29)

Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan

kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat

beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal

apabila memungkinkan.' Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan: dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode

dialisis yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis (Suwitra, 2009).

2.2 Hemodialisis

Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling

banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu

proses hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam

kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat

sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam

lubang serat sementara dialisat mengalir diluar serat, sedangkan

dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat

terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara

meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan

cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang

menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan

dialisat untuk selanjutnya dibuang (Suharjono dan Susalit, 2009).

(30)

2.2.1 Indikasi Hemodialisis (Suharjono dan Susalit, 2009)

Pada umumnya indikasi dilakukannya HD pada penderita PGK

stadium terminal adalah bila LFG <5 mL/menit. Keadaan

pasien dengan LFG <5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis

dianggap baru perlu dimulai bila telah terjadi:

a. Kelebihan cairan (volume overload)

b. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata

c. Kalium serum >6 mEq/L

d. Ureum darah > 200 mg/dL

e. pH darah < 7,1

f. Anuria berkepanjangan ( >5 hari)

2.2.2 Malnutrisi pada Hemodialisis

Malnutrisi adalah kondisi berkurangnya nutrisi tubuh, atau

suatu kondisi terbatasnya kapasitas fungsional yang disebabkan oleh

ketidak seimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi, yang pada

akhirnya menyebabkan gangguan metabolik, penurunan fungsi

jaringan, dan hilangnya massa tubuh.

Pasien PGK tahap akhir yang dilakukan hemodialisis memiliki

risiko malnutrisi akibat beberapa faktor yang berkaitan dengan

penurunan fungsi ginjal. Hal ini termasuk mual, anoreksia, perubahan

rasa, lemah dan restriksi diet (Lavile dan Fuoque, 2000). Status nutrisi

dan kemampuan fungsional juga dapat dipengaruhi oleh anemia,

asidosis metabolik dan dialisis tidak adekuat, hal ini dapat dideteksi

dengan menggunakan pengukuran hemoglobin, ferritin dan urea

reduction ratio(URR).

Penelitian telah menunjukkan insiden malnutrisi sebesar 20%

sampai 80% pada pasien hemodialisis (Annes, 2004; Herselman et al.,

2000). de Mutsert dkk (2009), yang meneliti 1.601 pasien

hemodialisis menemukan 28% pasien hemodialisis mengalami

malnutrisi dengan menggunakan 7-point SGA, namun harus di

(31)

persentasi yang lebih tinggi. Pasien yang menjalani hemodialisis

memiliki risiko besar terhadap malutrisi, pengawasan ketat dari status

nutrisi diperlukan untuk memfasilitasi terapi nutrisi. Insiden malnutrisi

yang tinggi pada hemodialisis telah menunjukkan korelasi yang kuat

dengan morbiditas dan mortalitas (CANUSA, 1996; Herselman et al.,

2000; Johansen et al., 2003).

Beberapa studi (Asfar et al., 2006; Blondin and Ryan, 1999;

Faintuch et al., 2006; Dwyer et al., 1998; Herselman et al., 2000)

meneliti metode apa yang paling baik mengidentifikasi malnutrisi

pada PGK yang menjalani hemodialisis, metode tersebut meliputi

SGA, antropometri, laboratorium, BIA, magnetic resonance imaging

(MRI) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA). Data

prospektif menunjukkan bahwa indeks massa tubuh yang tinggi dapat

menjadi prediksi menurunkan morbiditas dan mortalitas pada populasi

hemodialisis (Zadeh et al., 2005), namun bukti terbaru

mengindikasikan bahwa berat badan yang turun dan penurunan nafsu

makan adalah faktor pencetus penting untuk malnutrisi dan prediktor

independen dalam progresivitas dari PGK (Burrowes et al., 2005; de

Mutsert et al., 2006). Oleh karena itu, walaupun terjadi peningkatan

populasi dengan kelebihan berat badan dan obesitas, ada bukti yang

cukup untuk mendukung kebutuhan untuk metode penilaian gizi yang

konsisten untuk mendeteksi gejala yang mengarah ke penurunan berat

badan yang tidak disengaja, penurunan massa tubuh, dan diagnosis

malnutrisi.

MRI dan DEXA memiliki validitas yang sangat baik dan dapat

diaplikasikan, namun penggunaan sehari-hari terbatas akibat biaya,

fasilitas dan waktu. BIA lebih murah dan cocok untuk pasien, tetapi

terdapat keraguan dalam mengukur pasien dengan kelebihan cairan

dan tidak semua instalasi hemodialisis memiliki BIA (Faintuch et al.,

2006). Di lain pihak, SGA lebih cepat dan mudah untuk dilakukan

(32)

Outcomes Quality Initiative (KDOQI) (2000), sebagai metode untuk

menilai nutrisi pada populasi PGK tahap akhir secara rutin.

2.3 Subjective Global Assessment (SGA)

Subjective Global Assessment pertama kali dideskripsikan oleh

Detsky et al, tahun 1984 . Digunakan untuk menilai malnutrisi pada pasien,

tanpa membutuhkan analisa komposisi tubuh secara lengkap. Komponen

pemeriksaan fisik yang dievaluasi adalah kehilangan lemak subkutan dan

otot, edema sentral dan perifer. Komponen anamnesis meliputi perubahan

berat badan dalam enam bulan ini dan dua minggu terakhir, asupan

makanan, gejala gastrointestinal dalam dua minggu terakhir, serta kapasitas

fungsional (Detsky et al., 1984).

SGA yang orisinil pada awal mulanya dibagi menjadi 3 bagian

dengan skor A, B dan C (A – nutrisi baik, B – malnutrisi ringan sedang, C –

malnutrisi berat). Namun KDOQI merekomendasikan penggunaan 7-point

SGA sebagai pengukuran klinis yang sah dan berguna dalam menentukan

status nutrisi pada pasien dengan dialisis reguler. Pengukuran 7-point SGA

pada dasarnya hampir sama dengan SGA orisinil namun komponen yang

diukur dikurangi menjadi 4 komponen yaitu perubahan berat badan dan

gejala gastrointestinal sebagai komponen riwayat medis dengan nilai 60%,

kemudian evaluasi lemak subkutan dan evaluasi otot sebagai komponen

pemeriksaan fisik dengan nilai 40%, hal ini dikarenakan SGA orisinil

memiliki bias pada asupan makanan, kapasitas fungsional, status

penumpukan cairan bila digunakan pada pasien PGK tahap akhir.

Penilaiannya lebih diperdalam menjadi 7 bagian penilaian dimana skor 6/7

dikatakan nutrisi baik, 3/4/5 dikatakan malnutrisi ringan sedang, dan 1/2

dikatakan malnutrisi berat(CANUSA, 1996; Visser et al., 1999).

7-point SGA memiliki hubungan dengan beberapa marker nutrisi lain

seperti BMI, persentase lemak tubuh, dan mid arm muscle circumference

(MAMC) dan lebih sensitif dalam mendeteksi variasi yang kecil terhadap

status nutrisi dan lebih mempunyai faktor prediksi yang kuat terhadap

morbiditas, mortalitas atau berbagai hasil klinis dibandingkan SGA orisinil

(33)

(CANUSA, 1996; Visser et al., 1999; Steiber et al., 2007). Dalam suatu

penelitian prospektif, multicenter yang dilakukan oleh de Mutsert et al

(2009), didapatkan skor 7-point SGA pada malnutrisi sedang memiliki

Hazard Ratio(HR) 1,6 (CI: 1,3-1,9) dan skor malnutrisi berat memiliki HR

2,1 (CI: 1,7-2,5). Nilai HR tersebut semakin tinggi bila dihubungkan secara

[image:33.595.136.509.296.739.2]

dependen terhadap waktu.

(34)

2.4 Kualitas Hidup

SF-36 merupakan instrumen non spesifik yang biasanya digunakan

pada hampir semua penelitian penyakit kronis dan bisa juga digunakan

untuk menilai kualitas hidup pada populasi yang sehat. SF-36 telah

terbukti dapat dipakai untuk menilai kualitas hidup penderita penyakit

kronis termasuk pasien hemodialisis (Mingardi et al., 1999; Zadeh et al.,

2001).

SF-36 berisi 36 pertanyaan yang terdiri dari 8 skala antara lain (John

et al, 1998):

a. Fungsi fisik (Physical Functioning)

Terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai kemampuan aktivitas

seperti berjalan, menaiki tangga, membungkuk, mengangkat, dan gerak

badan. Nilai yang rendah menunjukkan keterbatasan semua aktivitas

tersebut, sedangkan nilai yang tinggi menunjukkan kemampuan

melakukan semua aktivitas fisik termasuk latihan berat.

b. Keterbatasan akibat masalah fisik (Role of Physical)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi seberapa besar

kesehatan fisik mengganggu pekerjaan dan aktivitas sehari-hari

lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan bahwa kesehatan fisik

menimbulkan masalah terhadap aktivitas sehari-hari, antara lain tidak

dapat melakukannya dengan sempurna, terbatas dalam melakukan

aktivitas tertentu atau kesulitan di dalam melakukan aktivitas. Nilai yang

tinggi menunjukkan kesehatan fisik tidak menimbulkan masalah

terhadap pekerjaan ataupun aktivitas sehari-hari.

c. Perasaan sakit/ nyeri (Bodily Pain)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi intensitas rasa

nyeri dan pengaruh nyeri terhadap pekerjaan normal baik di dalam

maupun di luar rumah. Nilai yang rendah menunjukkan rasa sakit yang

sangat berat dan sangat membatasi aktivitas. Nilai yang tinggi

(35)

d. Persepsi kesehatan umum (General Health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan

termasuk kesehatan saat ini, ramalan tentang kesehatan dan daya

tahan terhadap penyakit. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan

terhadap kesehatan diri sendiri yang memburuk. Nilai yang tinggi

menunjukkan persepsi terhadap kesehatan diri sendiri yang sangat baik.

e. Energi/ Fatique (Vitality)

Terdiri dari 4 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat kelelahan,

capek, dan lesu. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan lelah,

capek, dan lesu sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan

perasaan penuh semangat dan berenergi.

f. Fungsi sosial (Social Functioning)

Terdiri dari 2 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat

kesehatan fisik atau masalah emosional yang me gg ggu aktivitas

sosial normal. Nilai yang rendah menunjukkan gangguan yang sering.

Nilai yang tinggi menunjukkan tidak adanya gangguan.

g. Keterbatasan akibat masalah emosional (Role Emotional)

Terdiri dari 3 pertanyaan yang mengevaluasi tingkat dimana

masalah emosional mengganggu pekerjaan atau aktivitas sehari-hari

lainnya. Nilai yang rendah menunjukkan masalah emosional

mengganggu aktivitas termasuk menurunnya waktu yang dihabiskan

untuk beraktivitas, pekerjaan menjadi kurang sempurna, dan bahkan

tidak dapat bekerja seperti biasanya. Nilai yang tinggi menunjukkan

tidak adanya gangguan aktivitas karena masalah emosional.

h. Kesehatan mental (Mental Health)

Terdiri dari 5 pertanyaan yang mengevaluasi kesehatan mental

secara umum termasuk depresi, kecemasan, dan kebiasaan

mengontrol emosional. Nilai yang rendah menunjukkan perasaan

tegang dan depresi sepanjang waktu. Nilai yang tinggi menunjukkan

(36)

Skala SF-36 ini kemudian dibagi menjadi 2 dimensi, dimana

persepsi kesehatan umum, energi, fungsi sosial, dan keterbatasan akibat

masalah emosional disebut sebagai dimensi “Kesehatan Mental” (Mental

Component Scale), sementara fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik,

perasaan sakit/ nyeri, persepsi kesehatan umum dan energi disebut sebagai

dimensi “Kesehatan Fisik” (Physical Component Scale). Masing-masing

skala dinilai 0-100, dimana skor yang lebih tinggi menandakan kualitas

hidup yang lebih baik.

2.5 Bioelectrical Impedance Analysis

BIA ditemukan pada awal tahun 1960, merupakan alat portable yang

mudah digunakan, tidak invasif, tidak tergantung operator dengan ketepatan

yang tinggi.

Ada beberapa istilah yang dipergunakan dalam BIA yaitu

impedance, resistance (R) dan capacitance (Xc). Impedance adalah istilah

yang digunakan untuk menggambarkan kombinasi dari resistance dan

capacitance. Resistance merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang

dihasilkan oleh cairan intrasel dan ekstrasel sedangkan capacitance

merupakan tahanan frekuensi arus listrik yang dihasilkan oleh jaringan dan

membran sel. Resistance dan capacitance berbanding lurus dengan panjang

jaringan dan berbanding terbalik dengan tebal jaringan tubuh (Kyle et al.,

2004a; Liedtke, 1997; Saxena and Sharma, 2008).

Prinsip BIA adalah mengukur perubahan arus listrik jaringan tubuh

yang didasarkan pada asumsi bahwa jaringan tubuh merupakan konduktor

silinder ionik dimana lemak bebas ekstrasel dan intrasel berfungsi sebagai

resistor dan kapasitor. Arus listrik dalam tubuh adalah jenis ionik dan

berhubungan dengan jumlah ion bebas dari garam, basa dan asam serta

dengan konsentrasi, mobilitas dan temperatur medium. Jaringan terdiri dari

sebagian besar air dan elektrolit yang merupakan penghantar listrik yang

baik, sementara lemak dan tulang merupakan penghantar listrik yang buruk

(37)

Elektroda BIA umumnya di tempelkan pada permukaan tangan dan

kaki, pengukuran dilakukan pada temperatur ruangan normal dimana pasien

tidak merasa kedinginan atau kepanasan. Pengukuran tidak boleh dilakukan

segera setelah makan, minum dan olahraga.

Gambar 2.2 Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA

2.5.1 Parameter BIA dan peranannya pada pasien hemodialisis kronik Hasil pengukuran komposisi tubuh merefleksikan phase angle,

status cairan tubuh meliputi {Total Body Water (TBW), Extra

Cellular Water (ECW), Intra Cellular Water (ICW) dan Total Body

Potassium (TBP)} dan status nutrisi tubuh {Body Cell Mass (BCM),

Fat Free Mass (FFM), Fat Mass (FM), Resting Metabolic Rate

(RMR) dan Total Protein (TP), mineral serta glikogen}(Kyle et al.,

2004b).

RMR adalah kalori minimum yang dibutuhkan setiap

hari untuk menjaga fungsi vital tubuh saat istirahat. FFM

meliputi seluruh tubuh kecuali FM, komponen utamanya adalah

otot, organ vital, tulang dan cairan ekstraseluler. FFM diketahui

berkorelasi kuat dengan morbiditas dan penampilan fisik. BCM

[image:37.595.144.461.211.392.2]
(38)

berperan dalam menghasilkan energi dan berhubungan dengan

semua fungsi metabolik. TP meliputi semua komponen yang

mengandung Nitrogen, dari asam amino sampai nukleoprotein.

Glikogen adalah polisakarida, dijumpai pada sitoplasma sel,

distribusinya terutama pada hati dan otot rangka. Glikogen berperan

dalam mengontrol kadar gula darah, dimana bila tubuh kelebihan

glukosa maka akan disimpan dalam bentuk glikogen terutama di hati

dan otot sedangkan bila kekurangan glukosa maka glikogen pun

[image:38.595.125.508.314.485.2]

dipecah kembali.

Gambar 2.3 Ilustrasi diagram model dua kompartemen dari komposisi tubuh. Free fat mass (FFM) dibagi menjadi extracellular water

(ECW), extracellular solids (ECS) termasuk mineral tulang,

intracellular water (ICW)), dan intracellular solids (ICS) termasuk protein viseral. ICW+ICS adalah body cell mass

(BCM) (Woodrow et al., 2007).

2.5.2 Phase Angle

Phase angle menggambarkan distribusi cairan (resistan) dan

keutuhan membran sel (kapasitan) tubuh manusia secara relatif. PhA

dipengaruhi jumlah massa sel tubuh yang merupakan kompertemen

tubuh terbesar tempat terjadinya proses metabolik, gangguan

(39)

bergantung pada total resistan dan kapasitan tubuh, dimana

berkorelasi negatif dengan resistan dan berkorelasi positif dengan

kapasitan. PhA yang rendah terjadi pada keadaan adanya peningkatan

ECW, kematian sel dan kerusakan membran sel atau penurunan

integritas sel, sedangkan nilai PhA yang tinggi menandakan

banyaknya jumlah membran sel dan BCM yang masih baik (Kyle et

al., 2004b).

Meskipun makna biologis dan efek patogennya tidak begitu

dimengerti, namun PhA bermanfaat sebagai prediktor outcome dan

indikator yang baik bagi progresifitas penyakit meskipun tidak dapat

digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu (tabel 2.4)

(Norman et al., 2012).

Penelitian yang dilakukan di Medan oleh Sungkar dkk (2010),

untuk melihat perbedaan nilai PhA dan parameter BIA berdasarkan

jenis kelamin pada populasi sehat, diantara laki-laki dan perempuan

tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari karakteristik umur, IMT,

dan suku atau etnis. Nilai PhA berbeda antara jenis kelamin dimana

laki-laki (6,6±0,80) lebih tinggi daripada perempuan (5,5±0,80), Penelitian Wong dkk, 2004 di Malaysia memiliki nilai PhA yang

hampir sama pada populasi sehat yakni 6,9±0,90 pada pria umur 35,3±10,5 tahun dan wanita 5,8±0,60 dengan umur 38,6±11,7 tahun.

Beberapa penelitian prospektif yang menilai beberapa

parameter sebagai prediktor mortalitas pasien PGK dengan

hemodialisis yang disesuaikan usia dan jenis kelaminnya,

mendapatkan bahwa PhA merupakan prediktor yang kuat terhadap

prognosis pasien (Maggiore et al., 1996; Saxena and Sharma, 2008;

Oliveira et al., 2010). PhA juga digunakan untuk memonitor

kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa PhA berbanding

terbalik dengan usia dan secara signifikan lebih rendah pada wanita,

(40)
[image:40.595.110.519.118.747.2]

Tabel 2.4 Statistik dari prognosis PhA (Norman et al., 2012)

Populasi Penelitian

N Nilai

ambang batas (0)

Nilai prognostik dibawah ambang batas

HIV 75 5,6 Penurunan harapan hidup: perkiraan

parameter dengan tes LR: -0,799, P<0,0001.

HIV 469 5,3 Penurunan harapan hidup: 463 hari vs 697

hari, p<0,0001; Peningkatan progresifisitas penyakit: 406 hari vs 670 hari, p<0,0001.

Kanker paru 63 4,5 Penurunan harapan hidup: OR=1,25,

p=0,04; Stadium IIIB 3,7 vs 12,1 bulan, stadium IV: 1,4 vs 5,0 bulan.

Kanker kolorecti

52 5,57 Penurunan harapan hidup: 8,6 vs 40,4

bulan, p=0,0001; peningkatan mortalitas: RR=10,7, p=0,007.

Kanker pankreas

58 5,08 Penurunan harapan hidup: 6,3 vs 10,2

bulan, p=0,02; penurunan RR 0,75 tiap peningkatan 1 nilai PhA.

Kanker payudara

259 5,6 Penurunan harapan hidup: 23,1 vs 49,9

bulan, p=0,031; penurunan RR 0,82 tiap peningkatan 1 nilai PhA.

Hemodialisis 131 L: 4,5

P: 4,2

Penurunan harapan hidup 2 tahun: 59,3% vs 91,3%, p<0,01; Peningkata mortalitas: RR 2,6, p<0,0001.

Hemodialisis 3009 3,0

3,0 – 4,0

Peningkatan mortalitas: RR 2,2, p<0,05.

Peningkatan mortalitas: RR 1,3, P<0,05.

Dialisis peritoneal

53 6,0 Penurunan harapan hidup 5 tahun,

p=0,004; RR=0,536, p=0,01.

Sirosis 305 5,4 Penurunan harapan hidup 4,5 tahun,

p<0,01.

Geriatri 1071 3,5 Peningkatan mortalitas 4 kali lipat dari

(41)
[image:41.595.132.529.133.331.2]

Tabel 2.5 Data BIA pada 100 orang sehat di medan (Taufik et al., 2010)

Variabel Pria (n=50) Wanita (n=50) P

Umur 27,9 ± 5,2 28,0 ± 5,5 NS

IMT (kg/m2) 25,3 ± 2,9 23,7 ± 3,0 NS

BIA

− RMR 1668,0 ± 109,3 1321,0 ± 58,4 S

− BCM 30,6 ± 3,1 22,3 ± 1,8 S

− FFM (%) 76,1 ± 5,8 69,7 ± 6,8 S

− FM (%) 23,9 ± 5,8 30,3 ± 6,8 S

− Protein 11,6 ± 1,5 8,0 ± 1,1 S

− Mineral 4,1 ± 0,5 3,3 ± 0,4 S

− Glikogen 499,2 ± 38,0 365,6 ± 29,7 S

− PhA 6,6 ± 0,8 5,5 ± 0,8 S

NS= Not Significant, S= Significant, p<0,05

2.5.3 Status nutrisi tubuh

Nilai BCM, FFM, RMR yang normal sampai tinggi dan nilai

FM, protein, mineral, glikogen yang normal menunjukkan status

nutrisi baik, bila parameter-parameter tersebut rendah, maka status

gizi menjadi tidak baik (Saxena and Sharma, 2008) . Pada pasien PGK

dengan hemodialisis reguler, Malnutrisi dan penurunan FFM adalah

faktor resiko signifikan dalam kenaikan angka mortalitas pasien yang

menjalani hemodialisis (Abad et al., 2011). Penelitian membuktikan

perubahan BCM berhubungan erat dengan asupan energi dan protein.

Sehingga pengukuran FFM dan BCM oleh BIA dapat membantu

mendeteksi kondisi malnutrisi pasien (Maggiore et al., 1996; Donadio

et al., 2005). Pengukuran status nutrisi melalui parameter BIA masih

kontroversi oleh karena masih terdapat hubungan yang tidak

signifikan antara parameter tersebut dengan albumin, creatinine dan

SGA maupun pengukuran dengan DEXA (Chertow et al., 1995; Kyle

(42)

Oleh karena itu, Konsensus KDOQI dan Eropa tentang status

nutrisi pada pasien hemodialisis menyimpulkan bahwa perkiraan

komposisi tubuh berdasarkan parameter BIA masih belum dapat

(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.2. Desain penelitian

Penelitian observasional dengan jenis pengukuran secara potong lintang

(cross-sectional) yang bersifat analitik.

1.3. Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat

Penelitian dilakukan di unit hemodialisis Rumah Sakit Haji Adam

Malik Medan.

3.2.2 Waktu

Pengambilan sampel dilakukan mulai periode Desember 2013 sampai

jumlah sampel terpenuhi.

1.4. Subjek Penelitian

Penderita PGK dengan hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan mulai periode Desember 2013 sampai jumlah sampel terpenuhi.

1.5. Kriteria Penelitian 3.4.1 Kriteria Inklusi

Penderita PGK dengan hemodialisis, teratur menjalani hemodialisis 2

kali per minggu selama ≥ 3 bulan, usia ≥ 18 tahun.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang tidak bersedia dilakukan pemeriksaan, hemodialisis tidak

teratur dan adanya fistula arteri vena buatan di kedua tangan.

1.6. Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Penderita PGK dengan hemodialisis di Rumah Sakit Haji Adam Malik

(44)

3.5.2 Sampel

Penderita PGK dengan hemodialisis yang sesuai kriteria besar sampel.

Besar Sampel

(

)

(

)

2 2 ) 1 ( ) 2 / 1

( (1 ) ) (1 )

a o a a o o P P P P Z P P Z n − − + − ≥ −α −β Dimana : ) 2 / 1 (−α

Z = deviat baku alpha. utk α= 0,05 maka nilai baku

normalnya 1,96

) 1 (−β

Z

= deviat baku beta. utk β= 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

0

P

= proporsi estimasi PGK dengan hemodialisis 0,029

a

P

= perkiraan proporsi PGK dengan hemodialis yang diteliti, sebesar = 0,129

0

0 P

P

= beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar 0,10

Maka sampel minimal untuk penelitian ini sebanyak 50 orang.

3.6. Bahan dan Prosedur Penelitian

a. Seluruh subjek penelitian dimintakan persetujuan untuk mengikuti

penelitian.

b. Dicatat nama, umur, jenis kelamin, berat badan (BB) dan tinggi badan

(TB), lama menjalani hemodialisis, etiologi PGK dan dilakukan

pengukuran BMI. Data yang didapat, dicocokkan dengan rekam medis.

c. Dilakukan pemeriksaan status nutrisi dengan 7- point SGA.

d. Dilakukan penilaian kualitas hidup dengan menggunakan formulir

SF-36.

e. Pemeriksaan BIA untuk mendapatkan nilai phase angle dan parameter

status nutrisi.

(45)

3.7. Identifikasi Sampel

3.7.1 Variabel bebas : 7-pointSGA

3.7.2 Variabel tergantung : kualitas hidup yang diukur dengan SF-36 dan

phase angle serta parameter status nutrisi yang diukur dengan BIA.

3.8. Etika Penelitian

Ethical Clearance (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari komite

penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang ditanda-tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD-KKV,

Sp.JP (K) pada tanggal 09 Desember 2013 dengan nomor 518/KOMET/FK

USU/2013. Informed consent secara tertulis dari subjek penelitian yang

bersedia untuk ikut.

3.9. Definisi Operasional

Penyakit ginjal kronik (PGK) yaitu penyakit ginjal kronik stadium akhir berdasarkan data dari rekam medis yang memiliki lagu filtrasi glomerulus

<15ml/mnt/1,73m2 selama ≥ 3 bulan.

Hemodialisis reguler adalah pasien penyakit ginjal yang menjalani hemodialisis 2 kali per minggu selama ≥ 3 bulan.

Subjective Global Assessment (SGA) adalah suatu penilaian bersifat subjektif untuk menilai status nutrisi, kombinasi data subjektif dan objektif

yang dinilai dengan formulir CANUSA, 1996.

Short Form-36 (SF-36) merupakan instrumen non spesifik yang dipakai untuk menilai kulitas hidup penderita penyakit kronis termasuk penyakit

ginjal kronik dengan hemodialisis.

Bioelectrical impedance analysis (BIA) adalah alat untuk mengukur parameter komposisi tubuh dengan prinsip perubahan arus listrik jaringan

tubuh yang didasari pada asumsi bahwa jaringan tubuh adalah merupakan

konduktor silinder ionik dimana lemak bebas ekstraseluler dan intraseluler

berfungsi sebagai resistor dan kapasitor.

(46)

Body Mass Index (BMI) adalah berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter2.

Free Fat Mass (FFM) adalah semua yang bukan lemak tubuh yang merupakan kombinasi dari Body Cell Mass dan Extracellular Mass.

Fat Mass (FM) adalah berat badan aktual dikurangi dengan FFM.

Body Cell Mass (BCM) didefinisikan sebagai massa intraselular dalam tubuh, yang terutama berisi kalium tubuh (98-99%).

3.10. Kerangka Operasional

3.11. Analisis Data

Analisis univariat untuk memperoleh gambaran distribusi rerata, standar

deviasi masing-masing variabel. Analisis bivariat untuk melihat hubungan

7-point SGA dengan phase angle dan parameter nutrisi dari BIA serta

kualitas hidup SF-36 (fisik dan mental) digunakan uji korelasi Spearman.

Untuk melihat perbedaan nilai phase angle dan kualitas hidup berdasarkan

pengelompokan status nutrisi digunakan Analysis of Variance (ANOVA).

Pasien PGK dengan

Hemodialisis

Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan BIA

7-Point SGA

Phase angle

Kualitas Hidup

SF-36

(47)

Penentuan cut-off nilai PhA dalam hubungannya dengan kelompok

malnutrisi berdasarkan 7-point SGA dilakukan analisis kurva Receiver

Operating Characteristic (ROC) untuk mencari nilai sensitivitas dan

spesifisitas. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 20.0

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Selama periode penelitian di ruang Instalasi Hemodialisis RSUP H. Adam

Malik Medan diperoleh 52 subjek penelitian dengan diagnosis penyakit ginjal

tahap akhir dengan hemodialisis reguler yang bersedia ikut dalam penelitian dan

telah dilakukan pemeriksaan BIA. Subjek berjenis kelamin pria sebanyak 37

pasien (71,2%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 15 pasien (28,8%) dan

rentang usia antara 21 – 66 tahun dengan rerata ± SD adalah 46,12 ± 10,62 tahun.

Rerata tinggi badan adalah 163,49 ± 6,45 cm dan rerata berat badan adalah 57,26

± 10,57 kg dengan rerata IMT 21,33 ± 3,22 kg/m2. Pada parameter laboratorium dengan rerata Hb 8,92 ± 1,26 gr/dL, rerata Ureum 136,21 ± 38,06 mg/dL dan

rerata creatinine 13,42 ± 4,23 mg/dL. Rerata lamanya hemodialisis 104,96 ± 90,86

minggu dan etiologi penyakit gijal kronik terdiri dari DM 12 pasien (76,9%) dan

non DM 40 pasien (23,1%) (Tabel 4.1).

Untuk parameter skor nutrisi dengan 7-Point SGA didapat rerata 4,77 ±

1,41 dengan klasifikasi malnutrisi berat sebanyak 6 orang (11,5%), malnutrisi

sedang sebanyak 28 pasien (53,8%) dan nutrisi baik sebanyak 18 orang (34,6%).

Pada parameter kualitas hidup didapat rerata SF-36 fisik 51,99 ± 9,89 % dan

rerata SF-36 mental 58,46 ± 9,40 %. Rerata PhA dari pemeriksaan BIA didapat

5,15 ± 1,29 0.(Tabel 4.1).

Diantara parameter yang diteliti, didapatkan bahwa 7-Point SGA, %FFM,

%FM dan lama hemodialisis tidak berdistribusi secara normal dengan

menggunakan uji normalitas Kologorov-Smirnov, parameter lainnya berdistribusi

secara normal.

4.1.2. Gambaran status nutrisi berdasarkan jenis kelamin

Pada tabel 4.2 dapat dilihat gambaran status nutrisi pada subjek penelitian

(49)

digunakan uji one way ANOVA, sedangkan variabel yang tidak berdistribusi

normal digunakan uji Kruskal-Wallis. Terdapat perbedaan bermakna pada pada

parameter IMT, creatinine, dan parameter BIA kecuali %FFM dan %FM yang

tidak berbeda signifikan diantara pria dan wanita.

Tabel 4.1 Karakteristik dasar subjek penelitian

Variabel Jumlah

Jenis Kelamin (n)

− Pria

− Wanita

37 (71,2%) 15 (28,8%)

Umur (tahun) 46,12 ± 10,62

Tinggi badan (cm) 163,49 ± 6,45

Berat badan (kg) 57,26 ± 10,57

Indeks massa tubuh (kg/m2) 21,33 ± 3,22

Lama Hemodialisis (minggu) 104,96 ± 90,86

Etiologi

− DM

− Non DM

12 (23,1%) 40 (76,9%) Laboratorium

− Hb (gr%)

− Ureum (mg/dL)

− Creatinine (mg/dL)

8,92 ± 1,26 136,21 ± 38,06

13,42 ± 4,23

7-Point SGA total

− Malnutrisi berat

− Malnutrisi sedang

− Nutrisi baik

4,77 ± 1,41 6 (11,5%) 28 (53,9%) 18 (34,6%) Kualitas hidup SF-36

− Fisik (%)

− Mental (%)

51,99 ± 9,89 58,46 ± 9,40 BIA

− RMR (Kkal)

− BCM (kg)

− FFM (kg) / (%)

− FM (kg) / (%)

− Protein (kg)

− Mineral (kg)

− Glikogen

− PhA (o)

1396,88 ± 171,448 24,53 ± 4,45

47,22 ± 7,47 / (81,64% ± 6,46) 10,87 ± 5,12 / (18,36% ± 6,46)

9,21 ± 2,25 3,38 ± 0,69 431,33 ± 66,04

(50)

Tabel 4.2 Perbedaan IMT, 7-Point SGA, SF-36, creatinine, RMR, BCM, FFM, FM, Protein, Mineral, Glikogen, PhA berdasarkan jenis kelamin

Variabel Pria (n=37) Wanita (n=15) P

IMT (kg/m2) 22,07 ± 3,02 19,96 ± 2,95 S

7-Point SGA 5,03 1,19 4,14 1,72 NS SF-36

− Fisik (%)

− Mental (%)

53,85 ± 10,82 58,70 ± 9,41

46,50 ± 10,67 54,20 ± 10,28

S NS

Creatinine (mg/dL) 14,5 ± 3,78 10,76 ± 1,23 S

BIA

− RMR (Kkal) 1469,30 ± 142,40 1218,27 ± 83,02 S

− BCM (kg) 25,97 ± 3,78 21,00 ± 4,10 S

− FFM (%) 82,34 ± 5,92 79,92 ± 1,59 NS

− FM (%) 17,66 ± 5,92 20,08 ± 7,59 NS

− Protein (kg) 10,17 ± 1,65 6,83 ± 1,71 S

− Mineral (kg) 3,63 ± 0,54 2,76 ± 0,64 S

− Glikogen 455,95 ± 52,74 370,60 ± 56,42 S

− PhA (o) 5,47 ± 1,19 4,37 ± 1,23 S

NS= Not Significant, S= Significant p<0,05

4.1.3. Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir.

Pada tabel 4.3 dapat dilihat gambaran status nutrisi pada subjek penelitian

hemodialisis reguler yang di bagi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir

DM dan non DM. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada

7-point SGA, creatinine, protein dan PhA dimana non DM memiliki nilai lebih

(51)
[image:51.595.128.497.133.349.2]

Tabel 4.3 Gambaran status nutrisi berdasarkan etiologi penyakit ginjal tahap akhir yaitu DM dan non DM

Variabel Non DM (n=40) DM (n=12) P

IMT (kg/m2) 21,56 ± 3,33 21,15 ± 2,38 NS

7-Point SGA 4,95 ± 1,45 4,17 ± 1,11 S

Creatinine (mg/dL) 14,22 ± 4,11

Gambar

Tabel  2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Gambar 2.1  Proses hemodialisis
Tabel 2.3 Komponen penilaian SGA, perhitungan SGA yang
Gambar 2.2  Teknik pengukuran komposisi tubuh dengan BIA
+7

Referensi

Dokumen terkait

oligopoli terjadi dalam industri perbankan Indonesia, yang artinya pasar. perbankan di Indonesia merupakan pasar dimana penawaran satu

Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Dalam sistem katalis ganda ini hidrogen dihasilkan tanpa gas CO 2 dan katalis oksida logam dalam keadaan tereduksi dapat berperan sebagai penyimpan hidrogen pada tekanan

Perisian AMOS 18.0 digunakan untuk menguji hipotesis yang menyatakan tidak terdapat penyesuaian munasabah yang signifikan bagi model sumbangan langsung dan

[r]

Oleh karena itu untuk mengembangkan keprofesian guru di wilayah kabupaten Garut, maka KKG GUGUS ...kabupaten Garut akan melaksanakan kegiatan diseminasi praktik pembelajaran yang

Program Aplikasi ini diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan keakuratan penyajian informasi laporan Penjualan sehingga dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pihak

[r]