BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik
2.1.1 Definisi Penyakit Ginjal Kronik10
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, yang umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Sedangkan gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana
akan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Kriteria PGK dapat dilihat pada tabel2.1.
Tabel 2.1 Kriteria Penyakit Ginjal Kronik10
1. Kerusakan ginjal yang terjadi >3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
a. kelainan patologis
b. terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin,atau kelainan dalam tes pencitraan
2. LFG <60ml/mnt/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Dikutip dari Suwitra K,Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
2.1.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik10
PGK diklasifikasikan atas dua hal yaitu, atas dasar
derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl) (140-umur) x berat badan *)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2.2 Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit10
Derajat Penjelasan
(ml/mnt/1,73m2)
LFG
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15-29
5 Gagal ginjal <15 atau
dialysis Sumber: Dikutip dari Suwitra K, Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
2.1.3 Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik10 Penatalaksanaan PGK meliputi:
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
c. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
f. Terapi pengganti ginjal
Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)
diperlukan pada penderita PGK stadium terminal, ketika LFG <15
ml/mnt/1,73m2,dimana ginjal tidak dapat mengkompensasi kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat sisa hasil metabolisme yang
dikeluarkan melalui pembuangan urin, mengatur keseimbangan
asam-basa dan keseimbangan cairan serta menjaga kestabilan lingkungan
dalam.11
Tujuan terapi pengganti ginjal untuk mempertahankan
kehidupan, meningkatkan kualitas hidup sehingga penderita dapat
beraktifitas seperti biasa serta mempersiapkan transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal yang tersedia saat ini ada 2 pilihan:
dialisis dan transplantasi ginjal. Ada 2 metode dialisis yaitu hemodialisis
dan peritoneal dialisis.10
2.2 HEMOPERFUSI
Berdasarkan “Consensus Comference on Biocompatibility”
hemoperfusi adalah mengalirnya darah melalui material yang menyerap
berbagai zat terlarut. Sistem sorben terbungkus palstik laminar dengan
bahan partikel sorben di dalamnya, darah merembes melalui pori plastik
pembungkus dan mengalir ke seluruh sistem sorben. Sistem sorben harus
mempunyai biokompatibilitas yang cukup untuk langsung kontak dengan
darah tanpa menyebabkan kerusakan elemen-elemen darah. Untuk
mengatasi masalah ketidakcocokan sistem hemoperfusi, Chang
memperkenalkan proses mikroenkapsulasi di mana partikel-partikel sorben
dilapisi dengan polimer membran, seperti albumin-collodion.
Hemoperfusi dilakukan dengan syarat sebagai berikut: artificial
hemoperfusi memiliki perangkat inlet dan outlet untuk saluran darah,
akses vaskular pada pasien, pompa darah yang cukup untuk
mempertahankan kecepatan aliran darah 200-300 ml/menit, pengukur
untuk mendeteksi tekanan arteri dan vena, pompa heparin terus-menerus
untuk menghindari terjadinya pembekuan darah (gambar 2.1).12
2.2.1 Indikasi dilakukan hemoperfusi12 Beberapa indikasi hemoperfusi seperti:
1. Intoksikasi klinis yang menyebabkan kerusakan progresif.
2. Intoksikasi berat dengan depresi fungsi otak tengah mengarah ke
hipoventilasi, hipotermia, atau hipotensi .
3. Koma akibat dari pneumonia atau septicemia atau adanya kondisi
yang mendasari predisposisi komplikasi tersebut (misalnya ,
penyakit paru obstruktif kronik ) .
4. Eliminasi obat-obatan
Selain kriteria tersebut , hemoperfusi harus dipertimbangkan dalam
pengelolaan pasien dengan keracunan obat-obatan seperti berikut
(gambar 2.3):
• fenobarbital > 430 / lmolll ( 100 / lglml )
• barbiturat short acting dan menengah > 200 / lmolll ( 50/lglml )
• glutethimide dan methaqualone > 160 / lmolll ( 40 / lglml )
• salisilat > 5 mmolll ( 800 / lglml )
• Etklorvinol > 1 mmolll ( 150 / lglml )
• meprobamate > 460 / lmolll ( 100 / lglml )
• trichloroethanol > 335 / lmolll ( 50/lglml )
• paraquat > 0,5 / lmolll ( 0,1 / lglml )
Tabel 2.3. Obat yang dapat dibuang oleh sorben hemoperfusi12
Barbiturat Solvents/gases
Amobarbital carbon tetrachloride
Butabarbital ethylene oxide
Heptabarbital Cardiovascular agents
Hexobarbital digoxin
pentobarbital β-methyl-digoxin
Quinalbital digitoxin
Secobarbital methylproscillarin
Thiopental N-acetylprocainamide
Vinalbital procainamide
Nonbarbiturate hypnotics, sedatives, tranquilizers
Alcohols
Bromisovalum Ethyl-alcohol
carbromal Analgesics
chlorpromazine Acetyl salicylic acid
chloral hydrate methyl salicylate
Diazepam acetaminophen
Ethchlorvynol phenylbutazone
glutethimide Antimicrobials/anticancer
agents
meprobamate adnamycin
methaqualone ampicillin
methypryion cephalothin
phenytoin chloramphenicol
promazine chloroquine
promethazine Clindamycin
Antidepressants Erythromycin
amitriptiline Gentamicin
clomipramine Isoniazid
desipramine methotrexate
nortriptyline penicillin
Plant/animal toxins Miscellaneous
herbicides/insecticides caffeine
amanita phalloides camphor
amanitin phencyclidine
chlorinated insecticides phenformin
demeton-s-methyl sulfoxide theophylline
dimethoate methyl-parathion nitrostigmine paraoxon parathion paraquat phenol phallaoidin
polychlorinated biphenyls
Dikutip dari Winchester JF,
2.2.2 Sorbent Hemoperfusi
Sorben yang digunakan dalam perangkat hemoperfusi adalah
karbon (arang), atau resin ion atau resin non-ion. Sorben tersedia
dalam berbagai bentuk dan umumnya dilapisi granular dalam bentuk
tersendiri atau arang granular dilapisi dengan albumin selulosa nitrat
(collodion) polimer atau dengan hydrogel akrilik polimer. Pelapis lain
adalah selulosa asetat, atau dengan hidrogel metakrila.12
Sorben yang digunakan dalam studi klinis umumnya mengandung
dengan membran polimer dengan ketebalan 0,05-0,5 JLM. Pori-pori
diklasifikasikan sebagai micropores (a radius ofless dari 20 A) yang pada
pokoknya menentukan efisiensi adsorpsi, pori-pori transisi (radius 20
sampai 500 A) dan pori makro (radius sama dengan atau lebih besar dari
500 A) (gambar 2.2). Untuk penggunaan medis dalam perangkat
hemoperfusion karbon aktif harus memiliki kualitas berikut: bebas dari
'microparticulate', mudah di cuci, tahan gesekan, kapasitas serap tinggi,
morfologi permukaan halus, mikropartikel rendah , tanpa ion beracun,
tinggi kompatibilitas darah , dan sterilisasi mudah, toksisitas rendah dan
pirogenitas rendah.12
Gambar 2.2Contoh gambar dialyzer hemoperfusi12
Sumber: Dikutip dari Winchester JF,
2.2.3 Spektrum zat terlarut adsorbed dan efek dari lapisan sorben
Spektrum zat terlarut yang diserap oleh karbon aktif dan
khususnya molekul-molekul racun uremik ditunjukkan pada Tabel 2.4.12
Tabel 2.4Toksin uremia putative yang di hapus oleh sorbent (dengan batas berat molekul 60 sampai 21.500).12
adrenocorticotrophin myoinositol
aldosterone non-protein nitrogen
amino acids nor-epinephrine
calcium oeganic acids
25,OH-cholecalciferol oxalate
creatinine parathyroid hormone
cyclic AMP phenols
epinephrine phosphate
folic acid polyamino acids
gastrin renin
glucagon ribonuclease
glucose serotonin
guanidine trace metals; As, Co.
indoles Cr, Se
insulin triglycerides
L-dopamine triiodothyronine
magnesium urea
middle molecule peaks uric acid
vitamin B12
Sumber: Dikutip dari Winchester JF,
2.2.4 Manfaat klinis dalam pengobatan stadium akhir penyakit ginjal Manfaat klinis hemoperfusion berhubungan dengan spektrum
absorsi arang dan perbaikan dalam gejala-gejala uremik. Hal ini
menunjukkan bahwa hemoperfusion mungkin memiliki peran dalam
pengobatan uremia . Hemoperfusi tidak menyebabkan ultrafiltrasi,
perpindahan cairan dan proses dialisis. Hemofiltrasi hanya mengabsorsi
molekul racun melalui permukaan adrorben. Sehingga sangat mungkin
mengabungkan hemodialisis dangan hemofiltrasi untuk mencapai tujuan
efisiensi dan kapasitas pembersihan darah yang lebih besar.12
2.2.5 Kombinasi hemoperfusi dengan hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik dengan hemodialisis
Penelitian telah menunjukkan bahwa terjadinya komplikasi
menengah dan jangka panjang uremik berkaitan dengan tingkat clearance
rendah racun molekul uremik menengah dan besar saat hemodialisis.
Sebagai komponen beracun dari racun uremik dan efek biologis yang
berhubungan menjadi semakin jelas, pengobatan kation purifi darah yang
bertujuan untuk membuang racun ini telah berkembang dari tahap untuk
meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan pasien untuk kembali
ke masyarakat sebagai orang normal (gambar 2.3). Aplikasi klinis dari
berbagai model teknologi pemurnian darah extracorporeal menunjukkan
tingkat pembersihan racun molekul uremik menengah dan besar, tingkat
efektifitasnya jika diurutkan sebagai berikut : Hemodialisis (HD) /
hemoperfusion (HP) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration
Pada penelitian yang dilakukan oleh chen dan kawan-kawan,
dilakukan penelitian pada 100 pasien dengan maintenance hemodialisis,
dibagi ke dalam 2 subgrup dimana subgrup pertama pasien hanya dengan
hemodialisis dan subgrup kedua pasien dengan hemodialisis
dikombinasikan dengan hemoperfusi. Penelitian ini memfolowup pasien
selama 2 tahun, dinilai primary end point berupa kematian dan secondary
end point berupa leptin, high sensitive C-reactive protein (hsCRP),
interleukin-6 (IL-6), β2 microglobulin (β2-MG), immunoreactive
parathyroid hormone (iPTH), tumor necrosis factor-α (TNF-α)
danSF-36. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kombinasi hemodialisis
dengan hemoperfusi lebih superior daripada hemodialisis sendiri dimana
kombinasi tersebut secara reguler mampu mengeliminasi toksin uremia
molekul besar dan molekul sedang secara lebih baik.
Pada beberapa penelitian jangka pendek (kurang dari 3 bulan),
kombinasi hemodialiasis dan hemoperfusi arang meningkatkan bersihan
rata-rata dari creatinine, urate dan molekul sedang. Analisis total dari
solute yang dibuang, menunjukkan jumlah total solute yang dibuang
dalam 2 jam pada kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi lebih banyak
bila dibandingkan dengan hanya dengan dialisis selama 5 jam. Pada
analisis berikutnya Gerfald dan Winchester menunjukkan molekul kecil
seperti urea, asam urat, guanidine, dan fenol dengan tidak dapat
dibersihkan oleh hemoperfusi sendiri, dan harus dikombinasi dengan
hemodialisis untuk efisiensi yang lebih besar (tabel 2.3).3
Pada penelitian jangka panjang menunjukan bahwa kombinasi
hemoperfusi dengan dialisis dapat memperbaiki kecepatan konduksi
saraf, perbaikan elektromiogram, pruritus dan perikarditis. Stefoni dan
kawan-kawan serta chang dan kawan-kawan dari penelitian yang mereka
lakukan, kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi dapat mengurangi
waktu dialisis tanpa menghasilkan efek samping. Penelitian yang lain
yang telah mengkombinasikan hemodialisis dan hemoperfusi secara
akses veskular. Capodicasa dan kawan-kawan menjelaskan bahwa
kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi memberikan out come yang
baik sehingga secara ekonomi mengurangi biaya (tabel 2.4).3
Gambar 2.3 Skema kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi.12 Dikutip dari Winchester JF,
Tabel 2.5 Penelitian-penelitian pendek sebelumnya tentang kombinasi HD/HP12 charcoal 200 g, HP alone
platelets 92% of control, pyrexia
Chang
ACAC 300g with HD or with charcoal 150g HP alone
Uncoated
fixed-↓platelets 53% or 26%
Platelets variable Ota
Suteliffe-Norit cellulose
acetate coated charcoal 300g HP alone charcoal 300g HP alone or with HD ↓fibrinogen 30%,
dialysis charcoal 300g HP alone or with HD charcoal 300g HP alone or with HD
↓platelets 20% Trznadel
Uncoated
Tabel 2.6 Penelitian-penelitian panjang sebelumnya tentang kombinasi HD/HP12
Sorbent system and method
platelets 92% of control, pyrexia
Chang
ACAC 300g with HD or with charcoal 100g, HP alone or with HD depend on priming
Siemsen petroleum based
activated charcoal 300 g HP with HD
- Nerve conduction Velocity improved
Agishi
Hydroxylmethacryl ate coated Norit charcoal 150 g with HD
2.3 HEMODIALISIS
Hemodialisis adalah salah satu terapi pengganti ginjal yang paling
banyak dipilih oleh para penderita PGK stadium terminal. Dalam suatu proses
HD, darah penderita dipompa oleh mesin ke dalam kompartemen darah pada
dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat sintetis yang berlubang kecil
ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara dialisat
mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran
semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi
dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer
dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang
menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan
dialisat untuk selanjutnya dibuang.11
Proses hemodialisis pada umumnya tidak bisa membersihkan molekul
racun uremik menengah dan besar dan racun yang terikat protein, akibatnya
muncul penumpukan racun uremia molekul sedang dan besar (gambar 2.4).
Gambar 2.4 Proses hemodialisis
2.4 SUBJECTIVE GLOBAL ASSESSMENT (SGA)
Subjective Global Assessment pertama kali dideskripsikan oleh
Detskyet al, tahun 1984. Digunakan untuk menilai malnutrisi pada pasien,
tanpa membutuhkan analisa komposisi tubuh secara lengkap. Komponen
pemeriksaan fisik yang dievaluasi adalah kehilangan lemak subkutan dan
otot, edema sakral dan perifer. Komponen anamnesis meliputi perubahan
berat badan dalam enam bulan ini dan dua minggu terakhir, asupan makanan,
gejala gastrointestinal dalam dua minggu terakhir, serta kapasitas
fungsional.13
Beberapa ketetapan dalam managemen nutrisi pasien Penyakit ginjal
kronik (PGK) merekomendasikan SGA dalam menilai status nutrisi pasien
PGK. SGA memberikan penilaian komprehensif status gizi
mempertimbangkan penilaian medis dan fisik (menggabungkan parameter
perubahan berat badan, asupan makanan, gejala gastro-intestinal dan
pemeriksaan fisik) dan mengklasifikasikannya berupa status gizi menjadi,
ringan sampai malnutrisi sedang atau malnutrisi berat. Oleh karena itu, SGA
dianjurkan untuk membantu dalam menentukan status nutrisi, karena cepat,
hemat biaya, penilaian bersifat multi-disiplin, tidak dipengaruhi oleh anomali
metabolik PGK.9
SGA yang orisinil pada awal mulanya dibagi menjadi 3 bagian
dengan skor A, B dan C (A – nutrisi baik, B – malnutrisi ringan sedang, C –
malnutrisi berat). Namun KDOQI merekomendasikan penggunaan
7-pointSGA sebagai pengukuran klinis yang sah dan berguna dalam
menentukan status nutrisi pada pasien dengan dialisis reguler.Pengukuran
7-pointSGA pada dasarnya hampir sama dengan SGA orisinil namun komponen
yang diukur dikurangi menjadi 4 komponen yaitu perubahan berat badan,
gejala gastrointestinal, evaluasi lemak subkutan dan evaluasi otot, hal ini
dikarenakan SGA orisinil memiliki bias pada asupan makanan, kapasitas
fungsional, status penumpukan cairan bila digunakan pada pasien penyakit
penilaian dimana skor 6/7 dikatakan nutrisi baik, 3/4/5 dikatakan malnutrisi
ringan sedang, dan 1/2 dikatakan malnutrisi berat.14
7-pointSGAmemiliki hubungan dengan beberapa marker nutrisi lain
seperti BMI, persentase lemak tubuh, dan mid arm muscle circumference
(MAMC) lebih sensitif dalam mendeteksi variasi yang kecil terhadap status
nutrisi dan lebih mempunyai faktor prediksi yang kuat terhadap morbiditas,
mortalitas atau berbagai hasil klinis dibandingkan SGA orisinil pada pasien
PGK dengan dialisis peritoneal maupun HD.14-1
2.5 ALBUMIN SERUM
Albumin serum adalah penanda status nutrisi utama yang digunakan untuk
mengidentifikasi malnutrisi pada pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK).
Penggunaan serum albumin sebagai penanda status nutrisi dan perawatan yang
berkualitas melibatkan asumsi sebagai berikut: albumin serum adalah indeks yang
dapat diandalkan pada pasien dengan gizi buruk, karena serum albumin biasanya
rendah pada pasien dengan PGK, dan sering mengalami nutrisi,maka dari itu
albumin digunakan sebagai penenda status nutrisi pasien PGK.7
Maka dari itu intervensi gizi untuk mempertahankan atau meningkatkan
konsentrasi albumin serum dapat dikaitkan dengan angka harapan hidup yang
lebih baik, meskipun hal ini belum terbukti. Kadar albumin serum dapat
dipengaruhi oleh asupan diet protein, dan kadar albumin serum juga dapat
dipengaruhi oleh peradangan atau stres akut atau kronis.17
Faktor-faktor yang mengatur albuminserum adalah sama antara individu
dengan dan tanpa PGK. Penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mempengaruhi
terjadinya hipoalbuminemia. Individu dengan hipoalbuminemia dan PGK
memiliki albumin plasma dan tingkat degradasi mirip dengan individu yang
sehat. Pasien dialisis juga menunjukkan tingkat yang sama dari sintesis albumin
dan kebutuhan. Namun, kondisi yang sering menyertai PGK sangat
mempengaruhi sintesis albumin. Di antaranya adalah asidosis metabolik yang
kronis dan peradangan yang dialami secara bersamaan. Oleh karena itu, terlepas
dari keadaan yang sangat langka di mana asupan protein dibatasi,
hipoalbuminemia di PGK terutama didorong oleh faktor-faktor nondietary. Maka
dari itu penentuan albumin serum sebagai penanda status nutrisi pada pasien PGK
masih kontrovesial, K/DOQI, 2000 merekomendasikan dalam menentukan status
nutrisi pasien PGK dengan hemodialisis reguler penggunaan albumin serum
sebagai penanda status nutrisi harus disertai sistem penilaian status nutrisi yang