BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK)
tahap akhir yang menjalani hemodialisis masih tinggi, kira-kira 15-20 persen per
tahun, meskipun telah dilakukan perbaikan penatalakasanaan penyakit
kardiovaskular, infeksi dan terapi dialisis.1
Beberapa faktor telah dikenal sebagai prediktor fakta ini, diantaranya yang
terpenting adalah malnutrisi dan penurunan massa otot.2 Penelitian-penelitian
sebelumnya menunjukkan terjadinya komplikasi jangka menengah dan jangka
panjang racun uremik berkaitan dengan tingkat bersihan molekul kecil, sedang
dan molekul besar racun uremik saat proses hemodialisis. Hubungan
komponen-komponen racun uremik dan efek biologisnya sudah jelas diketahui, terapi
hemodialisis yang bertujuan untuk membuang racun uremik telah berkembang
untuk meningkatkan kualitas hidup dan menurunkan mortalitas pasien-pasien
hemodialisis. Aplikasi klinis dari berbagai model teknologi hemodialisis
extracorporeal menunjukkan tingkat efektifitas pembersihan molekul racun
uremik menengah dan besar, sebagai berikut: Hemodialisis (HD)/ hemoperfusion
(HP) > HP > bio-artificial kidney > hemodiafiltration (HDF) > hemofiltration
(HF) > HD.3
Di negara Cina dan negara-negara berkembang lainnya, oleh karena
rendahnya tingkat ekonomi, hemodialisis umumnya memakai dialiser low flux,
metode ini tidak bisa membersihkan molekul racun uremik menengah dan besar
dan racun yang terikat protein saat proses hemodialisis, akibatnya muncul
komplikasi jangka panjang yang menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan
mortalitas pasien hemodialisis. Kombinasi hemodialisis dan hemoperfusi
(HD/HP) sudah banyak dilakukan di pusat-pusat hemodialisis di negara Cina dan
sudah dimasukkan dalam program asuransi kesehatan. Rumah Sakit Xinhua
melakukan penelitian-penelitian tentang efikasi dan keamanan HD/HP pada
pasien-pasien hemodialisis reguler.3
Malnutrisi merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien
hemodialisis. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa 20-80% pasien
hemodialisis mengalami malnutrisi.4,5 Penyebab gangguan status nutrisi ini
multifaktorial, diantaranya akibat asupan yang kurang, proses uremia yang terjadi
maupun prosedur hemodialisis.Dengan mengenal dan mengatasi malnutrisi pada
permulaan menjalani terapi hemodialisisi sangat penting untuk mencapai hasil
yang baik sehingga kualitas hidup pasien menjadi baik pula.6
Namun hal ini masih menjadi tantangan bagi klinisi karena status nutrisi
pada pasien penyakit ginjal dengan hemodialisis reguler dipengaruhi oleh etiologi
penyakit ginjal itu sendiri dan proses hemodialisis sehingga sulit untuk
menentukan standar dalam mengukur status nutrisi. Metode untuk menilai status
nutrisi, diantaranya dengan Subjective Global assesment (SGA), Malnutrition
Universal Screening Tool, Mini Nutritional Assesment, Nutritional Risk screening
(NRS) 2002, pengukuran antropometri seperti Body Mass Index (BMI) dan
parameter laboratorium seperti transferin dan albumin serta pengukuran modern
dengan Dual X-ray Absorbtiometry (DEXA), Magnetic Resonance Imaging
(MRI) dan bioelectrical impedance analysis (BIA).6
BMI adalah metode yang praktis dan biasa digunakan untuk menilai
tingkat kegemukan tubuh. BMI dihitung dengan membagi berat badan (dalam
kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter). Berdasarkan data
epidemiologi, dianjurkan bahwa BMI pada pasien hemodialisis reguler
dipertahankan di atas persentil ke-50, sehingga BMI untuk pria dan wanita pasien
hemodialisis reguler minimal sekitar 23,6 dan 24,0 kg/m2, masing-masing.
Keterbatasan klinis BMI harus dipertimbangkan. BMI adalah ukuran pengganti
kegemukan tubuh karena merupakan ukuran kelebihan berat badan daripada
kelebihan lemak tubuh.Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, etnis, overload
cairan dan massa otot dapat mempengaruhi hubungan antara BMI dan lemak
interstisial atau massa tulang, juga tidak memberikan indikasi distribusi lemak
antara individu-individu.7
SGA merupakan penilaian klinis status nutrisi yang cepat, mudah
digunakan dan tidak mahal, digunakan secara luas terutama pada pasien bedah,
pasien kanker maupun penyakit ginjal kronis.8Penilaian SGA sendiri memiliki
beberapa modifikasi, antara lain SGA orisinil, 5-point SGA dan 7-Point SGA,
namun saat ini 7-point SGA yang direkomendasikan oleh KDOQI tahun
2000.Beberapa ketetapan dalam managemen nutrisi pasien Penyakit ginjal kronik
merekomendasikan 7-point SGA dalam menilai status nutrisi pasien PGK.7-point
SGA memberikan penilaian komprehensif status gizi mempertimbangkan
penilaian medis dan fisik (menggabungkan parameter perubahan berat badan,
asupan makanan, gejala gastro-intestinal dan pemeriksaan fisik) dan
mengklasifikasikannya berupa status gizi menjadi, ringan sampai malnutrisi
sedang atau malnutrisi berat. Oleh karena itu, 7-point SGA dianjurkan untuk
membantu dalam menentukan status nutrisi, karena cepat, hemat biaya, penilaian
bersifat multi-disiplin, tidak dipengaruhi oleh anomali metabolik PGK.9
Albumin serum telah digunakan secara luas untuk menilai status gizi
individu dengan dan tanpa Penyakit ginjal kronis. Penurunan albumin serum dapat
disebabkan oleh asupan yang kurang dari diet protein dan terjadi peningkatan
pada asupan diet tinggi protein.7
Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KDOQI) dalam
ketetapannya, merekomendasikan penilaian status nutrisi pasien dengan
hemodialisis reguler harus dinilai dengan kombinasi alat penilaian yang valid dari
pada alat penilaian yang tunggal agar menghasilkan sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi. Kombinasi tersebut salah satunya yaitu 7-point SGA dan albumin.7
Salah satu penelitian menunjukkan manfaat kombinasi HD/HP terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi status nutrisi pasien hemodialisis regular.2
Belum pernah ada peneliti yang melakukan penelitian sebelumnya mengenai
kombinasi HD/HP dan hubungannya dengan status nutrisi. Berdasarkan hal
tersebut kami melakukan penelitian ini untuk melihat manfaat kombinasi HD/HP
hemodialisis reguler dan melihat hubungannya dengan status nutrisi (7- point
SGAdan Albumin serum) dalam peningkatan status nutrisi pasien-pasien
hemodialisis reguler di Medan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah, yaitu:
a. Apakah ada hubunganantara kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi
(HP) dengan 7-point SGA pada pasien hemodialisis reguler di Medan
Sumatera Utara?
b. Apakah ada hubungan antara kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi
(HP) dengan Albumin serumpada pasien hemodialisis reguler Medan
Sumatera Utara?
c. Apakah ada hubungan antara kombinasi 7-point SGA dan Albumin serum
dalam menilai status nutrisipada pasien hemodialisis reguler Medan
Sumatera Utara?
1.2Hipotesis
a. Kombinasi hemodialisis (HD) / hemoperfusi (HP) berhubungan dengan
status nutrisi (7-point SGA dan Albumin serum) pada pasien hemodialisis
reguler.
b. 7-point SGA berhubungan dengan Albumin serum pada pasien
hemodialisis reguler.
1.4Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kombinasi hemodialisis (HD) /
hemoperfusi (HP) dengan status nutrisi (7-point SGA dan Albumin serum) pada
pasien hemodialisis reguler di Medan Sumatera Utara.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui status nutrisi pasien hemodialisis reguler dihubungkan
dengan nilai pengukuran dari 7-point SGAdan Albumin serum.
Setelah mengetahui hubungankombinasi hemodialisis/hemoperfusi dengan
status nutrisi(7-point SGAdan Albumin serum) pasien hemodialisis reguler, maka
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai:
a. Masukan bagi praktisi medis dalam upaya memperbaiki status nutrisi
pasien-pasien hemodialisis reguler denganmengkombinasi
hemodialisis/hemoperfusi.
b. Masukan bagi praktisi medis mengenai kombinasi 7-point SGA dan
albumin serum dalam menilai status nutrisi pasien hemodialisis reguler.
c. Sebagai dasar bagi penelitian-penelitain berikutnya yang berhubungan
dengan manfaat kombinasi HD/HP.
1.6Kerangka Konseptual
Penyakit Ginjal kronik
Akumulasi toksin uremik dengan
berat molekul kecil (small molecule),
sedang (middle molecule) dan besar
(large molecule)
Hemodialisis Hemoperfusi
Bersihan toksin uremik
berat molekul kecil
Bersihan toksin uremik berat
molekul sedang dan besar
Kombinasi
Hemodialisis/hemoperfusi
Status nutrisi