• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

Ikan nila merupakan salah satu ikan yang sudah banyak dibudidayakan. Di Indonesia, ikan nila cukup populer karena cara budidayanya yang mudah, rasa daging yang disukai, harga yang relatif terjangkau, dan memiliki toleransi yang luas terhadap lingkungan. Ikan nila yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah ikan nila hitam dan ikan nila merah.

Menurut Fishbase (2012), ikan nila hitam digolongkan dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Actinopterygii, dan ordo Perciformes. Ikan nila hitam termasuk ke dalam famili Cichlidae, sub famili Pseudocrenilabrinae, genus Oreochromis, dan spesiesnya adalah Oreochromis niloticus.

Gambar 1 Ikan Nila Hitam (Oreochromis Niloticus) Sumber: Fishbase (2012)

Ikan nila hitam awalnya memiliki nama latin Tilapia niloticus, berasal dari genus Tilapia yang memiliki perilaku khas yaitu tidak mengerami telur dan larva berada di dalam mulut induknya. Genus Tilapia dipecah menjadi tiga genus, yakni genus Tilapia, Sarotherodon, dan Oreochromis. Ikan dalam genus Tilapia memijah dan menaruh telur pada suatu tempat. Induk jantan dan betina secara bersama-sama menjaga telur dan anak-anaknya. Ikan dalam genus Sarotherodon memiliki ciri khas induk jantan mengerami telur dan mengasuh anaknya, sedangkan ikan dalam genus Orechromis induk betina mengerami telur di dalam

rongga mulut dan mengasuh sendiri anak-anaknya (Trewavas 1982 dalam Suyanto 2010).

Ikan nila hitam berasal dari Sungal Nil dan danau-danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara-negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis, sedangkan di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila hitam tidak dapat hidup baik (Menegristek 2000). Ikan nila pertama kali dibawa dari Taiwan ke Bogor pada tahun 1969. Nila berwarna hitam selanjutnya banyak didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain Chitralada, dari Filipina pada tahun 1994 dan 1997 dengan strain Genetic Improvement of Farmed Tilapia (GIFT), sedangkan untuk nila berwarna merah didatangkan dari Thailand pada tahun 1989 dengan strain National Inland Fish Institute (NIFI) (Gustiano & Arifin 2010).

Ikan nila hitam masih bersaudara dengan ikan mujair (Oreochromis massambiccus) yang sudah tersebar luas di Indonesia sebelum adanya ikan nila hitam. Ikan mujair kurang digemari baik oleh pembudidaya maupun petani karena pertumbuhannya yang lambat, rakus tetapi tidak gemuk, cepat beranak pinak sehingga mengganggu ikan lain dalam satu kolam (Suyanto 2010). Ikan nila hitam selanjutnya didatangkan untuk mengatasi hal ini karena mempunyai nilai efisiensi yang lebih tinggi.

Amri dan Kahiruman (2003) menjelaskan bentuk tubuh ikan nila hitam, berbentuk panjang dan ramping dengan sisik yang berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi atau linea literalis terputus di bagian tengah badan dan berlanjut kembali tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggung berwarna hitam dan sirip dada juga tampak berwarna hitam, sedangkan bagian pinggir sirip punggung berwarna abu abu (Gambar 1).

Perbedaan antara ikan nila hitam dengan ikan mujair terletak pada pola garis vertikal berwarna gelap yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung. Jumlah garis pada ikan nila hitam berjumlah enam buah di sirip ekor dan delapan buah di sirip punggung. Garis dengan pola yang sama juga terdapat di kedua sisi tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah (Suyanto 2010). Perbedaan lain juga

terdapat pada perbandingan ukuran tubuh, ikan nila hitam memiliki perbandingan panjang dan tinggi 3:1, sedangkan ikan mujair 2:1 (Amri & Kahiruman 2003).

Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0-35 ppt, namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0-30 ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31–35 ppt, tetapi pertumbuhannya lambat (Ghufran & Kordi 2010).

Trematoda

Trematoda atau cacing pipih merupakan kelas dari filum Platyhelminthes. Cacing trematoda umumnya memiliki bentuk pipih seperti daun dan disebut cacing daun, kecuali Schistosoma sp yang merupakan trematoda darah (Natadisastra & Agoes 2009). Trematoda secara umum berbentuk pipih, tidak bersegmen, bentuk memanjang seperti daun, berbentuk telur, kerucut, silindris, dan mempunyai batil isap kepala dan perut. Trematoda bersifat hermafrodit kecuali pada genus Schistosoma (Muslim 2009). Kelas trematoda terbagi menjadi dua sub kelas utama, yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas Monogenea memiliki siklus hidup langsung dan tidak membutuhkan inang perantara, sedangkan sub kelas Digenea membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya (Urquhart et al. 1996).

Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), tubuh cacing trematoda diliputi integumen mesenkimatus, aseluler halus, dan sering kali ditumbuhi oleh semacam sisik atau duri yang tampak jelas pada bagian anterior tubuh. Dua batil hisap atau sucker ditemukan pada cacing trematoda. Batil hisap anterior atau oral sucker berfungsi sebagai kanal untuk makanan dan batil hisap posterior atau ventral sucker berfungsi sebagai alat untuk melekatkan diri pada tubuh inang (Muller 2001). Bagian dalam tubuh trematoda terdapat otot dengan tiga arah serabut, yaitu longitudinal, oblik, dan sirkuler. Otot ini berguna untuk mengubah bentuk badan cacing agar dapat bergerak. Cacing trematoda tidak memiliki rongga badan dan juga sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009).

Sistem pencernaan trematoda sangat sederhana, dimulai dari mulut yang kemudian mengarah ke faring, esofagus, dan bercabang menjadi dua bagian sekum yang berakhir buntu. Makanan yang tidak dicerna diregurgitasi kembali ke mulut (Urquhart et al. 1996). Cacing trematoda bersifat hermafrodit, kecuali pada genus Schistosoma. Alat kelamin jantan dimulai dari testis yang biasanya berjumlah dua dan letaknya berurutan tergantung spesies, berbentuk oval dengan permukaan rata, berlobus atau bercabang. Ovarium berbentuk bulat atau oval dengan permukaan rata, berlobus, atau bercabang. Umumnya ovarium terletak di anterior dari testis. Kedua alat kelamin bermuara pada antrum genitale dan keluar melalui lubang porus genitalis yang berdekatan dengan batil hisap posterior (Natadisastra & Agoes 2009).

Monogenea

Monogenea adalah sub kelas dari Trematoda. Cacing Monogenea adalah cacing yang tidak membutuhkan inang antara dalam siklus hidupnya dan umumnya ditemukan sebagai parasit di ikan (Urquhart 1996). Kabata (1985) menjelaskan bahwa cacing Monogenea adalah salah satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan, terutama kulit dan insang, jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan.

Cacing Monogenea memiliki ukuran yang kecil (mikroskopik) sampai yang berukuran sedang. Bentuk tubuh larva cacing dengan cacing dewasa tidak terlalu berbeda jauh. Organ utama untuk menempel pada tubuh inang dan juga sebagai identitas dari Monogenea adalah haptor (Gambar 2). Organ ini terletak pada bagian posterior dan dilengkapi dengan kait kecil yang berjumlah 12 sampai 16 buah dan kadang terdapat kait yang lebih besar dengan jumlah 2 sampai 4 buah (Hoffman 1967). Cacing Monogenea menempel dan melekat pada tubuh inang dengan mencari lapisan mukosa dan mengelupasnya, kemudian bagian posterior ditancapkan ke jaringan. Bagian anterior atau bagian dimana terdapat mulut diletakan dan didekatan kepada jaringan dari inang, terkadang cacing Monogenea melingkarkan badannya di sekeliling insang (Dawes 1946). Oral sucker pada cacing Monogena tergolong lemah atau terkadang tidak ada sama sekali (Puranik & Bhate 2007).

Gambar 2 Struktur Umum Cacing Monogenea Sumber: Smith & Halton (1967)

Bagian tubuh cacing monogenea terbagi atas bagian anterior dan posterior. Pada tiap bagian terdapat alat pelekat. Prohaptor adalah bagian pelekat pada anterior yang berfungsi melekatkan bagian anterior ke jaringan saat sedang makan. Prohaptor dapat menjadi alat pelekat sementara ketika bagian haptor posterior mencari jaringan baru untuk menempel. Haptor bagian anterior dan posterior dapat bekerja sama sebagai alat gerak dimana cacing akan membentuk loop dan bergerak seperti seekor ulat, tetapi cacing monogenea jarang berpindah saat sudah menetap. Opisthaptor adalah bagian pelekat pada posterior cacing monogenea yang berbentuk seperti cakram. Opisthaptor biasanya dilengkapi dengan kait besar dan kecil yang berfungsi seperti jangkar pada kapal dan alat untuk melukai jaringan inang (Dawes 1946).

Dawes (1946) juga menjelaskan bahwa tidak semua cacing monogenea memiliki buccal sucker. Sebagian cacing monogenea yang tidak memiliki buccal sucker, mereka menggunakan faring sebagai sucker. Saluran digesti cacing monogenea terdiri dari tiga bagian, yaitu faring, esofagus, dan usus. Faring dan esofagus berbentuk dan berukuran sama yang selanjutnya bercabang dua menjadi usus yang sederhana dan berakhir buntu (Gambar 2).

Siklus hidup dari monogenea adalah siklus langsung yang tidak membutuhkan inang antara. Cacing dewasa bertipe ovipar mengeluarkan telur ke air kemudian telur menetas dan mencari inang baru. Cacing dewasa bertipe vivipar bertelur dan telur tetap berada di dalam tubuh cacing dewasa hingga menetas. Larva selanjutnya keluar dari tubuh cacing dewasa dan terbawa air untuk mencari inang yang baru (Gambar 3) (Reed et al. 2012). Cacing monogenea tidak dapat hidup sebagai parasit pada lebih dari satu spesies ikan, oleh karena itu cacing monogenea memiliki spesifisitas inang yang sangat tinggi (Williams 1961).

Gambar 3 Siklus Hidup Cacing Monogenea Sumber: Reed et al. (2012)

Spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp.

Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus merupakan genus dari famili Dactylogyridae dengan sub famili Dactylogyrinae. Cacing dalam genus ini memiliki ciri khas, yaitu memiliki empat titik mata, sepasang kait besar, dan 16 kait kecil, usus bercabang menjadi dua, testes dan ovarium berbentuk bulat, ovari terletak diatas testes, terdapat vagina, dan bersifat ovovipar (Hoffman 1967). Dactylogyrus hidup sebagai parasit dengan menghisap darah dan dapat menyebabkan kerusakan pada insang jika jumlahnya terlalu banyak. Gejala klinis dari manifestasi Dactylogyrus sering keliru dengan gejala defisiensi oksigen atau infeksi insang lainnya (Robert & Piper 2010).

Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus merupakan genus dari famili Gyrodactyridae dengan sub famili Gyrodactyrinae. Cacing genus Gyrodactylus tidak memiliki prohaptor, opisthaptor berbentuk lebar dan dilengkapi dengan satu pasang kait besar dan 16 kait kecil, usus bercabang dua, lubang genital berada di tengah, tidak terdapat vagina, tidak terdapat titik mata, ovarium berbentuk V atau berlobus dan terletak di belakang testes, serta bersifat vivipara (Dawes 1946). Parasit ini sangat umum dan sering ditemukan pada hampir semua ikan. Jumlah Gyrodactylus yang terlalu banyak dapat menyebabkan iritasi dan lesio (Robert & Piper 2010).

Gambar 4 Cacing Gyrodactylus sp. (1) Cacing Dactylogyrus sp. (2) Sumber: Robert & Piper (2010)

Nematoda

Filum Nemathelminthes terbagi ke dalam enam kelas, tetapi hanya kelas nematoda yang bersifat sebagai parasit. Nematoda disebut sebagai cacing gilig atau round worm karena bentuknya yang bulat jika dipotong secara melintang. Nematoda berbentuk bulat panjang, tidak bersegmen, meruncing di kedua ujungnya, dan tubuhnya dilapisi oleh kutikula. Kutikula diproduksi oleh bagian hipodermis yang pada bagian tersebut tedapat saluran ekskresi dan saraf (Urquhart 1996). Gambar 5 menjelaskan bahwa cacing nematoda memiliki kepala, ekor, dinding dan rongga badan yang disebut pseudoselom, saluran pencernaan, sistem saraf, sistem ekskresi, dan sistem reproduksi terpisah, tetapi tidak memiliki sistem sirkulasi (Natadisastra & Agoes 2009). Muslim (2009) menjelaskan ukuran cacing jantan lebih kecil dari cacing betina dan ujung posterior melengkung ke depan. Spikulum serta bursa kopulasi dimiliki oleh beberapa spesies dari cacing nematoda.

Gambar 5 Struktur Umum Cacing Nematoda Sumber: Sharonapbio-taxonomy (2012)

Sistem digesti dari cacing nematoda berbentuk tubular. Mulut, umumnya dikelilingi oleh tiga bibir, langsung terhubung oleh esofagus. Beberapa genus seperti Strongyloides, esofagus berukuran besar dan terbuka menjadi kapsul bukal bergigi. Saat sedang makan, cacing akan menembus mukosa menggunakan kapsul bukal untuk menghisap darah. Esofagus menyalurkan makanan ke usus dan memiliki bentuk yang bervariasi dan berguna untuk identifikasi karakter setiap

spesies. Usus berbentuk tabung yang dindingnya dilapisi oleh lapisan tipis syncytium. Lumen ususnya memiliki mikro villi yang meningkatkan kapasitas absorpsi dari sel (Urquhart 1996).

Urquhart (1996) juga menjelaskan bahwa organ reproduksi betina berjumlah sepasang dan terdiri dari ovarium, oviduct, uterus, vagina,dan berakhir pada vulva. Ovejector adalah penghubung antara uterus dan vagina yang berupa otot-otot yang berfungsi dalam penetasan telur. Organ reproduksi jantan terdiri dari satu buah testis berlanjut menjadi vas deferens dan berakhir pada saluran ejakulatori di kloaka. Organ tambahan berupa spikulum yang berfungsi sebagai alat kopulasi dan gubernakulum yang berfungsi mengarahkan spikulum terdapat pada beberapa spesies cacing nematoda.

Siklus hidup nematoda terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium telur, larva, dan dewasa. Cacing betina dewasa dapat bertelur antara 20-200.000 butir telur per hari (Natadisastra & Agoes 2009). Dalam perkembangan hidupnya, beberapa spesies nematoda menggunakan ikan sebagai inang definitif maupun sebagai inang antara dari siklus hidup nematoda. Siklus hidup nematoda dibagi menjadi dua, yaitu siklus hidup langsung dan siklus hidup tidak langsung. Siklus hidup langsung tidak membutuhkan inang antara dan infeksi dapat terjadi ketika ikan menelan telur atau larva cacing (Yanong 2012).

Yanong (2012) juga menjelaskan bahwa siklus hidup tidak langsung terbagi menjadi dua, yaitu siklus hidup saat ikan menjadi inang definitif dan siklus hidup saat ikan menjadi inang antara. Ikan sebagai inang definitif yang terinfeksi cacing nematoda mengeluarkan feses bersama telur yang kemudian tertelan oleh cepopoda atau hewan invertebrata lainnya. Telur berkembang dan menjadi larva yang siap menginfeksi ikan dewasa lainnya ketika cepopoda dimakan oleh ikan. Larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dan siklus akan terulang. Nematoda yang memiliki inang definitif mamalia atau burung pemakan ikan menggunakan ikan sebagai inang antara (Gambar 6).

Gambar 6 Siklus Hidup Tidak Langsung Cacing Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Definitif

Sumber: Yanong (2012)

Gambar 7 Siklus Hidup Langsung Cacing Nematoda pada Ikan Sumber: Yanong (2012)

Gambar 8 Siklus Hidup Tidak Langsung Nematoda dengan Ikan sebagai Inang Antara

Cestoda

Cestoda adalah kelas dari filum Platyhelminthes. Perbedaan antara cacing kelas Cestoda dengan Trematoda adalah cacing Cestoda memiliki bentuk tubuh yang pipih dan memanjang seperti pita tanpa saluran pencernaan. Bagian tubuhnya bersegmen dan setiap segmen memiliki satu atau lebih sepasang organ reproduksi (Urquhart et al. 1996). Cacing Cestoda dapat digolongkan berdasarkan tempat hidupnya menjadi dua golongan, yaitu Cestoda usus dan Cestoda jaringan. Seluruh Cestoda mempunya inang antara kecuali spesies Hymenolepis nana (Muslim 2009).

Gambar 9 menunjukkan Cestoda dewasa memiliki kepala atau scolex sebagai organ pelekat, leher yang tidak bersegmen, dan untaian segmen yang membentuk pita. Setiap segmen disebut proglotid dan rantai penghubung proglotid disebut strobila. Organ pelekat terdiri dari empat sucker di bagian tepi dan biasanya terdapat kait. Setiap proglotid bersifat hermafrodit dan ketika proglotid menjadi dewasa dan terbuahi bagian internal hilang dan diisi oleh telur-telur Castoda atau gravid. Proglotid garvid akan terlepas dan keluar bersama feses (Urquhart et al. 1996).

Siklus hidup Castoda bersifat tidak langsung dengan satu inang antara. Cestoda dewasa berada pada usus halus inang definitif dan menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses. Telur termakan oleh inang antara dan embryophore berubah menjadi oncosphere ketika berkontak dengan enzim-enzim pencernaan. Kait pada oncosphere melukai mukosa usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfe menuju tempat yang sesuai untuk berkembang menjadi stadium larva atau metacestoda. Bentuk metacestoda berbeda-beda tergantung spesies Cestoda tersebut. Jenis-jenis metacestoda diantaranya Cysticercus, Coenurus, Strobilocercus, Hydatid, Cysticercoid, dan Tetrahyridium (Gambar 10). Ketika metacestoda termakan oleh inang definitif, scolex-nya akan menempel pada mukosa usus dan untaian proglotid akan mulai tumbuh dari basis scolex (Urquhart et al. 1996).

Gambar 9 Bentuk Umum Cacing Cestoda Sumber: Urquhart et al. (1996)

Gambar 10 Jenis-Jenis Metacestoda Sumber: Urquhart et al. (1996)

Bakteri

Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang hidup bebas dan mampu bereproduksi sendiri, tetapi sebagian besar menggunakan hewan sebagai pejamu untuk mendapatkan makanan. Bakteri tergolong ke dalam prokariot yang tidak

memiliki membran inti. Bakteri terdiri atas sitoplasma yang dikelilingi oleh dinding sel terbuat dari peptidoglikan. Materi genetik, baik DNA maupun RNA, terdapat dalam inti yang diperlukan untuk metabolisme. Bakteri bereproduksi dengan cara aseksual melalui replikasi DNA dan pembelahan sel sederhana. Sebagian besar bakteri membentuk kapsul yang mengelilingi dinding sel sehingga bakteri lebih tahan terhadap kondisi luar (Corwin 2008). Bakteri secara umum terbagi atas bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Bakteri yang sering menginfeksi ikan diantaranya Streptococcus agalactiae, Aeromonas hydrophila, dan Edwardsiella tarda.

Streptococcus agalctiae

Bakteri Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram positif yang berbentuk kokus, berantai pendek, serta secara morfologi mirip dengan S. pyogenes (Parija 2009). Bakteri ini termasuk ke dalam anggota antigen grup B dan memiliki antigen kapsular polisakarida. Kapsul dari S. agalactiae terdiri dari asam sialik yang menyebabkan streptokokus golongan B tahan terhadap opsonofagositosis oleh mekanisme pertahanan tubuh (Shimeld & Rodgers 1998). S. agalactiae termasuk ke dalam kingdom Bacteria, filum Firmicutes, kelas Bacilli, famili Streptococcaceae, genus Streptococcus, dan spesies Streptococcus agalactiae.

Gambar 11 Streptococcus agalactiae Sumber: Vetbact (2011)

Shimeld dan Rodgers (1998) menjelaskan bahwa S. agalactiae memiliki bentuk koloni yang lebih besar dibanding S. pyogenes dan juga memproduksi lebih sedikit β-hemolisis. S. agalactiae memproduksi ekstraselular protein yang disebut CAMP. Protein tersebut berkerja secara sinergis bersama β-lisin dan

menyebabkan hemolisis. CAMP adalah kependekan dari Christie, Atkins, dan Munch-Petersen, penemu protein tersebut (Shimeld & Rodgers 1998).

Aeromonas hydrophila

Aeromonas hydrophila adalah bakteri anaerob fakultatif yang termasuk ke dalam kelompok bakteri Gram negatif. Menurut Corry et al. (1995) Aeromonas hydrophila memiliki flagel pada ujung tubuhnya sehingga bakteri ini bersifat motil. A. hydrophila memiliki kapsul dan mampu memfermentasi glukosa baik secara jalur respirasi maupun secara fermentasi. A. hydrophila hidup bebas di air dan dapat diisolasi dari air asin dan air tawar (Shimeld & Rodgers 1999). A. hydrophila digolongkan ke dalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria. kelas Gammaproteobacteria, dan ordo Aeromonadales. A. hydrophila termasuk ke dalam famili Aeromonadaceae, genus Aeromonas, dan spesies Aeromonas hydrophila.

Gambar 12 Aeromonas hydrophila Sumber: Wikipedia (2012)

A. hydrophila menjadi bakteri penyebab ulcer disease atau red sore disease pada ikan. Gejala pada ikan yang terinfeksi adalah timbulnya edema (dropsy), yaitu gejala yang ditandai dengan perut ikan tampak mengembung sebagai akibat adanya pelepasan aerolysin cytotoxic enterotoxyn (ACE-gene) yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan (Austin B dan Austin DA 2007). Aeromonas menyebabkan gastroenteritis yang parah pada manusia dan hewan jika tertelan dan jika kontak dengan kulit menyebabkan infeksi di luka yang terbuka (Burlage 2012)

Edwardsiella tarda

Edwardsiella tarda merupakan bakteri golongan Gram negatif dan bersifat motil karena memiliki flagela (Austin B dan Austin DA 2007). Kapsul tidak ditemukan pada anggota Edwardsiella, tetapi beberap strain memproduksi substansi berupa lendir. E. tarda diklasifikasikan ke dalam kingdom Bacteria, filum Proteobacteria, kelas Gammaproteobacteria, ordo Enterobacteriales, famili Enterobacteriaceae, genus Edwardsiella, dan spesies Edwardsiella tarda.

Gambar 13 Edwardsiella tarda Sumber: Kushawa et al. (2010)

Koloni Edwardsiella tumbuh lebih lambat dan berukuran lebih kecil dibanding anggota yang lain di dalam famili Enterobacteriaceae (Sakazaki et al. 2005). Austin B dan Austin DA (1999) juga menjelaskan gejala yang ditunjukkan pada infeksi Edwardsiella adalah lesi kecil pada kulit berukuran sekitar 3-5 mm dan terletak di postero-lateral tubuh ikan. Seiring berkembangnya infeksi, abses menyebar ke otot dan seluruh tubuh hingga sirip caudal.

Dokumen terkait