• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI ORGANISASI MAHASISWA USU

7. Ikatan Mahasiswa Muhammadiah (IMM)

1.2 Tinjauan Pustaka

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.9 Antropologi adalah bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu. Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri. Jika diamati lebih dalam maka Antropologi dapat mengkaji apapun yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan manusia.

Kita sering menggunakan istilah pemuda atau generasi muda dalam kehidupan kita sehari-hari. Untuk mengetahui pengertian dari istilah pemuda/generasi muda ini penulis berpedoman pada pendapat para ahli. Menurut Muhammad Ali (1989:258): ”Muda diartikan belum sampai setengah umur, belum cukup umur”. Maka dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pengertian muda itu difokuskan pada usia dengan batas tertentu penggolongannya seperti pada anak-anak dan remaja.

Sedangkan menurut N. Daldjoni (1974:35) Generasi adalah: ”Keseluruhan individu dalam bermasyarakat yang sebenarnya sebagai

9

Koentjaraningrat (1990).Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke delapan. Jakarta : Rineka

akibat pengalaman yang mirip dan keterikatan yang sama, bersikap kritis terhadap generasi atasnya”. Dari pengertian ini dapat di simpulkan bahwa generasi menunjukkan tempat atau kedudukan mereka bersama sebagai kelompok usia. Generasi muda adalah keseluruhan orang yang mempunyai usia belum setengah umur dan mempunyai kesamaan dalam masa hidupnya akibat pengalaman yang mirip dan keterikatan yang sama bersikap kritis terhadap generasi.

Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga seperti ruang lingkup tempat pemuda berada diperoleh 3 kategori yaitu :

1. Siswa usia 6-18 tahun, masih ada dibangku sekolah.

2. Mahasiswa di Universitas perguruan tinggi usia antara 18-25 tahun.

3. Pemuda diluar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi usia antara 15-30 tahun.

Dengan melihat batasan-batasan unsur generasi muda yang diuraikan diatas, maka untuk mempermudah pengertian dalam uraian-uraian selanjutnya mengenai umur generasi muda pada umumnya, khususnya dalam tulisan ini diambil kesimpulan bahwa batas usia pemuda itu adalah antara 15-30 tahun.

Mahasiswa merupakan sekelompok generasi muda yang terdaftar secara administratif di perguruan tinggi. Keterikatan generasi muda tersebut

terhadap perguruan tinggi telah mengharuskan generasi muda itu untuk dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai akademisi (menuntut pengetahuan serta menggali dan mengembangkan khasanah keilmuan atau belajar). Konsumsi pengetahuan yang didapatkan secara terus menerus memunculkan kemampuan mahasiswa untuk berpikir secara sistematis dan komprehensif dalam melihat sesuatunya. Hal ini menjadikan mahasiswa orang-orang yang memiliki kemampuan intelektulitas. Terdapatnya kemampuan tersebut akan menjadikan mahasiswa semakin kritis ketika ada pandangan yang tidak lazim menurut pemikirannya (idealisme).

Implementasi dari sikap kritis tersebut akan menuju pada pola-pola tindakan mahasiswa yang berusaha mengembalikan suatu kondisi pada kondisi yang ideal. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Syari‟ ati (1998:42) bahwa orang yang memiliki intelektualitas adalah orang mempunyai tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab yang dimaksud seperti mencari sebab-sebab yang sesungguhnya dari keterbelakangan masyarakatnya, dan menemukan penyebab sebenarnya dari kemandegan dan kebobrokan rakyat dalam lingkungannya.

Sejarah perkembangan Indonesia telah membuktikan bahwasannya mahasiswa ikut mengambil peran dalam perubahan. Seperti apa yang dipaparkan Suharsih & Kusuma (2007:37-38), mahasiswa merupakan salah satu elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang kritis dan memiliki intelektualitas. Mahasiswa sering dianggap

sebagai agent of change dan agent of sosial control karena mahasiswa merupakan kelompok yang mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi.

Kemampuan intelektualitas yang dimiliki mahasiswa mengarahkan mahasiswa untuk peka dengan kondisi. Kemampuan intelektualitas pada dasarnya berbasis pada teori-teori untuk menemukan suatu kebenaran dari pengetahuan, sehingga dengan teori-teori yang dimiliki mahasiswa dapat menilai suatu kondisi. Berdasarkan penilaian dari kondisi tersebut mahasiswa dapat menyimpulkan tepat atau tidaknya suatu keadaan dengan ide yang dimiliki. Ketika kondisi yang diketahui tidak sesuai dengan ide yang dimiliki, maka mahasiswa berusaha untuk menyesuaikan ide tersebut dengan kondisi. Dalam kaitannya dengan kondisi masyarakat, penyesuaian ide tersebut telah menagarahkan mahasiswa untuk melakukan aksi-aksi dalam berbagai tindakan yang dapat merubah kondisi atau lebih dikenal dengan gerakan mahasiswa.

Menurut Harapan & Basril (2000:3-4), gerakan mahasiswa merupakan seperangkat kegiatan mahasiswa yang bergerak menentang dan mempersoalkan realitas objektif yang dianggap bertentangan dengan realitas subyektif mereka. Acapkali gerakan mahasiswa dimulai dari tuntutan-tuntutan menentang kebijakan pendidikan, terutama otoritas perguruan tinggi, kemudian bergerak menuju kebijakan nasional, kemudian kekuasaan pemerintah yang sedang berlangsung.

Menurut Sanit (1999:32), ada lima faktor yang menjadikan mahasiswa peka dengan masalah kemasyarakatan, sehingga mendorong mereka untuk melakukan perubahan.

1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan yang terbaik, mahasiswa mempunyai pandangan luas untuk dapat bergerak di antara semua lapisan masyarakat.

2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama mengalami pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda.

3. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik melalui akulturasi sosial budaya yang tinggi di antara mereka.

4. Mahasiswa sebagai golongan yang akan memasuki lapisan atas susunan kekuasaan, struktur ekonomi, dan akan memiliki kelebihan tertentu dalam masyarakat.

5. Seringnya mahasiswa terlibat dalam pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah di masyarakat.

Oleh sebab itu, sudah sewajarnya jika mahasiswa mampu melakukan gerakan-gerakan yang solid untuk menciptakan suatu perubahan kearah yang lebih baik.

Gerakan yang diperankan mahasiswa saat menyuarakan aspirasinya bukanlah merupakan gerakan individualis, melainkan gerakan kolektif. Sesuai dengan apa yang dikatakan Sunarto (2004:203) bahwa gerakan yang diperankan mahasiswa diklasifikasikan sebagai bentuk perilaku kolektif, maka dapat disebut sebagai gerakan sosial (social Movement). Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan kepentingan bersama. Gerakan sosial dilain pihak ditandai dengan adanya tujuan jangka panjang yaitu untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.

Sejarah perlawanan mahasiswa di Indonesia khususnya merupakan gerakan kolektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat beberapa peristiwa sejarah Bangsa Indonesia yang telah dilalui. Seperti yang diketahui pada saat itu, keterlibatan organisasi mahasiswa telah menjadi faktor penentu dengan membawa wacana bersama untuk menolak rezim yang berkuasa.

Proses organisasi dalam rangka mencapai tujuan telah mewujudkan pada karakteristik organisasi sebagai identitas dari organisasi atau dapat disebut dengan budaya organisasi. Hal inilah yang membedakan antara setiap organisasi yang ada. Menurut Schein (dalam Sobirin, 2007:132), budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang. Setelah sebelumnya mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal dan integrasi internal,

sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan organisasi. Interaksi komisariat dengan setiap individunya mengharuskan individu tersebut berubah sesuai dengan inginnya komisariat. Sesuai dengan yang dikatakan oleh H Bonner (dalam Santoso, 1999:15) bahwa dalam interaksi sosial, kelakuan individu yang satu akan mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Interaksi yang dimaksud adalah hubungan antara dua atau lebih individu manusia.

Perbedaan kelompok dan kualitas individu yang ada dalam masyarakat tersebut, mengakibatkan munculnya ketertiban, keselarasan dan rasa solidaritas diantara sesama. Solidaritas dalam konteks penelitian ini adalah keterikatan erat antara individu yang satu dengan individu yang lain pada situasi sosial tertentu.

Solidaritas yang muncul dalam setiap kelompok masyarakat disebabkan adanya beberapa persamaan, seperti persamaan kebutuhan, keturunan, dan tempat tinggal. Oleh karena itu solidaritas menurut Doyle (1986:181) menunjuk pada suatu hubungan antara individu atau kelompok berdasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut dan di perkuat oleh pengalaman emosional bersama, ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional.

Setiap individu yang terikat dalam suatu ikatan solidaritas kelompok masyarakat, memiliki kesadaran kolektif yang sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang membentuk sistem tertentu dan dimiliki bersama. Kesadaran kolektif memiliki sifat sakral karena mengharuskan rasa hormat dan ketaatan, hal tersebut dapat tercipta dengan baik apabila prilaku individu dalam kelompok masyarakat telah sesuai dengan sistem yang ada. Khaldun (dalam Soekanto. 1990:26).

Solidaritas dalam bentuk keterkaitannya sering muncul dalam aktivitas gotong royong, menurut Koentjaraningrat (1961: 2), gotong royong adalah kerjasama diantara anggota-anggota suatu komunitas. Lebih lanjut gotong royong dapat di golongkan kedalam tujuh jenis, yakni:

1. Gotong royong yang timbul bila ada kematian atau beberapa kesengsaraan lain yang menimpa penghuni desa.

2. Gotong royong yang dilakukan oleh seluruh penduduk desa.

3. Gotong royong yang terjadi bila seorang penduduk desa menyelenggarakan suatu pesta.

4. Sistem gotong royong yang dipraktekkan untuk memelihara dan membersihkan kuburan nenek moyang.

5. Gotong royong dalam membangun rumah. 6. Gotong royong dalam pertanian.

7. Gotong royong yang berdasarkan pada kewajiban kuli dalam menyumbangkan tenaga manusia untuk kepentingan masyarakat (Koentjaraningrat, 1997: 32-33).

Dalam pergerakannya SATMA IPK USU mencoba membangun hubungan interaksi sosial antar mahasiswa tersebut dengan cara menanamkan rasa solidaritas di antara individu serta memberikan arahan dan pendidikan yang berlandaskan kepada budaya organisasi yang dimiliki.

Sesuai dengan penjelasan di atas, penelitian ini akan mendeskripsikan dan menjelaskan eksistensi SATMA IPK USU untuk melihat sejauh mana organisasi mahasiswa ini berperan dalam akademika kampus dan masyarakat. Budaya organisasi yang dimiliki tentunya akan sangat berpengaruh terhadap pardigma berpikir yang tercermin dari setiap bentuk tindakan dan perilaku anggota sebuah organisasi.

Seperti yang diketahui sejauh ini IPK merupakan organisasi yang terkesan militan dan anarkis dalam pandangan masyarakat. Pada saat massa kepemimpinan Olo Pangebangean sebagai ketua umum nasional organisasi masyarakat IPK merupakan puncak kejayaan organisasi tersebut dan pada saat itu muncullah berbagai persepsi tentang IPK yang terkesan organisasi negatif seperti maraknya perjudian berupa toto gelap ( togel ) di Sumatera Utara.

Pada penelitian ini peneliti akan mendeskripsikan hal yang berbeda dari pandangan masyarakat terhadap organisasi ini. Peneliti akan menjelaskan berbagai peran SATMA IPK USU dalam kegiatan akedimisi serta gerakan yang dilakukan kepada masyarakat dalam bentuk yang beragam.

Dokumen terkait