• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam dokumen Implikasi UU No. 23 Tahun 2014 Ttg Pemer (Halaman 24-34)

b.1. Penambangan yang Baik dan Benar (Good Mining Practice)

Kegiatan pertambangan telah memberikan sumbangan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, baik dalam penyediaan bahan baku industry dalam negeri, sumber devisa, penyediaan lapangan pekerjaan maupun dalam pengembangan pembangunan wilayah terutama di daerah terpencil. Selain sebagai sumber penerimaan Negara dari pajak dan non pajak, kegiatan usaha pertambangan mempunyai potensi besar untuk menciptakan momentum bagi berlangsungnya pembangunan secara umum, terutama dalam menciptakan infrastruktur, peluang kesempatan berusaha dan berlangsungnya transformasi teknologi, sosialdan budaya. Kondisi tersebut memicu dilakukannya kegiatan pertambangan secara besar-besaran di seluruh Indonesia, baik secara legal maupun illegal. Sebagian kecil dari kegiatan pertambangan tersebut telah dilakukan secara baik dan benar, namun sebagian besar diantaranya belum melaksanakannya secara konsekuen sehingga banyak terjadi pemborosan bahan galian sekaligus perusakan lingkungan sekitar tambang serta menimbulkan berbagai permasalahan. Di lain pihak sumber daya bahan galian adalah merupakan sumber daya yang tak terbarukan, sehingga strategi pemanfaatannya perlu dilakukan secara tetap memelihara dan bahkan meningkatkan fungsi daya dukung lingkungan daerah tambang dan sekitarnya.

Dengan diterapkan “Good Mining Practice” diharapkan kegiatan pertambangan tersebut dapat menghasilkan benefit yang optimal serta tetap dapat memelihara dan bahkan meningkatkan fungsi daya dukung lingkungan daerah tambang dan sekitarnya serta meminimalkan permasalahan yang mungkin terjadi. Good Mining Practice adalah

pelaksanaan pertambangan yang baik dan benar, terdiri dari rangkaian komponen yang harus dilakukan secara konsisten sehingga dapat menghasilkan manfaat yang oftimal sekaligus memelihara fungsi daya dukung lingkungan serta meminimalkan permasalahan yang terjadi, komponen tersebut adalah (1) Penerapan Teknis Pertambangan (2) Penerapan Konservasi Bahan Galian (3) Peduli Lingkungan (4) Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (5) Peningkatan Nilai Tambah dan (6) Penerapan Standar Pertambangan. Jika komponen-komponen Good Mining Practice melibatkan partisipasi dan harmonisasi masyarakat yang sejalan dengan peraturan perundangan maka akan dicapai hasil yang optimal, efisien dan ekonomis yang pada akhirnya akan dicapai pembangunan berkelanjutan.

Teknis eksplorasi meliputi (1) Penetapan cadangan (2) Studi Geoteknik (3) Studi Hidrologi (4) Studi Kelayakan (5) Teknis Penambangan (6) Teknis Pengangkutan dan (7) Teknis Pengolahan / Pemurnian. Peduli lingkungan, kegiatan pertambangan mempunyai potensi meninmbulkan perubahan terhadap lingkungan, antara lain pembukaan lahan, penimbunan batuan penutup, pembuangan limbah, perubahan kualitas air dan pola penirisannya serta aspek social dan budaya masyarakat. Sebelum dilakukan suatu kegiatan pertambangan maka setiap perusahaan wajib menyusun dokumen AMDAL/UKL-UPL, terdiri dari dokumen Studi Andal, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dalam dokumen tersebut perusahaan berkomitmen untuk melakukan penanganan masalah lingkungan serta memberikan jaminan Reklamasi.

b.2. Tahapan Pasca Tambang

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 dan peraturan turunannya, bahwa perusahaan selambat-lambatnya dua tahun sebelum penutupan tambang wajib menyampaiakan dokumen rencana penutupan tambang kepada pemerintah, baik Bupati/walikota, Gubernur dan Menteri dan mendapatkan persetujuan pemerintah. Namun Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang, mensyaratkan bahwa perusahaan pertambangan mineral dan batubara wajib menyampaikan dokumen Rencana Penutupan Tambang satu tahun sebelum dilakukan penutupan tambang kepada pemerintah dan harus mendapatkan persetujuan. Sedangkan Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa semua perusahaan pertambangan mineral dan batubara atau Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi (IUP-Ekplorasi) yang akan ditingkatkan menjadi Ijin Usaha

Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) disyaratkan menyusun dokumen Rencana Reklamasi dan dokumen Renca Penutupan Tambang yang disampaikan ke pemerintah dan mendapat persetujuan.

Dokumen Rencana Penutupan Tambang (RPT) harus mengikuti format penulisan berdasarkan Peratuaran Menteri Nomor 09 Tahun 2014 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang yang meliputi (1) Pendahuluan yang menggambarkan latar belakang, yaitu identitas perusahaan, uraian singkat mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan penutupan tambang, uraian singkat mengenai status perizinan. Maksud dan tujuan dan pendekatan dan ruang lingkup. (2) Profil wilayah mencakup sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai: Lokasi kesampaian daerah, kepemilikan dan peruntukan lahan, rona lingkungan awal, kegiatan lain di sekitar tambang. (3) Diskripsi kegiatan pertambangan, menggambarkan keadaan cadangan, penambangan, pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang. (4) Gambaran rona akhir tambang, menjelaskan keadaan cadangan, peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, biologi akuatik dan teresterial. (5) Hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders), mencakup tanggapan, saran, pendapat, pandangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap rencana penutupan tambang, termasuk rencana alih pengelolaan fasilitas tambang kepada pemangku kepentingan dan rencana perubahan peruntukan lahan. (6) Program penutupan tambang, meliputi reklamasi tapak tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang, pemeliharaan dan perawatan, social dan ekonomi. (7) Pemantauan meliputi kegiatan pemantauan kestabilan fisik, air permukaan dan air tanah, flora dan fauna, social dan ekonomi. (8) Organisasi meliputi mengenai organisasi, jadwal pelaksanaan penutupan tambang. (9) Rencana biaya penutupan tambang, mencakup biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Melakukan presentasi dokumen rencana penutupan tambang kepada pemberi izin yang di hadiri oleh pemangku kepentingan, evaluasi dokumen oleh tim evaluator dan persetujuan dokumen rencana penutupan tambang. Pelaksanaan pemantauan terhadap pelaksanaan penutupan tambang minimal selama tiga tahun. Jika selama tiga tahun semua kriteria penutupan tambang terpenuhi, maka selanjutnyapemerintah akan mengeluarkan pencabutan terhadap OP dan selajutnya seluaruh fasilitas penunjang dan areal IUP-OP diserahkan kembali ke Negara.

b.3. Pasca Tambang

Pasca tambang adalah suatu kondisi dimana sudah tidak lagi dilakukan kegiatan pertambangan mineral dan batubara, tetapi kegiatan yang ada hanya meliputi pelaksanaan

reklamasi sesuai peruntukannya apabila kawasan areal tambang adalah areal penggunaan lain (APL) antara lain penataan lahan tambang, lahan di luar tambang, pembokaran fasilitas tambang yang tidak diserahkan ke pemerintah, revegetasi, pemeliharaan dan perawatandan pemantauan. Kalau kawasan areal tambang adalah kawasan hutan produksi, maka kegiatan reklamasi yang mencakup penataan lahan, penebaran tanah pucuk dan revegetasi sebagai upaya menghutankan kembali untuk mencapai rona awal. Pasca tambang sendiri dilakukan biasanya karena habis cadangan, karena pembatasan streaping rasio (SR). Pasca tambang adalah masa berhentinya kegiatan tambang pada seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi, baik karena berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena dikembalikannya seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi (Kepmen ESDM Nomor 1211/1995).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendefinisikan pasca tambang adalah berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan penggalian dan seluruh kegiatan operasional juga perusahaan berhenti (fully closed). Pasca tambang batubara yang dimaksudkan dalam penelititian ini adalah suatu areal yang sudah ditambang dimana cadangan sisa cadangan tinggal sedikit atau sisa cadangan sudah habis, sehingga aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan lebih banyak dilakukan untuk penataan dan revegetasi dibandingkan kegiatan penambangan.

Batubara merupakan salah satu andalan utama sumber energy alternative masyarakat Indonesia saat ini, selain minyak dan gas bumi yang sebagian besar terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Batubara merupakan salah satu sumberdaya mineral yang penting di Indonesia dan termasuk dalam golongan bahan tambang organic yang dieksploitasi untuk kebutuhan sumber energy dalam negeri dan ekspor (Qomariah, 2003) Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari berbagai tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit.

b.4. Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara

Pengelolaan (management) berasal dari bahasa italia (1561) yaitu maneggiare. Bahasa perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa inggris menjadi management yang

memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.Manajemen adalah sebuah proses perencanaan,pengorganisasian,pengkordinasian,dan pengontrolan sumberdaya alam untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.Terdapat empat fungsi manajemen yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) pengorganisasian (organizing), (3) pengarahan (directing), (4) pengevaluasian (evaluating).

Goerge R.Terry (1977) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda yang terdiri atas planning,organizing,actuating,dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumberdaya lainnya.Berbagai jenis kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.

Pengelolaan(management)digunakan dalam meminimalkan degradasi lahan,air, dan vegetasi melalui rehabilitasi baik kepenggunaan awal(restorasi)maupun untuk peruntukkan lainnya(reklamasi)juga kepentingan ekonomi sosial melalui perencanaan,pengorganisasian,pengkordinasian,dan pengontrolan sumberdaya batubara yang dilakukan secara bersama-sama dengan stakeholder.Istilah reklamasi(reclamation)dideskripsikan sebagai proses umum dimana permukaan lahan dipulihkan untuk peruntukkan lain.Reklamasi didasarkan pada prinsip-prinsip dan pemulihan ekologi secara terintegrasi disebut restorasi (restoration).Pemulihan lingkungan pada dasarnya ditujukan untuk pengembalian menuju keadaan ekosistem semula dari aspek struktur dan fungsinya.Rehabilitasi (rehabilition)adalah istilah yang digunakan untuk proses ke depan dari pengembalian ekosistem semula,dengan menciptakan ekosistem alternatif menuju ekosistem aslinya melalui penggantian aau

replacement (Johnson danTunner,2000).

Tujuan akhir dari rencana reklamasi adalah untuk menstabilkan permukaan tanah sambil menyediakan kondisi fisik yang menunjang agar terbentuknya kembali suatu komunitas spesies tumbuhan asli yang beragamn dan sama dengan lingkungan hutan primer (Soeprapto dan Chairot, 2003). Areal yang terbuka dan terganggu direklamasi secara progresif.Strategi penanaman kembali dilaksanakan untuk menstabilkan lahan terganggu dan meminimalkan erosi,karena kalau tidak demikian akan memperburuk mutu air permukaan (Soeprapto dan Chairot, 2003). Menurut Brata (2001), teknik mulsa vertikal efektif meresapkan air apabila dilakukan di setiap penggunaan lahan dengan mudah meresapkan air hujan ,disimpan menjadi sumber air bagi tanaman dan lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian Tobing (1994) menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertical lebih efektif menekan aliran permukaan dan erosi dibandingkan mulsa konensional. Rustam (2003) menyatakan bahwa penanaman untuk rehabilitasi areal tambang mmerlukan media tanam yang menguntungkan bagi tanaman dan pemilihan jenis yang benar sesuai keadaan lahan dan keinginan perusahaan. Pada lahan yang terbuka, biasanya didahului dengan menanam tanaman penutup tanah (cover crops) yang juga berfungsi sebagai pupuk hijau, sedangkan pada lahan miring yang dibuat guludan dan teras ditanam tanaman jangkar, dan pada daerah yang berdekatan dengan penduduk ditanam tanaman buah.

Pemilihan jenis tanaman dalam rehabilitasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) tanaman harus bisa tumbuh cepat sehingga bila menutup tanah dalam waktu yang tidak lama, (2) mempunyai perakaran yang lebar dan atau dalam, (3) jika ditanam pada daerah yang sering turun hujan harus mempunyai sifat mudah menguapkan air, (4) sebaiknya untuk daerah yang kering,tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari ,artinya mempunyai prospek ekonomi yang baik.

Evaluasi pertumbuhan tanaman di lahan bekas galian tambang batubara telah dilakukan Kustiawan dan Sutisna (1993) di kawasan reklamasi PT.Multi Harapan Utama dan PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuh jenis tanaman di kawasan reklamasi PT. Multi Harapan Utama telah diukur pertumbuhannya. Jenis-jenis tersebut adalah Mangium (Acaciamangium), Sengon (Paraserianthesfalcataria), Sungkai

(Peronemacanescens), Angsana (Pterocarpusindicus), Gmelina (Gmelinaarborea)

Mahoni (Swieteniasp) dan Aghatis (Aghatis sp). Jenis tanaman yang tertua ditanam adalah Mangium,Sengon,Sungkai,dan Aghatis .Pada umur 2 tahunan telah mencapai tinggi dan diameter berturut-turut 726 cm dan 104 mm (Mangium), 425 cm dan 67 mm (Sengon), 253 cm dan 54 mm (Sungkai), 158 cm dan 26 mm(Aghatis).Hasil pengukuran tinggi dan diameter pada ketiga jenis lainnya adalah : Gmelina berumur 1 tahun 3 bulan :331 cm dan 70 mm; Angasana berumur 1 tahun 10 bulan :312 cm dan 30 mm:Mahoni berumur 5 bulan :71 cm dan 13 mm

Di kawasan reklamasi PT. Kitadin, persentase tumbuh tanaman sengon yang berumur 2,5 bulan, hanya mencapai 69% dengan nilai rataan tinggi + 60 cm dan diameter 6 mm.Dari sejumlah tanaman yang tumbuh tersebut ,terdapat lebih dari 20% semai yang tumbuh abnormal .Dengan memperhatikan hasil analisis kimia tanah dan pertumbuhan tanaman yang dicapai di lahan bekas galian tambang batubara tersebut diatas ,maka pemupukan tanah,mutlak diperlukan.

Hasil penelitian Padlie (1997) di PT.Multi Harapan Utama mempelajari sifat-sifat tanah pada areal bekas penambangan batubara terbuka yang berumur 1,4,dan 6 tahun sejak kegiatan penambangan berakhir.Meski secara partial,namun hasil penelitiannya dapat dijadikan acuan bagi perkembangan profil tanah setelah kegiatan penambangan berakhir.Pada profil tanah bekas penambangan 1 tahun batas lapisan A dan lapisan B relatif mudah dikenali, batas-batas lapisan lainnya tidak jelas. Warna tanah, pada lapisan A adalah cokelat sampai gelap (7,5 YR 4/2), sedangkan pada lapisan B adalah kuning kemerahan (7,5 YR 7/8). Struktur tanah hancur akibat proses penimbunan kembali tanah di blok bekas penambangan. Lapisan sub soil memiliki tekstur lempung berdebu dan lempung liat berpasir sedangkan lapisan top soil mempunyai tekstur lempung liat berpasir.Tanah bekas penambangan 1 tahun belum menunjukkan terbentuknya lapisan bahan organik baru yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang ditanam di lokasi tersebut.

Menurut Purnomo et al.(1997) untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah bekas tambang batubara perlu dilakukan pemupukan NPK yang dapat meningkatkan tinggi dan diameter pertumbuhan Acacia auriculiformis.Tanaman reklamasi seperti Vetiveria zizanioides, Peuraria javanica, Centroma pubescens, dan

Calopogonium mucunoides dapat tumbuhdan berkembang biak pada tanah timbunan

sisa galian penambangan batubara (Tala’olu et al.1999). Menurut Sinukaban (1983) pemberian pupuk buatan atau organic,pergiliran tanaman dengan tanaman Leguminosa

dan menghindari dan memulihkan kerusakan tanah.Untuk memperbaiki sifat kimia,sifat fisik,dan biologi tanah timbunan diperlukan pengelolaan dan upaya tertentu sehingga areal tanah timbunan tidak terkesan gersang dan terhindar dari bahaya ancaman erosi (Tala’olu et al.,1995).

Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari bahwa peran dari eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam yang tidak mudah untuk diperbaharui (non renewable resources) ini mesti diikuti dengan dicarikan alternatif dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), karena diperlukan waktu yang lama mengembalikan sumberdaya alam seperti keadaan semula.Intervensi melalui disain kebijakanb dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara dapat dijadikan alternatif memperpendek waktu pemulihan kawasan akibat kerusakan pada saat memanfaatkan sumberdaya alam batubara.

Pembangunan dkatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu : (1) secara ekonomi layak, (2) secara social berkeadilan, dan (3) secara ekologi lestari. Pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi menekankan pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan (Munasinghe, 1993) di dalam Nurita (2010).

Pengelolaan sumberdaya alam secara global telah disepakati harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yaitu ekonomi, ekologi, dan social. Pertimbangan ini akan mendukung upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan generasi yang akan dating. Realisasinya harus memperhatikan prinsip penggunaan sumberdaya alam tidak lebih cepat dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi).

2.6. Konsep Sistem, Disain Kebijakan dan Strategi

Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin, 2004). Sistem menurut Hartisari (2007) adalah gugusan atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai tujuan atau gugus-gugus tujuan tertentu.Pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antara bagian. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari system yang meliputi kerjasama antara bagian yang interpendent satu sama lain.Pencapaian tujuan ini menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan.Sifat-sifat dasar dari suatu system antara lain:

1. Pencapaian tujuan

Orientasi pencapaian tujuan akan memberi sifat dinamis pada sistem, memberi ciri perubahan yang terus menerus dalam usaha mecapai tujuan.

2. Kesatuan Usaha

Kesatuan usaha mencerminkan suatu sifat dasar dari sistem dimana hasil keseluruhan melebihi dari jumlah bagian-bagiannya atau sering disebut konsep sinergi.

3. Keterbukaan terhadap lingkungan

Keterbukaan terhadap lingkungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau yang dinamakan equifinality atau pencapaian tujuan suatu sistem tidak mutlak harus dilakukan dengan satu cara terbaik.Tetapi pencapaian tujuan suatu sistem dapat dilakukan melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi.

4. Transformasi

Merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem. Proses transformasi diilustrasikan pada Gambar 3.

5. Hubungan antar bagian

Kaitan antara subsistem inilah yang akan memberikan analisis sistem suatu dasar pemahaman yang lebih luas.

6. Sistem ada berbagai macam antara lain sistem terbuka,sistem tertutup,dan sistem dengan umpan balik.

7. Mekanisme Pengendalian

Mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang member informasi pada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi.

Berikut ini (Gambar 3) proses transformasi input menjadi output

Gambar 3.Proses Transformasi Input menjadi Output

Pendekatan sistem pada dasarnya adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen.Pendekatan sistem dapat member landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

2.7. Anasis Kebijakan

Analisis kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu terapan yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menhasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan. Analisis ini diperlukan dalam praktek pengambilan keputusan dengan adanya perubahan lingkungan yang kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, analisis kebijakan dibutuhkan oleh para politisi, konsultan dan pengambil keputusan di pemerintah. Hal ini

dikemukakan oleh Dunn (2002), bahwa analisis kebijakan adalah adalah disiplin ilmu social terapan yang menggunakan multipole methods untuk mengajukan inquiry dan argument untuk menghasilkan dan mentransformasi kebijakan relevan yang akan digunakan dalam kerangka politik untuk mengatasi suatu suatu kebijakan.

Analisis kebijakan adalah suatu cara untuk mensintesakan informasi termasuk hasil riset ke dalam suatu keputusan kebijakan (dalam bentuk pilihan alternatif) dan menetapkan kebutuhan masa mendatang sebagai informasi kebijakan yang relevan (William, 1971). Analisis kebijakan adalah client iriented advice yang berkaitan dengan keputusan publik dan isinya mengandung nilai-nilai social (Weimer dan Vining, 1999).

Ilmu kebijakan dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perannya dalam upaya meningkatkan kualitas keputusan, yang diperoleh dari proses perumusan tujuan kebijakan, mengenali permasalahan kebijakan, dan mencari jalan pemecahan kebijakan. Pengetahuan analisis kebijakan berkembang pesat, apabila : (1) terjadi keterpaduan antara praktisi dan akademisi atas dasar pengalaman, hasil-hasil renungan, dan hasil-hasil penelitian, (2) menyatukan peranan sistem nilai ke dalam studi kebijakan, (3) peningkatan kualitas proses refleksi dan pengambilan keputusan, (4) kemampuan mengaitkan berbagai bidang kajian dengan praktek kebijakan, (5) kemampuan membuat kerangka permasalahan kebijakan, (6) kemampuan meningkatkan kedibilitas pelaksanaan studi kebijakan (Eriyatno, 1989).

Analisis kebijakan adalah suatu proses pencarian kebenaran yang dapat menjelaskan sebab-sebab dan akibat dari sebuah kebijakan. Ada tiga jenis analisis kebijakan yaitu : (1) analisis prospektif, (2) analisis retrospektif, dan (3) analisis terintegrasi (Dunn, 2004). Analisis prospektif merupakan kebijakan yang terkait dengan produksi dan trasformasi sebelum kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya berkaitan dengan produksi dan transformasi informasi setelah tindakan kebijakan dilakukan. Analisis terintegrasi adalah anlisis kebijakan yang secara utuh mengkaji seluruh daur kebiakan dengan menggabungkan analisis prosfektif dan retrosfektif.

2.8. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Pertambangan Batubara

Kegiatan aktifitas pertambangan terutama pasca tambang batubara selama ini banyak kebiakan untuk menjadi acuan bagi pelaksanaannya. Pelaksanaan kebijakan dan pengendalian kebijakan diduga menjadi penyebab bernagai kendala strategi maupun kendala operasional. Beberara kebijakan terkait penambangan batubara yang akan dianalis kemungkinan juga mengalami perubahan-perubahan seperti :

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pertambangan.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang sudah dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai pasal 125 Undang_undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sekaligus sebagai gantinya.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

4. Peraturan Pemerantah RI Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967.

5. Keputusan Menteri Pertamabangan dan Energi Nomor 1211.K/008PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungann pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.

6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 146/Kpts.II/1994 tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan.

7. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453K/29/MEM/2000 8. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Reklamasi dan Penutupan Tambang.

9. Peraturan Daerak Kabupaten Banjar Nomor 08 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pertambangan Umum.

Peraturan tersebut di atas adalah peraturan Perundang-undangan yang digunakan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerl dan Batubara.

10. Undang-Undang Npmor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang

12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

13. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang 14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang

15. Keputusan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014 tentang reklamasi dan Pasca Tambang

III. METODE PENELITIAN

Dalam dokumen Implikasi UU No. 23 Tahun 2014 Ttg Pemer (Halaman 24-34)

Dokumen terkait