• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi UU No. 23 Tahun 2014 Ttg Pemer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Implikasi UU No. 23 Tahun 2014 Ttg Pemer"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLIKASI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO.

23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

TERHADAP TATA KELOLA PERTAMBANGAN MINERAL DAN

BATUBARA YANG BAIK DAN BENAR

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

PEMERINTAH KABUPATEN BANJAR

(2)

I.

Surat Sekretaris Jenderal ESDM Nomor 2115/30/SDB/2014 tanggal 16

Desember 2014, perihal Kewenangan Pengelolaan Pertambangan

Mineral dan Batubara.

1.

Bahwa dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mulai berlaku efektif pada

tanggal 2 Oktober 2014.

2. Mengingat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tidak mengatur masa

transisi terhadap permohonan baru, perpanjangan, atau

peningkatan tahap kegiatan di bidang pertambangan mineral dan

batubara, maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

dalam waktu dekat akan menerbitkan produk hukum untuk

mengatur masa transisi terkait perizinan pertambangan mineral dan

batubara.

3. Terkait dengan permohonan :

a. Perubahan IUP Eksplorasi mineral bukan logam atau batuan

antara lain terkait jangka waktu dan /atau perubahan saham,

permohonan WIUP mineral bukan logam atau batuan,

permohonan IUP mineral bukan logam atau batuan termasuk

perpanjangan IUP serta peningkatan IUP Eksplorasi mineral bukan

logam atau batuan menjadi IUP Operasi Produksi mineral bukan

logam atau batuan.

b. Penerbitan IPR dalam wilayah Pertambangan Rakyat (WPR)

termasuk perpanjangan IPR; dan

c. Perubahan IUP Eksplorasi mineral logam atauu batubara antara

lain terkait jangka waktu dan /atau perubahan saham, serta

peningkatan IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara menjadi

IUP- Operasi Produksi mineral logam dan batubara.

Yang diajukan kepada Bupati/Walikota oleh pemohon WIUP/IUP/IPR

dan pemegang IUP/IPR sebelum tanggal 2 Oktber 2014 dan telah

diproses oleh dinas teknis daerah Kabupaten/Kota, maka dapat

ditandatangani oleh BUpati/Walikota setelah tanggal 2 Oktober 2014

sesuai UU No. 4 Tahun 2009.

(3)

II.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 16 Januari 2014 tentang :

Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Setelah Ditetapkan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Dengan telah ditetapkannya undang-undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah terjadi beberapa perubahan mendasar

terkait dengna penyelenggaraan urusan pemerint

ahan di daerah,

untuk itu diminta perhatian Saudara hal sebagai berikut:

(24

Pebruari 2015)

1. Pasal 404 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatkan bahwa

serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta

dokumen (P3D) sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan

antara Pemerintah Pusat, darah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota

yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini dilakukan paling lama 2

(dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 404 di atas, siklus angaran

dalam APBN dan APBD, serta unuk

menghindarI stagnasi

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berakibat terhentinya

pelayanan kepada masyarakat, maka penyelenggaraan urusan

pemerintahan konkuren yang bersifat pelayanan kepada masyarakat

luas dan massif, yang pelaksanaanya tidak dapat ditunda dan tidak

dapat dilaksanakan tanpa dukungan P3D, tetap dilaksanakan oleh

tingkatan/susunan pemerintahan yang saat ini menyelenggarakan

urusan pemerintahan konkuren tersebut sampai dengan

diserahkannya P3D.

Adapun urusan pemerintahan konkuren tersebut meliput

penyelenggaraan sub urusan

:

a. Pengelolaan pendidikan menengah;

b. Penelolaan terminal penumpang tipe A dan tipe B;

c. Pelakasanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan Negara;

d. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung dan hutan

produksi;

e. Pemebrdayaan masyarakat di bidang kehutanan;

f. Pelaksanaan penyuluhan di bidang kehutanan;

g. Pelaksanaan metrology legal berupa tera, tera ulang dan

pengawasan;

h. Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas lapangan KB

(PKB/PLKB);

i. Pengelolaan tenaga pengawas ketenagakerjaan;

(4)

k.

Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu,

pembangunan sarana penyediaan

tenaga listrik

belum

berkembang, daerah terpencil dan perdesaan.

2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren di luar urusan

pemerintahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaksanakan

oleh susunan/tingkatan pemerintahan sesuai dengna pembagian

urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014.

3. Khusus penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemberian atau

pencabutan izin dilaksanakan oleh susunan/tingkatan pemerintahan

sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 dengan mengutamakan kecepatan dan kemudahan proses

pelayanan perizinan serta mempertimbangkan proses dan tahapan

yang sudah dilalui.

4. Penataan/perubahan perangkat daerah untuk melaksanakan urusan

pemerintahan konkuren hanya dapat dilakukan setelah ditetapkannya

hasil pemetaan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

5. Urusan pemerintahan umum sebagaiman dimaksud Pasal 25

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dilaksanakan oleh Badan/Kantor

Kesbangpol dan/atau Biro/Bagian pada secretariat daerah yang

membidangi pemerintahan sebelum terbentuknyay instansi ertikcal

yang membantu gubernur dan bupati/walikota untuk melaksanakan

urusan pemerintahan umum tersebut.

6. Pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil

Pemerintahan Pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 91

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dibantu oleh SKPD Propinsi sampai

dengan dibentuknya perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintahan

Pusat.

7. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada gubernur,

bupati dan walikmota sebagai berikut:

a. Menyelesaikan secara seksama inventarisasi P3D antar

tingaktan/susunan pemerintahan sebagai akibat pengalihan

urusan pemerintahan kokuren paling lambat tanggal 31 Maret

2016 dan serah terima personel, sarana dan prasarana serta

dokumen (P2D) paling lambat tanggal 2 Oktober 2016.

(5)

b. Gubernur, bupati/walikota segera berkoordinasi terkait dengan

pengalihan urusan pemerintahan konkuren.

c. Melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang

membindangi masing-masing urusan pemerintahan dan dapat

difasilitasi oleh Kementerian Alam Negeri.

d. Melakukan koordiansi dengan pimpinan DPRD masing-masing,

dan

e. Melakukan pelaksanaan Surat Edaran ini kepada Menteri Dalam

Negeri pada kesempatan pertama.

III.

Surat Direktur Teknik dan Lingkungan Nomor 1116/37.02/DBT/2015

tanggal 13 April 2015 perihal Pengawasan Kegiatan Pertambangan di

Kabpaten/kota

.

1.

Sebelum penyerahan personil, pendanaan , saran dan prasarana

(P3D) dari Kabupaten/Kota ke Propinsi, Pengawasan aspek yang

menjadi kewenangan Inspektur Tambang masih dapat dilakukan

oleh Inspektur Tambang yang ada di Kbupaten/Kota berkoordiansi

dengan Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi.

2. Jika Kabupaten/Kota tidak melaksanakan kegiatan pengawasan

sebagaimana dimaksud pada ngka 1, maka kegiatan pengawasan

dilakukan oleh Inspektur Tambang yang ada di Propinsi.

3. Hasil pelaksanaan kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud

pada angka 1 dan 2 agar disampaikan kepada kami dan ditembuskan

kepada Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi.

IV

.

Hasil Konsultasi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar ke

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri tanggal 17 April

2015.

1. Sub urusan yang bersifat pelayanan kepada masyarakat luas dan

massif maka Pemerintah Kabupaten masih bisa melaksanakan

urusan tersebut sampai 2 Oktober 2016.

2. Masih banyak Sub urusan Energi, sumberdaya Mineral dan Batubara

urusan bersifat pelayanan kepada masyarakat luas dan massif tidak

tercantum dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor

120/253/sj tanggal 16 Januari 2015.

(6)

V.

Hasil Konsultasi Dinas Pertambangan dan Energi ke Dirjen Anggaran

Kementerian Dalam Negeri ( tanggal 29 April 2015).

1. Apakah yang sudah teranggarkan dalam APBD terutama Dokumen

Pelaksana Anggaran (DPA) Dinas Pertambangan dan Energi

Kabupaten Banjar yang telah mendapatkan pengesahan masih bisa

dilaksanakan untuk tahun 2015 secara penuh.

2. Pasal 18 PP No. 58 Tahun 2005, menyebutkan bahwa Pengeluaran

Daerah harus didukung dengan dasar hukum yang melandasi.

Pasal 27 PP 58 Tahun 2005 APBD harus didasarkan pada urusan,

organisasi, program dan kegiatan. APBD merupakan dasar belanja

daerah. Penganggaran APBD Tahun 2015 didasarkan pada

Permendagri 37 Tahun 2014, dimana proses perencanaan dan

penganggaran sudah dimulai tahun 2014 sebelum UU No. 23

Tahun 2014 ditetapkan.

3. Untuk program dan kegiatan yang ada dalam APBD Tahun 2015

yang sifatnya terkait langsung dengan masyarakat tetap dapat

dilaksanakan, karena pemerintahan tidak bisa berhenti

.

VI. Hasil konsultasi di Kantor Inspektorat Kabupaten Banjar.

1.

Inspektorat Kabupaten Banjar memandang bahwa UU No. 23 Tahun

2014 Tentang Pemerintahan Daerah hanya kewenangan

Bupati/Walikota dibidang perizinan yang tarik ke pemerintah

propinsi.

2. Dengan tidak adanya kewenangan Bupati/Walikota untuk bidang

perizina pertambangan Mineral dan Batubara bukan berarti Dinas

Pertambangan dan Energi bubar, karena masih banyak urusan yang

dilaksanakan Dinas Pertambangan dan energy yang secara langsung

terkait dengan masyarakat.

3. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota masih dapat

melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan, K3, produksi.

4. Berkaitan dengan Surat Edaran Direktur Jenderal ESDM Nomor

04.E/30/DJB/2015, Inspektorat menganggap bahwa kita hanya

tunduk kepada UU No. 23/2014 yang buat Mendagri.

(7)

Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah

1. Bupati/Walikota tidak lagi mempunyai kewenangan dalam

penyelengaraan urusan pemerintahan di bidang pertambangan

mineral dan batubara terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2014.

2. Dengan berlakunya UU Nomor 23 Tahun 2014, maka pasal-pasal

dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Nomor 4 Tahun 2009)

beserta peraturan pelaksanaannya yang mengatur kewenangan

Bupati/Walikota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

3. Untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha

kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan

batubara, Gubernur dan Bupati/Walikota segera melakukan

koordinasi terkait dengan penyerahan dokumen IUP mineral dan

batubara dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri yang

telah dikeluarkan oleh bupati/walikota sebelum berlakunya UU

Nomor 23 Tahun 2014 sebagai tindak lanjut pengalihan

kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang

pertambangan mineral dan batubara kepada Gubernur sebgaimana

dimaksud dalam UU Nomor 23 Thaun 2014

4. Dalam rangka pelaksanaan peralihan kewenangan

penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertambangan

mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada angka 3,

diminta kepada Bupati/Walikota untuk segera menyerahkan berkas

perzinan kepada Gubernur, antara lain berupa;

a.

IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral

bukan logam, batuan, dan batubara, dan/atau IPR yang telah

diterbitkan oleh Bupati/Walikota sebelum berlakunya UU

Nomor 23 Tahun 2014;

b. IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral

bukan logam, batuan, dan batubara, dan/atau IPR yang

terlanjur diterbitkan oleh Bupati/Walikota setelah berlakunya

UU Nomor 23 Tahun 2014;

c. Rencana penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang

belum ditetapkan oleh Bupati/Walikota; dan

d. Permohonan

;

1) Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral bukan

logam dan batuan;

(8)

3) Peningaktan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi

minieral logam, mineral bukan logam, batuan, dan

batubara;

4) Izin Pertambangan Rakyat (IPR);

5) Perpanjangn IPR;

6) Perpanjangan IUP Operasi Produksi logam, batubara,

mineral bukan logam dan batuan;

7) Perubahan jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam dan

batubara (sesuai dengan jangka waktu dalam UU Nomor 4

Tahun 2009);

8) Perubahan Penanaman Modal sebagimana dimaksud

dalam Peratauran Menteri Energi dan Sumber DAya

Mineral Nomor 27 Tahun 2013 tentang Tata Cara dan

Penetapan Harga Difestasi Saham serta Perubahan

Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan

Mineral dan Batubara (permen ESDM Nomor 27 Tahun

2013);

yang telah diajukan kepada Bupati/Walikota sebelum tanggal 2

Oktober 2014 yang saat ini masih diproses oleh Dinas Teknis

Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di

bidang Pertambangan mineral dan batubara.

5.

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintahan Daerah

Provinsi di bidang pertambangan mineral dan batubara

sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 23 Tahun 2014, diminta

kepada Gubernur untuk segera:

a.

Memproses penerbitan atau pemberian persetujuan atas

berkas perizinan yang telah disampaikan oleh Bupati/Walikota

sebagaimana dimaksud pada 4 huruf d dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

b. Memeperbarui berkas perizinan yang telah disampaikan oleh

Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b

(perubahan Keputusan pemberian IUP atau IPR oleh

Gubernur);

c. Memproses penetapan WPR;

d.

Memproses permohonan yang diajukan kepada Gubernur,

antara lain berupa permohon

an:

1) Perubahan jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam dan

batubara (sesuai dengan jangka waktu dalam UU Nomor 4

Tahun 2009)

(9)

3) Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi

mineral logam, batubara ESDM Nomor 27 Tahun 2013;

4) Perpanjangan IUP Operasi Produksi logam, batubara,

mineral bukan logam dan batuan;

5) WIUP mineral bukan logam dan batuan untuk wilayah yang

berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota;

6) IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan; dan

7) IPR dan perpanjangannya.

6.

Gubernur dapat melakukan evaluasi terhadap berkas perizinan

yang disampaikan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud

pada angka 4 huruf a dan huruf b.

Dalam hal hasil evaluasi terhadap berkas perizinan yang

disampaikan oleh Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada

angka 4 huruf a dan huruf b tersebut di atas;

a. Terdapat ketidaksesuaian proses atau mekanisme penerbitan

(antara lain: tidak memenuhi persayaratan, tumpang tindih),

Gubernur dapat membatalkan IUP Eksplorasi, IUP Operasi

Produksi, atau IPR yang bersangkutan;

b. Pemegang IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, atau IPR tidak

memenuhi kewajiban, Gubernur dapat memberikan sanksi

administratif berupa:

1) Peringatan tertulis;

2) Penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan

usaha; atau

3) Pencabutan IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi, atau IPR

yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

7.

Dalam masa trasnsisi sebelum terbentuknya Unit Pelayanan

Teknik Inspektur Tambang di masing-masing Propinsi maka

Kepala Dinas Teknis Propinsi yang mempunyai tugas pokok dan

fungsi di bidang pertambangan mineral dan batuabra di seluruh

Indonesia secara

ex officio

selaku kepala Inspektur Tambang di

tngkat Propinsi wajib melaksanakan kegiatan pengawasan

terhadap pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada angka 2

dan berkoordiansi dengan Direktur Teknik dan Lingkungan

Mineral dan Batubara secara

ex officio

selaku Kepala Inspektur

Tambang Pusat.

(10)

PERTAMBANGAN YANG BAIK DAN BENAR

MENJADI

STAK

.

BEBERAPA IMPLIKASI NEGATIF PASCA BERLAKUNYA UU NO. 23 TAHUN

2014 ANTARA LAIN

:

1. PERIZINAN TERHAMBAT

Provinsi (SOP, peraturan, KP2P, Distamben, Kabag Ekonomi)

2. DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN AKAN LEBIH BESAR

Distamben Kabuapten/Kota memiliki DPA tetapi tidak dapat

dilaksanakan, sementara Propinsi dari segi anggaran belum ada,

personil terbatas, tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik.

3. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI SEKTOR MINERBA AKAN

TURUN YANG BERDAMPAK TERHADAP DANA BAGI HASIL UNTUK

KABUPATEN/KOTA.

Dana bagi hasil untuk yang diterima Kabupaten/Kota sangat

tergantung ada tidaknya data-data bukti setor royal, yang selama ini

Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten yang mengumpulkan

termasuk menagih royalty.

4. PENAMBANGAN TANPA IZIN (PETI) AKAN MARAK LAGI

Penambangan Batubara, emas dan Batuan mulai muncul kembali

setelah sekian lama hilang karena ketatnya pengawasan dari aparat

kepolisian maupun Dinas.

5. KINERJA SKPD DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI RENDAH (JELEK)

DPA SKPD Dinas Pertambangan dan Energi telah disahkan oleh

Dewan, sementara dengan UU No.23/2014 DPA tersebut tidak dapat

dilaksanakan karena alasan kewenangan sudah tidak ada lagi. Maka

bagi SKPD yang tidak melaksanakan DPA, dapat penilaian kinerjanya

rendah.

6. SKP SEBAGAI PARAMETER PENGUKUR KINERJA AKAN RENDAH,

OTOMATIS NILAI DP3 PARA STAF, PEJABAT AKAN RENDAH YANG

BERIMPLIKASI TIDAK NAIK PANGKAT, CPNS SULIT MENJADI PNS

PENUH.

SEBAGAI BAGIAN ORANG PERTAMBANGAN YANG PEDULI

TERHADAP TATA KELOLA PERTAMBANGAN YANG BAIK DAN BENAR,

BERIKUT INI DIREKOMENDASIKAN BEBERAPA HAL :

(11)

selesai agar Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota tetap

diberikan kewenangan melaksanakan sub urusan pertambangan

dan energi sesuai UU No. 04 tahun 2009 terkecuali perizinan dan

turunannya.

b.

Selambat-lambatnya Maret 2017 Dinas Pertambangan dan Energi

Provinsi sudah membentuk UPT atau Dinas pembantuan untuk

melaksanakan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap

IUP-OP yang jumlahnya 873 buah IUP dan 17 buah PKP2B.

c.

Segera memetakan tenaga pengawas tambang yang memiliki

kompetensi yang ada di Kabupaten/Kota.

d. Perlunya asistensi oleh aparat Auditir keuangan bagi Dinas

Pertambangan di seluaruh Indonesia, sehingga meminimalisir

kesalahan penggunaan anggaran.

e. Perlu adanya petunjuk yang jelas terhadap mekanisme penyerahan

personel, khusus terhadap pegawai non teknis.

f.

Perlu adanya kajian jika IUP mineral non logan dan Batuan diserahkan

ke Propinsi maka konsekuensi harus merubah UU No 28 Tahun 2009

tentang PDRD.

(12)

DAFTAR ISIS

KATA PENGANTAR……… i SAMBUTAN………

I. PENDAHULUAN……… A. Otonomi Daera………

B. Kewenangan Daerah Pada Pertambangan Mineral dan Batubara……….

C. Kewajiban Pemegang Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara… D. Pengawasan Pertambanga Mineral dan Batubara………. II. AUDIT BPK RI TAHUN 2008 DAN TIM OPN………..

(13)

A. Hasil Audit BPK RI 2008 Tidak Memiliki Kemampuan Memaksa………. B. Hasil Audit Tim Optimalisasi Penerimaan Negara……… C.

IV. TATA KELOLA PERTAMABNGAN ERA UNDANG-UNDANG NO. 04 TAHUN 2009………. A. Perubahan Istilah Nama……….. B. Terbitnya Kepmen 17 Tahun 2010………. C. Rekonsiliasi IUP Tahap Satu 2011………. D. Rekonsiliasi IUP Tahap Dua 2012………. E. Rekonsiliasi IUP Tahap Tiga 2013……….. F. Rekonsiliasi IUP diserahkan ke Propinsi 2014………... V. KOORDINASI SUPERVISI DAN PENCEGAHAN KORUPSI KPK……….

A. Korsupgah KPK 2013……….. B. Korsupgah KPK 2014……….. C. Upaya Penindakan KPK 2015………..

VI. TATA KELOLA PERTAMBANGAN MINERBA ERA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014……… A. Penyerahan Kewenangan Bidang Pertamabngan Mineral dan Batubara serta Merta Bukan By Proses………

B. Penyerahan Personil, Pendanaan, …. Dan

Dokumen……….

C. Implikasi Kebijakan………

(14)

RENCANA USULAN PENELITIAN

I. JUDUL : DISAIN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN

KAWASAN PASCA TAMBANG BATUBARA

BERKELANJUTAN (Studi Kasus Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan).

Oleh : Ir. Sufrianto, MP.

II. PENDAHULUAN 1.1. Latara Belakang

(15)

Kuasa Pertambangan (KP) yang diberikan kepada Koperasi Unit Desa, ternyata dimanfaatkan oleh penambang-penambang illegal (PETI) yang sebagian mereka adalah pengurus KUD dan sebagian besar bukan pengurus KUD. Adanya penambang liar, banyak lokasi-lokasi konsesi PKP2B dilakukan penambangan secara illegal. Pada tahun 2000 ada kebijakan pemerintah untuk memberantas kegiatan penambangn tanpa izin (PETI) melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2000. Berdasarkan Inpres tersebut dibentuk Tim Terpadu Pencegahan dan Penanggulangan Penambangan Tanpa Izin ditingkat pusat, daerah baik propinsi maupun kabupaten. Kegiatan penambangan liar di Kalimatan Selatan baru berkurang sangat signikan sejak tahun 2005 setelah dilakukan operasi PETI tahun 2002 dan setelah era otonomi daerah yang diberikan untuk Pemerintah Kabupaten dan Kota tahun 2001, dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada Kabupaten dan Kota mengeluarkan izin kuasa pertambangan (KP) atau izin usaha pertambangan (IUP). Berdasarkan data, bahwa eks penambangan tanpa izin (PETI), banyak yang mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) dan diakomudir oleh pemerintah kabupaten dan diberikan pembinaan agar melakukan penambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice) dengan tujuan teknis suatu areal memiliki cadangan terbukti (Mineable), secara ekonomi memberikan keuntungan bagi penambang, pemerintah, masyarakat dan dari aspek lingkungan bahwa penambangan tersebut bisa mengalokasin biaya untuk melakukan reklamasi yaitu menata (regrading), merekontur (recounturing), menebar tanah pucuk (spreading top soil) dan penanaman kembali (revegetasi).

(16)

Oktober 2008 terjadi penurunan harga Batubara, krisis harga ini sifatnya sementara karena penurunan harga Batubara akibat adanya permainan para spekulan, sehingga Oktober tahun 2009 sampai Juli 2012 harga Batubara dunia membaik, yang juga diikuti dengan peningkatan produksi Batubara Kalimantan Selatan.

Salah satu penghasil Batubara terbesar di Propinsi Kalimantan Selatan untuk kalori 6000 ke atas (6000 up) adalah Kabupaten Banjar. Produksi Batubara kalori tinggi yang dihasilkan dari 7 pemegang PKP2B dan 5 IUP-OP sejak tahun 2004 sampai 2008 produksi tertinggi adalah 8,5 juta ton. Setelah krisis harga batubara yang terjadi pada Oktober 2008, produksi Batubara Kabupaten Banjar mulai menurun, krisis ini tidak berlangsung lama karena bulan Juli 2009 harga Batubara mulai membaik lagi sehingga kegiatan produksi juga meningkat, namun pada bulan Juli 2012 akibat krisis eropa harga batubara menurun kembali dan puncak harga tertekan terjadi pada bulan Mei 2015 dari harga tertinggi sebelumnya sebesar 129 US Dollar per ton Batubara menjadi 61 US Dollar per ton Batubara untuk jenis kalori tinggi (high calori), sedangkan Batubara kalori rendah (low kalori) dari harga tertinggi 40 US Dollar menjadi 13,6 US Dollar per ton. Akibatnya hampir semua perusahaan menurunkan produksi, padahal kalau tidak ada masalah harga, maka tambang-tambang PKP2B Kabupaten Banjar diperkirakan melakukan penutupan tambang sekitar tahun 2013 dan 2016. Karena ada perubahan target produksi, rencana penutupan tambang dari beberapa PKP2B direvisi untuk dilakukan penundaan dan diperkirakan penutupan tambang baru dimulai pada tahun 2016.

(17)

Meskipun sektor pertambangan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan APBN dan APBD dan pertumbuhan perekonomian masyarakat sekitar tambang, namun masyarakat tidak sedikit yang mengkawatirkan bahwa penambangan yang tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap pelaksanaan pasca tambang (mine closure).

Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 99 ayat (1) Setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi. (2) Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pascatambang. (3) Peruntukan lahan pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicantumkan dalam perjanjian penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah. Pasal 100 ayat (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang. (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan reklamasi dan pascatambang dengan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan apabila pemegang IUP dan IUPK tidak melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.

Berdasarkan Peratuaran pemerintaha Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang dinyatakan bahwa prinsip-prinsip reklamasi dan pascatambang meliputi :

1. Aspek Lingkungan

a. Perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut dan tanah serta udara;

b. Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati;

c. Stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas

tambang, serta struktur buatan (Man-Made Structure) lainnya;

d. Pemanfaatan bekas tambang sesuai peruntukannya; e. Menghormati nilai-nilai social dan budaya setempat dan

f. Kuantitas air tanah.

2. Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja

a. Perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja;

(18)

3. Aspek Konservasi

a. Pertambangan yang optimum dan penggunaan teknologi pengolahan efektif dan efisien.

b. Pengelolaan dan / atau pemanfaatan cadangan marginal kualitas rendah mineral kadar rendah dan mineral ikutan.

c. Pendataan sumberdaya mineral dan batubara yang tidak tertambang (yang tidak mineable) serta sisa pengolahan pemurnian pemurnian.

Kegiatan konservasi perlu dilakukan sebagai upaya memacu pelaksanaan reklamasi agar sebanding laju kegiatan penambangan serta untuk mengoptimalkan upaya pemulihan lingkungan bekas tambang. Kegiatan konservasi diantara meliputi konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, konservasi tanah, dan konservasi air. Langkah-langkah tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Model-model reklamasi pascatambang batubara yang bisa ditawarkan kepada stakeholder, sampai saat ini diduga belum ada yang berpihak pada pembangunan kawasan pascatambang batubara yang berkelanjutan dengan menganut prinsip memanfaatkan, melindungi dan melestarikan lingkungan. Sementara itu, pelaksanaan reklamasi yang dilakukan sampai saat ini sifatnya sekedar memenuhi tuntutan prosedur, yakni menjadikan reklamasi sebagai bagian dari persyaratan pelaksanaan pertambangan, yang penting areal reklamasi dapat dihijaukan dengan jenis-jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) yang sebagian besar belum memadai.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian-penelitian untuk mengetahui dampak pascatambang terhadap ekologi-fisik lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar kawasan pascatambang batubara Kabupaten Banjar. Perlu diukur tingkat indeks keberlanjutan faktor ekologi, ekonomi dan social, menganalisis berbagai kebijakan yang ada, serta kendala implementasinya di lapangan, selain itu perlu diteliti factor-faktor lain yang mempengaruhi pengendalian pascatambang batubara, sehingga dapat disusun arahan alternatif kebijakan dan strategi implementasinya bagi pengelolaan kawasan pascatambang yang berkelanjutan.

1.2. Perumusan Masalah

(19)

Practice) yang meliputi teknis eksplorasi, penetapan cadangan, studi geoteknik, studi hidrologi, teknis penambangan, pengangkutan, pengolahan. Teknis pertambangan yang baik perlu diperhatikan antara lain : pemilihan metode penambangan yang tepat untuk menambang semua cadangan, perencanaan tahapan penambangan dan penentuan urutan blok penambangan, perencanaan penirisan, upaya pengamanan tanah pucuk, sinkronisasi rencana backfilling, jadwal pelaksanaan reklamasi pada daerah yang telah selesai ditambang. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan bekas penambangan batubara tidak hanya meliputi aspek lingkungan, tetapi juga mencakup aspek ekonomi dan social

Proses penambangan batubara dengan cara membongkar tanah penutup (over burden) baik menggunakan alat-alat mekanik maupun peledakan (blasting) dan pemindahan tanah penutup merupakan metode penambangan secara terbuka (open pit). Penambangan secara terbuka (open pit), maka bahan non tambang seperti batuan, batu liat, sendstone, dan tanah lapisan atas atau tanah pucuk (top soil) akan berubah tempat, yang semula lembah menjadi bukit, yang sebelumnya bukit menjadi lembah, bahkan bukit menjadi lobang tambang (void). Bukit-bukit yang baru dari hasil penimbunan tanah penutup dengan kemiringan (single slope) antara 200 – 600 dan untuk kemiringan secara

keseluruhan adalah 150 - 300, sedangkan lebar teras dan tinggi teras sangat tergantung

studi geoteknik. Kondisi ini sangat rentan terhadap terjadinya erosi dan longsoran (sliding). Penambangan terbuka akan merubah bentang alam terutama topografi dan morfologi rona awal, sebagian besar akan berubah dan dapat dilihat pada pasca tambang.

(20)

perbandingan setiap kandidat material, sehingga diperoleh material baru (artificial substrate) yang mempunyai karakteristik optimal untuk media tumbuh tanaman. Memerlukan waktu yang lama jika tanah pasca tambang batubara diharapkan kembali pada keadaan semula, maka intervensi melalui kebijakan reklamasi menjadi alternatif agar degradasi kulaitas lahan dapat diminimalkan.

Dari aspek ekonomi masih memerlukan analisis manfaat-biaya untuk membandingkan antara dana yang diperoleh jika dilakukan dilakukan penambangan dibandingkan keuntungan yang melestarikan kawasan tambang. Sedangkan dari sudut pandang sosial, masyarakat setempat perlu dipertanyakan manfaat keberadaan pertambangan batubara di lokasi tempat tinggal, dan apakah lebih besar manfaatnya atau dampak negatif yang ditimbulkan.

Berdasarkan evaluasi Tim rencana penutupan tambang (RPT) PD. Baramarta, PT. Nusantara Citra Jaya Abadi, PT. Tanjung Alam Jaya, PT. Putra Bara Mitra dan CV. Gunung Sambung tahun 2010, menjelaskan bahwa ada beberapa deskripsi rencana program pascatambang tidak memadai seperti : (1) Rona awal meliputi status kemilikkan lahan dan peruntukan lahan, kesesuaian peruntukan lahan, air permukaan dan air tanah. (2) Rona akhir meliputi morfologi, air permukaan dan air tanah, biologi aquatik dan terrestrial, uraian akuatik dan terrestrial. (3) Hasil konsultasi dengan stakeholders mengenai tanggapan, saran, pendapat dan pandangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap rencana pascatambang termasuk rencana alih pengelolaan Program pascatambang meliputi reklamasi, pemeliharaan dan perawatan, sosial ekonomi.

(21)

memilih menunggu menjadi tenaga kerja atau buruh pada lokasi penambangan yang lain dan pada saat kondisi seperti ini beban tanggungan keluarga meningkat.

Berdasarkan gambaran di atas, dalam penelitian ini dirumuskan lima permasalahan penelitian yaitu :

1. Terjadi kerusakan lingkungan pada kawasan pascatambang batubara seperti menurunnya kemampuan lahan, dan air menjadi bersifat asam.

2. Dimensi ekonomi dan sosial juga akan berdampak negatif.

3. Implementasi terhadap aturan dan kebijakan pengelolaan kawasan lahan pascatambang batubara belum optimal dilaksanakan, atau aturan kebijakan yang ada sesungguhnya belum mengakomudir kebutuhan stakeholders.

4. Belum tersedianya disain kebijakan dan strategi untuk pengelolaan kawasan

pascatambang batubara yang berkelanjutan berbasis kebutuhan stakeholder untuk mengakomudir dimensi ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah tersusunnya sebuah disain sebuah desain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pascatambang batubara berkelanjutan untuk meningkatkan komitmen penambangan yang baik dan benar, kualitas lingkungan, ekonomi dan sosial masyarakat di Kabuapaten Banjar. Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui komitmen perusahaan pertambangan terhadap penambangan yang baik

dan benar (good mining practice) untuk mencapai pascatambang berkelanjutan.

2. Mengetahui kondisi saat ini faktor fisik lingkungan meliputi tanah, air dan vegetasi.

3. Mengetahui indeks keberlanjutan kondisi saat pasca tambang batubara, berdasarkan dimensi ekologi (fisik lingkungan), ekonomi dan social.

4. Mengetahui faktor kunci pengelolaan kawasan pascatambang batubara yang berkelanjutan.

5. Mengetahui keterlibatan pemangku kepentingan seperti Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Dinas Pariwisata dan Kehutanan dan Badan Lingkungan Hidup apakah sudah memiliki rencana strategis yang menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menyusun rencana pascatambang.

6. Merumuskan arahan kebijakan dan strategi implementasi dalam pengelolaan

kawasan pascatambang batubara berkelanjutan.

(22)

Manfaat penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan aplikasi dibidang pengelolaan

kawasan pascatambang batubara berkelanjutan, untuk membantu menyelesaikan permasalahan pengelolaan kawasan pascatambang khususnya di Kabupaten Banjar dan wilayah-wilayah tambang di Indonesia pada umumnya.

2. Semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam pengelolaan kawasan pascatambang dapat memberikan alternatif dalam mengambil keputusan sesuai rencana dan strategi daerah masing-masing.

3. Sebagai bahan bagi pemerintah pusat dan daerah , sebagai acuan dalam menyusun kebijakan pengelolaan kawasan pascatambang batubara keberlanjutan dengan strategi baru berbasis kebutuhan semua pihak.

1.5. Kerangka Pemikiran

Kegiatan penambangan batubara dengan metode tambang terbuka (open pit) adalah suatu kegiatan yang dapat merubah bentang alam, baik topografi dan morfologi. Kawasan pascatambang batubara yang mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi diharapkan mampu mengembalikan fungsi penggunaan pasca tambang untuk tujuan produktif seperti pertanian, perkebunan, hutan tanaman industri maupun untuk tujuan perbaikan lingkungan.

(23)

merekomendasikan jenis tanaman akasia untuk revegetasi di lahan bekas tambang di kawasan area penggunaan lain (APL).

Dalam suatu kebijakan ada beberapa hal yang perlu di lihat yaitu : (1) produknya atau substansinya, (2) implementasi dari kebijakan dan (3) pengendaliannya. Dalam tataran operasionalnya, produk peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ada mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah belum sepenuhnya dilaksanakan. Kondisi ini dapat disebabkan karena lemahnya substansi, atau substansi sudah memadai namun lemah dalam implementasi dan pengendaliannya.

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kawasan Pasca Tambang Batubara

Kebijakan dan Strategi Pengelolaan masa lau - Melakukan Good Mining

Practice

- Tidak melakukan good Good Mining Practice

Kondisi saat ini (existing condition)

- Ekologi - Sosial - Ekonomi

Analisis Kebijakan : UU, PP, Kepmen, Perda, SK Bupati.

(Mamadai / Tidak Memadai) - Substansi

- Implementasi - Pengendalian

Status Keberlanjutan saat ini

Faktor Kunci Pengelolaan Kawasan

Skenario dan arahan alternatif Kebijakan

(24)

1.6. Kebaharuan (Novelty) Penelitian

Penelitian ini adalah pengembangan dari beberapa penelitian sebelumnya yangberhubungan dengan pengelolaan kawasan pasca tambang batubara. Kebaharuan (Novelty) penelitian ini adalah :

Membangun disain kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara berkelanjutan berbasis kebutuhan stakeholder dan faktor kunci utama (pemulihan lahan pasca tambang, pengelolaan sumberdaya alam renewable sebagai ekonomi baru, transformasi pasca tambang berupa pariwisata, peternakan, perikanan, penyerapan tenaga kerja pasca tambang batubara) dengan memperhatikan nilai hasil Appraisal Post Coal Mining Sustainable (APCMS)

II. TINJAUAN PUSTAKA

b.1. Penambangan yang Baik dan Benar (Good Mining Practice)

Kegiatan pertambangan telah memberikan sumbangan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, baik dalam penyediaan bahan baku industry dalam negeri, sumber devisa, penyediaan lapangan pekerjaan maupun dalam pengembangan pembangunan wilayah terutama di daerah terpencil. Selain sebagai sumber penerimaan Negara dari pajak dan non pajak, kegiatan usaha pertambangan mempunyai potensi besar untuk menciptakan momentum bagi berlangsungnya pembangunan secara umum, terutama dalam menciptakan infrastruktur, peluang kesempatan berusaha dan berlangsungnya transformasi teknologi, sosialdan budaya. Kondisi tersebut memicu dilakukannya kegiatan pertambangan secara besar-besaran di seluruh Indonesia, baik secara legal maupun illegal. Sebagian kecil dari kegiatan pertambangan tersebut telah dilakukan secara baik dan benar, namun sebagian besar diantaranya belum melaksanakannya secara konsekuen sehingga banyak terjadi pemborosan bahan galian sekaligus perusakan lingkungan sekitar tambang serta menimbulkan berbagai permasalahan. Di lain pihak sumber daya bahan galian adalah merupakan sumber daya yang tak terbarukan, sehingga strategi pemanfaatannya perlu dilakukan secara tetap memelihara dan bahkan meningkatkan fungsi daya dukung lingkungan daerah tambang dan sekitarnya.

(25)

pelaksanaan pertambangan yang baik dan benar, terdiri dari rangkaian komponen yang harus dilakukan secara konsisten sehingga dapat menghasilkan manfaat yang oftimal sekaligus memelihara fungsi daya dukung lingkungan serta meminimalkan permasalahan yang terjadi, komponen tersebut adalah (1) Penerapan Teknis Pertambangan (2) Penerapan Konservasi Bahan Galian (3) Peduli Lingkungan (4) Peduli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (5) Peningkatan Nilai Tambah dan (6) Penerapan Standar Pertambangan. Jika komponen-komponen Good Mining Practice melibatkan partisipasi dan harmonisasi masyarakat yang sejalan dengan peraturan perundangan maka akan dicapai hasil yang optimal, efisien dan ekonomis yang pada akhirnya akan dicapai pembangunan berkelanjutan.

Teknis eksplorasi meliputi (1) Penetapan cadangan (2) Studi Geoteknik (3) Studi Hidrologi (4) Studi Kelayakan (5) Teknis Penambangan (6) Teknis Pengangkutan dan (7) Teknis Pengolahan / Pemurnian. Peduli lingkungan, kegiatan pertambangan mempunyai potensi meninmbulkan perubahan terhadap lingkungan, antara lain pembukaan lahan, penimbunan batuan penutup, pembuangan limbah, perubahan kualitas air dan pola penirisannya serta aspek social dan budaya masyarakat. Sebelum dilakukan suatu kegiatan pertambangan maka setiap perusahaan wajib menyusun dokumen AMDAL/UKL-UPL, terdiri dari dokumen Studi Andal, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dalam dokumen tersebut perusahaan berkomitmen untuk melakukan penanganan masalah lingkungan serta memberikan jaminan Reklamasi.

b.2. Tahapan Pasca Tambang

(26)

Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) disyaratkan menyusun dokumen Rencana Reklamasi dan dokumen Renca Penutupan Tambang yang disampaikan ke pemerintah dan mendapat persetujuan.

Dokumen Rencana Penutupan Tambang (RPT) harus mengikuti format penulisan berdasarkan Peratuaran Menteri Nomor 09 Tahun 2014 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang yang meliputi (1) Pendahuluan yang menggambarkan latar belakang, yaitu identitas perusahaan, uraian singkat mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kegiatan penutupan tambang, uraian singkat mengenai status perizinan. Maksud dan tujuan dan pendekatan dan ruang lingkup. (2) Profil wilayah mencakup sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai: Lokasi kesampaian daerah, kepemilikan dan peruntukan lahan, rona lingkungan awal, kegiatan lain di sekitar tambang. (3) Diskripsi kegiatan pertambangan, menggambarkan keadaan cadangan, penambangan, pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang. (4) Gambaran rona akhir tambang, menjelaskan keadaan cadangan, peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, biologi akuatik dan teresterial. (5) Hasil konsultasi dengan pemangku kepentingan (stakeholders), mencakup tanggapan, saran, pendapat, pandangan dengan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap rencana penutupan tambang, termasuk rencana alih pengelolaan fasilitas tambang kepada pemangku kepentingan dan rencana perubahan peruntukan lahan. (6) Program penutupan tambang, meliputi reklamasi tapak tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang, pemeliharaan dan perawatan, social dan ekonomi. (7) Pemantauan meliputi kegiatan pemantauan kestabilan fisik, air permukaan dan air tanah, flora dan fauna, social dan ekonomi. (8) Organisasi meliputi mengenai organisasi, jadwal pelaksanaan penutupan tambang. (9) Rencana biaya penutupan tambang, mencakup biaya langsung dan biaya tidak langsung.

Melakukan presentasi dokumen rencana penutupan tambang kepada pemberi izin yang di hadiri oleh pemangku kepentingan, evaluasi dokumen oleh tim evaluator dan persetujuan dokumen rencana penutupan tambang. Pelaksanaan pemantauan terhadap pelaksanaan penutupan tambang minimal selama tiga tahun. Jika selama tiga tahun semua kriteria penutupan tambang terpenuhi, maka selanjutnyapemerintah akan mengeluarkan pencabutan terhadap OP dan selajutnya seluaruh fasilitas penunjang dan areal IUP-OP diserahkan kembali ke Negara.

b.3. Pasca Tambang

(27)

reklamasi sesuai peruntukannya apabila kawasan areal tambang adalah areal penggunaan lain (APL) antara lain penataan lahan tambang, lahan di luar tambang, pembokaran fasilitas tambang yang tidak diserahkan ke pemerintah, revegetasi, pemeliharaan dan perawatandan pemantauan. Kalau kawasan areal tambang adalah kawasan hutan produksi, maka kegiatan reklamasi yang mencakup penataan lahan, penebaran tanah pucuk dan revegetasi sebagai upaya menghutankan kembali untuk mencapai rona awal. Pasca tambang sendiri dilakukan biasanya karena habis cadangan, karena pembatasan streaping rasio (SR). Pasca tambang adalah masa berhentinya kegiatan tambang pada seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi, baik karena berakhirnya izin usaha pertambangan dan atau karena dikembalikannya seluruh atau sebagian wilayah usaha pertambangan eksploitasi/operasi produksi (Kepmen ESDM Nomor 1211/1995).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendefinisikan pasca tambang adalah berakhirnya seluruh rangkaian kegiatan penggalian dan seluruh kegiatan operasional juga perusahaan berhenti (fully closed). Pasca tambang batubara yang dimaksudkan dalam penelititian ini adalah suatu areal yang sudah ditambang dimana cadangan sisa cadangan tinggal sedikit atau sisa cadangan sudah habis, sehingga aktifitas yang dilakukan oleh perusahaan lebih banyak dilakukan untuk penataan dan revegetasi dibandingkan kegiatan penambangan.

Batubara merupakan salah satu andalan utama sumber energy alternative masyarakat Indonesia saat ini, selain minyak dan gas bumi yang sebagian besar terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Batubara merupakan salah satu sumberdaya mineral yang penting di Indonesia dan termasuk dalam golongan bahan tambang organic yang dieksploitasi untuk kebutuhan sumber energy dalam negeri dan ekspor (Qomariah, 2003) Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari berbagai tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification) memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit.

b.4. Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang Batubara

(28)

memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.Manajemen adalah sebuah proses perencanaan,pengorganisasian,pengkordinasian,dan pengontrolan sumberdaya alam untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.Terdapat empat fungsi manajemen yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) pengorganisasian (organizing), (3) pengarahan (directing), (4) pengevaluasian (evaluating).

Goerge R.Terry (1977) menyatakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang berbeda yang terdiri atas planning,organizing,actuating,dan controlling yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditentukan dengan menggunakan manusia dan sumberdaya lainnya.Berbagai jenis kegiatan yang berbeda itulah yang membentuk manajemen sebagai suatu proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat erat hubungannya.

Pengelolaan(management)digunakan dalam meminimalkan degradasi lahan,air, dan vegetasi melalui rehabilitasi baik kepenggunaan awal(restorasi)maupun untuk peruntukkan lainnya(reklamasi)juga kepentingan ekonomi sosial melalui perencanaan,pengorganisasian,pengkordinasian,dan pengontrolan sumberdaya batubara yang dilakukan secara bersama-sama dengan stakeholder.Istilah reklamasi(reclamation)dideskripsikan sebagai proses umum dimana permukaan lahan dipulihkan untuk peruntukkan lain.Reklamasi didasarkan pada prinsip-prinsip dan pemulihan ekologi secara terintegrasi disebut restorasi (restoration).Pemulihan lingkungan pada dasarnya ditujukan untuk pengembalian menuju keadaan ekosistem semula dari aspek struktur dan fungsinya.Rehabilitasi (rehabilition)adalah istilah yang digunakan untuk proses ke depan dari pengembalian ekosistem semula,dengan menciptakan ekosistem alternatif menuju ekosistem aslinya melalui penggantian aau

replacement (Johnson danTunner,2000).

(29)

Hasil penelitian Tobing (1994) menunjukkan bahwa perlakuan mulsa vertical lebih efektif menekan aliran permukaan dan erosi dibandingkan mulsa konensional. Rustam (2003) menyatakan bahwa penanaman untuk rehabilitasi areal tambang mmerlukan media tanam yang menguntungkan bagi tanaman dan pemilihan jenis yang benar sesuai keadaan lahan dan keinginan perusahaan. Pada lahan yang terbuka, biasanya didahului dengan menanam tanaman penutup tanah (cover crops) yang juga berfungsi sebagai pupuk hijau, sedangkan pada lahan miring yang dibuat guludan dan teras ditanam tanaman jangkar, dan pada daerah yang berdekatan dengan penduduk ditanam tanaman buah.

Pemilihan jenis tanaman dalam rehabilitasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) tanaman harus bisa tumbuh cepat sehingga bila menutup tanah dalam waktu yang tidak lama, (2) mempunyai perakaran yang lebar dan atau dalam, (3) jika ditanam pada daerah yang sering turun hujan harus mempunyai sifat mudah menguapkan air, (4) sebaiknya untuk daerah yang kering,tanaman harus bisa dimanfaatkan kemudian hari ,artinya mempunyai prospek ekonomi yang baik.

Evaluasi pertumbuhan tanaman di lahan bekas galian tambang batubara telah dilakukan Kustiawan dan Sutisna (1993) di kawasan reklamasi PT.Multi Harapan Utama dan PT. Kitadin, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tujuh jenis tanaman di kawasan reklamasi PT. Multi Harapan Utama telah diukur pertumbuhannya. Jenis-jenis tersebut adalah Mangium (Acaciamangium), Sengon (Paraserianthesfalcataria), Sungkai

(Peronemacanescens), Angsana (Pterocarpusindicus), Gmelina (Gmelinaarborea)

Mahoni (Swieteniasp) dan Aghatis (Aghatis sp). Jenis tanaman yang tertua ditanam adalah Mangium,Sengon,Sungkai,dan Aghatis .Pada umur 2 tahunan telah mencapai tinggi dan diameter berturut-turut 726 cm dan 104 mm (Mangium), 425 cm dan 67 mm (Sengon), 253 cm dan 54 mm (Sungkai), 158 cm dan 26 mm(Aghatis).Hasil pengukuran tinggi dan diameter pada ketiga jenis lainnya adalah : Gmelina berumur 1 tahun 3 bulan :331 cm dan 70 mm; Angasana berumur 1 tahun 10 bulan :312 cm dan 30 mm:Mahoni berumur 5 bulan :71 cm dan 13 mm

Di kawasan reklamasi PT. Kitadin, persentase tumbuh tanaman sengon yang berumur 2,5 bulan, hanya mencapai 69% dengan nilai rataan tinggi + 60 cm dan

(30)

Hasil penelitian Padlie (1997) di PT.Multi Harapan Utama mempelajari sifat-sifat tanah pada areal bekas penambangan batubara terbuka yang berumur 1,4,dan 6 tahun sejak kegiatan penambangan berakhir.Meski secara partial,namun hasil penelitiannya dapat dijadikan acuan bagi perkembangan profil tanah setelah kegiatan penambangan berakhir.Pada profil tanah bekas penambangan 1 tahun batas lapisan A dan lapisan B relatif mudah dikenali, batas-batas lapisan lainnya tidak jelas. Warna tanah, pada lapisan A adalah cokelat sampai gelap (7,5 YR 4/2), sedangkan pada lapisan B adalah kuning kemerahan (7,5 YR 7/8). Struktur tanah hancur akibat proses penimbunan kembali tanah di blok bekas penambangan. Lapisan sub soil memiliki tekstur lempung berdebu dan lempung liat berpasir sedangkan lapisan top soil mempunyai tekstur lempung liat berpasir.Tanah bekas penambangan 1 tahun belum menunjukkan terbentuknya lapisan bahan organik baru yang dihasilkan dari jenis-jenis tanaman yang ditanam di lokasi tersebut.

Menurut Purnomo et al.(1997) untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah bekas tambang batubara perlu dilakukan pemupukan NPK yang dapat meningkatkan tinggi dan diameter pertumbuhan Acacia auriculiformis.Tanaman reklamasi seperti Vetiveria zizanioides, Peuraria javanica, Centroma pubescens, dan

Calopogonium mucunoides dapat tumbuhdan berkembang biak pada tanah timbunan

sisa galian penambangan batubara (Tala’olu et al.1999). Menurut Sinukaban (1983) pemberian pupuk buatan atau organic,pergiliran tanaman dengan tanaman Leguminosa

dan menghindari dan memulihkan kerusakan tanah.Untuk memperbaiki sifat kimia,sifat fisik,dan biologi tanah timbunan diperlukan pengelolaan dan upaya tertentu sehingga areal tanah timbunan tidak terkesan gersang dan terhindar dari bahaya ancaman erosi (Tala’olu et al.,1995).

Kabupaten Kutai Kartanegara menyadari bahwa peran dari eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam yang tidak mudah untuk diperbaharui (non renewable resources) ini mesti diikuti dengan dicarikan alternatif dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), karena diperlukan waktu yang lama mengembalikan sumberdaya alam seperti keadaan semula.Intervensi melalui disain kebijakanb dan strategi pengelolaan kawasan pasca tambang batubara dapat dijadikan alternatif memperpendek waktu pemulihan kawasan akibat kerusakan pada saat memanfaatkan sumberdaya alam batubara.

(31)

Pembangunan dkatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu : (1) secara ekonomi layak, (2) secara social berkeadilan, dan (3) secara ekologi lestari. Pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi menekankan pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan (Munasinghe, 1993) di dalam Nurita (2010).

Pengelolaan sumberdaya alam secara global telah disepakati harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yaitu ekonomi, ekologi, dan social. Pertimbangan ini akan mendukung upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan generasi yang akan dating. Realisasinya harus memperhatikan prinsip penggunaan sumberdaya alam tidak lebih cepat dibandingkan kemampuannya untuk melakukan pemulihan kembali (rehabilitasi).

2.6. Konsep Sistem, Disain Kebijakan dan Strategi

Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan kompleks (Marimin, 2004). Sistem menurut Hartisari (2007) adalah gugusan atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai tujuan atau gugus-gugus tujuan tertentu.Pengertian tersebut mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antara bagian. Hal ini menunjukkan kompleksitas dari system yang meliputi kerjasama antara bagian yang interpendent satu sama lain.Pencapaian tujuan ini menyebabkan timbulnya dinamika, perubahan-perubahan yang terus menerus perlu dikembangkan dan dikendalikan.Sifat-sifat dasar dari suatu system antara lain:

1. Pencapaian tujuan

Orientasi pencapaian tujuan akan memberi sifat dinamis pada sistem, memberi ciri perubahan yang terus menerus dalam usaha mecapai tujuan.

2. Kesatuan Usaha

(32)

3. Keterbukaan terhadap lingkungan

Keterbukaan terhadap lingkungan membuat penilaian terhadap suatu sistem menjadi relatif atau yang dinamakan equifinality atau pencapaian tujuan suatu sistem tidak mutlak harus dilakukan dengan satu cara terbaik.Tetapi pencapaian tujuan suatu sistem dapat dilakukan melalui berbagai cara sesuai dengan tantangan lingkungan yang dihadapi.

4. Transformasi

Merupakan proses perubahan input menjadi output yang dilakukan oleh sistem. Proses transformasi diilustrasikan pada Gambar 3.

5. Hubungan antar bagian

Kaitan antara subsistem inilah yang akan memberikan analisis sistem suatu dasar pemahaman yang lebih luas.

6. Sistem ada berbagai macam antara lain sistem terbuka,sistem tertutup,dan sistem dengan umpan balik.

7. Mekanisme Pengendalian

Mekanisme ini menyangkut sistem umpan balik yang merupakan suatu bagian yang member informasi pada sistem mengenai efek dari perilaku sistem terhadap pencapaian tujuan atau pemecahan persoalan yang dihadapi.

Berikut ini (Gambar 3) proses transformasi input menjadi output

Gambar 3.Proses Transformasi Input menjadi Output

Pendekatan sistem pada dasarnya adalah penerapan dari sistem ilmiah dalam manajemen.Pendekatan sistem dapat member landasan untuk pengertian yang lebih luas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

2.7. Anasis Kebijakan

Analisis kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu terapan yang memanfaatkan berbagai metode dan teknik untuk menhasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan. Analisis ini diperlukan dalam praktek pengambilan keputusan dengan adanya perubahan lingkungan yang kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, analisis kebijakan dibutuhkan oleh para politisi, konsultan dan pengambil keputusan di pemerintah. Hal ini

(33)

dikemukakan oleh Dunn (2002), bahwa analisis kebijakan adalah adalah disiplin ilmu social terapan yang menggunakan multipole methods untuk mengajukan inquiry dan argument untuk menghasilkan dan mentransformasi kebijakan relevan yang akan digunakan dalam kerangka politik untuk mengatasi suatu suatu kebijakan.

Analisis kebijakan adalah suatu cara untuk mensintesakan informasi termasuk hasil riset ke dalam suatu keputusan kebijakan (dalam bentuk pilihan alternatif) dan menetapkan kebutuhan masa mendatang sebagai informasi kebijakan yang relevan (William, 1971). Analisis kebijakan adalah client iriented advice yang berkaitan dengan keputusan publik dan isinya mengandung nilai-nilai social (Weimer dan Vining, 1999).

Ilmu kebijakan dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perannya dalam upaya meningkatkan kualitas keputusan, yang diperoleh dari proses perumusan tujuan kebijakan, mengenali permasalahan kebijakan, dan mencari jalan pemecahan kebijakan. Pengetahuan analisis kebijakan berkembang pesat, apabila : (1) terjadi keterpaduan antara praktisi dan akademisi atas dasar pengalaman, hasil-hasil renungan, dan hasil-hasil penelitian, (2) menyatukan peranan sistem nilai ke dalam studi kebijakan, (3) peningkatan kualitas proses refleksi dan pengambilan keputusan, (4) kemampuan mengaitkan berbagai bidang kajian dengan praktek kebijakan, (5) kemampuan membuat kerangka permasalahan kebijakan, (6) kemampuan meningkatkan kedibilitas pelaksanaan studi kebijakan (Eriyatno, 1989).

Analisis kebijakan adalah suatu proses pencarian kebenaran yang dapat menjelaskan sebab-sebab dan akibat dari sebuah kebijakan. Ada tiga jenis analisis kebijakan yaitu : (1) analisis prospektif, (2) analisis retrospektif, dan (3) analisis terintegrasi (Dunn, 2004). Analisis prospektif merupakan kebijakan yang terkait dengan produksi dan trasformasi sebelum kebijakan dilakukan. Analisis retrospektif, sebaliknya berkaitan dengan produksi dan transformasi informasi setelah tindakan kebijakan dilakukan. Analisis terintegrasi adalah anlisis kebijakan yang secara utuh mengkaji seluruh daur kebiakan dengan menggabungkan analisis prosfektif dan retrosfektif.

2.8. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Pertambangan Batubara

(34)

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-pokok Pertambangan.

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPLH) yang sudah dinyatakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sesuai pasal 125 Undang_undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sekaligus sebagai gantinya.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

4. Peraturan Pemerantah RI Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 1967.

5. Keputusan Menteri Pertamabangan dan Energi Nomor 1211.K/008PE/1995 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan dan Pencemaran Lingkungann pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum.

6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 146/Kpts.II/1994 tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang dalam Kawasan Hutan.

7. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453K/29/MEM/2000 8. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Reklamasi dan Penutupan Tambang.

9. Peraturan Daerak Kabupaten Banjar Nomor 08 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pertambangan Umum.

Peraturan tersebut di atas adalah peraturan Perundang-undangan yang digunakan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan pertambangan Mineral dan Batubara sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerl dan Batubara.

10. Undang-Undang Npmor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang

12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang

13. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang 14. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang

15. Keputusan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014 tentang reklamasi dan Pasca Tambang

III. METODE PENELITIAN

(35)

Penelitian ini dilakukan pada areal lahan pasca tambang batubara Kabupaten Banjar. Lokasi penelitian terdapat di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pengaron, Sambung Makmur dan Sungai Pinang. Pemilihan empat kecamatan tersebut diambil secara purposive sampling karena mempunyai luas wilayah dan potensi batubara kalori tinggi (high calori) yang terbesar dan telah dilakukan penambangan sejak tahun 2003 di Kabupaten Banjar.

Sampel perusahaan pertambangan batubara dipilih areal PD. Baramarta (PKP2B), PT. Nusantara Citra Jaya Abadi (IUP-OP) yang berada di Kecamatan Sungai Pinang, areal PT. Tanjung Alam Jaya (PKP2B), PT. Putra Bara Mitra (IUP-OP), CV. Gunung Sambung (IUP-OP) berada di Kecamatan Pengaron dan Kecamatan Sambung Makmur. Peta lokasi penelitian dapat di lihat pada Gambar 3.1. Penelitian ini akan di laksanakan dari Juli 2016 sampai Januari 2018.

Gambar 3.1. Peta Lokasi Penelitian

III.2. Jenis Data dan Sumber

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi kondisi ekologi-fisik lingkungan (air, tanah dan vegetasi) serta persepsi masyarakat terhadap keberadaan tambang batubara. Data sekunder terdiri dari data social, ekonomi, dan kebijakan terkait pertambangan batubara. Jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan output yang diharapkan untuk setiap tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

(36)

No. Tujuan

III.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

(37)

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data primer untuk setiap variable dibagi menjadi tiga bagian besar. Pertama komponen ekologi-fisik lingkungan (tanah, air, dan vegetasi). Dua, komponen ekonomi melalui wawancara dengan stakeholder. Ketiga, komponen social, data primer yang dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan stakeholder. Komponen ekologi-fisik lingkungan didapatkan dari hasil uji laboratorium dan pengamatan vegetasi dengan mengambil contoh tanah, air dan melihat vegetasi di areal bekas penambangan batubara yang resmi berizin (legal), baik yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi. Tanah dan air di analisis di laboratorium sedangkan vegetasi yang diamati tanaman apa saja yang tumbuh di setiap lokasi selain tanaman cepat tumbuh (fast growing) yaitu akasia.

Tabel 3.2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Komponen Parameter Metode Pengambilan

Motode LokasiData

(38)

Dimensi Ekologi

sekunder Desa-desaterdekat di lokasi

sekunder Des-desaterdekat di lokasi wilaya studi

 Deskriptif

(39)

 Rasio relative jenis kelamin

 Migrasi penduduk

 Komplek sosial

 Tingkat pendidikan

Ketiga komponen sosial, dan data primer juga dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan stakeholder. Komponen ekologis-fisik lingkungan didapatkan dari hasil uji laboratorium dan pengamatan vegetasi dengan mengambil contoh tanah, air dan melihat di areal bekas penambangan batubara yang legal, baik yang melakukan reklamasi maupun yang tidak melakukan reklamasi. Tanah dan air dianalisis di laboratorium sedangakan vegetasi diamati tanaman apa saja yang tumbuh di tiap lokasi.

Tanah, perusahaan yang dipilih untuk dianalisis fisik-lingkungan adalah PD. Baramarta, PT. Nusantara Citra Jaya Abadi, PT. Tanjung Alam Jaya, PT. Putra Bara Mitra dan CV. Gunung Sambung. Tanah di tiap areal perusahaan ditentukan lebih dahulu berdasarkan lokasi umur yang paling tua berdasarkan lamanya waktu terhitung sejak terakhir kali penambangan batubara (pasaca tambang). Setelah ditentukan lokasi umur kawasan yang paling tua dibagi menjadi tiga katagori umur yaitu umur paling tua, interval dan umur paling muda dengan penggolongan untuk lokasi yang di reklamasi dan lokasi yang tidak direvegetasi. Contoh tanah kemudian kemudian diberi label dengan kode-kode agar tidak tercampur satu dengan yang lainnya. Untuk memudahkan dalam pembahasan huruf A digunakan lebih dahulu untuk kawasan paling muda, huruf B digunakan untuk interval, dan huruf C digunakan untuk umur paling tua. Dari masing-masing umur diambil dua contoh tanah dari pembagian dua wilayah sehingga tiap golongan umur diperoleh dua sampel. Umur pasca tambang batubara yang paling tua berdasarkan lamanya waktu terhitung sejak direklamasi dan revegetasi dan sejak terakhir kali penambangan (pasca tambang) adalah sekitar 14 tahun (C), sekitar 8 tahun (B), sekitar 2 tahun (A), untuk outpit dan sekitar 10 tahun (C), sekitar 5 tahun (B) dan sekitar 1 tahun (A) untuk jumlah sampel akan dikonsultasikan dengan Dosen pembimbing dan sebagai informasi :

1. Areal Pasca Tambang PD. Baramarta terdiri dari A. Blok I terdiri 10 Soutf Pit dan 7 North Pit

B. Blok II (Blok Wira) terdiri 4 pit C. Blok III (Blok Barat) terdiri 4 pit

2. Areal Pasca Tambang PT. Nusantara Citra Jaya Abadi terdiri 7 North Pit.

(40)

A. Blok I terdiri 5 pit (Pit A, B, C, D dan E) B. Blok II terdiri

C. Blok III D. Blok IV E. Blok V

4. Areal Pasca Tambang PT. Putra Baramitra terdiri dari 2 Pit (Pit Selatan dan Pit Utara) 5. CV. Gunung Sambung terdiri 7 Pit.

Gambar

Gambar 1.1.  Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM STUDY : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat ( MIKM) Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul Hubungan Antara Senam Kesegaran Jasmani

Pengembangan Buku Nonteks Pelajaran IPA Terpadu Menggunakan Model Webbed dengan Tema Kesehatan.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Fakta yang menarik adalah bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik bagi murid-muridnya. Itu sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia

Oleh karena itu, berdasarkan ciri-ciri buku teks pelajaran, dapat diidentifikasi buku-buku yang berkategori buku nonteks pelajaran, yaitu: (1) buku-buku yang dapat

Penelitian ini mempunyai hasil yang menunjuk- kan bahwa bahwa perceived service quality mempu- nyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap repurchase , dimana hal ini

Karena tidak ada n yang memenuhi, maka n terkecil pun tidak ada yang

RAHASIA 7 SUNNAH NABI KUNCI SUKSES, BERKAH DAN BAHAGIA 1.. Menjaga Wudhu'

Itu disebabkan daya serap tubuh anda terhadap makanan berserat sudah lemah, mengapa penderita kanker usus besar di Amerika sangat banyak, penderita kanker