• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dangke

Dangke merupakan makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Enrekang. Dangke merupakan jenis makanan yang bergizi dan khas, yang terdapat dan dikenal di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan, yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi (Djide 1991). Daerah yang terkenal sebagai penghasil dangke di Kabupaten Enrekang, meliputi Kecamatan Baraka, Anggeraja dan Alla’ (Marzoeki et al. 1978). Di samping nilai gizi yang tinggi, produk olahan susu ini disukai oleh masyarakat Kabupaten Enrekang, karena penduduk Enrekang tidak terbiasa mengkonsumsi susu segar. Dangke telah dikenal oleh masyarakat setempat sejak tahun 1905. Nama dangke diduga berasal dari bahasa belanda yang didengar oleh rakyat setempat. Ketika orang belanda melihat dan menerima jenis makanan yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi mereka mengatakan ”Dank U” yang artinya terima kasih. Kata “Dank” inilah yang akhirnya dipakai untuk nama dangke bagi produk susu olahan rakyat Kabupaten Enrekang tersebut (Marzoeki et al. 1978).

Dangke merupakan makanan favorit dan budaya bagi masyarakat Enrekang, baik yang masih berdomisili di Kabupaten Enrekang ataupun yang menetap di daerah lain. Sebagian besar masyarakat di daerah tersebut menjadikan pengolahan dangke sebagai mata pencahariannya, oleh sebab itu industri dangke harus tetap hidup dan membutuhkan perhatian serta pembinaan dari semua pihak untuk peningkatan produksi maupun kualitas dangke yang dihasilkan. Kualitas dalam hal ini juga harus mencakup tingkat keamanan dan kelayakan dangke untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Marzoeki et al. 1978).

Dangke diproduksi secara tradisional dengan teknologi yang sederhana. Dangke diolah dari susu sapi atau susu kerbau yang dipanaskan dengan api kecil sampai mendidih, kemudian ditambahkan koagulan berupa getah pepaya (enzim papain) sehingga terjadi penggumpalan. Aktifitas penggumpalan enzim papain optimum pada suhu 70 oC, dan menurun pada suhu 80 oC walaupun masih relatif tinggi (Surono dan Hardjo 1984). Setelah terjadi pemisahan antara gumpalan

(curd) dan cairan berwarna kuning (whey), gumpalan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan sehingga cairannya terpisah (Marzoeki et al. 1978). Biasanya jika menggunakan konsentrasi papain (getah buah pepaya muda + air) lebih kurang ½ sendok makan untuk 5 liter susu, dapat dihasilkan 4 buah dangke. Dangke yang masih dalam keadaan panas kemudian dibungkus dengan daun pisang. Proses pembuatan dangke dapat dilihat pada Gambar 1.

Dangke berwarna putih dan bersifat elastis (Marzoeki et al. 1978). Dangke merupakan sejenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese), tidak di koagulasikan dengan rennet melainkan dengan enzim papain (getah buah pepaya). Berdasarkan kandungan airnya, dangke termasuk dalam golongan keju lunak (soft cheese) dengan kadar air sebesar 63.83% (Arni 1993), keju disebut lunak atau lembek jika memiliki kadar air lebih besar dari 40% (Buckle et al. 1987). Hasil penelitian Aras (2009) menunjukkan bahwa dangke memiliki kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dengan nilai pH 6.00. Adapun perbedaan komposisi kimia dangke dan produk jenis keju lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Koagulan Susu Segar Whey Dangke Dididihkan Disaring Dibungkus Dipasarkan

Gambar 1 Diagram alir pengolahan dangke oleh masyarakat (Marzoeki et al. 1978).

7

Tabel 1 Komposisi kimia dangke dan beberapa produk susu sejenis

Produk Komposisi Kimia (%)

Air Lemak Protein Mineral

Dangkea) 63.83 24.51 17.16 -

Dalib) 62.86 23.25 11.51 -

Dadihc) 82.40 8.17 7.06 0.91

Cottage cheesed) 79.20 4.30 13.20 1.80 Ket : b,c)Bahan baku susu kerbau.

a,d)

Bahan baku susu sapi.

Sumber : a)Arni (1993) dan Aras (2009). b)Sirait (1995).

c)

Sirait (1994). d)Buckle et al. (1987).

Kadar nutrisi yang tinggi dalam dangke dengan pengolahan yang sangat sederhana serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi dan higiene yang sangat minim, memberikan kemungkinan peluang terjadinya kontaminasi mikroba. Mikroba yang dapat mencemari dangke dapat berupa mikroba pembusuk (spoilage bacteria), mikroba patogen (phatogenic bacteria), maupun cendawan (kapang dan khamir). Keberadaan mikroba tersebut dapat menyebabkan dangke cepat rusak dan dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Bohari (2003) melaporkan bahwa dangke yang disimpan dalam suhu kamar (27 – 30 oC) hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari, dan dangke yang disimpan pada suhu refrigerator (4 oC) dapat bertahan selama 5 – 7 hari. Sumber cemaran mikroba tersebut dapat berasal dari bahan yang digunakan dalam pengolahan, seperti bahan baku susu sapi (raw material) dan air pelarut getah pepaya yang terkontaminasi dan tidak hilang selama pengolahan dangke. Sumber kontaminasi lainnya adalah tangan pekerja dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan dan pengemasan dangke.

Morfologi Cendawan

Cendawan terdiri atas dua golongan yaitu kapang (mould) dan khamir (yeast). Perbedaan mendasar dari keduanya adalah bahwa kapang bersel ganda sedangkan khamir bersel tunggal. Kebanyakan kapang dan khamir bersifat aerob (memerlukan oksigen untuk pertumbuhan), persyaratan pH untuk pertumbuhannya sangat lebar berkisar antara pH 2 sampai pH > 9. Kisaran suhu juga lebar antara 10 oC – 35 oC, dan beberapa spesies mampu tumbuh dibawah

atau diatas kisaran tersebut. Persyaratan kelembaban khamir relatif rendah, banyak spesies dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) 0.85 atau kurang, meskipun

kapang biasanya memerlukan aktivitas air lebih tinggi (BSNI 2009).

Koloni kapang yang merupakan massa hifa disebut miselium yang terbentuk dari kumpulan hifa yang bercabang-cabang membentuk suatu jala yang umumnya berwarna putih. Pada umumnya suatu koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan, karena massa sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi dari yang semula tidak terlihat, yaitu spora atau konidia fungi, menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat. Bila satu konidia atau spora fungi ditanam di atas agar dalam cawan petri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat suatu pertumbuhan pada permukaan media agar yang dapat berupa tetesan kental apabila khamir atau berupa benang-benang (miselium) apabila kapang (Gandjar et al. 2006).

Koloni kapang mudah dibedakan dari koloni khamir atau bakteri, karena umumnya kapang tumbuh berupa benang-benang halus berupa filamen panjang (bersifat filamentous) yang disebut hifa dan merupakan ciri utama kapang (Pelczar 1986), sedangkan koloni khamir berupa bulatan kental dengan permukaan yang umumnya licin atau redup atau kasar. Bentuk koloni khamir seringkali mirip koloni bakteri. Untuk mengetahui perbedaan koloni khamir dan bakteri, maka harus dibuat preparat mikroskopis. Khamir tumbuh baik pada medium Malt Extract Agar (MEA) atau Sabouraud dextrosa agar (SDA), sedangkan bakteri pada medium Nutrien Agar (NA) (Gandjar et al. 2006).

Setiap mikrooganisme mempunyai kurva pertumbuhan, begitu pula cendawan. Kurva tersebut diperoleh dari menghitung massa sel pada kapang atau menghitung kekeruhan pada khamir dalam waktu tertentu. Kurva pertumbuhan memiliki beberapa fase, antara lain: (1) Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan enzim-enzim untuk mengurangi substrat; (2) Fase akselerasi, yaitu fase dimulainya sel-sel membelah dan menjadi aktif; (3) Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting dalam kehidupan fungi. Pada awal fase ini dapat dipanen enzim-enzim, atau dapat pula di akhir dari fase yaitu pada fase deselerasi; (4) Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai

9

kurang aktif membelah, dapat dipanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel (misalnya; mikotoksin); (5) Fase stasioner, yaitu fase dimana jumlah sel yang tumbuh dan yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase ini; (6) Fase kematian, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif lebih banyak dibandingkan sel-sel yang masih hidup. Kurva pertumbuhannya dapat dilihat pada Gambar 2 (Gandjar et al. 2006).

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi cendawan. Nutrien baru dapat dimanfaatkan setelah fungi mengekresikan enzim-enzim ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, misalnya: apabila substratnya nasi, kentang atau singkong, maka cendawan harus mampu mengeksresikan enzim α- amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Apabila substratnya daging, maka cendawan harus mampu mengekskresikan enzim proteolitik untuk dapat menyerap senyawa-senyawa asam amino dari uraian protein. Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembaban nisbi 90%. Kapang Aspergilus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya pada kelembaban 80%. Kapang xerofilik tahan hidup pada Gambar 2 Kurva pertumbuhan cendawan (Gandjar et al. 2006). Keterangan :

(1) Fase lag; (2) Fase akselerasi; (3) Fase eksponential; (4) Fase deselerasi; (5) Fase stasioner; (6) Fase kematian.

kelembaban 70% (mis: Wallemia sebi, Aspergillus glacus, A. tamari dan A. flavus). potential Hidrogen (pH) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan cendawan. Enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai dengan aktivitas pada pH tertentu. Umumnya cendawan menyerang pada pH > 7. Jenis- jenis khamir tertentu dapat tumbuh pada pH 4.5 – 5.5 (Gandjar et al. 2006).

Morfologi Kapang (Mould)

Kapang pada dasarnya terdiri dari sekumpulan hifa yang disebut miselium dan berbagai bentuk spora. Hifa mempunyai lebar 5 – 10 µm. Hifa yang tua mempunyai ukuran antara 100 – 150 µm, sedangkan tebalnya pada bagian apeks kurang lebih 50 µm (Gandjar et al. 2006). Berdasarkan morfologinya, ada hifa yang bersepta dengan sel-sel uninukleat atau multinukleat dan ada pula yang tidak bersepta. Hifa yang tidak bersepta disebut hifa konositik merupakan ciri Oomycetes dan Zygomycetes, sedangkan hifa bersepta lazim ditemukan pada Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Dinding sel kapang lazimnya mengandung khitin yang merupakan komponen utamanya. Hifa yang tua dari kapang mempunyai tambahan bahan pada dinding selnya, yaitu senyawa melanin dan lipid (Gandjar et al. 2006). Hifa mengabsorpsi zat hara dari lingkungan sekelilingnya dan tumbuh memanjang dengan cara membelah diri. Hifa dapat membentuk struktur reproduksi yang disebut spora. Spora kapang dibedakan menjadi dua, yaitu spora yang diproduksi secara seksual dan aseksual. Spora aseksual meliputi: sporangiospora, konidiospora, artrospora, klamidospora, dan blastospora. Spora seksual terdiri dari: askospora, zigospora, oospora, dan basidiospora. Kelompok kapang yang dipisahkan berdasarkan spora seksualnya; sebagai contoh Ascomycetes membentuk spora seksual dalam basidium. (Lay 1994; Gandjar et al. 2006).

Ciri morfologi sering digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Pemilahan kapang didasarkan pada pembentukan dan morfologi spora seksual dan aseksual. Pembentukan spora seksual dapat diketahui dengan membiakkan dua galur kapang yang sesuai pada media biakan agar yang mengandung zat hara yang diperlukan kapang. Kedua macam kapang ini akan tumbuh dan saling bertemu.

11

Jika terjadi proses perkawinan, maka akan dihasilkan zigot dengan ciri khusus. Selain bentuk spora seksual, morfologi dan penataan spora aseksual juga membantu dalam identifikasi kapang. Morfologi dan penataan spora seksual berperan dalam identifikasi Deutromycetes atau fungi Imperfecti, karena kelompok ini tidak memiliki spora seksual. Beberapa contoh Deutromycetes adalah Alternaria, Aspergillus, Helminthosporium, Penicillium dan Trichoderma. Untuk mengamati spora kapang secara utuh harus dibuat slide culture menurut Riddle menggunakan media Sabouraud dextrosa agar (SDA) dan diwarnai dengan lactophenol cotton blue (LCB) (Lay 1994).

Kapang dikatakan cepat pertumbuhannya bila koloni matang (miselium dan spora sudah terbentuk) kurang dari lima hari. Koloni-koloni kapang memiliki bentuk permukaan yang berbeda-beda, seperti: beludru atau tepung halus, atau seperti butiran yang kasar. Pigmen/warna yang dihasilkan dari koloni berbeda- beda. Untuk kebanyakan cendawan memiliki pigmen yang sama dibagian permukaan dan bagian belakang. Untuk kasus seperti ini biasanya dilakukan pengamatan pada keduanya. Warna-warni dari pigmen yang dapat dilihat dari beberapa jenis kapang antara lain: warna hijau pupus kekuningan (Aspergillus oryzae), warna kuning cerah seperti belerang (A. sulphureus), hitam kelam atau hitam kecoklatan (A. niger), coklat tua (A. tamarii), hijau kebiruan (A. sydowii), krem (Aspergillus ochraceus), putih bersih (Aspergillus wentii, A. candidum), abu-abu muda (Rhizopus sp, Syncephalastrum racemosum), putih kekuningan (Mucor sp, Amylomyces rouxii), warna biru kehijauan (Penicillium italicum,

P. citrinum), hijau dengan eksudat merah darah diantara miselium (P. purpurogenum), coklat muda (Paecilomyces variotii), mungkin pula terlihat

seperti bentuk bulat besar yang hitam atau ungu tua (misalnya: tubuh buah seksual dari Chaetomium globosum), dan lain sebagainya (Gandjar et al. 2006).

Morfologi Khamir (Yeast)

Khamir adalah cendawan yang tidak membentuk hifa (tidak berfilamen). Khamir sangat beragam bentuk dan ukurannya. Ukuran khamir berkisar antara 1 – 5 µm lebarnya dan panjangnya 5 – 30 µm. Biasanya khamir berbentuk bulat,

oval, silinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing, segitiga melengkung (triangular), berbentuk botol, bentuk spikulat atau lemon. Berbagai bentuk sel khamir dapat dilihat pada Gambar 3. Sel vegetatif yang berbentuk spikulat atau lemon merupakan karakteristik grup khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain yang mengandung gula, misalnya Hanseniiaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah bentuk memanjang di mana salah satu ujungnya bulat dan ujung yang lainnya runcing. Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Bret-tanomyces. Khamir yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya Trugonopsis. Khamir tidak mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak (Fardiaz 1992).

Gambar 3 Berbagai bentuk sel khamir (Fardiaz 1992).

Lazimnya khamir berbiak melalui pertunasan. Namun dapat pula berbiak melalui pembelahan dan sporulasi (spora seksual dan aseksual) (Fardiaz 1992). Pertunasan dapat terjadi melalui satu ujung disebut pertunasan monopolar (mis: Malassezia pachydermatis), pertunasan yang terjadi pada dua kutub/ujung disebut bipolar (misalnya: Hanseniaspora osmophila dan Wickerhamia flourecens), pertunasan bipolar adalah karakteristik dari khamir apikulata (apiculate), serta pertunasan melalui beberapa tunas disekeliling sel disebut pertunasan multipolar/multilateral (misalnya: Saccharomyces cereviceae) (Gandjar et al. 2006). Khamir yang bereproduksi melalui pertunasan lateral membentuk sel vegetatif berbentuk “lemon”. Tunas terbentuk dibagian dasar yang biasanya lebih

13

luas, namun kadangkala terbentuk pada bagian yang lebih sempit. Jenis pertunasan merupakan ciri yang banyak digunakan dalam indentifikasi khamir. Selain jenis pertunasan dapat pula digunakan bentuk dan jumlah askuspora (Lay 1994).

Khamir dapat dibedakan atas tiga kelas, yaitu: (1) kelas Ascomycetes atau khamir askosporognenous, dimana spora tumbuh di dalam askus; (2) kelas Basidiomycetes, yang membentuk spora, pada basidium; (3) kelas Deuteromycetes, yaitu khamir yang tidak memproduksi spora seksual dan terdiri dari dua famili yaitu: (a) Sprorobolomycetaceae yang memproduksi ballistospora; dan (b) Cryptococcaceae yang tidak memproduksi ballistospora maupun spora seksual (Fardiaz 1992).

Kebanyakan khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup. Batas aktivitas air terendah untuk pertumbuhan khamir berkisar antara 0.88 – 0.94, misalnya untuk khamir bir adalah 0.94, untuk khamir yang ditemukan pada susu kental adalah 0.90, sedangkan untuk khamir roti adalah 0.905. Banyak khamir bersifat osmofilik, yaitu dapat tumbuh pada medium dengan aktivitas air yang relatif rendah, yaitu sampai 0.62 – 0.65 pada sirup, meskipun ada pula beberapa khamir osmofilik yang tidak dapat tumbuh pada aktivitas air sekitar 0.78 dalam larutan garam maupun sirup. Masing-masing khamir mempunyai batas aktivitas air minimal dan kisaran aktivitas air untuk pertumbuhannya berbeda- beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kandungan nutrien substrat, pH, suhu, tersedianya oksigen, ada tidaknya senyawa penghambat, dan sebagainya (Frazier 1988).

Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25 – 30 oC dan suhu maksimum 35 – 47 oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0 oC atau kurang. Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4 – 4.5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentasi dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Frazier 1988).

Pertumbuhan khamir hingga tampak sebagai suatu koloni disebabkan oleh pembagian sel-sel khamir menjadi sejumlah anak sel. Koloni tersebut terbentuk

karena pertambahan populasi dan merupakan suatu proses reproduksi. Identifikasi khamir dalam tingkat genus kadangkala dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik, namun berbagai uji seringkali diperlukan untuk identifikasi pada tingkat spesies. Untuk mengamati morfologi khamir dapat dilakukan secara natif menggunakan lugol (Lay 1994).

Cemaran Cendawan pada Susu dan Produk Olahannya

Susu sapi yang diperoleh dari pemerahan sehat dapat tercemar mikroba yang khas. Suwito (2010) mengemukakan bahwa secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 cfu/ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat. Cemaran mikroba pada susu dapat berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Djafar dan Rahayu 2007). Pertumbuhan mikroba dalam susu dan produk olahannya dapat mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan susu dan produk olahannya. Penurunan mutu dan keamanan susu ditandai dengan perubahan rasa, konsistensi dan penampakan. Untuk dapat dikonsumsi susu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan diantaranya bebas dari kontaminasi mikroba (bakteri dan cendawan) baik patogen maupun pembusuk dari lingkungan (peralatan pemerahan, operator, dan ternak) (Djafar dan Rahayu 2007).

Cendawan merupakan organisme pembusuk umum dari produk makanan, seperti produk susu fermentasi, keju, roti, sayur-sayuran dan pakan (Magnusson 2003; Torkar dan Vengušt 2008; Voulgari et al. 2010). Appendix O - Department of Defense Food Safety and Quality Assurance Action Level (2009) telah menetapkan batas maksimum kontaminasi cendawan dalam produk susu (solid dan semi-solid) tidak melebihi 10 cfu/g. Kerusakan oleh cendawan banyak menimbulkan kerugian ekonomi diseluruh dunia. Diperkirakan bahwa sekitar 5 – 10% produk pangan dunia rusak sebagai akibat dari proses pembusukan oleh cendawan (Magnusson 2003; Rouse et al. 2008). Di Eropa Barat pembusukan

15

cendawan pada roti saja diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi tahunan sekitar £ 242.000.000 (Magnusson 2003).

Selain kerugian ekonomi, pembusukan pangan oleh cendawan juga dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Sebagai salah satu contoh pertumbuhan cendawan dalam pangan dapat menghasilkan mikotoksin yang diketahui dapat menjadi racun bagi manusia dan hewan (Dalie et al. 2010; Zain 2011). Paparan mikotoksin kemungkinan berasal dari makanan yang telah terkontaminasi oleh racun yang merupakan akumulasi mikotoksin dan metabolit dari cendawan kedalam produk hewan seperti susu, daging dan telur. Faktor yang mempengaruhi keberadaan mikotoksin pada makanan dan pakan berkaitan dengan proses penyimpanan yang dapat dikendalikan (Zain 2011). Mikotoksin kapang terbentuk pada fase pertumbuhan lambat (fase deselerasi) sebelum memasuki fase pertumbuhan tetap (fase stasioner). Pangan seperti susu dapat terkontaminasi oleh mikotoksin pada berbagai tahapan dalam rantai makanan (Bryden 2007).

Tiga dari genus kapang yang memainkan peranan penting dalam penurunan kualitas pangan dipasaran serta menghasilkan sintesis metabolit yang sangat beracun (mikotoksin) adalah Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium (Bryden 2007; Dalie et al. 2010; Zain 2011). Enam kelas mikotoksin yang sering ditemui dalam sistem pangan adalah aflatoxins, fumonisins, ochratoxins, patulin, trichothecenes dan zearalenone. Keenam toksin tersebut dapat menyebabkan efek seperti: karsinogenik, immunotoxic, teratogenik, neurotoksik, nefrotoksik dan hepatotoksik. Adanya mikotoksin tersebut dalam makanan berpotensi sangat berbahaya terhadap kesehatan masyarakat dan juga termasuk masalah ekonomi utama (Dalie et al. 2010).

Susu, termasuk produk susu seperti keju, sangat rentan terhadap pertumbuhan kapang, meskipun hanya kapang tertentu yang memainkan peranan dalam produksi keju. Spesies Penicillium, termasuk Penicillium commune dan Penicillium solitum, telah ditemukan merusak beberapa jenis keju. Benang- benang dari kapang merupakan masalah yang sering timbul selama produksi keju cheddar, umumnya disebabkan oleh kapang dari genus Phoma, Penicillium dan Cladosporium (Rouse et al. 2008).

Khamir biasanya digunakan dalam industri pembuatan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang dapat menimbulkan penyakit, contoh khamir patogen adalah: Candida, Cryptococcus, dan lain-lain (Lay 1994). Fleet dan Mian (1987) diacu dalam Fleet (1990) melaporkan bahwa 48% dari sampel keju cheddar Australia memiliki jumlah khamir dengan range antara 104 – 106 sel/g. Terdapat 37% dari keju cottage mengandung khamir dengan jumlah antara 105 – 107 sel/g. Spesies yang sering ditemukan dari kedua jenis keju tersebut adalah Candida famata (38% dari sampel), Kluyveromyces marcianus (19%), dan Candida diffluens (14%). Mereka mendemonstrasikan kemampuan khamir untuk berkembang pada keju cheddar selama penyimpanan dingin pada suhu 5 oC selama 10 hari.

Geotrichum candidum adalah salah satu cendawan jenis khamir yang juga sering ditemukan dalam susu dan produk susu seperti krim, keju dan mentega. Atas dasar inilah maka G. candidum dianggap sebagai cendawan utama pada susu (a real milk mould) (Hudecová et al. 2009). Cendawan ini diisolasi dari susu sejak tahun 1850 oleh Fresenius dan diklasifikasikan sebagai Oidium lactis, dan akhirnya direklasifikasikan dan digolongkan dalam genus Geometricum dan kemudian dinamai Geotrichum candidum (Wouters et al. 2002). G. candidum adalah mikroorganisme anamorpik atau mikroorganisme non-seksual yang termasuk dalam Hemiascomycetes. Bagian telemorpik dari cendawan ini termasuk kedalam genus Galactomyces. Aktivitas metabolic dari G. candidum memainkan peranan penting dalam cita rasa, selera dan kualitas produk susu. Berbagai spesies dari genus Geotrichum menyebabkan pembusukan dari beberapa keju krim, dan bertanggung jawab terhadap pembusukan pada produk mentega, krim dan produk dari krim (Hudecová et al. 2009).

Torkar dan Vengušt (2008) telah menguji tingkat kontaminasi cendawan dalam sampel susu dan beberapa jenis keju yang diproduksi oleh perusahaan keju rumahan di Slovenia. Pada pengujian sampel susu, khamir ditemukan dengan konsentrasi rata-rata 1.7 log cfu/ml (95% sampel), dan kapang dengan konsentrasi rata-rata 0.6 logcfu/ml (63.35% sampel). Strain cendawan yang berhasil diisolasi adalah dari genus Geotrichum (51.5%), Aspergillus (33.8%), Mucor (5.9%), Fusarium (2.9%), dan Penicillium (2.9%). Pada sampel keju diperoleh jumlah

17

kapang dan khamir dengan konsentrasi rata-rata 2.5 log cfu/g (60% sampel). Genus yang paling sering ditemukan adalah Geotrichum (91.9%), Moniliella (5.4%) dan Aspergillus (2.7%).

Penggunaan Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservasi

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang berperan penting dalam proses produksi pangan. Perannya pada bidang pangan sangat luas terutama dalam fermentasi makanan (mis; fermentasi susu, daging dan sayuran) (Leroy dan De Vuyst 2004). BAL termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, maka disebut Sebagai food grade microorganism atau dikenal sebagai mikroorganisme generally recognized as safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan, misalnya sebagai probiotik (Magnusson 2003; Surono 2004). Pemanfaatan bakteri asam laktat sebagai mikroba fermentasi telah lama diketahui dan digunakan untuk pengawetan makanan, terutama makanan yang cepat rusak akibat kontaminasi mikroba. BAL sangat terkenal dalam penggunaannya sebagai kultur starter pada industri pengolahan produk-produk susu seperti susu acidophilus, yoghurt, buttermilk, keju cottage, keju cheddar, keju keras (Edam dan Parmesan), keju lunak (Brie dan Camembert) dan sebagainya (Magnusson 2003; Leroy dan De Vuyst 2004). BAL yang digunakan dalam fermentasi susu terutama Lactococcus lactis yang merupakan karakterisasi yang terbaik dalam

Dokumen terkait