• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inhibition Potency of Lactic Acid Bacteria against Fungi in Dangke During Storage

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inhibition Potency of Lactic Acid Bacteria against Fungi in Dangke During Storage"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI DAYA HAMBAT BAKTERI ASAM LAKTAT

TERHADAP CENDAWAN PADA DANGKE

SELAMA PENYIMPANAN

SETIAWAN PUTRA SYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Daya Hambat Bakteri Asam Laktat terhadap Cendawan pada Dangke Selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRACT

SETIAWAN PUTRA SYAH. Inhibition Potency of Lactic Acid Bacteria against Fungi in Dangke During Storage. Supervised by MIRNAWATI B. SUDARWANTO and IDWAN SUDIRMAN.

Dangke is a traditional dairy product in Enrengkang District, South Sulawesi. Since dangke is produced traditionally in small scale unit (home industry) the microbial contamination of dangke is critical point in food quality and safety, specifically the fungal contamination of fungi. It is necessary to develop a method to inhibit growth of fungi in dangke. Lactic acid bacteria (LAB) could be a potential biopreservative of dangke regarding to inhibition of fungal contamination. The aim of this research was to review the effectiveness of inhibition of LAB against fungi in dangke during storage. The study was devided into three steps, i.e., observation of fungal number in dangke (n=20), isolation and identification of fungi in dangke, and observation of Lactobacillus plantarum DU15 (LAB) application in dangke which was contaminated with Candida sp. The study was designed using randomized completely design with factorial pattern of 4 x 2 x 4 with 5 replications. The result showed that the average number of fungi in 20 samples of dangke from Enrekang District were 5.2 x 106 cfu/g. The main isolated fungi strains were belonged to Candida sp. (95%), Saccharomyces sp. (50%), Geotrichum sp. (35%), Rodotorula sp. (10%), Microsporum sp. (40%), Cladosporium sp. (30%), Penicillium sp. (30%), Aspergillus sp. (20%), Fusarium sp. (5%). During the storage, pH, total lactic acid, and viable count of LAB increased significantly (p<0.05). LAB could reduce fungal growth significantly (p<0.05). The number of fungi decreased from 6.72 log cfu/g to 3.99 log cfu/g after 6days of storage.

(6)
(7)

RINGKASAN

SETIAWAN PUTRA SYAH. Potensi Daya Hambat Bakteri Asam Laktat terhadap Cendawan pada Dangke Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh MIRNAWATI B. SUDARWANTO dan IDWAN SUDIRMAN.

Dangke merupakan produk hasil olahan susu yang berasal dari Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Oleh karena dangke diproduksi secara traditional pada unit skala kecil (industri rumahan) sehingga kontaminasi mikroba merupakan titik kritis dalam kualitas dan keamanan pangan, khususnya kontaminasi cendawan. Kontaminasi cendawan pada dangke selama masa penyimpanan dapat menjadi masalah yang serius. Kontaminasi cendawan dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan menyebabkan masalah kesehatan masyarakat (foodborne disease). Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk menghambat pertumbuhan cendawan pada dangke. Pemanfaatan bakteri asam laktat (BAL) sebagai biopreservasi merupakan metode yang baik digunakan. BAL telah dilaporkan memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan cendawan yang mengkontaminasi produk susu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi daya hambat BAL terhadap cendawan pada dangke selama proses penyimpanan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (a) mengetahui efektivitas daya hambat BAL terhadap pertumbuhan cendawan pada dangke, (b) sumber informasi tentang penggunaan BAL sebagai biopreservasi pada produk dangke, (c) bahan penyuluhan bagi masyarakat pengolah dangke di Kabupaten Enrekang untuk menghasilkan dangke yang berkualitas baik dan aman bagi konsumen. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah BAL yang digunakan sebagai biopreservatif mampu menghambat pertumbuhan cendawan pada dangke selama penyimpanan.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) penghitungan jumlah cendawan kontaminan pada sampel dangke. Perhitungan dilakukan pada 20 sampel dangke yang diperoleh dari beberapa kecamatan di Kabupaten Enrekang dengan menggunakan metode total plate count (TPC). (2) isolasi dan identifikasi cendawan pada sampel dangke, dan (3) mengamati pengaruh pemberian BAL (L. plantarum DU15) terhadap pertumbuhan cendawan (Candida sp.) yang ditambahkan saat proses pembuatan dangke. Pada tahap ini digunakan metode rancangan acak lengkap pola faktorial 4 x 2 x 4 dengan 5 kali ulangan. Faktor pertama adalah: penambahan BAL 107cfu/ml (B1), penambahan BAL 108 cfu/ml (B2), penambahan BAL 109 cfu/ml (B3), penambahan BAL 1010 cfu/ml (B4). Faktor kedua adalah: penyimpanan pada suhu ruang (S1) dan suhu refrigerator (S2). Faktor ketiga adalah: lamanya penyimpanan yaitu: hari ke-0 (H0), hari ke-2 (H1), hari ke-4 (H2), dan hari ke-6 (H3).

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi: jumlah cendawan, jumlah BAL, nilai pH, total asam laktat, kualitas organoleptik (warna, rasa, tekstur, kesukaan). Pengukuran dilakukan setelah penyimpanan 0 hari, 2 hari, 4 hari, dan 6 hari pada suhu kamar (27 – 30 oC) dan suhu refrigerator (4 – 10 oC).

(8)

Safety and Quality Assurance Action Level (2009) tentang batas maksimum cendawan kontaminan dalam produk susu (solid dan semi-solid) yaitu sebesar < 1 log cfu/g. Terdapat 9 genus cendawan yang berhasil diisolasi dari dangke yaitu Candida sp. (95%), Saccharomyces sp. (50%), Geotrichum sp. (35%), Rodotorula sp. (10%), Microsporum sp. (40%), Cladosporium sp. (30%), Penicillium sp. (30%), Aspergillus sp. (20%), Fusarium sp. (5%). Selama penyimpanan pH, total asam laktat, dan jumlah populasi BAL dalam dangke meningkat secara signifikan (p<0.05). BAL dapat menekan pertumbuhan cendawan pada dangke secara signifikan (p<0.05) sebesar 2.73 cfu/g. Jumlah cendawan menurun dari 6.72 log cfu/g menjadi 3.99 log cfu/g pada hari ke-6 penyimpanan. BAL yang ditambahkan sebagai biopreservasi belum dapat menekan jumlah cendawan pada dangke sampai batasan yang ditetapkan dalam Appendix O – Defense Food Safety and Quality Assurance Action Level (2009) sebesar < 1 log cfu/g.

Agar kelangsungan produksi dangke di Kabupaten Enrekang dapat dipertahankan disarankan kepada pembuat kebijakan baik pemerintah pusat maupun daerah agar melakukan pertimbangan mengenai kajian ulang tentang standar batas kontaminan cendawan pada produk dangke. Adapun pelaksana kebijakan diharapkan untuk meningkatkan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada para pengusaha dangke di Kabupaten Enrekang tentang praktek sanitasi dan higiene yang baik dalam proses produksi dangke untuk meningkatkan keamanan dangke sebagai pangan khas daerah Kabupaten Enrekang.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

1

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

POTENSI DAYA HAMBAT BAKTERI ASAM LAKTAT

TERHADAP CENDAWAN PADA DANGKE

SELAMA PENYIMPANAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012

(12)
(13)

3 Judul Tesis : Potensi Daya Hambat Bakteri Asam Laktat terhadap Cendawan

pada Dangke Selama Penyimpanan Nama : Setiawan Putra Syah

NIM : B251100011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Mirnawati B. Sudarwanto Dr. drh. Idwan Sudirman

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(14)
(15)

5

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya maka studi dan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi/Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya

Penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof Dr drh Mirnawati B. Sudarwanto selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr drh Idwan Sudirman selaku anggota komisi pembimbing yang telah sabar, setia dan tulus dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan semangat serta rela mengorbankan waktu selama penelitian, proses pembimbingan sampai penulisan tesis. Dengan penuh

rasa hormat penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof Dr drh Retno D. Soejoedono, MS selaku penguji luar komisi yang telah

meluangkan waktu untuk menelaah tesis ini.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Bapak Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku ketua program studi

Kesmavet serta seluruh dosen Program Studi/Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner beserta tenaga kependidikan yang telah mencurahkan waktu, tenaga, pikiran dan turut membantu serta mendukung secara penuh dan konsisten dalam menyampaikan ilmu, bimbingan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan sehingga studi dan penelitian penulis dapat terselesaikan dengan baik.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada tenaga penunjang pendidikan Program Studi/Mayor Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Kepada dosen dan staf Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, atas segala bantuan yang diberikan selama penulis menempuh penelitian dan penulisan tesis.

Kepada ayahanda, ibunda, kakak-kakak di SIDRAP yang dengan ikhlas memberikan dorongan, fasilitas, semangat, dan doa dalam proses pendidikan magister yang penulis tempuh. Seluruh keluarga di Bogor, teman-teman wisma Baristar, RUMANA IPB Sul-Sel, Forum WACANA IPB, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya, atas doa restu, bimbingan, didikan, dorongan semangat dan kasih sayangnya yang diberikan selama ini.

(16)

Akhir kata dengan segala ketulusan dan kerendahan hati tulisan ini dipersembahkan kepada kedua orang tua tercinta Drs Syahruddin HT, EdM dan Napisah Hanapi T, SPd. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga bantuan, dukungan, dorongan, dan perhatian dari semua pihak yang telah diberikan dengan tulus kepada penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga diharapkan adanya saran dan kritik yang dapat membangun pada masa mendatang. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(17)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pangkajene Sidenreng Rappang (Pangkajene SIDRAP), Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Oktober 1987. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Drs Syahruddin HT, EdM. dan Napisah Hanapi T, SPd.

(18)
(19)

9

Cemaran Cendawan pada Susu dan Produk Olahannya ………….... 14

Penggunaan Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservasi …………. 17

METODE Waktu dan Tempat Penelitian ………. 22

Bahan dan Alat ……… 23 Jumlah Cendawan Kontaminan pada Sampel ………... 31

Jenis Cemaran Cendawan pada Sampel ………... 32

Nilai pH Dangke ………... 36

Pengaruh Konsentrasi Penambahan Bakteri Asam Laktat (BAL) terhadap Nilai pH Dangke ………... 37

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai pH Dangke ………. 38

Interaksi antara Perbedaan Suhu dan Lama Peyimpanan terhadap Nilai pH Dangke ………. 39

(20)

Pengaruh Lama Penyimpanan dan Interaksinya dengan Konsentrasi Penambahan BAL terhadap Nilai Total Asam

Laktat Dangke ………... 44

Interaksi antara Perbedaan Suhu dan Lama Peyimpanan terhadap Nilai Total Asam Laktat Dangke ……….. 46

Hubungan antara Peningkatan Jumlah Populasi BAL dengan Penurunan Jumlah Populasi Cendawan Kontaminan pada Dangke.. 48

Penilaian Kualitas Organoleptik Dangke ……….. 51

Warna ……….. 53

Tekstur ………. 54

Rasa ………. 55

Kesukaan ………. 56

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ……… 577

Saran ……….. 577

DAFTAR PUSTAKA ……….... 599

(21)

11

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia dangke dan beberapa produk susu sejenis ………….. 7 2 Beberapa BAL yang sering digunakan dalam produk susu fermentasi... 19 3 Beberapa senyawa antifungal yang dihasilkan oleh BAL ………... 22 4 Besaran skala uji untuk penilaian organoleptik kesukaan dan warna

dangke pada perlakuan aplikasi BAL ……….. 28 5 Besaran skala uji untuk penilaian organoleptik rasa dan tekstur dangke

pada perlakuan aplikasi BAL ………... 28 6 Rataan jumlah cendawan kontaminan pada sampel dangke umur 24 jam 31 7 Jenis cendawan yang ditemukan pada sampel dangke asal beberapa

industri rumah tangga pengolah dangke di Kabupaten Enrekang ……… 33 8 Rataan nilai pH dangke pada berbagai perlakuan ……… 36 9 Rataan nilai total asam laktat dangke pada berbagai perlakuan ………... 42 10 Nilai rataan uji mutu hedonik pada dangke dengan perlakuan

(22)
(23)

13

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram alir pengolahan dangke oleh masyarakat ... 6

2 Kurva pertumbuhan cendawan ……… 9

3 Berbagai bentuk sel khamir ………. 12

4 Diagram alir tahapan penelitian ……….. 29 5 Makroskopis dan mikroskopis Candida sp. ……… 35 6 Penurunan nilai pH pada perlakuan panambahan BAL ……….. 37 7 Penurunan nilai pH dangke selama penyimpanan ……….. 38 8 Interaksi antara perlakuan perbedaan suhu dan lama peyimpanan

terhadap nilai pH dangke ……… 40

9 Peningkatan nilai total asam laktat pada perlakuan panambahan

BAL ………. 43

10 Peningkatan nilai total asam laktat dangke selama penyimpanan …... 43 11 Interaksi antara lama penyimpanan dengan konsentrasi penambahan

BAL terhadap nilai total asam laktat dangke ……….. 45 12 Interaksi antara perbedaan suhu dan lama penyimpanan terhadap

nilai total asam laktat dangke ……….. 47 13 Peningkatan jumlah populasi BAL dan penurunan jumlah populasi

(24)
(25)

15

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Formulir untuk uji kesukaan ………. 66

2 Formulir untuk uji warna ……….. 67

3 Formulir untuk uji rasa ………. 68

4 Formulir untuk uji tekstur ………. 69

5 Analisis sidik ragam dan uji Duncan nilai pH ……… 70 6 Analisis sidik ragam dan uji Duncan nilai asam laktat ………... 71 7 Analisis sidik ragam dan uji Duncan jumlah populasi BAL ………... 72 8 Analisis sidik ragam dan uji Duncan jumlah populasi cendawan …... 73 9 Hasil uji Friedman dan LSD untuk kriteria warna ………... 74 10 Hasil uji Friedman dan LSD untuk kriteria tekstur ……….. 75 11 Hasil uji Friedman dan LSD untuk kriteria rasa ……….. 76 12 Hasil uji Friedman dan LSD untuk kriteria kesukaan ………. 77 13 Appendix O – Department of Defense Food Safety and Quality

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu dan produk olahannya merupakan bahan makanan atau minuman asal hewani yang bernilai gizi tinggi. Kebutuhan akan protein dan kalsium per hari akan dapat dipenuhi 25 – 44% hanya dengan mengkonsumsi susu 2 gelas sehari (Nurudin 2006). Susu sapi segar mengandung air (87.10%), laktosa (4.8%), lemak (3.9%), protein (3.8%), abu (0.72%) (Malaka 2007), serta vitamin, sitrat, dan enzim (Dwijoseputro 1990). Tingginya kadar gizi dalam susu tersebut menyebabkan susu mudah rusak (perishable food) terutama yang disebabkan kontaminasi mikroba. Mikroba yang mengontaminasi dan merusak susu dapat berupa mikroba pembusuk (spoilage bacteria), mikroba patogen (phatogenic bacteria) serta cendawan (kapang dan khamir) yang dapat bertindak sebagai

sumber penularan penyakit yang membahayakan kesehatan manusia.

Cendawan merupakan organisme pembusuk yang sering ditemukan pada produk makanan, seperti produk susu fermentasi, keju, roti, sayur-sayuran dan pakan (Magnusson 2003; Torkar dan Vengušt 2008; Voulgari et al. 2010). Kerusakan yang disebabkan oleh cendawan banyak menyebabkan kerugian ekonomi di seluruh dunia. Telah dilaporkan sekitar 5 – 10% produk pangan dunia rusak sebagai akibat dari proses pembusukan cendawan (Magnusson 2003; Rouse et al. 2008). Di Eropa barat, pembusukan cendawan pada roti saja diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi tahunan sekitar £ 242.000.000 (Magnusson 2003). Selain itu, kekhawatiran lain adalah potensi produksi toksin dan karsinogenik mikotoksin dari cendawan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat (Dalie et al. 2010; Zain 2011).

(28)

pencahariannya, oleh sebab itu industri dangke harus tetap hidup dan membutuhkan perhatian serta perlu untuk terus dikembangkan. Pengolahan dangke di Kabupaten Enrekang dilakukan secara tradisional dan berskala industri rumah tangga, dengan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi dan higiene yang sangat minim. Hal tersebut memungkinkan terjadinya kontaminasi cendawan pada dangke, sehingga menurunkan keamanan dangke untuk dikonsumsi.

Bakteri asam laktat (BAL), yang telah banyak digunakan sebagai mikroba antagonistik dalam industri fermentasi makanan, diharapkan dapat diterapkan terutama untuk menekan jumlah mikroba patogen dalam produk dangke. BAL dapat menjadi alternatif yang baik untuk mengontrol pertumbuhan mikroba karena bakteri ini telah dilaporkan memiliki aktifitas antimikrobial kuat sehingga dapat melindungi pangan dari pembusukan akibat mikroba. BAL dapat melindungi produk pangan dengan pertumbuhan yang kompetitif (sebagai kompetitor), dengan memproduksi produk metabolik antagonis atau dengan pembentukan senyawa antimikroba lainnya. Efek utama preservasi dari BAL adalah karena produksi asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga secara langsung dapat menghambat sebagian besar mikroorganisme (Yang 2000; Miwada et al. 2006; Dalie et al. 2010). Selain memproduksi asam laktat, BAL selama proses fermentasi juga dapat menghasilkan senyawa antimikroba lain yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti: asam asetat, hydrogen peroksida (H2O2), asam lemak hidroksil, diasetil, reutrin, dan senyawa protein

(bakteriosin, trypsin, peptida) (Ström 2005; Gerez et al. 2009; Dalie et al. 2010; Yang dan Chang 2010). Melalui senyawa antimikroba yang dihasilkan, maka diharapkan BAL dapat menekan jumlah cendawan pada dangke sehingga daya tahan, kualitas serta keamanan dangke dapat ditingkatkan.

Tujuan Penelitian

(29)

3 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (a) mengetahui efektivitas daya hambat BAL terhadap pertumbuhan cendawan pada dangke, (b) sumber informasi tentang penggunaan BAL sebagai biopreservasi pada produk dangke, (c) bahan untuk penyuluhan bagi masyarakat pengolah dangke di Kabupaten Enrekang untuk menghasilkan dangke yang berkualitas baik dan aman bagi konsumen.

Hipotesis Penelitian

(30)
(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Dangke

Dangke merupakan makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Enrekang. Dangke merupakan jenis makanan yang bergizi dan khas, yang terdapat dan dikenal di Kabupaten Enrekang Propinsi Sulawesi Selatan, yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi (Djide 1991). Daerah yang terkenal sebagai penghasil dangke di Kabupaten Enrekang, meliputi Kecamatan Baraka, Anggeraja dan Alla’ (Marzoeki et al. 1978). Di samping nilai gizi yang tinggi, produk olahan susu ini disukai oleh masyarakat Kabupaten Enrekang, karena penduduk Enrekang tidak terbiasa mengkonsumsi susu segar. Dangke telah dikenal oleh masyarakat setempat sejak tahun 1905. Nama dangke diduga berasal dari bahasa belanda yang didengar oleh rakyat setempat. Ketika orang belanda melihat dan menerima jenis makanan yang dibuat dari susu kerbau atau susu sapi mereka mengatakan ”Dank U” yang artinya terima kasih. Kata “Dank” inilah yang akhirnya dipakai untuk nama dangke bagi produk susu olahan rakyat Kabupaten Enrekang tersebut (Marzoeki et al. 1978).

Dangke merupakan makanan favorit dan budaya bagi masyarakat Enrekang, baik yang masih berdomisili di Kabupaten Enrekang ataupun yang menetap di daerah lain. Sebagian besar masyarakat di daerah tersebut menjadikan pengolahan dangke sebagai mata pencahariannya, oleh sebab itu industri dangke harus tetap hidup dan membutuhkan perhatian serta pembinaan dari semua pihak untuk peningkatan produksi maupun kualitas dangke yang dihasilkan. Kualitas dalam hal ini juga harus mencakup tingkat keamanan dan kelayakan dangke untuk dikonsumsi oleh masyarakat (Marzoeki et al. 1978).

(32)

(curd) dan cairan berwarna kuning (whey), gumpalan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan khusus yang terbuat dari tempurung kelapa sambil ditekan sehingga cairannya terpisah (Marzoeki et al. 1978). Biasanya jika menggunakan konsentrasi papain (getah buah pepaya muda + air) lebih kurang ½ sendok makan untuk 5 liter susu, dapat dihasilkan 4 buah dangke. Dangke yang masih dalam keadaan panas kemudian dibungkus dengan daun pisang. Proses pembuatan dangke dapat dilihat pada Gambar 1.

Dangke berwarna putih dan bersifat elastis (Marzoeki et al. 1978). Dangke merupakan sejenis keju tanpa pemeraman (non ripened cheese), tidak di koagulasikan dengan rennet melainkan dengan enzim papain (getah buah pepaya). Berdasarkan kandungan airnya, dangke termasuk dalam golongan keju lunak (soft cheese) dengan kadar air sebesar 63.83% (Arni 1993), keju disebut lunak atau

lembek jika memiliki kadar air lebih besar dari 40% (Buckle et al. 1987). Hasil penelitian Aras (2009) menunjukkan bahwa dangke memiliki kadar lemak 24.51%, protein 17.16%, laktosa 12.65%, dengan nilai pH 6.00. Adapun perbedaan komposisi kimia dangke dan produk jenis keju lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Koagulan Susu Segar

Whey Dangke

Dididihkan

Disaring

Dibungkus

Dipasarkan

(33)

7

Tabel 1 Komposisi kimia dangke dan beberapa produk susu sejenis

Produk Komposisi Kimia (%) sederhana serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai sanitasi dan higiene yang sangat minim, memberikan kemungkinan peluang terjadinya kontaminasi mikroba. Mikroba yang dapat mencemari dangke dapat berupa mikroba pembusuk (spoilage bacteria), mikroba patogen (phatogenic bacteria), maupun cendawan (kapang dan khamir). Keberadaan mikroba tersebut dapat menyebabkan dangke cepat rusak dan dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Bohari (2003) melaporkan bahwa dangke yang disimpan dalam suhu kamar (27 – 30 oC) hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari, dan dangke yang disimpan pada suhu refrigerator (4 oC) dapat bertahan selama 5 – 7 hari. Sumber cemaran mikroba tersebut dapat berasal dari bahan yang digunakan dalam pengolahan, seperti bahan baku susu sapi (raw material) dan air pelarut getah pepaya yang terkontaminasi dan tidak hilang selama pengolahan dangke. Sumber kontaminasi lainnya adalah tangan pekerja dan peralatan yang digunakan dalam pembuatan dan pengemasan dangke.

Morfologi Cendawan

(34)

atau diatas kisaran tersebut. Persyaratan kelembaban khamir relatif rendah, banyak spesies dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) 0.85 atau kurang, meskipun

kapang biasanya memerlukan aktivitas air lebih tinggi (BSNI 2009).

Koloni kapang yang merupakan massa hifa disebut miselium yang terbentuk dari kumpulan hifa yang bercabang-cabang membentuk suatu jala yang umumnya berwarna putih. Pada umumnya suatu koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan, karena massa sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi dari yang semula tidak terlihat, yaitu spora atau konidia fungi, menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat. Bila satu konidia atau spora fungi ditanam di atas agar dalam cawan petri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat suatu pertumbuhan pada permukaan media agar yang dapat berupa tetesan kental apabila khamir atau berupa benang-benang (miselium) apabila kapang (Gandjar et al. 2006).

Koloni kapang mudah dibedakan dari koloni khamir atau bakteri, karena umumnya kapang tumbuh berupa benang-benang halus berupa filamen panjang (bersifat filamentous) yang disebut hifa dan merupakan ciri utama kapang (Pelczar 1986), sedangkan koloni khamir berupa bulatan kental dengan permukaan yang umumnya licin atau redup atau kasar. Bentuk koloni khamir seringkali mirip koloni bakteri. Untuk mengetahui perbedaan koloni khamir dan bakteri, maka harus dibuat preparat mikroskopis. Khamir tumbuh baik pada medium Malt Extract Agar (MEA) atau Sabouraud dextrosa agar (SDA), sedangkan bakteri

pada medium Nutrien Agar (NA) (Gandjar et al. 2006).

(35)

9

kurang aktif membelah, dapat dipanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel (misalnya; mikotoksin); (5) Fase stasioner, yaitu fase dimana jumlah sel yang tumbuh dan yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder dapat dipanen pada fase ini; (6) Fase kematian, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif lebih banyak dibandingkan sel-sel yang masih hidup. Kurva pertumbuhannya dapat dilihat pada Gambar 2 (Gandjar et al. 2006).

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi cendawan. Nutrien baru dapat dimanfaatkan setelah fungi mengekresikan enzim-enzim ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, misalnya: apabila substratnya nasi, kentang atau singkong, maka cendawan harus mampu mengeksresikan enzim α -amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Apabila substratnya daging, maka cendawan harus mampu mengekskresikan enzim proteolitik untuk dapat menyerap senyawa-senyawa asam amino dari uraian protein. Kelembaban merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan fungi. Pada umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembaban nisbi 90%. Kapang Aspergilus, Penicillium, Fusarium, dan banyak hyphomycetes lainnya pada kelembaban 80%. Kapang xerofilik tahan hidup pada Gambar 2 Kurva pertumbuhan cendawan (Gandjar et al. 2006). Keterangan :

(36)

kelembaban 70% (mis: Wallemia sebi, Aspergillus glacus, A. tamari dan A. flavus). potential Hidrogen (pH) juga sangat mempengaruhi pertumbuhan

cendawan. Enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai dengan aktivitas pada pH tertentu. Umumnya cendawan menyerang pada pH > 7. Jenis-jenis khamir tertentu dapat tumbuh pada pH 4.5 – 5.5 (Gandjar et al. 2006).

Morfologi Kapang (Mould)

Kapang pada dasarnya terdiri dari sekumpulan hifa yang disebut miselium dan berbagai bentuk spora. Hifa mempunyai lebar 5 – 10 µm. Hifa yang tua mempunyai ukuran antara 100 – 150 µm, sedangkan tebalnya pada bagian apeks kurang lebih 50 µm (Gandjar et al. 2006). Berdasarkan morfologinya, ada hifa yang bersepta dengan sel-sel uninukleat atau multinukleat dan ada pula yang tidak bersepta. Hifa yang tidak bersepta disebut hifa konositik merupakan ciri Oomycetes dan Zygomycetes, sedangkan hifa bersepta lazim ditemukan pada Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Dinding sel kapang lazimnya

mengandung khitin yang merupakan komponen utamanya. Hifa yang tua dari kapang mempunyai tambahan bahan pada dinding selnya, yaitu senyawa melanin dan lipid (Gandjar et al. 2006). Hifa mengabsorpsi zat hara dari lingkungan sekelilingnya dan tumbuh memanjang dengan cara membelah diri. Hifa dapat membentuk struktur reproduksi yang disebut spora. Spora kapang dibedakan menjadi dua, yaitu spora yang diproduksi secara seksual dan aseksual. Spora aseksual meliputi: sporangiospora, konidiospora, artrospora, klamidospora, dan blastospora. Spora seksual terdiri dari: askospora, zigospora, oospora, dan basidiospora. Kelompok kapang yang dipisahkan berdasarkan spora seksualnya; sebagai contoh Ascomycetes membentuk spora seksual dalam basidium. (Lay 1994; Gandjar et al. 2006).

(37)

11

Jika terjadi proses perkawinan, maka akan dihasilkan zigot dengan ciri khusus. Selain bentuk spora seksual, morfologi dan penataan spora aseksual juga membantu dalam identifikasi kapang. Morfologi dan penataan spora seksual berperan dalam identifikasi Deutromycetes atau fungi Imperfecti, karena kelompok ini tidak memiliki spora seksual. Beberapa contoh Deutromycetes adalah Alternaria, Aspergillus, Helminthosporium, Penicillium dan Trichoderma. Untuk mengamati spora kapang secara utuh harus dibuat slide culture menurut Riddle menggunakan media Sabouraud dextrosa agar (SDA) dan diwarnai dengan lactophenol cotton blue (LCB) (Lay 1994).

Kapang dikatakan cepat pertumbuhannya bila koloni matang (miselium dan spora sudah terbentuk) kurang dari lima hari. Koloni-koloni kapang memiliki bentuk permukaan yang berbeda-beda, seperti: beludru atau tepung halus, atau seperti butiran yang kasar. Pigmen/warna yang dihasilkan dari koloni berbeda-beda. Untuk kebanyakan cendawan memiliki pigmen yang sama dibagian permukaan dan bagian belakang. Untuk kasus seperti ini biasanya dilakukan pengamatan pada keduanya. Warna-warni dari pigmen yang dapat dilihat dari beberapa jenis kapang antara lain: warna hijau pupus kekuningan (Aspergillus oryzae), warna kuning cerah seperti belerang (A. sulphureus), hitam kelam atau

hitam kecoklatan (A. niger), coklat tua (A. tamarii), hijau kebiruan (A. sydowii), krem (Aspergillus ochraceus), putih bersih (Aspergillus wentii, A. candidum), abu-abu muda (Rhizopus sp, Syncephalastrum racemosum), putih kekuningan (Mucor sp, Amylomyces rouxii), warna biru kehijauan (Penicillium italicum,

P. citrinum), hijau dengan eksudat merah darah diantara miselium

(P. purpurogenum), coklat muda (Paecilomyces variotii), mungkin pula terlihat seperti bentuk bulat besar yang hitam atau ungu tua (misalnya: tubuh buah seksual dari Chaetomium globosum), dan lain sebagainya (Gandjar et al. 2006).

Morfologi Khamir (Yeast)

(38)

oval, silinder, ogival yaitu bulat panjang dengan salah satu ujung runcing, segitiga melengkung (triangular), berbentuk botol, bentuk spikulat atau lemon. Berbagai bentuk sel khamir dapat dilihat pada Gambar 3. Sel vegetatif yang berbentuk spikulat atau lemon merupakan karakteristik grup khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain yang mengandung gula, misalnya Hanseniiaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah bentuk memanjang di mana salah satu ujungnya bulat dan ujung yang lainnya runcing. Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Bret-tanomyces. Khamir yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya Saccharomyces, dan yang berbentuk triangular misalnya Trugonopsis. Khamir

tidak mempunyai flagela atau organ lain untuk bergerak (Fardiaz 1992).

Gambar 3 Berbagai bentuk sel khamir (Fardiaz 1992).

Lazimnya khamir berbiak melalui pertunasan. Namun dapat pula berbiak melalui pembelahan dan sporulasi (spora seksual dan aseksual) (Fardiaz 1992). Pertunasan dapat terjadi melalui satu ujung disebut pertunasan monopolar (mis: Malassezia pachydermatis), pertunasan yang terjadi pada dua kutub/ujung disebut

(39)

13

luas, namun kadangkala terbentuk pada bagian yang lebih sempit. Jenis pertunasan merupakan ciri yang banyak digunakan dalam indentifikasi khamir. Selain jenis pertunasan dapat pula digunakan bentuk dan jumlah askuspora (Lay 1994).

Khamir dapat dibedakan atas tiga kelas, yaitu: (1) kelas Ascomycetes atau khamir askosporognenous, dimana spora tumbuh di dalam askus; (2) kelas Basidiomycetes, yang membentuk spora, pada basidium; (3) kelas Deuteromycetes, yaitu khamir yang tidak memproduksi spora seksual dan terdiri dari dua famili yaitu: (a) Sprorobolomycetaceae yang memproduksi ballistospora; dan (b) Cryptococcaceae yang tidak memproduksi ballistospora maupun spora seksual (Fardiaz 1992).

Kebanyakan khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air cukup. Batas aktivitas air terendah untuk pertumbuhan khamir berkisar antara 0.88 – 0.94, misalnya untuk khamir bir adalah 0.94, untuk khamir yang ditemukan pada susu kental adalah 0.90, sedangkan untuk khamir roti adalah 0.905. Banyak khamir bersifat osmofilik, yaitu dapat tumbuh pada medium dengan aktivitas air yang relatif rendah, yaitu sampai 0.62 – 0.65 pada sirup, meskipun ada pula beberapa khamir osmofilik yang tidak dapat tumbuh pada aktivitas air sekitar 0.78 dalam larutan garam maupun sirup. Masing-masing khamir mempunyai batas aktivitas air minimal dan kisaran aktivitas air untuk pertumbuhannya berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kandungan nutrien substrat, pH, suhu, tersedianya oksigen, ada tidaknya senyawa penghambat, dan sebagainya (Frazier 1988).

Kisaran suhu untuk pertumbuhan kebanyakan khamir pada umumnya hampir sama dengan kapang, yaitu dengan suhu optimum 25 – 30 oC dan suhu maksimum 35 – 47 oC. Beberapa khamir dapat tumbuh pada suhu 0 oC atau kurang. Kebanyakan khamir lebih menyukai tumbuh pada keadaan asam, yaitu pada pH 4 – 4.5 dan tidak dapat tumbuh dengan baik pada medium alkali, kecuali jika telah beradaptasi. Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, tetapi khamir fermentasi dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Frazier 1988).

(40)

karena pertambahan populasi dan merupakan suatu proses reproduksi. Identifikasi khamir dalam tingkat genus kadangkala dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik, namun berbagai uji seringkali diperlukan untuk identifikasi pada tingkat spesies. Untuk mengamati morfologi khamir dapat dilakukan secara natif menggunakan lugol (Lay 1994).

Cemaran Cendawan pada Susu dan Produk Olahannya

Susu sapi yang diperoleh dari pemerahan sehat dapat tercemar mikroba yang khas. Suwito (2010) mengemukakan bahwa secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 cfu/ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat. Cemaran mikroba pada susu dapat berasal dari sapi, peralatan pemerahan, ruang penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh manusia (Djafar dan Rahayu 2007). Pertumbuhan mikroba dalam susu dan produk olahannya dapat mengakibatkan penurunan mutu dan keamanan susu dan produk olahannya. Penurunan mutu dan keamanan susu ditandai dengan perubahan rasa, konsistensi dan penampakan. Untuk dapat dikonsumsi susu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan diantaranya bebas dari kontaminasi mikroba (bakteri dan cendawan) baik patogen maupun pembusuk dari lingkungan (peralatan pemerahan, operator, dan ternak) (Djafar dan Rahayu 2007).

(41)

15

cendawan pada roti saja diperkirakan menyebabkan kerugian ekonomi tahunan sekitar £ 242.000.000 (Magnusson 2003).

Selain kerugian ekonomi, pembusukan pangan oleh cendawan juga dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Sebagai salah satu contoh pertumbuhan cendawan dalam pangan dapat menghasilkan mikotoksin yang diketahui dapat menjadi racun bagi manusia dan hewan (Dalie et al. 2010; Zain 2011). Paparan mikotoksin kemungkinan berasal dari makanan yang telah terkontaminasi oleh racun yang merupakan akumulasi mikotoksin dan metabolit dari cendawan kedalam produk hewan seperti susu, daging dan telur. Faktor yang mempengaruhi keberadaan mikotoksin pada makanan dan pakan berkaitan dengan proses penyimpanan yang dapat dikendalikan (Zain 2011). Mikotoksin kapang terbentuk pada fase pertumbuhan lambat (fase deselerasi) sebelum memasuki fase pertumbuhan tetap (fase stasioner). Pangan seperti susu dapat terkontaminasi oleh mikotoksin pada berbagai tahapan dalam rantai makanan (Bryden 2007).

Tiga dari genus kapang yang memainkan peranan penting dalam penurunan kualitas pangan dipasaran serta menghasilkan sintesis metabolit yang sangat beracun (mikotoksin) adalah Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium (Bryden 2007; Dalie et al. 2010; Zain 2011). Enam kelas mikotoksin yang sering ditemui dalam sistem pangan adalah aflatoxins, fumonisins, ochratoxins, patulin, trichothecenes dan zearalenone. Keenam toksin tersebut dapat menyebabkan efek seperti: karsinogenik, immunotoxic, teratogenik, neurotoksik, nefrotoksik dan hepatotoksik. Adanya mikotoksin tersebut dalam makanan berpotensi sangat berbahaya terhadap kesehatan masyarakat dan juga termasuk masalah ekonomi utama (Dalie et al. 2010).

Susu, termasuk produk susu seperti keju, sangat rentan terhadap pertumbuhan kapang, meskipun hanya kapang tertentu yang memainkan peranan dalam produksi keju. Spesies Penicillium, termasuk Penicillium commune dan Penicillium solitum, telah ditemukan merusak beberapa jenis keju.

(42)

Khamir biasanya digunakan dalam industri pembuatan roti dan anggur, namun ada pula khamir yang dapat menimbulkan penyakit, contoh khamir patogen adalah: Candida, Cryptococcus, dan lain-lain (Lay 1994). Fleet dan Mian (1987) diacu dalam Fleet (1990) melaporkan bahwa 48% dari sampel keju cheddar Australia memiliki jumlah khamir dengan range antara 104 – 106 sel/g. Terdapat 37% dari keju cottage mengandung khamir dengan jumlah antara 105 – 107 sel/g. Spesies yang sering ditemukan dari kedua jenis keju tersebut adalah Candida famata (38% dari sampel), Kluyveromyces marcianus (19%), dan Candida diffluens (14%). Mereka mendemonstrasikan kemampuan khamir untuk

berkembang pada keju cheddar selama penyimpanan dingin pada suhu 5 oC selama 10 hari.

Geotrichum candidum adalah salah satu cendawan jenis khamir yang juga

sering ditemukan dalam susu dan produk susu seperti krim, keju dan mentega. Atas dasar inilah maka G. candidum dianggap sebagai cendawan utama pada susu (a real milk mould) (Hudecová et al. 2009). Cendawan ini diisolasi dari susu sejak tahun 1850 oleh Fresenius dan diklasifikasikan sebagai Oidium lactis, dan akhirnya direklasifikasikan dan digolongkan dalam genus Geometricum dan kemudian dinamai Geotrichum candidum (Wouters et al. 2002). G. candidum adalah mikroorganisme anamorpik atau mikroorganisme non-seksual yang termasuk dalam Hemiascomycetes. Bagian telemorpik dari cendawan ini termasuk kedalam genus Galactomyces. Aktivitas metabolic dari G. candidum memainkan peranan penting dalam cita rasa, selera dan kualitas produk susu. Berbagai spesies dari genus Geotrichum menyebabkan pembusukan dari beberapa keju krim, dan bertanggung jawab terhadap pembusukan pada produk mentega, krim dan produk dari krim (Hudecová et al. 2009).

(43)

17

kapang dan khamir dengan konsentrasi rata-rata 2.5 log cfu/g (60% sampel). Genus yang paling sering ditemukan adalah Geotrichum (91.9%), Moniliella (5.4%) dan Aspergillus (2.7%).

Penggunaan Bakteri Asam Laktat sebagai Biopreservasi

Bakteri asam laktat (BAL) adalah kelompok bakteri yang berperan penting dalam proses produksi pangan. Perannya pada bidang pangan sangat luas terutama dalam fermentasi makanan (mis; fermentasi susu, daging dan sayuran) (Leroy dan De Vuyst 2004). BAL termasuk mikroorganisme yang aman jika ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, maka disebut Sebagai food grade microorganism atau dikenal sebagai mikroorganisme generally recognized as safe (GRAS) yaitu mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis bakteri tersebut berguna bagi kesehatan, misalnya sebagai probiotik (Magnusson 2003; Surono 2004). Pemanfaatan bakteri asam laktat sebagai mikroba fermentasi telah lama diketahui dan digunakan untuk pengawetan makanan, terutama makanan yang cepat rusak akibat kontaminasi mikroba. BAL sangat terkenal dalam penggunaannya sebagai kultur starter pada industri pengolahan produk-produk susu seperti susu acidophilus, yoghurt, buttermilk, keju cottage, keju cheddar, keju keras (Edam

dan Parmesan), keju lunak (Brie dan Camembert) dan sebagainya (Magnusson 2003; Leroy dan De Vuyst 2004). BAL yang digunakan dalam fermentasi susu terutama Lactococcus lactis yang merupakan karakterisasi yang terbaik dalam grupnya. Spesies Lactobacillus dan Leuconostoc juga sering digunakan untuk produk fermentasi susu sehingga dinamakan dairy lactic acid bacteria (Magnusson 2003; Surono 2004).

(44)

banyak daripada BAL heterofermentatif. Secara umum BAL homofermentatif digunakan dalam fermentasi susu menjadi yoghurt, dan juga untuk menghasilkan asam laktat sebagai acidulan dalam industri makanan. BAL heterofermentatif, melalui jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase (6FG/6FK), selain menghasikan asam laktat juga menghasilkan etanol, CO2, asam asetat, senyawa cita rasa, dan

mannitol serta 1 mol ATP dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase. BAL heterofementatif banyak digunakan dalam industri susu untuk menghasilkan keju dan senyawa flavor, senyawa cita rasa maupun pengental (Magnusson 2003; Surono 2004).

BAL terdiri atas beberapa genus bakteri dalam phylum Firmicutes. Genus Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Lactosphaera,

Leuconostoc, Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus,

Tetragenococcus, Vagococcus dan Weissella dikenal sebagai BAL. Bakteri Gram

positif penghasil asam laktat yang termasuk phylum Actinobacteria adalah genus seperti Aerococcus, Microbacterium, dan Propionibacterium termasuk Bifidobacterium. Anggota BAL berbagi karakteristik sebagai bakteri Gram positif

memfermentasi karbohidrat menjadi energi dan asam laktat, sebagai tambahan, BAL juga memproduksi senyawa-senyawa organik lain seperti asam asetat, asam propionat, diasetil, aseton, dll yang dapat memberikan aroma dan flavor dari produk fermentasi (Beasley 2004). Sampai saat ini berbagai spesies bakteri asam laktat telah digunakan dalam produk fermentasi susu (Tabel 2).

Sifat-sifat umum BAL antara lain berbentuk batang (bacil) atau bulat (coccus), Gram positif, katalase negatif, endospora negatif, motilitas negative, tumbuh optimum pada pH 4.0 – 5.0, anaerobik fakultatif, dan mampu menghasilkan asam laktat (Surono 2004; Miwada et al. 2006), tergolong bakteri mesofilik dengan kisaran suhu pertumbuhan antara 10 – 45 oC, dan suhu pertumbuhan optimumnya antara 20 – 40 oC, namun ada beberapa BAL yang suhu optimumnya antara 40 – 50 oC (Widiada 2008). Tumbuh optimum pada aw

(water activity) > 0.91. Water activity minimum untuk berbagai genus BAL bervariasi. Lactobacillus, Pediococcus, dan Enterococcus bisa tumbuh pada aw

(45)

19

Tabel 2 Beberapa BAL yang sering digunakan dalam produk susu fermentasi

Bakteri Produk Manfaat

Lactobacillus thermofil homofermentatif:

L. delbrueckii ssp. Bulgaricus, L. delbrueckii ssp. delbruckii L. delbrueckii ssp. lactis,

Yoghurt, keju Swiss dan

L. casei ssp. pseudoplantarum L. casei ssp. rhamnosus

S. lactis biofar diacetylactis Mentega fermentasi, krim

fermentasi diasetil

Leu. mesenteroides ssp. dextranicum Kefir

Leu. mesenteroides ssp. cremoris Keju cottage, krim dan

mentega fermentasi

Leu. Citrovorum Mentega fermentasi

Sumber : Leroy dan De Vuyst (2004); Taufik (2009); Razak et al. (2009).

(46)

kisaran pH 6 – 8 (Buckle et al. 1987) serta juga dapat tumbuh pada pH kisaran 4.5 – 6.5 (Widiada 2008; Rahmawati 2010).

Selain penurunan pH, BAL selama proses fermentasi juga dapat menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Senyawa antimikroba tersebut diantaranya yaitu: asam asetat, hydrogen peroksida (H2O2), eksopilisakarida (Leroy dan De Vuyst 2004), asam

lemak hidroksil, diasetil, reutrin, dan senyawa protein (bakteriosin, trypsin, peptida) (Gerez et al. 2009; Dalie et al. 2010; Yang dan Chang 2010).

Asam laktat merupakan metabolit utama fermentasi bakteri asam laktat dengan kondisi ekuilibrium antara bentuk terdisosiasi dengan tidak terdisosiasi, dan keberadaan bentuk terdisosiasi tergantung kepada pH (Dalie et al. 2010). Asam laktat (CH3CHOHCOO–) merupakan senyawa kimia yang banyak

manfaatnya, antara lain untuk: a) agen pembentuk asam, flavor dan pengawet bagi makanan, obat-obatan, kulit dan industri kulit; b) produksi basis kimia; c) polimerisasi terhadap poli asam laktat yang bersifat biodegradable. Dalam kondisi pH rendah, sejumlah besar asam laktat ada dalam bentuk tidak terdisosiasi, dalam kondisi ini maka asam laktat bersifat toksik terhadap berbagai jenis bakteri, kapang dan khamir. Walaupun demikian, mikroba yang berbeda juga memiliki perbedaan dalam sensitivitasnya terhadap asam laktat (Taufik 2009).

Asam asetat dan propionat diproduksi oleh BAL melalui jalur heterofermentatif, dapat berinteraksi dengan membran sel dan menyebabkan pengasaman intraseluler serta denaturasi protein. Asam-asam ini lebih efektif sifat antimikrobanya dibandingkan dengan asam laktat karena memiliki nilai pKa yang lebih tinggi (asam laktat 3.08; asam asetat 4.75; dan asam propionat 4.87), juga memiliki persentase asam dalam bentuk tidak terdisosiasi yang lebih tinggi dengan pH yang sama. Asam asetat juga melakukan aksi yang sinergis dengan asam laktat; asam laktat menurunkan pH medium, pada saat yang sama meningkatkan toksisitas asam asetat terhadap mikroba patogen (Yang 2000).

(47)

21

pada penurunan pH, juga bentuk molekul yang tidak terdisosiasi. pH eksternal yang rendah akan menyebabkan pengasaman (acidification) pada sitoplasma sel mikroba, sementara asam yang tidak terdisosiasi menjadi lipofilik sehingga dapat berdifusi secara pasif melewati membran sel mikroba. Asam yang tidak terdisosiasi ini bekerja dengan cara mengganggu gradient elektrokimia proton atau dengan mengubah permeabilitas membran sel yang mengakibatkan rusaknya sistem transport seluler (Dalie et al. 2010).

Razak et al. (2009) melaporkan bahwa tiga dari 30 spesies BAL yang berhasil diisolasi dari dangke yang berpotensi menghasilkan senyawa anti mikroba adalah L. plantarum DU15, Enterococcus faecium DU55, dan

Leuconostoc mesenteroides DU02. Hanum (2005) menyatakan bahwa, L. plantarum yang digunakan dalam pembuatan dadih dapat menghambat laju

pertumbuhan enterobactericeae. Yang dan Chang (2008) melaporkan L. plantarum AF1 yang diisolasi dari kimchi (asinan sayuran fermentasi dari

korea) menunjukkan aktivitas daya hambat yang kuat terhadap bakteri gram positif dan negatif serta cendawan seperti Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus nidulans, Epicoccum nigrum, Cladosporium gossypiicola,

dan Penicillium roqueforti. Lebih lanjut Adesokan et al. (2009) menyebutkan bahwa kombinasi L. plantarum dan L. bulgaricus pada pembuatan keju wara (keju lunak Nigeria tanpa pemeraman) relatif memiliki jumlah mikroba lebih rendah dibandingkan sampel yang diproduksi dengan fermentasi alamiah setelah penyimpanan 96 jam.

(48)

Tabel 3 Beberapa senyawa antifungal yang dihasilkan oleh BAL BAL dan sumber isolasinya Komponen

antifungal Aktifitas spektrum Sumber

Lactococcus lactis subsp.

produk susu Peptida <1kDa Spektrum luas

Vandenbergh

MiLAB 393 cyclo(Phe-Pro), 3-Phenillactic acid,

Cyclo(Phe-OH-TD* Penicillium expansum Florianowicz

(2001)

*TD: Tidak Ditentukan.

METODE

Waktu dan Tempat

(49)

23

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah: susu sapi, sampel dangke yang diambil dari industri pengolahan dangke di Kabupaten Enrekang. BAL yang digunakan Lactobacillus plantarum DU15. Untuk peremajaan BAL di gunakan media de

man rogosa sharpe agar (MRS Agar) dan MRS broth. Untuk pengujian

cendawan kontaminan digunakan media saboraud dextrosa agar (SDA), saboraud dextrosa broth (SDB), buffered pepton water (BPW) 0.1%, kapas steril, aquades steril, kantong plastik steril, alkohol 70%, dan bahan-bahan pendukung lainnya.

Alat yang digunakan antara lain: alat-alat pembuatan dangke, cawan petri, tabung reaksi, pipet, gelas piala, bunsen, Erlenmeyer, gelas ukur, tube shaker, stomacher, biuret, batang ose, pinset steril, timbangan, inkubator, autoklaf,

spreader, stearer, cool box, pH meter, refrigerator, mikroskop, coloni counter,

serta alat-alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) penghitungan jumlah cendawan kontaminan pada sampel dangke, (2) isolasi dan identifikasi cendawan pada sampel dangke, dan (3) mengamati pengaruh pemberian BAL (L. plantarum DU15) terhadap pertumbuhan cendawan (Candida sp) yang ditambahkan saat proses pembuatan dangke.

Tahap I: Perhitungan Jumlah Cendawan Kontaminan

Besaran sampel yang digunakan sebanyak 20 yang diambil secara acak dari usaha produksi dangke di Kabupaten Enrekang. Sampel dikirim secara aseptis dan dingin (<4 °C). Pengujian dilakukan maksimum 24 jam setelah produksi. Perhitungan jumlah cendawan dilakukan dengan metode hitungan cawan (plate count method) dengan cara sebar (spread plate) menggunakan media SDA yang

(50)

Tahap II: Isolasi dan Identifikasi Cendawan Kontaminan dari Dangke

Koloni cendawan yang tumbuh pada tahap pertama diidentifikasi dengan cara slide culture (Lay 1994) dan dicocokkan sifat morfologinya secara makroskopik dan mikroskopik berdasarkan Fisher dan Cook (1998); dan Ellis et al. (2007). Hasil koloni yang telah diidentifikasi kemudian ditumbuhkan kembali

dalam media SDA miring, lalu diinkubasi pada suhu 20 – 25 oC selama 2 – 3 hari. Kultur selanjutnya disimpan pada suhu 4 – 10 oC.

Tahap III: Aplikasi BAL dalam Dangke Sebagai Biopreservatif

Persiapan Larutan Getah Pepaya (Enzim Papain)

Larutan getah pepaya dibuat pada konsentrasi 1% (b/v). Tepung getah pepaya kasar ditimbang 1 g, lalu dimasukkan dalam gelas ukur 100 ml dan ditambahkan akuades steril ± 20 ml, lalu di kocok dengan stearer. Penambahan akuades dilakukan sedikit demi sedikit sampai suspensi larut. Akuades steril kemudian ditambahkan sampai tanda tera (100 ml).

Persiapan Kultur BAL

Isolat-isolat BAL dalam MRS agar miring diambil satu lup ose, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi MRS broth, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Kultur dalam media MRS broth diinokulasikan sebanyak 30% kedalam media susu steril, dan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 37 oC (kultur induk). Jumlah BAL dalam kultur induk dihitung, dan pengencerannya disesuaikan, sampai mencapai jumlah BAL yang digunakan sebagai perlakuan. Media yang digunakan sebagai pengencer adalah susu steril.

Persiapan Kultur Cendawan

(51)

25

diinkubasikan pada suhu 20 – 25 oC selama 48 jam. Kultur dalam media saboraud dextrosa broth kemudian diinokulasikan 30% ke dalam media susu steril, dan diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 20 – 25 oC (kultur induk). Jumlah cendawan dihitung, dan tingkat pengencerannya disesuaikan, sampai diperoleh jumlah cendawan yang sesuai dengan jumlah TPC cendawan untuk infeksi. Kultur cendawan siap untuk diinfeksikan.

Aplikasi BAL

Isolat BAL yang digunakan adalah L. plantarum DU15 (Razak et al. 2009; Sathe et al. 2007). BAL diinokulasikan kedalam dangke saat proses pembuatan, lalu dikontaminasikan dengan cendawan kontaminan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial 4 x 2 x 4 dengan 5 kali ulangan. Faktor pertama yaitu: penambahan BAL 107cfu/ml (B1), penambahan BAL 108 cfu/ml (B2), penambahan BAL 109 cfu/ml (B3), penambahan BAL 1010 cfu/ml (B4). Faktor kedua yaitu: suhu ruang (S1) dan suhu refrigerator (S2). Faktor ketiga yaitu: lamanya penyimpanan yaitu: hari ke-0 (H0), hari ke-2 (H1), hari ke-4 (H2), dan hari ke-6 (H3).

Peubah yang Diamati

Parameter yang diuji pada penelitian ini meliputi: jumlah cendawan, jumlah BAL (Bouchat dan Cousin 2001), nilai pH, kadar asam (AOAC 1995), Kualitas organoleptik (warna, rasa/aroma, tekstur, kesukaan) (Setyaningsih et al. 2010). Pengukuran dilakukan setelah penyimpanan 0 hari, 2 hari, 4 hari, dan 6 hari pada suhu kamar (27 – 30 oC) dan suhu refrigerator (4 – 10 oC).

Perhitungan Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL)

(52)

menit (pengenceran 10-1). Dilakukan pengenceran desimal 1:100 (10-2) dengan cara memindahkan 1 ml dari pengencer 10-1 ke dalam 9 ml BPW 1%, dilakukan pengenceran desimal selanjutnya dengan cara yang sama hingga pengenceran 10-7. Pengenceran 10-6 dan 10-7 dipupuk ke dalam media MRS agar dalam cawan petri steril dengan metode tuang (pour plate method) secara duplo. Setelah agar memadat, kultur tersebut diinkubasi pada suhu 30 oC selama 48 jam.

Perhitungan Jumlah Cendawan

Sampel dangke sebanyak 25 g ditambahkan dengan 225 ml Buffer Pepton Water (BPW) 0.1% dalam kantong plastik steril, lalu dihomogenisasikan menggunakan stomacher selama ± 1 menit (pengenceran 10-1). pengenceran desimal 1:100 (10-2) dengan cara memindahkan 1 ml dari pengencer 10-1 ke dalam 9 ml BPW 1%, dilakukan pengenceran desimal selanjutnya dengan cara yang sama hingga pengenceran yang diperkirakan dapat diperoleh jumlah sel yang dapat dihitung. Sebanyak 0.1 ml sampel dari pengenceran terpilih kemudian dipipet dan dituangkan pada permukaan media SDA, segera disebar dengan alat penyebar steril (metal spreader) hingga suspensi tersebut merata. Seluruh lempeng SDA kemudian diinkubasi pada suhu 20 – 25 oC selama 48 jam.

Nilai pH

(53)

27

Total Asam Laktat

Sampel ditimbang sebanyak 10 g dan ditambahkan aquades bersuhu 40oC sampai mencapai volume 105 ml, kemudian dikocok hingga larut dan disaring. Setelah itu sampel di filtrasi sebanyak 25 ml dan ditambahkan dengan indikator fenolpthalin, kemudian di titrasi dengan NaoH (0,1 N) sampai timbul warna sesuai dengan kontrol (AOAC 1995). Total asam dihitung dengan rumus:

Total Asam = Volume NaOH yang dipakai x N NaOH x 0,09

Berat sampel x 100%

Kualitas Organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Universitas Hasanuddin, Makassar. Panelis yang digunakan adalah panel agak terlatih (semi-trained panel) yaitu mahasiswa dan staf peneliti yang pernah mencoba dan memiliki pengetahuan tentang produk dangke. Sebelum melakukan penilaian, panelis dikumpulkan kemudian dilatih dan diberi penjelasan secukupnya mengenai uji organoleptik yang dilakukan. Panelis yang digunakan yaitu sebanyak 15 – 25 orang.

(54)

Tabel 4 Besaran skala uji untuk penilaian organoleptik kesukaan dan warna dangke pada perlakuan aplikasi BAL

Kesukaan Warna

Skala Hedonik Skala Numerik Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat suka 5 Putih 5

Suka 4 Agak putih 4

Agak suka 3 Agak kuning 3

Biasa saja 2 Kuning 2

Tidak suka 1 Kuning kehijauan 1

Tabel 5 Besaran skala uji untuk penilaian organoleptik rasa dan tekstur dangke pada perlakuan aplikasi BAL

Rasa Tekstur

Skala Hedonik Skala Numerik Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat hambar 5 Sangat empuk 5

Hambar 4 Empuk 4

Agak Asam 3 Agak empuk 3

Asam 2 Keras 2

Sangat Asam 1 Sangat keras 1

Penilaian organoleptik ditujukan untuk menilai perubahan fisik selama penyimpanan. Penilaian terhadap sifat organoleptik rasa hanya dilakukan selama rasa dangke masih dapat diterima, yakni sebelum rasa pahit terdeteksi.

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan analisis sidik ragam berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 2 x 4 dengan 5 kali ulangan, jika berpengaruh nyata (p<0.05) dilanjutkan dengan uji Duncan (Gazpersz 1994). Untuk kualitas organoleptik, data yang diperoleh diuji dengan unji non-parametrik

(55)

29

Diagram Alir Tahapan Penelitian

Tahap II Tahap I

Tahap III

Pasteurisasi 75oC, 15 detik Susu Segar

Setelah penyimpanan 0, 2, 4, 6 hari Setelah penyimpanan 0, 2, 4, 6 hari Dangke

Penyimpanan Suhu Ruang 27-30 oC Penyimpanan Refrigerator 4-10 oC

Analisis Data Jumlah cendawan

Jumlah BAL

Perhitungan kadar asam, nilai pH

Kualitas organoleptik (warna, rasa, tekstur, kesukaan)

Jumlah cendawan Jumlah BAL

Perhitungan kadar asam, nilai pH

Kualitas organoleptik (warna, rasa, tekstur, kesukaan)

(56)
(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Cendawan Kontaminan pada Sampel

Pengujian awal dari penelitian ini adalah perhitungan dan penentuan jumlah cendawan kontaminan dari 20 sampel dangke yang diperoleh dari usaha produksi skala rumah tangga di Kabupaten Enrekang. Metode yang digunakan adalah metode uji total plate count (TPC), dengan menghitung koloni mikroba pada serial pengenceran sampel dangke. Hasil pengujian ini akan dibandingkan dengan standar uji jumlah cemaran cendawan. Pada Tabel 6 terlihat hasil pengujian jumlah cendawan pada sampel dangke diperoleh rata-rata jumlah TPC cendawan 5.2 x 106 cfu/g dimana semua sampel melebihi ambang batas yang ditetapkan dalam Appendix O - Department of Defense Food Safety and Quality Assurance Action Level (2009) tentang batas maksimum cendawan kontaminan dalam

produk susu (solid dan semi-solid) yaitu tidak melebihi 10 cfu/g. Tingginya jumlah kontaminasi cendawan tersebut menunjukkan bahwa tingkat higiene dan sanitasi para pekerja dalam proses pembuatan dangke masih sangat rendah. Untuk dapat dikonsumsi susu dan produk olahannya sebaiknya memiliki jumlah mikroba (bakteri dan cendawan) kontaminan sesuai dengan batasan cemaran yang telah ditetapkan.

Tabel 6 Rataan jumlah cendawan kontaminan pada sampel dangke umur 24 jam n Department of Defense Food Safety and Quality Assurance Action Level (2009) < 10 cfu /g.

(58)

kontaminasi ulang dari lingkungan seperti tangan pekerja, cetakan dan peralatan lain yang digunakan dalam pembuatan dan pengemasan dangke selama proses pengolahan (manufacturing).

Susu dan produk susu fermentasi merupakan media yang menguntungkan bagi pertumbuhan khamir dan kapang yang dapat terlibat dalam fermentasi pembusukan makanan (Delavenne et al. 2012). Kontaminasi cendawan dapat mengakibatkan penurunan kualitas dan daya simpan dari dangke. Dangke yang

terkontaminasi hanya dapat bertahan selama 1 – 2 hari pada suhu kamar (27 – 30 oC), dan 5 hari pada suhu refrigerator (4 oC) (Bohari 2003). Kekhawatiran lain yaitu bahwa cendawan tersebut dapat menyebabkan berbagai penyakit apabila dikonsumsi oleh manusia (foodborne disease) (Zain 2011).

Jenis Cemaran Cendawan pada Sampel

Identifikasi jenis cemaran cendawan dilakukan pada 20 sampel dangke yang diperoleh dari beberapa industri rumahan di Kabupaten Enrekang. Identifikasi cemaran cendawan (kapang/khamir) dilakukan dengan cara slide culture (Lay 1994), lalu dicocokkan sifat morfologinya secara makroskopik dan mikroskopik berdasarkan Lay (1994); Fisher dan Cook (1998); dan Ellis et al. (2007).

Jenis cendawan kontaminan yang berhasil diidentifikasi dari 20 sampel dangke yang diperoleh dari Kabupaten Enrekang dapat dilihat pada Tabel 7. Pada Tabel 7 terlihat bahwa semua sampel yang diuji positif terdapat cendawan. Genus cendawan yang terdapat pada sampel sangat beragam baik itu dari jenis kapang maupun khamir. Cendawan dari jenis khamir yaitu; genus Candida (95%), Saccharomyces (50%), Geotrichum (35%), dan Rodotorula (10%), sedangkan dari

(59)

33 Tabel 7 Jenis cendawan yang ditemukan pada sampel dangke asal beberapa

industri rumah tangga pengolah dangke di Kabupaten Enrekang

Sampel

Keterangan : + terdapat cendawan. – tidak terdapat cendawan.

Rouse et al. (2008) menyebutkan bahwa cendawan yang paling sering mengkontaminasi produk keju adalah kapang dari genus Phoma, Penicillium dan Cladosporium, sedangkan jenis khamir yaitu genus Kluyveromyces, Candida

(Fleet 1990), dan genus Geotrichum (Hudecová et al. 2009). Torkar dan Vengušt (2008), dalam penelitiannya mengenai keberadaan khamir dan kapang pada susu mentah dan keju di Slovenia menemukan keberadaan genus Geotrichum (51.5%), Aspergillus (33.8%), Mucor (5.9%), Fusarium (2.9%) dan Penicillium (2.9%) pada susu dan keju.

Candida sp merupakan genus cendawan terbanyak yang ditemukan pada 20

sampel dangke yaitu sebesar 95% (Tabel 7). Tingginya kontaminasi dari genus Candida kemungkinan besar disebabkan karena kontaminasi dari para pekerja di

(60)

alami menghuni lapisan rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina manusia. Candida sp. berada dalam jumlah kecil, dalam keadaan dikendalikan oleh

mikroba normal tubuh lainnya dan ikut serta dalam menjaga keseimbangan mikroflora normal tubuh manusia (Brock 2006). Kondisi dimana tingkat sanitasi dan higiene yang rendah dari para pengolah dangke dalam proses pembuatan, adalah faktor penting penyebab terjadinya kontaminasi cendawan dari genus ini.

Pada Gambar 5 terlihat pada sediaan mikroskopis, sel Candida sp. tampak bulat memanjang (lonjong), membentuk blastokonidia dan berkembang biak dengan tunas multilateral yang memanjang menyerupai hifa (pseudohifa). Sel Candida sp. kadang-kadang dapat membentuk hifa sejati, Gram positif, dengan ukuran 2 – 3 x 4 – 6 µm (Ellis et al. 2007). Koloni Candida sp. berbentuk bulat, pertumbuhan pada Sabouraud dextrosa agar (SDA) setelah 3 hari bentuk koloni telah dapat dilihat dengan jelas, koloni tampak halus licin, mengkilat, dan berbau khas menyerupai ragi. Pada media SDA yang diinkubasi pada suhu 25 – 37 oC selama kurang lebih 7 hari, koloni tampak kompak, lunak, berwarna putih kekuningan dengan diameter 1 – 5 mm, licin dan berbau seperti ragi (Fisher dan Cook 1998).

Candida sp. merupakan cendawan penyebab umum infeksi jamur pada manusia. Cendawan ini sering ditemukan sebagai penyebab mikosis dibandingkan genus cendawan yang lainnya. Candida sp. adalah cendawan patogen oportunistik yaitu cendawan yang dapat menyebabkan infeksi yang biasanya tidak menyebabkan penyakit dalam sistem kekebalan yang sehat. Candida sp secara alami dalam jumlah kecil pada tubuh manusia tidak berbahaya, akan tetapi ketika pertumbuhannya berlebih akibat perubahan fisik dan kimia tubuh maka spesies Candida dapat menginfeksi berbagai jaringan tubuh, misalnya pertumbuhan yang

berlebihan pada permukaan lidah dan pipi dapat menyebabkan sariawan (Brock 2006). Candida sp. dapat hidup sebagai flora normal atau saprofit tanpa menimbulkan keluhan pada mukosa rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, vagina, kulit dan kotoran di bawah kuku orang yang sehat (Mulyati et al. 2002). Perubahan dari bentuk saprofit menjadi patogen pada manusia terjadi

(61)

35 misalnya; diabetes, AIDS, kelembaban yang tinggi, pemakaian antibiotik yang terus menerus, dan obesitas (Mulyati et al. 2002).

Hasila

Pustakab

Candida sp. yang merupakan cendawan patogen oportunistik dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia seperti sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginitis, candiduria (candida pada urin), dan gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastriticulcer, atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker (Kusumaningtyas 2005; Howard 2002).

(62)

Nilai pH Dangke

Nilai pH (potential hidrogen) merupakan ion hidrogen bebas yang terdapat pada produk. Konsentrasi ion hidrogen bebas dapat direfleksikan dengan nilai pH (Nielsen 2003). Nilai pH merupakan sifat yang menentukan kadar keasaman dari suatu produk. Nilai pH akan turun apabila zat-zat yang terkandung dalam suatu produk bersifat asam. Semakin rendah nilai pH yang dihasilkan menunjukkan tingginya keasaman dari suatu produk. Nilai pH pada masing-masing perlakuan selama penyimpanan dangke disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan nilai pH dangke pada berbagai perlakuan Konsentrasi BAL Suhu Lama Penyimpanan

Rata-rata

Keterangan : a,b,c,d) Nilai dengan huruf superskrip di belakang angka yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05). p,q,r,s) Nilai dengan huruf superskrip di belakang angka yang berbeda pada baris

yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

x,y) Nilai dengan huruf superskrip di belakang angka yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05).

Gambar

Gambar 1 Diagram alir pengolahan dangke oleh masyarakat (Marzoeki
Gambar 3  Berbagai bentuk sel khamir (Fardiaz 1992).
Tabel 2 Beberapa BAL yang sering digunakan dalam produk susu fermentasi
Tabel 3 Beberapa senyawa antifungal yang dihasilkan oleh BAL
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut bisa terlihat dari pentingnya komunitas maupun aktivitas masyarakat sebagai pendidikan Islam transformatif, proses atau penerapan pendidikan Islam transformatif,

Dari hasil pemilihan kandidat layanan mikro yang telah dilakukan, maka setiap. layanan mikro akan di- deploy secara mandiri dengan menggunakan

Untuk pertanyaan tentang Work Ability Index ini terdiri dari 57 (lima puluh tujuh) pertanyaan yang dibagi dalam 7 (tujuh) dimensi atau item Work Ability Index (WAI),

Proses eksekusi terhadap pidana tambahan berupa uang pengganti pada tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Negeri Padang dilakukan melalui pelaksanaan putusan pengadilan yang

Akibat yang nyata dari kenakalan remaja tersebut adalah berkurangnya minat dalam mengikuti pelajaran di sekolah, karena anak-anak tersebut sibuk memikirkan bagaimana cara

Diagram ini merupakan ringkasan dari beberapa jenis struktur mikro yang diperoleh dari rangkaian percobaan yang dilakukan pada spesimen yang kecil yang dipanaskan

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PKRT) dan Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen yang mengalami

Jenis-jenis kertas yang akan dienkapsulasi ini adalah kertas lembaran seperti naskah kuno, peta, bahan cetakan atau poster yang umurnya sudah rapuh karena umur, rusak oleh