INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jambu Biji Botani
Jambu biji berasal dari daerah tropik Amerika. Menurut pendapat De Candolle, jambu biji berasal dari daerah antara Meksiko dan Peru (Soetopo 1997). Nama botani jambu biji adalah Psidium guajava dan tergolong dari famili Myrtacae. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesies Psidium yang menyebar di daerah tropik dan subtropik (Ashari 1995).
Tanaman jambu biji berkanopi pendek dan percabangannya dekat dengan tanah (Ashari 1995). Tanaman ini dapat beradaptasi di berbagai kondisi lingkungan dan lebih tahan terhadap kekeringan daripada tanaman tropika lainnya (Soetopo 1997).
Buah jambu biji di Indonesia pada umumnya berukuran besar dan daging buahnya terasa manis. Buah jambu biji berbentuk bulat menyerupai bentuk pir atau berry berdiameter rata-rata 5 cm. Daging buah dapat berwarna putih, kuning, merah muda, atau dapat pula berwarna merah. Buah bervariasi dalam ukuran, intensitas aroma, dan rasa (Bourke 1976).
Tanaman jambu biji tingginya dapat mencapai 10 m, bercabang mulai dari pangkal dan sering mengeluarkan anakan. Kulit batangnya licin, berwarna hijau sampai merah cokelat, mengelupas dalam serpihan tipis (Soetopo 1997). Tunas berbentuk segi empat dengan dua daun setiap ruasnya. Kedudukan daunya berlawanan. ukuran daun antara 5-15 cm x 3-7 cm. Tangkai daun 3-10 mm, bunganya berkelompok, jumlah bunga 2-3 setiap kelompok, mahkota bunga berwarna putih sebanyak 4-5 buah, kepala sari sangat banyak, buahnya berdompolan 4-12 cm panjangnya (Ashari 1995).
Syarat Tumbuh
Tanaman jambu biji pada umumnya ditanam dengan jarak 6 x 7 m, kepadatannya sekitar 250 tanaman/ha (Samson 1980). Jambu biji toleran terhadap kisaran iklim yang luas dan dapat hidup sampaiketinggiaan 1500 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh optimum pada curah hujan 1000-2000 mm dan pada temperatur
23°C hingga 28°C. Tanaman ini mampu tumbuh dalam keadaan tanah yang salin dan kekeringan serta pH antara 4.5 sampai 8.2 (Samson 1980). Suhu rata-rata diatas 16°C cocok untuk pembungaan dan pembuahan (Soetopo 1997).
Manfaat Jambu Biji
Tanaman jambu biji dapat menghasilkan bahan berbentuk makanan, minyak atsiri, dan kayu (Rismunandar 1981). Selain itu, jambu biji memiliki aroma yang khas karena mengandung senyawa eugenol (Agromedia 2009).
Jambu biji dikatakan buah yang sangat istimewa karena memiliki kandungan zat gizinya yang tinggi. Daging buahnya mengandung air sebanyak 83.3 g, protein 1 g, lemak 0.4 g, pati 6.8 g, serat 3.8 g, dan vitamin C 337 mg. Kandungan energi untuk tiap 100 g buahnya sebesar 150-210 kJ (Ashari 1995). Kandungan vitamin C buah jambu biji sekitar 87 mg, dua kali lipat dari jeruk manis (49 mg/100 g), lima kali lipat dari orange, serta delapan kali lipat dari lemon (10.5 mg/100 g). Jambu biji juga merupakan sumber pektin berkisar antara 0.1-1.8 % (Soetopo 1997).
Lalat Buah (Bactrocera spp.) Morfologi dan Biologi
Lalat buah dengan nama ilmiah Bactrocera spp. tergolong dalam ordo Diptera dan famili Tephritidae. Famili ini beranggotakan lalat-lalat yang berukuran kecil sampai sedang yang biasanya mempunyai bintik-bintik atau pita (band) pada sayap-sayapnya. Bintik-bintik tersebut sering kali membentuk pola menarik dan rumit. Pada kebanyakan jenis lalat buah sel anal pada sayapnya memiliki juluran distal yang lancip di bagian posterior (Borror et al. 1996).
Lalat buah melewati 4 stadium metamorfosis yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Telur berwarna putih dan diletakkan secara berkelompok 2-15 butir di dalam buah. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/buah/hari (Soeroto et al. 1995). Lalat buah betina mencari inangnya menggunakan bau dan rangsangan visual, dengan menusukkan ovipositor lalat buah memasukkan telur di bawah permukaan kulit buah (Gould dan Raga 2002).
Larva lalat buah terdiri dari 3 instar (Soeroto et al. 1995). Larva berwarna putih keruh kekuningan, berbentuk bulat panjang dan salah satu ujungnya runcing, kepala runcing, mempunyai alat pengait, dan bintik yang jelas. Larva instar kertiga berukuran sedang, dengan panjang 7–9 mm dan lebar 1.5-1.8 mm. Sedangkan pupa lalat buah merupakan pupa tipe obtekta (White dan Harris 1994). Larva menggali liang dan makan di dalam buah selama 7-10 hari tergantung suhu. Lamanya stadia pupa tergantung suhu. Dalam kondisi yang mendukung, imago dapat muncul 7-10 hari setelah proses pupa (Gould dan Raga 2002).
Imago lalat buah umumnya memiliki panjang sayap antara 2 mm sampai 25 mm dengan pola sayap tertentu (White dan Haris 1994). Lalat buah memiliki ciri-ciri penting, yaitu ciri-ciri pada kepala terdiri dari antena, mata, dan noda atau bercak pada muka (facial spot). Bagian dorsum toraks terdiri dari dua bagian penting yang disebut terminologi skutum atau mesonotum. Sayap mempunyai ciri-ciri bentuk pola pembuluh sayap, yaitu costa (pembuluh sayap sisi anterior), anal (pembuluh sayap sisi posterior), cubitus pembuluh sayap sisi posterior), median (pembuluh sayap tengah), radius (pembuluh sayap radius), r-m dan dm-cu (pembuluh sayap melintang) (Gambar 1), dan ciri-ciri abdomen abdomen terdiri dari ruas-ruas (tergum) (Siwi et al. 2006).
Gambar 1 Venasi sayap lalat buah Sumber: Drew dan Hancock 1994
Penyebaran
Pada daerah Indo-Pasifik dilaporkan terdapat 800 spesies lalat buah tetapi hanya 60 spesies yang merupakan hama penting (White et al. 1992 dalam Siwi et al. 2006). Di Indonesia bagian barat, terdapat 90 spesies lalat buah termasuk jenis lokal (indigenous) tetapi hanya 8 yang termasuk hama penting diantaranya,
Bactrocera albistrigata, B. dorsalis Hendel, B. carambolae Drew and Hancock,
B. papaya Drew and Hancock, B. umbrosa, B. caudate (Fabricius) dengan
sinonim B. tau (Walker), B. cucurbitae, dan Dacus longicornis (Orr 2002 dalam Deptan 2005). Hama lalat buah menyebabkan kerusakan tanaman buah dan sayuran. Beberapa spesies lalat buah memiliki spesifik inang buah dan kadang tumpang tindih dengan spesies lain dalam inang buah yang sama. Lalat buah B. carambolae merupakan hama utama pada belimbing sedangkan B. papayae merupakan hama penting pada mangga, pepaya, dan jambu biji (Drew dan Romig 1997).
Gejala Serangan dan Kerugian
Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor merupakan gejala awal serangan lalat buah. Larva lalat buah yang menetas dari telur akan membuat liang gerek di dalam buah dan menghisap cairannya. Larva dapat menstimulir pertumbuhan buah dan kehidupan organisme pembusuk. Buah menjadi busuk dan jatuh ke permukaan tanah (Soeroto et al. 1995).
Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Kerugian kuantitatif yaitu berkurangnya produksi buah sebagai akibat rontoknya buah yang terserang sewaktu buah masih muda ataupun buah yang rusak serta busuk yang tidak laku dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk, berlubang, dan terdapat larva lalat buah yang akhirnya kurang diminati konsumen (Asri 2003).
Lalat Buah Bactrocera dorsalis Kompleks
Terdapat 52 spesies yang termasuk dalam B. dorsalis kompleks di Asia. Banyak laporan B. dorsalis dari India selatan, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Srilanka telah terjadi kesalahan identifikasi. Mula-mula B. dorsalis kompleks terdiri dari 12 spesies, tetapi penemuan terakhir menunjukkan terdapat 40 spesies yang merupakan spesies baru. Dalam 52 spesies terdapat 8 spesies yang merupakan hama penting yaitu. B. dorsalis, B. carambolae, B. papaya, B. caryeae, B. kandiensis, B. occipitalis, B. philippinensis, B. pyrifoliae (Derw dan Hancock 1994).
Bactrocera dorsalis. Spesies ini memiliki skutum berwarna hitam dan terdapat tanda berwarna kuning pada postpronotal lobes dan notopleural. Sedangkan skutelumnya berwarna kuning (Gambar 2). Abdomen berbentuk oval dan terdapat pecten (rambut-rambut menyerupai sikat) pada tergum III. Adanya pola “T” yang jelas pada tergum III-V yang merupakan bagian abdomen. Pola “T” berupa yang membelah garis hitam yang membelah tergum III-V, garis tersebut menjadi tipis di tergum IV-V. Panjang sayapnya mencapai 6.4 mm. Sel bc dan c pada sayap B. doraslis tidak berwarna dan adanya costal band (pita) yang tipis dari sel sc hingga bertemu R2+4 (Drew dan Hancock 1994). Pita hitam pada garis costa tidak memanjang ke bawah pada R2+4, kecuali pada apeks sayap (Siwi et al. 2006).
Bactrocera carambolae. Skutum spesies ini berwarna hitam-pucat, skutelum berwarna kuning, pada postpronotal lobes dan notopleural terdapat tanda berwarna kuning (Gambar 2). Panjang sayapnya 6.3 mm (Drew dan Hancock 1994). Spesies B. carambolae memiliki sayap dengan costal band tipis berwarna hitam kemerahan sedikit melewati R2+3 dan sedikit melebar di bagian apeks dari R2+43 yang juga melewati apeks dari R4+5. Sedangkan abdomennya pada tergum III-V berwarna coklat-oranye dengan garis tipis melintang pada anterior margin tergum III, adanya garis berwarna hitam-kemerahan di bagian samping tergit III. anterolateral corners pada tergit IV dan V berwarna hitam-kemerahan. medial longitudinal tipis pada ketiga tergum (Ginting 2009). Pada bagian apical femur tungkai depan lalat buah B. carambolae terdapat spot hitam (Siwi et al. 2006).
Bactrocera papayae. Postpronotal lobes dan notopleural spesies B. papayae terdapat tanda berwarna kuning. Skutum berwarna hitam dan skutelum berwarna kuning. Abdomennya terdapat garis hitam tipis melintang pada anterior magin dari tergum III yang sedikit melebar di sisi lateral, medial longitudinal berwarna hitam berukuran sedang melewati ketiga tergum. Ada sepasang (ceromae) coklat-oranye mengkilap pada tergum V. Pada sayap spesies ini terdapat pita berwarna coklat tepat pada R3+2 atau hanya melewati cabang ini menjadi memudar dan sisanya di sekitar apeks menyempit dan berbentuk pancingan di sekitar apeks R4+5 (Ginting 2009).
Bactrocera occipitalis. Skutum berwarna hitam tetapi pada bagian posterior margin dan yang berdekatan dengan Prsc.setae berwarna merah-coklat gelap. Abdomen tergum II-V dengan garis hitam melewati anterior margin tergum III dan melebar menutupi sisi samping, abdomen dengan garis berbentuk segi empat berwarna hitam gelap di bagian anterlateral. Lalat buah B. occipitalis memiliki costal band berwarna coklat yang melewati R2+3 dan melebar melewati bagian apeks (Ginting 2009).
Gambar 2 Bagian toraks lalat buah B. dorsalis kompleks. Sumber: Drew dan Hancock 1994
Pengendalian Lalat Buah
Pengendalian lalat buah dapat dilakukan secara fisik, biologis, maupun kimiawi. Pengendalian lalat buah yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu, berupa pembungkusan, sanitasi kebun, penggunaan perangkap dengan atraktan, dan eradikasi (Soeroto et al. 1995).
Pembungkusan buah secara individu di pohon dilakukuan dengan menggunakan kertas pembungkus untuk mencegah peletakan telur. Cara ini dapat memproduksi buah bebas lalat buah meskipun kehadiran populasi imago lalat buah tinggi. Metode tersebut merupakan metode pengendalian yang sering digunakan di beberapa negara Asia (Vijaysegaran 1997). Untuk menghindari tusukan langsung alat peletak telur lalat buah betina, para pemilik pohon belimbing, nangka, atau pohon buah lainnya membungkus buah-buah tersebut sedini mungkin (Kalie 1992).
Metil eugenol mengeluarkan aroma yang dapat menarik lalat buah untuk menghampirinya (Iskandar 2005). Metil eugenol memiliki unsur kimia C12H24O2. Senyawa ini merupakan makanan yang dibutuhkan oleh lalat buah jantan untuk dikosumsi dan berguna dalam proses perkawinan. Radius aroma metil eugenol dapat mencapai 20-100 m (Kardinan 2003). Di alam, lalat buah jantan mengonsumsi metil eugenol, kemudian setelah diproses dalam tubuhnya maka akan menghasilkan feromon seksual yang dapat menarik lalat betina (HEE dan TAN 2001 dalam Kardinan 2009).
Tanaman yang mampu mengeluarkan aroma eugenol dapat digunakan untuk mengendalikan lalat buah. Di antaranya jenis selasih (Ocimum), yaitu O. minimum, O. tenuiflorum, O. sanctum, dan tanaman yang dapat menghasilkan senyawa eugenol. Selain tanaman selasih ada juga tanaman lain, yaitu Melaleuca bracteata dan tanaman yang dapat meningkatkan efektifitas atraktan, seperti pala (Kardinan 2000).
Berbagai macam protein hidrolisat sudah digunakan untuk menangkap lalat buah baik jantan maupun betinanya (Sookar et al. 2006). Protein hidrolisat dapat dibuat dari berbagai macam sumber penghasil protein dari putih telur, ragi tape, dan kedelai (Rahardjo 2008). Umpan protein telah menjadi metode umum yang digunakan dalam menekan atau mengendalikan populasi lalat buah di
beberapa negara di belahan dunia. Hal tersebut merupakan kemajuan teknologi umpan secara semprot (Vijaysegaran 1997).
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Dinamika populasi lalat buah dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kelembaban, suhu, cahaya, inang, dan ketersediaan makanan (Allwood 1997a). Kelembaban yang rendah dapat menurunkan keperidian lalat buah dan meningkatkan mortalitas imago yang baru keluar dari pupa. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat mengurangi laju peletakkan telur. Suhu berpengaruh terhadap perkembangan, keperidian, lama hidup, dan mortalitas Bactrocera spp. Perkembangan dan aktivitas hidup lalat buah umumnya pada suhu 10-30°C (Bateman 1972 dalam Ginting 2009).
Curah hujan memiliki hubungan lansung dengan kelimpahan lalat buah. Di India populasi lalat buah (melon fly) mengalami peningkatan ketika hujan terjadi di musim kemarau. Hubungan antara turunnya hujan dan kelimpahan lalat buah kemungkinan karena ada hubungan dengan masa pembuahan tanaman inang lalat buah dan masa pembuahan terjadi ketika hujan banyak terjadi (Allwood 1997a).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di pertanaman jambu biji masyarakat di Desa Sukadamai Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Identifikasi imago lalat buah dilakukan di laboratorium Biosistematika Serangga Departemen Proteksi Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan April 2010 hingga bulan September 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan di lapangan dalam penelitian ini yaitu tanaman jambu biji, metil eugenol, protein hidrolisat dari limbah beer, lem beraroma, perekat berupa lem tikus, bensin, dan alkohol 70%. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu bola plastik berwarna kuning dan merah masing-masing berjumlah 12, kawat, suntikan 1 ml, handsprayer, kuas, kertas label, kantong plastik, dan mikroskop stereo untuk mengidentifikasi lalat buah.
Metode Penelitian Penempatan Perangkap Uji
Pemasangan perangkap yang mengandung atraktan lalat buah dilakukan di pertanaman jambu biji seluas ± 2.7 ha. Lahan pertanaman jambu biji dibagi menjadi 27 petak dengan masing-masing petak seluas 1000 m2. Dalam 27 petak dilakukan pemasangan 9 kombinasi perangkap dan atraktan dengan 3 ulangan. Perangkap atraktan yang diuji yaitu bola kuning dengan metil eugenol (KM), bola kuning dengan lem beraroma (KL), bola kuning dengan protein hidrolisat (KP), dan bola kuning tanpa bahan atraktan (K). Kemudian bola merah dengan metil eugenol (MM), bola merah dengan lem beraroma (ML), bola merah dengan protein hidrolisat (MP), bola merah tanpa atraktan (M), dan tanpa perangkap (TP) (Gambar 3).
Gambar 3 Tata letak perangkap di lapangan 1,2,3 merupakan ulangan
Disain Perangkap Uji
Perangkap yang digunakan dalam penelitian ini berupa bola plastik dengan diameter 6 cm. Bola perangkap diolesi lem tikus secara menyeluruh. Bola yang sudah diolesi lem diberikan atraktan metil eugenol dengan meneteskannya, protein hidrolisat dengan cara menyemprotkan, dan lem beraroma dengan pengolesan.
Untuk perlakuan metil eugenol dibutuhkan 0.2 ml metil egenol untuk satu bola perangkap. Metil eugenol diteteskan menggunakan suntikan berukuran 1 ml ke seluruh permukaan bola perangkap. Sedangkan perlakuan protein hidrolisat diaplikasikan dengan melarutkan bahan aktif protein hidrolisat sebanyak 50 ml dalam 450 ml air, kemudian menyemprotkannya ke bola perangkap menggunakan handsprayer, hingga merata. Aplikasi lem beraroma dilakukan dengan mengoleskannya ke permukaan bola dengan kuas secara menyeluruh. Sedangkan bola perangkap tanpa atraktan hanya menggunakan lem tikus saja, tanpa ada penambahan bahan atraktan. Setelah itu, bola yang telah diberikan perlakuan
ML3 MP3 KM2 TP2 MP2 MM2 KL3 TP3 MM3 ML2 KP2 K2 M2 KP3 K3 MP1 KL1 M3 K1 KM1 ML1 TP1 M1 KP1 MM1
kemudian digantungkan pada pohon jambu dengan ketinggian ± 1 m di atas permukaan tanah. Bola digantungkan menggunakan kawat (Gambar 4).
(a) (b)
Gambar 4 Bola perangkap di lapangan: (a) bola perangkap warna kuning dan (b) bola perangkap warna merah.
Pengambilan tangkapan lalat buah pada perangkap dilakukan seminggu sekali. Perangkap diganti dengan perangkap yang baru dengan penempatan dan perangkap yang sama. Bola perangkap yang telah memerangkap lalat buah kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan direndam menggunakan bensin. Lalat buah yang menempel pada bola perangkap akan lepas setelah lem berubah menjadi cair karena bensin. Lalat buah yang telah lepas dimasukan ke dalam botol dan diberi label berdasarkan perangkap, ulangan, dan waktu, kemudian lalat buah diawetkan dalam alkohol 70% untuk diidentifikasi.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati mencakup jumlah imago lalat buah yang tertangkap, jenis lalat buah yang tertangkap, perbandingan imago lalat buah jantan dan betina pada masing-masing perangkap.
Informasi Data Panen
Data panen berupa informasi diperoleh melalui wawancara dengan petani pertanaman jambu biji yang kebunnya dipasangi perangkap untuk mendapatkan informasi tentang hasil panen yang diperoleh selama penelitian berlangsung.
Identifikasi
Seluruh lalat buah yang tertangkap diidentifikasi hingga tingkat genus dan spesies. Identifikasi dilakukan di laboratorium Biosistematika Serangga dengan bantuan mikroskop stereo. Identifikasi dilakukan dengan kunci identifikasi dari Ginting (2009) dan panduan praktis dalam identifikasi lalat buah Siwi et al. (2006). Selain itu, untuk panduan identifikasi digunakan juga literatur lainnya yang berupa gambar dan spesimen di museum serangga Departemen Proteksi Tanaman.
Jumlah imago lalat buah yang terperangkap dihitung berdasarkan spesies dan jenis kelamin. Masing-masing perangkap uji dihitung jumlah imago lalat buah yang tertangkap. Setelah mendapatkan data akhir kemudian diolah menggunakan analisis statistik.
Penentuan Nisbah Kelamin
Nisbah kelamin merupakan perbandingan imago betina dengan jantan. Masing-masing perangkap dihitung perbandingan imago betina dengan jantan.
Nisbah kelamin = J h h
J h h
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok. Data penelitian yang diperoleh diolah dengan sidik ragam menggunakan program SAS (Statistik Analysis System) versi 9.1. Rata-rata peubah kemudian diuji lanjut dengan selang berganda Duncan pada taraf nyata 5 %.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Spesies Lalat Buah yang Tertangkap
Jumlah seluruh imago lalat buah yang tertangkap oleh perangkap uji selama penelitian adalah sebanyak 12 839 individu. Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan 7 spesies imago lalat buah yang tertangkap yaitu: B. carambolae, B. dorsalis, B. papayae, B. umbrosa, B. cucurbitae, B. occipitalis, B. albistrigata (Tabel 1) dan (Lampiran 10).
Hasil tangkapan menunjukkan bahwa B. carambolae merupakan lalat buah yang dominan di lokasi penelitian, hal ini disebabkan B. carambolae dapat hidup dan berkembang dengan baik. Menurut Siwi et al. (2006) jambu biji merupakan inang lain dari B. carambolae. Dalam penelitian Ginting (2009) dan Muryati et al. (2005), lalat buah B. carambolae dan B. papayae merupakan spesies lalat buah yang populasinya melimpah di tanaman buah. Hal tersebut disebabkan karena tanaman inang dari kedua spesies ini sangat beragam dan hampir selalu ada.
Tabel 1 Spesies lalat buah yang tertangkap di lahan penelitian
Spesies Jumlah B. carambolae 11 287 B. dorsalis 763 B. papayae 753 B. umbrosa 22 B. occipitalis 7 B. curcurbitae 5 B. albistrigata 2 Total 12 839
Tangkapan spesies B. dorsalis dan B. papayae memperlihatkan jumlah yang relatif banyak tetapi masih didominasi oleh B. carambolae (Tabel 1). Spesies B. carambolae merupakan hama mayor dalam dorsalis kompleks. Menurut Drew dan Romig (1997) B. carambolae tersebar di Malaysia, Indonesia, dan Singapura.
Hal tersebut yang menyebabkan B. carambolae banyak ditemukan dalam hasil penelitian ini.
Spesies B. dorsalis, B. papayae, dan B. carambolae dikenal sebagai hama penting untuk komoditas buah-buahan tropika. Ketiga lalat buah ini memiliki inang yang cukup luas. Dalam Vijaysegaran (1997), Tanaman inang B. carambolae adalah belimbing, jambu biji, mangga, sukun, dan beberapa buah-buahan lainnya. Tanaman inang B. dorsalis adalah jeruk, belimbing, jambu biji, mangga, pepaya, persik, pear. Spesies B. papayae memiliki tanaman inang pisang, belimbing, jeruk, mangga, pepaya, dan lainnya.
Lalat buah yang sedikit tertangkap oleh perangkap yang diujikan adalah B. umbrosa, B. cucurbitae, B. occipitalis, dan B. albistrigata. Hal ini mungkin disebabkan jambu biji bukan merupakan inang yang sesuai dari lalat buah tersebut sehingga populasinya lebih rendah di lokasi penelitian. Lalat buah B. umbrosa dilaporkan telah tersebar di Indonesia dan menyerang tanaman sukun dan nangka (Vijaysegaran 1997). Lalat buah B. cucurbitae ditemukan pada buah ketimun, waluh, semangka, melon, tomat, cabai yang sudah masak dan sayuran lainnya (Siwi et al. 2006).
Spesies B. occipitalis dikenal sebagai hama pada mangga dan jambu biji (Drew dan Hancock 1994) dan B. albistrigata juga memiliki inang dari tanaman famili Myrtacea (Siwi et al. 2006), tetapi dalam hasil penelitian kedua spesies tersebut menunjukkan populasi yang rendah. Hal ini mungkin dikarenakan penyebaran kedua spesies tersebut belum banyak di daerah Jawa, terutama Bogor. B. occipitalis dilaporkan ditemukan di Sabah Malaysia timur (Drew dan Romig 1997). Spesies ini merupakan tipe lokal di Filipina. Manila (Drew dan Hancock 1994). Dilaporkan B. albistrigata ditemukan pada tanaman jambu bol di daerah Jawa (Hardy 1983 dalam Siwi et al. 2006). Kedua spesies ini merupakan spesies non dominan, sehingga kelimpahan populasinya kecil. Spesies yang jarang ditemukan dapat merupakan spesies yang menetap dan mencari makan di suatu habitat atau mungkin hanya penjelajah eksidental (tidak tetap) dari habitat yang berdekatan atau bahkan jenis migran (Rickleft 1978 dalam Ginting 2009).
Populasi Lalat Buah yang Tertangkap
Hasil dari pengamatan yang dilakukan selama 16 minggu menunjukkan bahwa jumlah tangkapan lalat buah lebih ditentukan oleh jenis atraktan daripada warna bola perangkap. Tangkapan lalat buah pada bola perangkap KM dan MM yang beratraktan metil eugenol menunjukkan hasil tangkapan yang tidak berbeda nyata dengan bola perangkap KL dan ML yang menggunakan atraktan lem beraroma. Sedangkan seluruh bola perangkap yang menggunakan atraktan metil eugenol dan bola perangkap lem beraroma (KM, MM, KL, dan ML) memberikan hasil tangkapan yang berbeda nyata dengan seluruh bola perangkap yang menggunakan atraktan protein hidrolisat (KP dan MP), bola perangkap warna kuning dan merah tanpa atraktan (K dan M) dan tanpa perangkap (TP) (Tabel 2).
Perangkap bola berwarna yang menggunakan atraktan metil eugenol dan lem beraroma memiliki hasil tangkapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perangkap yang menggunakan atraktan protein hidrolisat. Hal ini mungkin disebabkan protein hidrolisat yang mudah hilang karena menguap dan terkena air hujan. Menurut Vickers (1997), protein hidrolisat dalam keadaan tertentu tidak cukup berhasil mengendalikan lalat buah. Ketika populasi lalat buah tinggi, protein hidrolisat tidak cukup menarik lalat buah betina. Protein hidrolisat juga memiliki persistensi yang rendah di alam.
Warna bola perangkap yang berbeda dengan atraktan yang sama, tidak berpengaruh nyata terhadap tangkapan lalat buah. Namun ada kecenderungan lalat buah lebih banyak tertangkap oleh bola perangkap menggunakan kombinasi warna kuning dibandingkan warna merah. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa bola perangkap yang berwarna kuning dengan atraktan lem beraroma dan metil eugenol memiliki nilai tangkapan lalat buah yang tinggi setiap minggunya, terutama tangkapan pada minggu ke-12 (Tabel 2). Menurut Economopoulos (1989), warna yang paling disukai lalat buah adalah kuning, terutama warna kuning terang.
Lalat buah yang tertangkap oleh bola perangkap yang beratraktan metil eugenol tidak berbeda nyata dengan perangkap lem beraroma, tetapi pada minggu