• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Hepar Manusia dan Tikus

Hepar merupakan organ terbesar tubuh, dengan berat sampai 2 atau 3 persen berat tubuh. Secara umum, lobus hepar ada dua yaitu lobus kanan dan kiri. Organ ini berada di kuadran kanan atas kavitas abdomen, dibawah diafragma kanan. Terdapat beberapa ligamen yang mempertahankan posisi hepar pada tempatnya, yaitu left

triangular ligamen, right triangular ligament, falciform ligament, dan round ligament.

Terdapat dua jaringan pembuluh limfe yang melewati hepar, yaitu deep lymphatic

network (drainase lateral) dan superficial lymphatic network (drainase anterior dan

posterior). Suplai darah pada hepar berasal dari dua pembuluh darah yaitu, vena porta dan arteri hepatika. Sekitar 25% total curah jantung menuju hepar.13,14

Gambar 2.1 Anatomi Permukaan dan Alas Hepar Sumber : Netter FH, 2011

5 Hepar tikus memliki berat 4-5 gram atau diperkirakan 2-3% berat tubuh tikus. Hepar tikus berada pada seluruh sisi bawah diafragma, berbeda dengan manusia yang hanya terdapat di sisi bawah kanan diafragma. Warna pada hepar tikus dan hepar manusia sama, yaitu merah tua. Sama seperti manusia, tikus memiliki 4 lobus yang terdiri dari: left

lobe, right lobe, median lobe and cauda lobe. Lobus terbesar adalah left lobe.14

Gambar 2.3 Anatomi Hepar Tikus

Sumber : Treuting, Piper M. 2012

Gambar 2.2 Letak Hepar Tikus

6 Penggunaan tikus Sprague dawley biasa pada penelitian untuk melakukan cek terhadap toksisitas. Pemakaian hewan coba diatur oleh kode etik, harus menggunakan hewan dengan kerugian paling kecil. Pada penelitian ini digunakan tikus Sprague dawley karena organnya lebih besar dibandingkan dengan mencit dan mudah untuk diobservasi.

2.2 Kulit

Kulit merupakan organ yang terlihat secara kasat mata dan organ ini menampakkan secara langsung kapan mengalami gangguan atau kerusakan melalui warna, bentuk dan sensasi. Kulit memiliki beberapa turunan yaitu kulit, rambut dan kelenjar. Kulit merupakan organ terbesar tubuh dengan luas sekitar 2 m2 dan berat 5 kg pada manusia dengan tinggi 70 kg. Kulit tertebal berada pada telapak tangan dan telapak kaki, tebalnya bisa 10 kali tebal kulit lain. Kulit menjalankan beberapa fungsi penting dalam tubuh, salah satunya fungsi perlindungan fisik, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap larutan. Dalam menjalankan fungsi ini kulit memiliki struktur histologi yang penting yaitu: stratum basalis, stratum spinosum, stratum granulosum stratum lusidum, dan stratum corneum epidermis.11,14,16

Secara histologi, stratum basale menempel pada basal zone membrane (BMZ) yang mematri keratinosit diatasnya dengan protein struktural bernama hemidesmosom. struktur ini yang menahan pajanan fisis pada kulit sehingga kulit tetap berada pada tempatnya. Stratum spinosum merupakan lapisan di atas stratum basal. Lapisan ini terdiri atas

Gambar 2.4 Histologi Kulit Sumber : Junqueira LC, Carneiro J. 2007

7 keratinosit berbentuk seperti taji dan desmosom yang kuat mengikat diantara sel tersebut. Pada lapisan ini juga diproduksi glukosilseramid yang merupakan cikal bakal sawar lipid kulit. Di atas lapisan tersebut dilanjutkan dengan stratum granulosum yang terdiri atas sel yang mulai melakukan apoptosis sehingga terbentuk granul. Protein profilgrin dan loricin yang dipecah akan bergabung dengan keratin intermidiate filamen dan membentuk

Comified Cell Emvelope (CCE) yang kemudian akan menjadi penyusun sawar lipid kulit.

Kemudian pada stratum korneum mulai terbentuk dengan sempurna dan diliputi oleh lipid yang disekresikan oleh lamellar granule di stratum spinosum. CCE dan lipid yang meliputinya membentuk sawar lipid kulit yang menahan larutan untuk berpenetrasi kedalam.11,16

Kulit pada kehidupan sehari-hari sangat rentan terpajan oleh zat-zat di lingkungan. Sesuai dengan fungsinya, kulit menjalankan fungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya dari pajanan tersebut. Seluruh kulit berperan dalam fungsi ini namun lapisan yang paling berperan dalam menjalankan fungsi ini adalah stratum corneum (SC) atau yang biasa

Gambar 2.5 Histologi Kulit. keterangan : stratum korneum (C), stratum lusidum (L), stratum granulosum (G), stratum spinosum (S)

8 disebut horny layer (HL). Ada tiga cara zat dari lingkungan dapat masuk ke dalam kulit melalui tiga jalur, yaitu: Intercellular, Transcellular and Transappendegael.16,17

Jalur Intercellular adalah jalur masuk melalui ruang antar sel. Jalur ini adalah ketika zat masuk ke jaringan kulit melalui ruang antarsel yang ada pada lapisan kulit.. Jalur ini terbatas pada zat yang ukurannya 5-7 nm. Jalur Transelular adalah ketika zat mampu masuk ke dalam jaringan kulit melalui sel keratinosit. Karena zat harus masuk dan keluar membrane selektif sel maka jalur ini adalah jalur yang paling selektif. Jalur

Transapendageal adalah ketika zat masuk melalui derivat kulit seperti kelenjar keringat,

folikel rambut dan lain sebagainya.17

2.3 Formalin

Formalin adalah senyawa dengan struktur CH2O, dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna dari beberapa senyawa organik seperti batubara dan kayu. Zat ini juga dibuat secara komersial menggunakan oksidasi fase uap katalitik metanol dengan udara sebagai pengoksidasi. Juga ditambahkan perak, aluminium, tembaga atau arang sebagai pengkatalis. Formalin dipasaran dijual dengan konsentrasi 37% dengan tambahan metanol

Gambar 2.6 Mekanisme Masuknya Zat ke dalam Kulit

9 10-15% sebagai pencegahanan terjadinya polimerisasi. Zat ini tersedia dalam bentuk gas dan cair. Secara fisik cairan formalin berwarna seperti air, sedikit asam, baunya sangat menyengat dan korosif. Titik beku zat ini pada 117°C dan titik nyala pada 85°C. Jika tertelan dan terhirup, zat ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pada orang orang yang tidak bertanggung jawab, formalin dipakai untuk pengawet makanan pada ikan asin, ikan segar, ayam basah, mie basah dan tahu. Nama lain senyawa ini yaitu Metanal, Formic Aldehyde, Formol, Morbicid dan lain lain.5,6

Penggunaan utama zat ini yaitu pada pembersih guna membunuh kuman dengan cara mengikat menghambat gugus amino dan ikatan peptida. Seperti pada pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, Pembasmi lalat dan serangga lain, bahan pada sutra buatan, zat pewarnaan cermin kaca dan bahan peledak, pelapis pada kertas dan pengeras lapisan gelatin, penggunaan untuk pupuk, bahan membuat parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi pada sumur minyak, bahan untuk insulasi busa dan lain lain.6

Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) batas paparan maksimal pada 2 ppm adalah 15 menit. Jika terhirup 0,1 sampai 5 ppm dapat menyebabkan iritasi pada hidung dan tenggorok, 10 sampai 20 ppm dapat menyebabkan rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, 25-50 ppm dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan luka saluran napas, pada konsentrasi sangat tinggi dapat menyebaban kematian. Uap atau larutan senyawa ini dapat menyebabkan luka bakar derajat satu dengan tanda rasa sakit,

Gambar 2.7 Struktur Kimia Formalin

10 perubahan warna kulit, dan mengeras. Pada 4-20 ppm kontak dengan mata bisa menyebabkan kebutaan. Pada paparan kronik dapat menyebabkan gangguan tidur, irritabilitas, mengantuk, gangguan pernapasan, penurunan daya ingat hilang konsentrasi, dan masalah kesuburan.5,6

Mekanisme paparan formalin masih belum diketahui secara jelas, namun beberapa dugaan dikemukakan, yaitu kontak dengan protein sel dan mengganggu fungsi sel. Pada konsentrasi tinggi, formalin dapat membuat sel mati. Sesaat setelah formalin terserap di darah, dalam jumlah yang besar dapat mengacaukan sistem keseimbangan asam-basa.6

Pada seluruh proses di atas, paparan pada anak berefek lebih parah, mengingat kemampuan ekspirasi dan metabolisme tidak secepat tubuh orang dewasa.6

2.4 Alkohol

Alkohol adalah unsur organik yang ditandai dengan adanya ikatan hidroksil (-OH) dalam sebuah cincin hidrokarbon. Kegunaan alkohol dewasa ini sangat beragam. Seperti pada pembuatan parfum, pembuatan pemanis, pencampur bensin, pembuatan minuman keras dan lain sebagainya. Jenis alkohol yang saat ini paling sering dipakai adalah methanol dan etanol.7,18

Sebagai pegawet kadaver, alkohol sudah popular dipakai sejak jaman sebelum masehi. Larutan ini sebatas dikenal namun tidak dijadikan sebagai larutan terbaik untuk pengawetan kadaver. Larutan ini adalah larutan anti mikroba sama seperti formalin. Menurut Panzacchi (2012) penggunaan pengawetan menggunakan alkohol 70% menghasilkan hasil yang baik dalam pengawetan dalam jangka waktu satu tahun. Senyawa ini dengan mudah mengikat struktur protein mikroba dan meningkatkan permaebilitas sel bakteri sehingga membunuh bakteri. Dewasa ini, alkohol dikombinasikan dengan gliserin menjadi larutan fiksatif alkohol-gliserin.7,8,9,18

2.5 Gliserin

Gliserin atau sering disebut dengan gliserol merupakan senyawa kimia non toksik berbentuk cairan kental dan manis. Rumus kimia senyawa ini adalah C3H8O3. Gliserin memliki titik didih dan titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan dengan air, hal ini membuat densitas gliserin lebih tinggi dibandingkan dengan air. Gliserin secara umum

11 dipakai dalam pembuatan pelembab kulit, kondisioner rambut, krim cukur, pasta gigi, kapsul obat, krim topikal dan lain sebagainya.19

Pada laboratorium anatomi gliserin dipakai untuk pengawetan kadaver. Zat ini dimanfaatkan karena densitasnya yang tinggi dan memiliki efek melembabkan jaringan dan mempertahankan kekenyalannya. Menurut Hammer (2012) pengawetan dengan etanol-gliserin memberikan hasil yang baik. Pada organ hepar didapatkan kekenyalan jaringan yang baik. Hal ini dikarenakan gliserin akan membuat jaringan terdehidrasi dengan baik.7,8 Gliserin pada tingkat selular akan masuk ke dalam sel dan menggantikan air di dalamnya. Begitu pula akan masuk ke celah membran lipid bilayer dan mempertahankan osmolaritas intrasel.7

2.6 Proses Pembusukan

Proses pembusukan diawali dengan terjadi kematian. Pada makhluk hidup, kematian akan terjadi menjadi kematian seluler dan kematian somatik. Pada kematian somatik, seseorang akan kehilangan reflek neuron dan kepribadian. Sedangkan pada kematian seluler, dipastikan seluruh fungsi tubuh hilang.1,2

Proses pembusukan diawali dari terjadinya post mortem hypostatis, yaitu terhentinya jantung dan berhentinya aliran darah. Darah akan berkumpul dibawah tubuh, dan terjadi perubahan warna yang awalnya merah menjadi warna ungu di seluruh tubuh. Kemudian, sekitar 2 jam setelah itu, akan terjadi rigor mortis yang ditandai dengan kekakuan otot. Hal ini didasari karena terjadinya breakdown ATP dan tempat perlekatan aktin dan miosin bertemu. Keadaan ini akan mencapai puncaknya pada 12 jam setelah kematian dan akan mulai menghilang pada 24 jam setelah kematian. Namun sebelum

Rigor Mortis terjadi, akan terjadi kepayahan seluruh anggota gerak namun masih bisa

berkontraksi. Setelah Rigor Mortis, yaitu tepatnya 36 jam setelah itu maka tubuh jenazah akan lemas. Kemudian terjadi pendinginan alami dari suhu normal yaitu 37°C.3,4

Kecepatan organ dalam membusuk bervariasi berdasarkan pada letak dan fungsi organ. Berikut golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya; Early, Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medulla adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, hepar, dan darah. Moderate, organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal, diafragma, lambung,

12 otot polos dan otot rangka. Late, uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrosa.1,2,8

Pembusukan organime melalui dua proses penghancuran yaitu, autolisis dan putrefaksi. Autolisis adalah penghancuran jaringan secara mandiri tanpa aktifitas mikroorganisme sedangkan putrefaksi adalah penghancuran jaringan yang didominasi oleh mikroorganisme.4

Autolisis diawali oleh berhentinya aliran darah sehingga suplai oksigen ke sel berkurang dan menyebabkan penurunan pH. Penurunan pH ini menyebabkan enzim intrinsik yang bekerja sel sendiri dan menghancurkan nukleoprotein, kromatin, sitoplasma dan membran sel, sehingga keluar isi sel berupa protein yang mampu mendenaturasi protein di luar sel dimana enzim ini berasal. Penghancuran jaringan oleh proses ini tidak dapat terlihat kasat mata namun dapat dilihat secara mikroskopik. Kerusakan sel ini akan mempermudah proses yang satunya yaitu putrefaksi, hal ini berkaitan dengan kerusakan struktur sel dan jaringan.2,3

Dalam waktu 24 jam setelah kematian, tubuh manusia tidak dilingkupi oleh bakteri dari luar tubuh, ini berkaitan dengan masih aktifnya sel imun tubuh hingga 48 jam setelah kematian. Putrefaksi terjadi saat mikroorganisme di dalam tubuh yaitu organisme yang berada di saluran pencernaan akan menginvasi seluruh tubuh dengan melakukan hemolisis dan fermentasi jaringan tubuh. Karena reaksi redoks yang terjadi kemudian menyebabkan penipisan oksigen dalam tubuh dan menurunkan jumlah bakteri aerob obligat, sehingga terjadi pertumbuhan drastis bakteri anaerob seperti Micrococci,

Pseudomonas dan Acinetobacter. Proses ini akan tampak pertama kali pada fossa illiaca dekstra berkaitan dengan caecum yang berada superfisial di daerah tersebut.2,3,8

Pembusukan protein tubuh dilakukan oleh aktifitas enzim, namun setiap individu mengalami kecepatan yang berbeda bergantung pada kelembapan, aktifitas bakteri dan suhu lingkungan. Kelembapan yang tinggi membantu terjadinya pembusukan, proses enzimatik akan meningkat sesuai dengan suhu optimum enzim. Protein tubuh yang pertama kali mengalami pembusukan adalah protein yang menyusun sistem saraf dan epitel. Protein yang membentuk otot lebih sulit dihancurkan dibanding protein yang disebutkan sebelumnya, terlebih protein penyusun kartilago dan jaringan ikat. Bakteri

13 yang sangat berkaitan dengan penguraian protein adalah Pseudomonas, Bacillus dan

Micrococcus spp. Protein yang dipecah akan berubah menjadi banyak molekul salah

satunya adalah hidrogen sulfat, sulfida, ammonia dan gas yang memilki gugus sulfhidril (-SH), molekul molekul ini bertanggung jawab atas bau busuk yang ditimbulkan saat terjadinya pembusukan.1,2

2.7 Pengawetan Kadaver

Pengawetan mayat atau dalam bahasa Inggris Embalming adalah perlakuan terhadap jasad yang telah mati dengan bahan kimia tertentu agar terhindar dari pembusukan. Sarana pengawetan bisa secara alami seperti pendinginan, pengeringan, dan lain lain. Sarana pengawetan juga bisa secara artifisial seperti injeksi pada arteri, pencelupan, pengeringan, pengeluaran isi tubuh dan lain lain. Awalnya budaya dan metode pengawetan mayat banyak dilakukan oleh peradaban kuno seperti Mesir, Babilonia, Aztec, Maya, Cina dan lain lain.1

Metode dalam pengawetan jaringan beragam. Metode injeksi arteri dapat dilakukan dengan menginjeksikan cairan pengawet ke pembuluh darah, pembuluh darah yang biasa diinjeksikan adalah arteri karotis komunis dan arteri femoralis. Injeksi ini dibantu dengan pemompa cairan. Metode cavity embalming adalah metode dimana dilakukan penghisapan seluruh cairan internal kadaver dan digantikan dengan cairan pengawet. Metode hypodermic embalming adalah metode dengan menginjeksikan cairan pengawet di bawah kulit yang ingin diawetkan. Metode perendaman adalah metode merendam seluruh preparat dalam cairan pengawet.3,20

Secara makroskopis penilaian terhadap pengawetan kadaver sebagai berikut: pengawetan organ dan jaringan dengan minimal distorsi, mencegah pengerasan dan pengeringan berlebih, mencegah pertumbuhan bakteri atau jamur, mengurangi biohazard bagi pengguna kadaver, mencegah kerusakan lingkungan kerja karena penguapan pengawet dan mengurangi efek oksidasi oleh pengawet.2,20

Hammer (2012) menggunakan larutan fiksatif etanol-gliserin dan memberikan hasil preparat tanpa jamur dan bakteri serta aroma kadaver yang lebih lemah. Viskasari (2012) menggunakan formalin dengan kadar 5-7,5% ditambah dengan glisern dan bubuk

14 fenol menghasilkan kadaver dengan warna lebih terang serta bebas bakteri dan jamur. Ahmad (2011) menyatakan larutan formalin 4% baik dalam menjaga keutuhan struktur jaringan otot dan otak tikus secara makroskopik dan mikroskopik. Thiel (1992) membuat larutan dengan kandungan formalin konsentrasi rendah dan menghasilkan kualitas jaringan yang mirip dengan asli.1,4,7,8

15

2.8 Kerangka Teori

menghambat

Bakteri menggunakan jaringan tubuh untuk dijadikan sumber

energi Bakteri menyebar ke seluruh tubuh Pertumbuhan bakteri ↑ Inaktifitas sel imun Sel hancur Membran sel hancur Menurunkan pH intrasel Enzim intrasel bekerja pada sel

sendiri Suplai O2 ke jaringan menurun Jantung berhenti bekerja kematian makhluk hidup pembusukan autolisis Putrefaksi Efek fiksatif Inaktivasi enzim Larutan fiksatif Menggantkan air di dalam lapisan lipid bilayer Ketidakseimbangan

permaebilitas sel bakteri Mengikat

protein bakteri berikatan dengan

protein

gliserin

16

2.9 Krangka Konsep

Formalin 7,5%

Intensitas Warna hepar Hepar tikus Sprague

dawley

Tidak Dikuliti Dikuliti

Tikus yang direndam dalam pengawet Efek fiksatif Gliserin 80% Alkohol 70% Keterangan : = variabel terikat = variabel bebas

17

2.10 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur

Cara Pengukuran Skala Pengukuran 1. Intensitas Warna Hepar

Warna hepar tikus

Sprague dawley yang sudah diawetkan. Indra penglihatan dan dokumentasi menggunakan kamera Canon EOS 3000D Membandingkan warna hepar tikus Sprague dawley menggunakan skala : 1 : terang #D0C8B3RGB code:R: 208 G: 200 B: 179 HSV:43.45° 13.94% 81.57% 2. gelap #86816E RGB : R: 134 G: 129 B: 110 110HSV:47.5° 17.91% 52.55% Ordinal

18

Dokumen terkait