• Tidak ada hasil yang ditemukan

Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Pengembangan pemanfaatan ulat sutera liar dimulai tahun 1995 di Yogyakarta. Salah satu yang yang telah dimanfaatkan adalah Attacus atlas. Taksonomi A. atlas menurut Peigler (1989), sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Saturniidae Genus : Attacus

Spesies : Attacus atlas

Attacus atlas merupakan serangga dari ordo Lepidoptera yang ukuran tubuhnya besar, sehingga sering disebut kupu-kupu gajah (si rama-rama). Attacus atlas merupakan serangga nokturnal yang tersebar hampir diseluruh Indonesia karena memiliki adaptasi lingkungan tropis yang cukup baik (Awan 2007). A. atlas merupakan serangga yang poikiloterm dimana suhu tubuhnya berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungan sehingga fluktuasi suhu dan kelembaban sangat menentukan keberhasilan hidup larva selama pemeliharaan. Kelembaban dan aliran udara juga mempengaruhi suhu tubuhnya. Bila tidak ada aliran udara diatas tempat pemeliharaan, suhu tubuh ulat akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu lingkungan (Mulyani 2008).

Attacus atlas adalah serangga holometabola yang melewati stadia telur, larva, pupa dan imago (Triplehorn & Johnson 2005). Menurut Peigler (1989), siklus hidup A. atlas tersaji pada Gambar 1

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai bakteri yang terdapat pada kloaka imago betina ulat sutera liar Attacus atlas.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas)

Pengembangan pemanfaatan ulat sutera liar dimulai tahun 1995 di Yogyakarta. Salah satu yang yang telah dimanfaatkan adalah Attacus atlas. Taksonomi A. atlas menurut Peigler (1989), sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famili : Saturniidae Genus : Attacus

Spesies : Attacus atlas

Attacus atlas merupakan serangga dari ordo Lepidoptera yang ukuran tubuhnya besar, sehingga sering disebut kupu-kupu gajah (si rama-rama). Attacus atlas merupakan serangga nokturnal yang tersebar hampir diseluruh Indonesia karena memiliki adaptasi lingkungan tropis yang cukup baik (Awan 2007). A. atlas merupakan serangga yang poikiloterm dimana suhu tubuhnya berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungan sehingga fluktuasi suhu dan kelembaban sangat menentukan keberhasilan hidup larva selama pemeliharaan. Kelembaban dan aliran udara juga mempengaruhi suhu tubuhnya. Bila tidak ada aliran udara diatas tempat pemeliharaan, suhu tubuh ulat akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu lingkungan (Mulyani 2008).

Attacus atlas adalah serangga holometabola yang melewati stadia telur, larva, pupa dan imago (Triplehorn & Johnson 2005). Menurut Peigler (1989), siklus hidup A. atlas tersaji pada Gambar 1

3 Berdasarkan siklus tersebut pada instar I berlangsung selama 4–6 hari ditandai dengan kepala berwarna hitam, lalu pada instar II terjadi selama 4–6 hari mulai ditutupi serbuk putih, instar III sampai instar IV selama 4–6 hari. Pada instar ini terjadi perubahan berupa munculnya warna merah di bagian lateral segmen tubuhnya, instar V berlangsung selama 7–8 hari dengan perubahan bentuk tubuh yang mulai gemuk. Pada instar enam terjadi selama 10–12 hari merupakan fase instar terlama karena larva mulai memasuki stadium pupa dan akan membentuk kokon yang berbeda dengan fase lain. Fase pupa terjadi selama 20–26 hari selanjutnya akan muncul imago(Peigler 1989).

Bakteri

Bakteri berkembang biak dengan membelah diri dan hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri mempunyai beberapa organel yang dapat melaksanakan beberapa fungsi hidup (Waluyo 2004).Spesies bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk), komposisi kimia (umumnya dideteksi dengan reaksi biokimia), kebutuhan nutrisi, aktivitas biokimia, dan sumber energi (sinar matahari atau bahan kimia) (Pratiwi 2008).

Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya. Dinding sel bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran sel, sementara dinding sel bakteri Gram negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam, membran luar dan lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Bakteri merupakan organisme prokariot yaitu memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus. Untuk mengemas kromosom di dalam sel, DNA menggulung (coil dan supercoil); suatu proses yang diperantarai oleh sistem enzim DNA girase. Ribosom bakteri berbeda dengan ribosom eukariot, menjadikannya target untuk terapi antibakteri. Bakteri juga mengandung DNA tambahan dalam bentuk plasmid (Gillespie 2008).

Menurut Gillespie (2008) bakteri diklasifikasikan berdasarkan bentuknya: kokus berbentuk sferis, bacillus berbentuk panjang dan tipis, dengan kokobasilus diantara bentuk keduanya dan ada juga bacillus berbentuk melengkung dan spiral dengan panjang lengkungan yang berbeda. Menurut Pratiwi (2008) bentuk-bentuk bakteri yaitu bulat (tunggal: coccus, jamak: cocci), batang atau silinder (tunggal:

bacillus, jamak: bacilli), dan spiral yaitu berbentuk batang melengkung atau melingkar-lingkar.

Kokus Gram positif dibagi menjadi dua kelompok utama: stafilokokus (katalase positif), contoh patogen utamanya yaitu Staphylococcus aureus dan Streptokokus (katalase negatif), contoh patogen utamanya yaitu Streptococcus pyrogenes. Kokus Gram negatif meliputi Neisseria meningitides, sedangkan Kokobasilus Gram negatif meliputi patogen saluran nafas Haemophilus dan

Bordetella, agen zoonotik seperti Brucella dan Pasteurella (Gillespie 2008).

Bacillus Gram positif dibagi menjadi bacillus yang membentuk spora dan

bacillus yang tidak membentuk spora. Kelompok yang membentuk spora dibagi menjadi organisme aerob (Bacillus) dan organisme anaerob (Clostridium).

Bacillus bakteri Gram negatif meliputi keluarga bakteri fakultatif

4

hewan dan dapat ditemukan di lingkungan. Termasuk dalam kelompok ini yaitu

Salmonella, Shigella, Escherichia, Proteus danYersinia (Gillespie 2008).

Bakteri pada Ulat Sutera Bombyx mori

Sebagai perbandingan, terdapat penelitian yang memaparkan beberapa koloni bakteri dari ulat sutera Bombyx mori yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi ditabulasi dalam Tabel1.

Tabel 1. Identifikasi bakteri pada ulat sutera Bombyx mori yang sakit (Sakthivel et al. 2012) No Bakteri 1 Bacillus subtilis 2 Streptococcus pneumoniae 3 Staphylococcus aureus 4 Escherichia coli 5 Pseudomonas fluorescence 6 Bacillus cereus 7 Klebsiella cloacae

Bombyx mori merupakan salah satu jenis ulat sutera yang juga memberikan keuntungan ekonomis karena mampu menghasilkan benang sutera. Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih. Ulat sutera dapat melakukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki instar baru. Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun murbei (Morus

sp.) (Borror 1992).

Dokumen terkait