• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hepatitis C

Hepatitis C adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis C. Awal identifikasi penyakit ini pada tahun 1989 dikenal sebagai hepatitis Non-A dan Non-B. Virus hepatitis C menginfeksi melalui kontak antara darah yang tercemar saat donor atau pada saat penggunaan jarum suntik. Penyakit hepatitis C ditandai dengan demam, mual disertai hilangnya nafsu makan, nyeri di sekitar sendi, dan mudah lelah. Gejala awal dapat berlangsung hingga 3-4 pekan yang diikuti timbulnya warna kekuningan pada retina mata dan warna coklat pada urin (Lauer & Walker 2001; Zeisel et al. 2013).

Virus hepatitis C yang menginfeksi manusia menyebabkan hepatitis atau peradangan hati. Tahap lanjut dari penyakit hepatitis C menyebabkan sirosis dan kanker hati (Lauer & Walker 2001). Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang cocok untuk penyembuhan penyakit hepatitis C (Zeisel et al 2013).

Saat ini pengobatan penyakit hepatitis C dilakukan dengan pemberian interferon dan ribavirin. Interferon adalah protein yang dikeluarkan oleh sel-sel tubuh untuk melindungi berbagai infeksi dari luar. Interferon yang diproduksi oleh tubuh diantaranya adalah interferon alfa, interferon beta, dan interferon gamma dengan berat molekul 20-30 kDa. Interferon alfa dan interferon beta sering disebut sebagai interferon I karena kemiripan strukturnya. Sedangkan interferon gamma biasanya disebut sebagai interferon II. Meskipun tingkat penyembuhannya kurang dari 30%, pemakaian interferon dan ribavirin sebagai alternatif utama tetap menjadi andalan (Utama 2003, diacu dalam Ratnakomala 2009).

Interferon I diproduksi oleh sel-sel yang berhubungan dengan pertahanan tubuh, diantaranya sel B, makrofag, dan sel Natural Killer (NK). Aktivitas interferon I erat hubungannya dengan anti virus dan juga dapat menghambat pertumbuhan sel (cell growth inhibitor), anti kanker, aktivator makrofag, dan aktivator sel Natural Killer (NK). Sedangkan interferon II hanya diproduksi oleh sel-sel NK. Namun demikian, pengaruhnya dalam memberikan efek sama terhadap interferon alfa dan beta. Fungsi interferon ini langsung berperan dalam

4

sistem pertahanan tubuh terhadap serangan virus, bakteri, tumor dan atau substansi lain yang merusak pertahanan sel tubuh (Utama 2003, diacu dalam Ratnakomala 2009).

Virus Hepatitis C

Virus hepatitis C adalah virus RNA positif untai tunggal. Virus hepatitis C termasuk kelompok Flaviviridae. Gambar 1 memperlihatkan struktur inti Virus hepatitis C berupa RNA yang dilindungi kapsid (selubung) dari protein dan dibungkus oleh amplop berupa lipid pada bagian luarnya. Protein struktural yang dibuat oleh Virus Hepatitis C meliputi protein selubung inti E1 dan E2, sedangkan protein non struktural yaitu NS2, NS3, NS4, NS4B, NS5, NS5A, dan NS5B (Gambar 2) (Utama 2008). Genom Virus Hepatitis C berukuran 9.6 kilobasa yang mengkodekan sekitar 3011 asam amino.

Gambar 1 Virus Hepatitis C (Perkins 2001).

Virus hepatitis C memiliki gen yang mengkodekan RNA helikase spesifik virus, protease, dan polimerase. RNA helikase adalah salah satu enzim yang berperan dalam replikasi virus (Utama et al. 2000). Terlihat pada Gambar 2, RNA helikase virus hepatitis C dikodekan oleh gen non struktur (NS3). Penghambatan enzim RNA helikase menjadi target yang potensial untuk penemuan dan pengembangan obat anti virus hepatitis C.

5

Virus hepatitis C melakukan replikasi untuk bertahan pada inangnya. Saat replikasi terjadi akan terbentuk garpu replikasi atau cabang replikasi (replication fork). Adapun yang membentuk garpu replikasi adalah enzim RNA helikase yang memutus ikatan-ikatan hidrogen pada sense RNA dan antisense RNA (Gambar 3). Tiap-tiap untai RNA yang telah terpisah akan menjadi cetakan untuk pembentukan komplementernya oleh RNA polimerase (Utama et al. 2000). Dengan kondisi tersebut, penghambatan RNA helikase virus hepatitis C sangat mungkin dilakukan.

6

Lactobacillus plantarum

Bakteri asam laktat (BAL) adalah termasuk bakteri Gram positif yang tidak membentuk spora. Terdapat sekitar 20 genus bakteri yang termasuk dalam kelompok BAL. Beberapa BAL yang sering digunakan dalam pengolahan pangan adalah kelompok Aerococcus, Bifidobacterium, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weisella (Salminen et al. 2004). Diantara 20 genus BAL, Lactobacillus plantarum adalah salah satu jenis mikroba dapat menghasilkan zat antibakteri yang dinamakan plantarisin (Fuller 1992; Hata et al. 2010; Todorov et al. 2011). Lactobacillus plantarum adalah jenis BAL yang berpotensi dalam menghasilkan plantarisin (Jimẻnez-Dỉaz et al. 1995; Todorov et al. 2010).

Taksonomi dari Lactobacillus plantarum adalah Dunia : Bakteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Lactobacillales Famili : Lactobacillaceae Genus : Lactobacillus Spesies : plantarum

Gambar 4 Lactobacillus plantarum (Dennis Kunkel Microscopy 2004). Lactobacillus plantarum adalah bakteri Gram positif yang berbentuk batang, dapat membentuk rantai panjang atau pendek, dan tidak membentuk spora

7

(Salminen et al. 2004). Lactobacillus plantarum dapat tumbuh pada suhu 5-53 °C dengan suhu tumbuh optimum pada 30-40 °C (Pelczar dan Chan, 1988). Lactobacillus plantarum menghasilkan dua molekul asam laktat, dua molekul Adenosine Tri Phosphate (ATP), dan tidak menghasilkan CO2 dari fermentasi glukosa melalui jalur Embden Meyerhof Parnas (EMP). Lactobacillus plantarum memproduksi zat antibakteri yang digunakan untuk menghambat mikroba lain (Salminen et al. 2004).

Berbagai penelitian mengenai Lactobacillus plantarum (Delgado et al. 2007; Todorov & Dicks 2005b) sudah diisolasi untuk dimanfaatkan sebagai biopreservasi pangan (Atrih et al. 2001; Mustopa et al. 2010; Xie et al. 2011) dan anti virus (Hatsu et al. 2002; Serkedjieva et al. 2000). Plantarisin S34 dari Lactobacillus plantarum S34 yang diisolasi dari bekasam daging makanan khas Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung (Mustopa et al. 2010) sudah berhasil diisolasi, sehingga perlu dilakukan dilakukan purifikasi dan karakterisasi lebih lanjut agar dapat diketahui aktivitasnya sebagai inhibitor RNA helikase virus Hepatitis C.

Bakteriosin

Bakteriosin adalah senyawa protein yang disintesis di ribosom oleh bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Bakteriosin disintesis di ribosom baik dalam keadaan termodifikasi atau tidak termodifikasi (Drider et al. 2006; Wood & Warner 2003; Wiryawan & Tjakradidjaja 2001). Bakteriosin mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya adalah (a) mempunyai aktivitas yang penghambatan pada bakteri sekerabat (filogenik atau genetikanya cukup dekat), (b) senyawa aktifnya berupa peptida dengan 20 sampai 60 asam amino, (c) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasarannya, (d) biosintesisnya melibatkan gen yang berada di plasmid (Wiryawan & Tjakradidjaja 2001; Lisboa et al. 2006; Parada et al. 2007 diacu dalam Baruno 2008).

Bakteriosin yang dihasilkan dari Lactobacillus plantarum telah banyak dipelajari (Hata et al. 2010; Powel et al. 2007; Todorov et al. 2010; Xie et al. 2011). Tabel 1 menunjukkan klasifikasi dan berbagai contoh mikroba yang menghasilkan bakteriosin.

8

Tabel 1 Klasifikasi bakteriosin

Katagori Ciri-ciri Subkatagori Contoh

Kelas I Lantibiotik (mengandung lantionin dan β-lantionin) Tipe A (molekul panjang, <4 kD) Tipe B (molekul bulat, 1,8-2,1 kD)

Nisin A [Lactococcus lactis]a

Mersadicin [Bacillus sp. Galur HIL Y-85,54728]b

Kelas II Bakteriosin tidak termodifikasi, stabil panas, mengandung peptida dengan BM <10 kD Subkelas IIa (bakteriosin antisteril seperti pediocin) Subkelas IIb (bakteriosin dua peptida) Subkelas IIc (bakteriosin peptida lain)

Bavaricin A [Lactococcus sakei] Enterocin SE-K4 [E. faecium] Lactoccocin MMFII [L. lactis] Plantarisin EF [L. plantarum] Plantarisin JK [L. plantarum] Lactococcin 972 [L. lactis

Kelas III Bakteriosin dengan BM >30 kD

Helveticin J [L. helveticus]c

Kelas IV Protein kompleks Enterolysin A[E. faecium]d

Sumber : Drider et al. (2006); aCuesta et al. (2000); bTeo & Tan (2005); cMathot et al. (2003) dalam Baruno (2008); dFranz et al. 2007.

Plantarisin (Wood & Warner 2003) merupakan salah satu jenis dari bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat. Plantarisin adalah suatu peptida inhibitor yang dihasilkan oleh bakteri Lactobacillus plantarum. Beberapa plantarisin yang telah diteliti diantaranya adalah plantarisin ASM1 dari L. plantarum, bakteriosin ST8KFdari L. plantarum ST8KF, bakteriosin AMA-K dari L. plantarum AMA-K (Hata et al. 2010; Powel et al. 2007; Todorov et al. 2007).

Mekanisme Biokimia Bakteriosin

Mekanisme biokimia dari bakteriosin terhadap aktivitas penghambatannya bergantung pada dua hal, yaitu molekul reseptor dan permeabilisasi membran. Pada Gambar 5 terlihat bakteriosin kelas IIa berinteraksi dengan dua tahap. Tahap pertama, bakteriosin menempel pada permukaan membran sel dengan bantuan reseptor (interaksi dengan docking). Tahap kedua, bakteriosin membentuk lubang (permeabilisasi membran) (Drider et al. 2006).

9

Gambar 5 Permeabilisasi membran oleh bakteriosin kelas Iia (Drider et al. 2006).

Proses awal permeabilisasi membran oleh bakteriosin dipengaruhi oleh komposisi membran sel target, muatan membran, dan adanya reseptor target. Bakteri Gram negatif dengan struktur membran sel yang lebih tebal lebih sulit ditembus oleh bakteriosin dibandingkan dengan bakteri Gram positif yang mempunyai membran sel yang lebih tipis. Pada tahap permeabilisasi membran, struktur atom karbon pada membran dan protein imunitas mempengaruhi aktivitas biosintesis dalam menembus lapisan ini (Drider et al. 2006).

Bakteriosin yang aktif di membran dapat menyebabkan permeabilisasi langsung pada sel, sehingga langsung dapat membunuh mikroba target. Adanya pelepasan gradien proton saat permeabilisasi juga dapat menyebabkan autolisis sel membran (Cuesta et al 2000 dalam Baruno 2008).

Kromatografi

Kromatografi merupakan metode pemisahan suatu senyawa dengan struktur yang berbeda atau sama berdasarkan 9dsorbs secara selektif pada absorban yang berbeda. Terdapat dua fase pada kromatografi, yaitu fase mobil atau fase gerak yang membawa sampel dan fase stasioner atau fase diam yang menahan sampel. Fase gerak dapat berupa cairan atau gas, sedangkan fase diam dapat berupa padatan atau cairan. Apabila fase gerak berupa cairan disebut kromatografi cair dan apabila fase gerak berupa gas disebut kromatografi gas. Prinsip dasar dari kromatografi adalah koefisien partisi atau koefisien distribusi (Kd) yang menggambarkan jalur distribusi senyawa yang dianalisis antara dua fase

Bakteriosin Kelas IIa

2 Permeabilisasi membran 1 Interaksi dengan docking

10

yang tidak saling bercampur (Bintang 2010). Koefisien distribusi dihitung dengan cara:

Kd = konsentrasi zat yang terlarut dalam fase gerak konsentrasi zat yang terlarut dalam fase diam

Kromatografi Gel Filtrasi

Kromatografi gel filtrasi adalah salah satu contoh sistem kromatografi padat-cair. Gel yang berbentuk padat berfungsi sebagai fase diam. Sedangkan fase geraknya berupa eluen yang berbentuk cair. Untuk memisahkan protein berdasarkan bobot molekulnya, kromatografi gel filtrasi dapat digunakan. Selain efektif, teknik ini juga mudah dilakukan (Bintang 2010).

Menurut Bintang (2010) selain kromatografi gel filtrasi, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan fase diam dan gerak berupa cairan juga efektif untuk purifikasi protein. Prinsipnya adalah adanya interaksi antara molekul dengan fase gerak dan fase diam yang memisahkan komponen dari senyawa tersebut berdasarkan tingkat kepolarannya. Molekul yang polar akan lebih kuat berinteraksi dengan eluen polar segingga mudah terelusi, begitu juga sebaliknya dengan molekul non polar.

Liquid Chromatography Mass Spectroscopy (LC-MS)

LC-MS adalah metode analisis kuantitatif yang mengkombinasikan antara kromatografi cair kinerja tinggi dengan spektroskopi massa. Instrumen LC-MS terdiri atas inlet-LC, sumber ion, tekanan permukaan, Mass analyzer, detektor, dan proses data. Prinsip dari analisis kuantitatif dengan LC-MS adalah ionisasi molekul. Senyawa yang akan dianalisis difragmentasi oleh molekul bermuatan positif, sehingga terbentuk fragmen-fragmen berupa ion positif. Fragmen dari ion-ion positif yang dihasilkan mencirikan komponen dari molekul yang akan dianalisis (Willard et al. 1988)

Metode LC-MS digunakan untuk menentukan massa molekul. Selain untuk mengetahui massa molekul, metode ini efektif untuk mengetahui tingkat kemurnian molekul yang dianalisis, karena analisis diperoleh dari kromatogram HPLC dan spektroskopi massa.

11

Elektroforesis Gel Poliakrilamida Sodium Dodesil Sulfat

Elektroforesis adalah suatu cara yang digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi campuran suatu senyawa berdasarkan pergerakan partikel-partikel koloid bermuatan dengan pengaruh medan listrik. Elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan berat molekul suatu protein. Saat elektroforesis, protein yang bermuatan negatif akan menuju elektroda yang bermuatan positif. Protein yang dipisahkan berdasarkan bobot molekulnya. Dua jenis gel yang umum digunakan dalam elektroforesis adalah agarosa dan poliakrilamid. Untuk penentuan bobot molekul suatu protein dapat digunakan gel poliakrilamid (Bintang 2010).

Konsentrasi akrilamida yang digunakan dalam elektroforesis berbanding lurus dengan kerapatan gel. Semakin besar konsentrasi akrlimida yang digunakan maka gel akan semakin rapat, sehingga sangat efektif untuk pemisahan protein yang berbobot molekul rendah ( < 20 kD). Adanya kandungan sodium dodesil sulfat (SDS) efektif untuk mempertahankan polipeptida setelah terdenaturasi dari struktur sekunder dan tersier (Bintang 2010).

13

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait