• Tidak ada hasil yang ditemukan

melihat perbedaan pola sidik jarinya. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi pola kromatogram sidik jari KLT jahe merah dari berbagai sentra produksi di Pulau Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA

Jahe Merah

Jahe merah diklasifikasikan kedalam

divisi Spermatophyta, subdivisi

Angiospermae, kelas Monokotyledonae, ordo Zingiberales, family Zingiberaceae, genus Zingiber, dan spesies Zingiber officinale Rosc (Muhlisah 1999). Setiap jenis jahe memiliki perbedaan fungsi yang disesuaikan dengan karakteristik masing- masing varietas. Jahe gajah lebih banyak digunakan untuk produk minuman, permen dan asinan. Jahe emprit banyak digunakan sebagai penyedap rasa makanan. Jahe merah

mempunyai keunggulan dari jumlah

kandungan senyawa kimianya sehingga lebih sering digunakan sebagai bahan baku obat (Herlina et al. 2002). Bagian jahe yang banyak digunakan adalah rimpangnya.

Rimpang jahe yang biasa digunakan

berumur antara 9 sampai 11 bulan. Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur dengan daging berwarna merah atau jingga muda, berukuran kecil dan memiliki serat yang kasar (Koswara 1995).

Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi 30–60 cm. Daun tanaman jahe berupa daun tunggal, berbentuk lanset dan berujung runcing. Mahkota bunga berwarna ungu, berbentuk corong dengan panjang 2 – 2.5 cm. Sedangkan buah berbentuk bulat panjang berwarna cokelat dengan biji

berwarna hitam (Matondang, 2005).

Guzman dan Siemonsma (1999),

menyatakan bahwa jahe merah sama seperti varietas jahe yang lain yaitu merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak tidak bercabang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1.25 meter. Tanaman ini tersusun atas pelepah daun berbentuk bulat berwarna hijau pucat dengan warna pangkal

batang kemerahan dan bentuk daun

memanjang (Gambar 1).

Berdasarkan aroma, warna, bentuk, dan ukuran rimpangnya, jahe dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu jahe besar atau jahe badak, jahe kecil atau jahe emprit dan jahe merah atau jahe sunti (Sastroamidjojo 1997). Herlina et al (2002) menambahkan bahwa jahe gajah berwarna hijau muda, berbentuk

bulat, beraroma kurang tajam dan

mempunyai rasa kurang pedas, jahe emprit memiliki ukuran rimpang kecil, berbentuk sedikit pipih, berwarna putih beraroma agak

tajam dan mempunyai rasa pedas.

Sedangkan jahe merah berwarna kuning kemerahan, berserat kasar, mempunyai rasa sangat pedas dan beraroma tajam.

Jahe merah mempunyai banyak

keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya. Terutama ditinjau dari segi kandungan senyawa kimianya yang terdiri atas zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat (Tim Lentera 2004).

Rimpang jahe mengandung beberapa

komponen kimia lain seperti air, pati, serat kasar dan abu, komposisi setiap komponen berbeda-beda berdasarkan varietas, iklim, curah hujan, dan topografi atau kondisi lahan (Koswara 1995). Kandungan kimia jahe merah antara lain gingerol, sineol, geraniol, zingiberan, zingeron, zingiberol, shagol, farnesol, d-borneol, linalool, kavikol, metilzingediol, dan resin (Wijayakusuma 2006).

Senyawa metabolit sekunder yang

dihasilkan tumbuhan Suku Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan kehidupan manusia (Nursal 2006). Ekstrak air jahe yang berasal dari jahe segar maupun jahe bubuk dan ekstrak diklrometana jahe mempunyai aktivitas antioksidan terhadap asam linoleat (Septiana et al. 2002). Ekstrak

air jahe dapat menurunkan kadar

malonadehida dan meningkatkan vitamin E plasma pada manusia yang mengkonsumsi ekstrak air jahe (Zakaria et al. 2000). Berbagai komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain gingerol, shagol, diarilheptanoid dan kurkumin, mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol (Kikuzaki & Nakatani 1993). Jahe merah juga mempunyai efek melancarkan sirkulasi darah, antirematik, antiradang, peluruh keringat, peluruh dahak, dan antibatuk (Wijayakusuma 2006).

3

Gambar1 Tanaman dan rimpang jahe merah

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk pemisahan campuran komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Stoenoiu et al. 2006). Teknik ini ditemukan pertama kali pada tahun 1903 oleh Mikhail Tswett seorang berkebangsaan Rusia yang mencoba memisahkan pigmen-pigmen daun (klorofil) dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). Salah satu teknik

kromatografi diantaranya kromaotgrafi lapis tipis (KLT) yang dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Prinsip KLT adalah sampel diteteskan pada lapisan tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang berisi fase gerak sehingga sampel tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya (Gambar 2). Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh fase gerak. Komponen yang mempunyai afinitas lebih besar dari fase gerak atau afinitasnya lebih kecil dari fase diam akan bergerak lebih cepat dari pada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter et al. 1991).

Sistem KLT meliputi fase gerak (eluen), fase diam (lapisan penjerap), dan deteksi kromatogram. Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, alumunium dan selulosa (Stahl 1985). Dari ketiga fase diam diatas, Silika gel adalah penjerap yang sering digunakan karena silika gel

mempunyai kekuatan pemisahan yang

sangat baik (Nyiredy 2002). Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler (Stahl 1985). Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi komponen ini harus berupa suatu campuran yang sesederhana

mungkin yang terdiri atas maksimum tiga pelarut. Fase gerak yang terdiri atas beberapa campuran pelarut mempunyai perbandingan volume total 100 (Stahl 1985). Pada KLT sistem pengembangan yang digunakan berdasarkan prinsip like dissolves like, yaitu memisahkan komponen bersifat polar menggunakan sistem pelarut yang bersifat polar juga ataupun sebaliknya. Deteksi hasil kromatogram dilakukan di bawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, serta dapat dilakukan juga dengan pereaksi semprot, yaitu dengan vanillin dan anisaldehida dalam asam sulfat untuk mendeteksi keberadaan senyawa- senyawa terpenoid termasuk minyak atsiri (Santosa & Hertiani 2005).

Gambar 2 Bejana kromatografi berisi pelat KLT dan larutan pengembang

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan adalah aturan yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu percobaan. Rancangan percobaan

digunakan untuk membatasi atau

mengontrol pengaruh parameter perlakuan

dalam percobaan sehingga dapat

mengurangi jumlah, bahan, waktu dan galat percobaan (Yitnosumaro 1993). Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah simplex centroid design dan central composite design yang merupakan bagian dari metode permukaan respon. Metode permukaan respon merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan akhirnya adalah mengoptimalkan respon (Montgomery 2005).

Simplex centroid design adalah metode yang menjelaskan bahwa dalam suatu percobaan terdapat campuran dari beberapa

4

komponen dan penjumlahan dari tingkatan faktor untuk tiap kombinasi perlakuan konstan dan tetap, serta penjumlahan semua faktor harus sama dengan satu (Montgomery 2005). Simplex centroid design digunakan untuk memberikan ulasan percobaan di bagian tengah bidang. Salah satu cara untuk menggambarkan model adalah mempertimbangkan struktur dari percobaan tiga faktor. Rancangan simplex centroid digambarkan dengan segitiga sama sisi dalam dua dimensi.

Central composite design adalah metode yang menjelaskan hubungan antara faktor

yang bebas dengan respon. Central

composite design digunakan pada sistem dengan banyak faktor yang memerlukan minimal dua faktor yang divariasikan (Zhang et al. 2007). Titik faktorial merupakan kombinasi faktor-faktor yang divariasikan. Titik faktorial menunjukkan level-level eksperimen pada masing-masing faktor bebas yang dikodekan, dimana level rendah dinyatakan dengan kode -1 dan level tinggi dikodekan +1.

Validasi Metode

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap metode tertentu yang sesuai dan cepat untuk pengukuran sampel tertentu, berdasarkan

percobaan laboratorium, untuk

membuktikan bahwa metode tersebut

memenuhi persyaratan penggunaannya pada analisis rutin kendali mutu. Beberapa

parameter analisis yang harus

dipertimbangkan dalam validasi metode analisis, yaitu ketelitian (presisi) yang

terbagi menjadi keterulangan

(repeatabilitas), presisi menengah dan keterulangan (reprodusibilitas), spesifitas, robustness (ketangguhan), dan kestabilan analat baik selama kromatografi, pada pelat, dalam larutan, maupun visualisasi (Reich & Schibli 2008).

BAHAN DAN METODE

Dokumen terkait