• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomi dan Fisiologi Reproduktif Wanita

Struktur reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi eksternal dan organ reproduksi internal (Gambar 1). Organ reproduksi eksternal secara umum disebut vulva, meliputi klitoris, labia mayora, labia minora, dan vestibulum (tempat bermuara vagina dan ureter). Organ reproduksi internal (Gambar 2) terdiri dari indung telur (ovarium), oviduk (tuba falopii), uterus (rahim), dan vagina (Graaff 2001).

Gambar 1 Organ reproduksi wanita (Graaff 2001).

Ovarium masing-masing terletak di setiap sisi rahim pada dinding lateral di dalam rongga panggul (pelvis). Setiap indung telur tertambat pada sisinya yang disebut hilus oleh mesovarium, ke ligamentum latum uterus. Ovarium tergolong kelenjar ganda sebab ia menghasilkan getah eksokrin (sitogenik) dan getah endokrin.

Oviduk (saluran telur) berupa sepasang bangunan yang membentang dari indung telur ke rahim. Ujung oviduk (infundibulum) yang menghadap ovarium

terbuka langsung ke ruang peritonium sedangkan ujung yang lain (bagian intramural) bermuara ke dalam rongga rahim.

Gambar 2 Organ reproduksi internal wanita (Graaff 2001).

Uterus merupakan bagian saluran reproduksi yang berdinding tebal dan ujungnya menonjol ke dalam bagian atas vagina. Uterus mencakup badan rahim (corpus uteri) dan leher rahim (cervix uteri). Dinding rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu : lapis luar (serosa/peritonium), lapis tengah (lapis otot/miometrium), dan lapis dalam (mukosa/endometrium) (Vaughan 2002). Uterus berfungsi untuk menampung fetus hingga menjelang partus.

Vagina merupakan ruangan berdinding tebal yang membentuk saluran kelahiran yang dilalui bayi saat lahir. Vagina juga sebagai tempat singgah bagi sperma selama kopulasi.

Menarke

Menarke adalah menstruasi pertama kali yang dialami oleh wanita. Menarke merupakan tanda umum terjadinya pubertas seorang wanita (Mokha et al. 2006). Pubertas adalah masa awal pematangan seksual, yaitu suatu periode dimana seorang anak mengalami perubahan fisik, hormonal dan seksual serta awal masa reproduksi. Pada saat pubertas, ovarium mulai berfungsi di bawah pengaruh hormon gonadotropin dari hipofisis, dan hormon ini dikeluarkan atas pengaruh

releasing factor dari hipotalamus. Folikel primer mulai tumbuh walaupun folikel- folikel itu tidak sampai menjadi matang karena sebelumnya mengalami atresia, namun folikel-folikel tersebut sudah sanggup mengeluarkan estrogen.

Usia menarke (pubertas) dapat dipengaruhi oleh faktor hereditas/genetik, status gizi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Faktor genetik mempengaruhi usia menarke seseorang, hal ini dijelaskan dengan adanya hubungan antara polimorfisme gen SHBG (Seks Hormone-Binding Globulin) dengan usia menarke (Xita et al. 2005). Gadis yang memiliki alel genotipe TAAAA lebih panjang (>8 ulangan) usia menarkenya 13.24 tahun sedangkan gadis yang memiliki alel lebih pendek (<8 ulangan) usia menarkenya 12.67 tahun. Usia menarke juga ditentukan oleh faktor gizi (kegemukan). Anak perempuan yang gemuk cenderung mengalami menarke lebih awal, sedangkan anak perempuan yang kurus dan kekurangan gizi cenderung mengalami menarke lebih lambat (Adair & Larsen 2001). Ikaraoha pada tahun 2005 melakukan penelitian di Nigeria dan menunjukkan hasil bahwa siklus menstruasi yang pertama (menarke) terjadi lebih awal pada anak perempuan yang tinggal di kota dibandingkan yang tinggal di pedesaan.

Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dimulai dari hari pertama pendarahan menstruasi. Siklus menstruasi berkisar antara 21–40 hari, hanya 10–15% wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarke dan sesaat sebelum menopause. Jarak antar 2 siklus bisa berlangsung selama 2 bulan atau dalam 1 bulan mungkin terjadi 2 siklus. Hal ini normal terjadi, karena setelah beberapa lama siklus akan menjadi lebih teratur. Menstruasi bisa berlangsung selama 3–5 hari, kadang sampai 7 hari.

Siklus menstruasi (Gambar 3) terbagi menjadi 3 fase, yakni: 1. Fase Proliferasi (Folikuler)

Fase ini dimulai pada akhir pendarahan menstruasi dan ditandai oleh regenerasi cepat endometrium yang tipis (lapisan basal) selepas menstruasi. Penebalan endometrium ini berbarengan dengan perkembangan folikel di dalam ovarium dan sekresi estrogen (Graaff 2001).

Pada pertengahan fase folikuler, kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3–30 folikel. Masing-masing folikel mengandung satu sel telur, tetapi hanya satu folikel yang terus tumbuh, yang lainnya mengalami regresi. Menjelang akhir fase folikuler kadar LH meningkat cepat hingga mencapai puncaknya. Setelah 16–32 jam dari puncak produksi LH, folikel yang matang dan menonjol pada permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur (ovulasi).

Gambar 3 Bagan siklus menstruasi (Graaff 2001).

Jumlah folikel primordial seseorang akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia (Gambar 4). Pada usia 10 tahun, rata-rata jumlah folikel primordial sekitar 500 000 buah. Namun setelah usia 37.5 tahun jumlah folikel akan menurun drastis hingga kurang dari 100 000 buah. Penurunan jumlah folikel di dalam ovarium akan terus berlangsung secara cepat selama 10 tahun menjelang menopause, sehingga pada usia sekitar 50 tahun ovarium tidak berfungsi lagi (Jones et al. 2007).

Gambar 4 Jumlah folikel semakin menurun bersamaan dengan bertambahnya usia wanita (Jones et al. 2007).

2. Fase Sekresi (Luteal/progestasi)

Fase ini dimulai setelah terjadi ovulasi dan berlangsung sekitar dua minggu. Endometrium terus menebal, sel-sel pada endometrium menjadi lebih besar, berkelok-kelok, dan mensekresikan banyak lendir (getah kelenjar yang mengandung glikogen). Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (badan kuning) di dalam ovarium. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase luteal dan tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 13–14 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengecil dan kadar progesteron menurun, kecuali jika terjadi pembuahan (Graaff 2001).

3. Fase Menstruasi (aliran menstruasi/pendarahan)

Lapisan fungsional (endometrium) nekrosis dan terkelupas disertai keluarnya darah yang berbaur dengan getah kelenjar. Hal ini disebabkan penurunan kadar progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan.

Pada beberapa tahun sebelum mengalami menopause, menstruasi akan datang secara tidak teratur. Semakin mendekati menopause maka wanita akan semakin jarang menstruasi, dan akhirnya tidak mengalami menstruasi sama sekali (Sievert 2006).

Menopause

Menopause merupakan penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium (Burger et al. 2002). Usia wanita yang menopause secara alamiah di beberapa negara secara internasional rata-rata berkisar antara 44.6–52.0 tahun (Thomas et al. 2001). Wanita yang mengalami pembedahan (histerektomi dengan atau tanpa bilateral ooforektomi) akan memasuki menopause lebih cepat dari seharusnya (Akahoshi et al. 1996).

Klimaksterium (perimenopause) dimulai 3–4 tahun sebelum menopause. Penurunan atau menghilangnya sekresi estrogen dan progesteron di ovarium menyebabkan perubahan hormon-hormon endokrin yang terjadi selama masa klimaksterium dan pascamenopause. Kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH)

dan Luteinizing Hormone (LH) yang bersirkulasi (beredar melalui peredaran

darah) mulai meningkat beberapa tahun sebelum penghentian produksi estrogen sebenarnya oleh ovarium (Burger et al. 2002). Pada wanita pascamenopause, kadar FSH dan LH meningkat di atas kadar yang terdapat pada wanita pramenopause, dengan FSH yang biasanya lebih tinggi daripada LH. Hal inilah yang menyebabkan melambatnya FSH hilang atau bersih dari peredaran darah. Peningkatan kadar gonadotropin pada wanita menopause disebabkan oleh tidak terdapatnya umpan balik negatif hormon estrogen pada ovarium dan mungkin pula adanya penghambatan pelepasan gonadotropin setelah berusia 60 tahun (Sievert 2006).

Peningkatan FSH dalam darah dapat mengindikasikan adanya kegagalan ovarium yang tidak dapat menghasilkan estrogen (Sievert 2006). Gangguan fungsi ovarium menyebabkan produksi estrogen menurun dan gejala klimaksterium. Akibat dari menurunnya estrogen akan menimbulkan sindrom baik secara fisik ataupun psikologis pada wanita menopause (Wirakusumah 2004).

Sindrom menopause secara fisik antara lain: dirasakannya arus panas pada kulit (hot flashes), kalau bersetubuh merasa sakit (dispareunia), kekeringan pada vagina (lubrikasi/pelumasan tidak normal), peradangan vagina (Nelson 2005), kulit cepat berkeriput (penuaan), osteoporosis (Burger et al. 2002; Luborsky et al. 2002), penyakit jantung, darah tinggi (Schulman et al. 2006; Janssen et al. 2008), lensa mata keruh (Worzala et al. 2001). Sedangkan gejala-gejala secara psikologis yang menyertai menopause antara lain: gelisah dan cemas, mudah tersinggung, kesepian, disfungsi seksual/gairah seks menurun, sulit tidur (insomnia), depresi dan stress (Wirakusumah 2004; Gracia et al. 2007).

Hot flashes akan dirasakan pada leher, wajah, dan bagian atas dada,

biasanya berlangsung selama 15 detik sampai satu menit. Arus panas terjadi karena berfluktuasinya kadar hormon. Diduga, perubahan kadar estrogen menyebabkan pembuluh darah membesar secara mendadak sehingga terjadi arus dan hilang secara cepat, sehingga tubuh merasakan panas. Selain itu, dapat disebabkan oleh perubahan fungsi hipotalamus yang mengatur suhu tubuh.

Rasa sakit saat bersetubuh disebabkan menipisnya jaringan lapisan vagina dan berkurangnya sekresi lendir/lubrikasi. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya kadar estrogen. Aktivitas seks yang teratur akan memelihara dinding vagina.

Kulit yang cepat berkeriput dikarenakan elastisitasnya berkurang, disebabkan oleh penurunan estrogen. Kadar estrogen yang menurun akan berpengaruh terhadap sel-sel tubuh yang memproduksi kolagen dan elastin (protein yang berfungsi memberi kekuatan dan elastisitas pada persendian, otot, dan kulit).

Osteoporosis disebabkan oleh hilangnya kalsium dari jaringan tulang dan

berkurangnya aktifitas osteoblas sebagai pembentuk tulang. Aktifitas osteoblas akan terganggu jika terjadi penurunan estrogen dan progesteron pada saat menopause.

Lensa mata keruh (katarak) kemungkinan disebabkan oleh penurunan

methylnitrosourea akibat tidak berfungsinya ovarium. Pada lensa mata terdapat

reseptor estrogen tipe α dan β yang harus dipelihara dengan selalu tersedianya estrogen agar lensa mata tetap berfungsi dengan baik.

Penyakit jantung (kardiovaskuler) kemungkinan disebabkan oleh menurunnya sensitifitas garam (sodium kuat) dan meningkatnya tekanan darah. Hal ini diakibatkan disfungsi ovarium yang disertai hilangnya estrogen dalam tubuh.

Gelisah dan cemas, mudah tersinggung, kesepian, dan gairah seks menurun disebabkan oleh reseptor estrogen yang terdapat pada bagian otak

(amigdala) berespon terhadap penurunan estrogen. Amigdala menciptakan rasa

sejahtera dan meningkatkan gairah seksual.

Sulit tidur (insomnia), depresi dan stress disebabkan oleh penurunan jumlah serotonin (salah satu bentuk neurotransmiter) akibat menurunnya kadar estrogen. Mengkonsumsi karbohidrat dapat meningkatkan serotonin.

Banyak faktor yang mempengaruhi usia menopause seseorang. Faktor- faktor tersebut antara lain: faktor genetik, etnis, merokok, pendidikan, berat badan, dan penggunaan alat kontrasepsi.

Murabito et al. (2005) menyatakan bahwa setidaknya 50% variabilitas usia menopause antar individu disebabkan efek genetik. Kontribusi faktor lingkungan relatif kecil mempengaruhi usia menopause alami.

Luborsky (2002) melaporkan bahwa Prevalensi Premature Ovarian

Failure (POF) berbeda-beda menurut etnisitas. Faktor kesehatan yang terkait

dengan POF juga berbeda-beda berdasarkan etnisitas. Pada wanita Kaukasia, penggunaan hormon wanita, osteoporosis, kecacatan yang parah dan merokok secara signifikan terkait dengan POF. Sebaliknya, pada wanita Afrika Amerika POF dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi dan pengguna hormon wanita, tetapi osteoporosis tidak berhubungan.

Martin et al. (2006) menyatakan bahwa menopause akan lebih cepat pada wanita yang merokok, usia melahirkan anak pertama yang lebih tua, pendidikan rendah, berat badan kurang (kurus). Wanita yang merokok akan lebih cepat menopause dibanding wanita yang tidak pernah merokok. Hal ini dikarenakan racun yang terdapat dalam rokok akan berdampak negatif terhadap fungsi ovarium, yakni kemungkinan akan meningkatkan atresia. Polycyclic aromatic

folikel dalam ovarium, mengakibatkan atrofi ovarium (Mattisson & Thorgeirsson 1978).

Wanita yang usia melahirkan anak pertamannya lebih muda memiliki peluang untuk hamil (graviditas) dan melahirkan anak (paritas) lebih banyak. Pada wanita yang hamil dan melahirkan akan terjadi penghentian siklus menstruasi dan keletihan folikel, sehingga mengakibatkan usia menopause lebih lambat. Wanita yang usia melahirkan anak pertamanya lebih muda secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penundaan usia menopause (Reis et al. 1998). Wanita yang kegemukan (obese) akan mengalami menopause lebih lambat dibanding wanita yang normal dan kurus. Wanita yang gemuk kadar SHBG (Seks Hormone-Binding

Globulin) akan menurun, sehingga kadar estrogen akan meningkat dan FSH

menurun. Penurunan kandungan FSH dalam darah akan menghambat proses berhentinya kerja folikel dan melambatnya menopause (Speroff et al. 1988).

Noord et al. (1997) melaporkan bahwa alat kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) yang mengandung hormon estrogen dan progesteron secara langsung akan mempengaruhi siklus menstruasi, sehingga hormon sintetis ini akan mempengaruhi daur alamiah dan memperlambat usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. 1998 yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral akan mengalami menopause lebih cepat.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2010. Lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang meliputi 12 kecamatan dan terdiri dari 68 desa (Gambar 5 dan Tabel 1).

Gambar 5 Peta wilayah kecamatan di Kabupaten Cirebon.

Tabel 1 Nama kecamatan dan jumlah desa yang menjadi lokasi penelitian

No. Nama Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Probandus

1 Kapetakan 4 94 2 Suranenggala 7 102 3 Gunung jati 10 73 4 Plumbon 7 40 5 Weru 2 6 6 Sumber 13 188 7 Arjawinangun 2 6 8 Tengah tani 1 3 9 Depok 8 46 10 Palimanan 2 21 11 Talun 8 34 12 Jamblang 4 23 Jumlah 68 636

Peta Jawa Barat LAUT JAWA

Kondisi Sampel

Usia wanita yang menjadi sampel pada penelitian ini berkisar antara 35–70 tahun. Usia subyek dicatat sebagai usia ketika pengambilan sampel dan dimasukkan ke dalam kelas usia berdasarkan ulang tahun terdekatnya. Sampel ibu-ibu didapatkan dengan cara menemuinya di rumah-rumah penduduk dan

majlis ta’lim ibu-ibu yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Cirebon. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 636 orang, yang terdiri atas 359 ibu-ibu yang berusia 35–70 tahun dan 277 anak-anak dan remaja berusia 10–20 tahun. Sampel yang diolah datanya sejumlah 621 orang yang merupakan penduduk asli Kabupaten Cirebon, sisanya 15 sampel tidak memenuhi kriteria yang diharapkan (bukan penduduk asli Kabupaten Cirebon/pendatang dan usianya lebih dari 70 tahun). Sampel yang diolah datanya terdiri atas 347 ibu-ibu serta 274 anak-anak dan remaja. Sebanyak 216 orang dari sampel ibu-ibu tidak menggunakan kontrasepsi dan sebagai akseptor KB non hormonal, 147 orang diantaranya sudah menopause. Sedangkan 131 orang diantara sampel ibu-ibu, sebagai akseptor KB hormonal dan hanya 48 orang yang sudah menopause (Gambar 6).

Keaslian penduduk Kabupaten Cirebon diketahui melalui wawancara yang menanyakan tempat lahir dirinya dan orang tua dua generasi ke atas (ayah, ibu, kakek, nenek). Usia subyek dilihat dari KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau menanyakan langsung tanggal lahir/usianya. Apabila subyek menyebutkan usia, maka dikonversi ke tanggal 1 bulan Januari pada tahun kalender yang sesuai. Namun jika subyek mengingat tahun kalender, maka dikonversi ke tanggal 1 bulan Juli. Usia subyek didapat dari tanggal wawancara/pencatatan dikurangi tanggal lahir dibagi 365.25.

Peneliti menggunakan sampel wanita yang tidak menggunakan KB (yakni konsepsi secara alamiah) dan tidak menggunakan KB hormonal, dengan harapan memiliki daur menstruasi alamiah supaya berakhir pada usia menopause yang alamiah juga (Noord et al. 1997).

Gambar 6 Diagram alur proses seleksi subyek.

Penentuan Jangka Reproduksi

Penentuan jangka reproduksi dilakukan dengan menggunakan metode longitudinal, yakni mencari wanita yang sudah menopause dan menanyakan kapan menarkenya (Beall 1982). Untuk menentukan status menopause penulis menanyakan subyek kapan terakhir ia menstruasi. Jarak terakhir menstruasi dihitung dari tanggal tercatat saat wawancara dikurangi dengan tanggal terakhir menstruasi. Apabila masa terakhir menstruasi lebih dari 1 tahun berarti subyek yang bersangkutan sudah mengalami menopause (Reis et al. 1998; Gold et al. 2001). Setelah itu, untuk orang yang sama penentuan usia menarke diperoleh dari ingatan subyek yang bersangkutan.

22 subyek sebagai akseptor KB Non

Hormonal 636 Total sampel

15 wanita bukan penduduk asli Kab. Cirebon (pendatang) dan

usia lebih dari 70 tahun

194 subyek yang tidak ber-KB (konsepsi alamiah)

347 ibu-ibu usia 35-70 tahun: - 195 sudah menopause - 152 masih fertil /produktif

216 subyek akseptor KB Non Hormonal & alamiah: - 147 subyek sudah menopause

- 69 subyek masih produktif

131 subyek sebagai akseptor KB Hormonal:

- 48 sudah menopause - 83 masih produktif

274 anak-anak & remaja usia 10-20 tahun 621 wanita penduduk asli

Penentuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jangka Reproduksi:

1. Penentuan penggunaan kontrasepsi (KB)

Probandus yang menggunakan pil KB, suntik KB, dan implant/susuk KB digolongkan ke dalam akseptor KB hormonal. Sedangkan probandus yang menggunakan Intra Uterine Device (IUD) atau spiral, steril (tubektomi) dan kondom dimasukkan ke dalam kelompok akseptor KB non hormonal dan datanya digabung dengan probandus yang tidak menggunakan KB (konsepsi alamiah).

2. Penentuan usia melahirkan anak pertama

Penentuan usia melahirkan anak pertama menggunakan metode ingatan

(memory) dan metode status quo sesuai dengan kondisi probandus. Metode

ingatan digunakan untuk menanyakan usia probandus saat melahirkan anak pertama. Jika probandus tidak tahu usia berapa, maka ditanyakan tahun berapa probandus melahirkan anak pertama. Tahun melahirkan anak pertama dikurangi tahun lahir ibu akan mendapatkan usia melahirkan anak pertama. Apabila masih belum ingat, maka ditanyakan usia anak pertama. Usia melahirkan anak pertama akan didapat dari usia ibu dikurangi usia anak pertama. Metode status quo digunakan dengan menanyakan apakah setelah menikah langsung hamil atau tidak. Hal ini dilakukan karena rata-rata probandus akan lebih ingat kapan waktu menikah.

3. Penentuan jangka kehamilan

Jangka kehamilan didapatkan dari selisih waktu antara kehamilan pertama dan kehamilan terakhir.

4. Penentuan paritas

Paritas ditentukan oleh berapa jumlah bayi yang dilahirkan oleh probandus baik hidup ataupun mati. Bayi yang lahir akan dihitung sebagai anak jika usia kehamilan lebih dari atau sama dengan 7 bulan (Noord et al. 1997).

5. Penentuan kecenderungan sekuler

Untuk mengetahui apakah terjadi kecenderungan sekuler atau tidak, penulis mengelompokkan subyek wanita dewasa (usia 35–70 tahun) berdasarkan tahun kelahiran, tiap sepuluh tahun dan dihitung usia menarkenya. Selain itu, sebagai pembanding peneliti mengambil data remaja yang berusia 10–20 tahun untuk mengetahui usia menarke wanita muda saat ini.

6. Penentuan status gizi

Status gizi ditentukan oleh Body Mass Index (BMI) dan persentase lemak tubuh. BMI dihitung dari rumus berat badan (kg)/tinggi badan (m2), sedangkan persentase lemak tubuh dihitung dengan rumus :

- Kepadatan tubuh = 1.0994921 – (0.0009929 x jumlah tebal lipatan kulit trisep, paha dan suprailiac) + (0.0000023 x kuadrat dari jumlah tebal lipatatan kulit trisep, paha, dan suprailiac) – (0.0001392 x usia subyek dalam tahun).

- % Lemak tubuh = (495 / Kepadatan tubuh) – 450. (Otte et al. 2000).

Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital, sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan alat pengukur badan (antropometer). Pengukuran tebal lipatan kulit dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran skinfold (tebal lipatan kulit).

Analisis Data

Untuk mengetahui usia berapa rata-rata wanita di Kabupaten Cirebon mengalami menopause, penulis melakukan analisis data menggunakan

Generalized Linear Model (GLM). GLM adalah generalisasi fleksibel regresi

kuadrat terkecil. Respon yang didapat pada penelitian ini merupakan status menopause yang berupa ya/tidak yang mengikuti sebaran binomial (bukan sebaran normal yang diperlukan oleh metode kuadrat terkecil). GLM menganalisis variabel respon melalui fungsi link. Pada penelitian ini penulis menggunakan link probit dalam prosedur probit GLM (Venables & Ripley 1999). Dari wanita yang sudah mengalami menopause ini, penulis mencari usia menarkenya. Rata-rata usia menarke mereka dihitung dengan cara yang sama. Selisih rata-rata usia menarke dengan rata-rata usia menopause merupakan rata-rata jangka reproduksi.

Analisis varian (ANOVA) digunakan untuk menguji signifikasi riwayat reproduksi dengan usia menopause. Riwayat reproduksi meliputi usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas.

Tempat pengolahan data dilakukan di bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.

HASIL

Jangka waktu reproduksi wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah (tidak menggunakan KB) di Kabupaten Cirebon adalah selama 34.02 tahun. Jangka reproduksi ini didapat dari rata-rata usia menopause 48.53 tahun dikurangi rata-rata usia menarke 14.51 tahun (Gambar 7).

Gambar 7 Jangka reproduksi wanita menopause akseptor KB non hormonal dan alamiah di Kabupaten Cirebon.

Usia menopause dengan usia menarke wanita di Kabupaten Cirebon tidak berkorelasi (Gambar 8). Hasil uji plot menunjukkan bahwa wanita yang menarkenya ketika berusia 14 tahun, usia menopausnya bervariasi dari 36 tahun sampai dengan 63 tahun. Sedangkan wanita yang usia menarkenya 15 tahun dapat bermenopause 36–59 tahun dan wanita yang usia menarkenya 16 tahun bermenopause 35–58 tahun. Umur (Tahun) P e rse n ta se 10 20 30 40 50 60 0% 50% 100% 48.53 14.51 Jangka Reproduksi 34.02 Menarke Menopause

Gambar 8 Plot usia menarke dan menopause wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah di Kabupaten Cirebon.

Usia menarke dan usia menopause wanita akseptor KB hormonal dengan wanita akseptor KB non hormonal serta alamiah (tidak ber-KB) tidak jauh berbeda. Hal ini mengakibatkan jangka reproduksi wanita akseptor KB hormonal dan akseptor KB non hormonal serta alamiah hampir sama (Tabel 2).

Tabel 2 Jangka reproduksi wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah serta akseptor KB hormonal di Kabupaten Cirebon

Subyek Jumlah (orang) Usia menarke (tahun) Usia menopause (tahun) Jangka reproduksi (tahun) Akseptor KB non hormonal

& alamiah 147 14.51 48.53 34.02

Akseptor KB hormonal 48 14.18 48.31 34.13

Riwayat reproduksi wanita menopause di Kabupaten Cirebon meliputi usia melahirkan anak pertama, jarak antara kehamilan pertama dengan kehamilan terakhir (jangka kehamilan) dan jumlah anak (paritas). Subyek yang usia melahirkan anak pertamanya kurang dari 20 tahun mengalami menopause lebih cepat (46.93 tahun) dibanding subyek yang melahirkan anak pertamanya 20 tahun

35 40 45 50 55 60 12 14 16 18 20

Usia menopause (tahun)

U si a m e n a rke ( ta h u n )

atau lebih (menopause usia 47.36 tahun). Sebanyak 13 orang (9.6%) dari total sampel yang menopause memiliki jangka kehamilan 1–4 tahun, sedangkan subyek yang memiliki jangka kehamilan 5 tahun atau lebih sebanyak 123 orang (90.4%). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin lama jangka kehamilan, semakin cepat usia menopausenya dan subyek yang memiliki jumlah anak lebih dari dua akan mengalami menopause lebih cepat juga (Tabel 3). Namun hasil uji sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa usia melahirkan anak pertama (F=0.0061, P>0.05), jangka kehamilan (F=0.0473, P>0.05) dan paritas (F=0.7081, P>0.05) tidak mempengaruhi kapan usia menopause berlangsung. Hal ini sesuai dengan uji korelasi yang memperlihatkan tidak adanya korelasi antara usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas dengan usia menopause (Gambar 9, 10, 11).

Tabel 3 Hubungan antara riwayat reproduksi wanita dengan usia menopause

No. Riwayat reproduksi wanita

Jumlah sampel (orang) Usia menopause (tahun)

Uji Statistik (ANOVA) F value Pr (>F) P

1 Usia melahirkan anak pertama* 0.0061 0.9376 > 0.05

≤ 19 tahun 78 46.93 20 –29 tahun 58 47.36 2 Jangka kehamilan* 0.0473 0.8282 > 0.05 1– 2 tahun 5 51.80 3– 4 tahun 8 49.27 ≥ 5 tahun 123 46.83 3 Paritas 0.7081 0.4016 > 0.05 ч 2 anak 27 48.87 > 2 anak 120 46.81

*sebanyak 11 subyek tidak memiliki anak

Subyek yang melahirkan anak pertama pada usia 16 tahun mengalami menopause pada usia 40 tahun sampai 56 tahun. Selain itu subyek yang melahirkan anak pertamanya 18 tahun, menopausnya pada usia 35–56 tahun dan

Dokumen terkait