• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jangka reproduksi dan kajian faktor-faktor yang mempengaruhinya pada wanita di kabupaten cirebon provinsi jawa barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jangka reproduksi dan kajian faktor-faktor yang mempengaruhinya pada wanita di kabupaten cirebon provinsi jawa barat"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

JANGKA REPRODUKSI DAN KAJIAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHINYA PADA WANITA DI

KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WATI

AH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:

JANGKA REPRODUKSI DAN KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA PADA WANITA DI KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

adalah karya saya sendiri yang diarahkan oleh komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

(3)

ABSTRACT

WATI’AH. Woman Reproductive Span and Its Factor in Cirebon Regency, West Java, Indonesia. Supervised by BAMBANG SURYOBROTO and SRI BUDIARTI.

Research on reproductive span of Indonesian women is scarce. There was conflicting data between urban and rural area. Present study used longitudinal data to get the reproductive span of women who live in Cirebon rural community. Data was collected from interview. The data was processed using the Probit GLM (Generalized Linear Models). The result showed that age of menarche was 14.51 years and menopause was 48.53 years, so that the reproductive span was 34.02 years. This reproductive span is not influenced by the use of contraceptives and their reproductive history which included age at first childbirth, the distance between the first and last pregnancy and number of children (parity). Women in rural areas have a shorter reproductive span than women in urban areas. Secular trends decreased the age of menarche.

(4)

RINGKASAN

WATI’AH. Jangka Reproduksi dan Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Wanita di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan SRI BUDIARTI

Kepadatan penduduk di Indonesia (126 jiwa/km2) termasuk kategori yang cukup tinggi dibanding rata-rata kepadatan penduduk di dunia (43 jiwa/km2). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 137 782 690 jiwa, 58% diantaranya bertempat tinggal di Pulau Jawa. Kabupaten Cirebon yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, memiliki jumlah penduduk 2 065 142 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1 017.45 jiwa/km2 (BPS 2010). Kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk.

Kepadatan dan pertumbuhan penduduk ditentukan oleh banyaknya wanita usia produktif yang masih mungkin untuk hamil dan melahirkan. Rentang usia ketika seorang wanita masih produktif disebut jangka reproduksi. Jangka reproduksi ditentukan oleh usia menarke dan usia menopause. Penelitian mengenai menopause telah dilakukan di Turki oleh Reis et al. (1998) yang menyatakan bahwa usia menopause berkorelasi positif dengan status perkawinan,

body mass index (BMI), graviditas, paritas, usia menarke, dan lama pendarahan

(menstruasi). Namun hasil penelitian Noord et al. (1997) di Netherlands menunjukkan bahwa usia menopause dipengaruhi oleh gaya hidup (merokok dan penggunaan kontrasepsi oral) dan usia menopause tidak berhubungan dengan usia menarke. Penelitian di Amerika oleh Gold et al. (2001) melaporkan bahwa merokok, pendidikan yang rendah, tidak memiliki pekerjaan tetap, akan mempercepat usia menopause, sedangkan paritas dan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami menopause lebih lambat.

Penelitian mengenai jangka reproduksi wanita di Indonesia masih mendapatkan hasil yang inkonsisten. Wanita di Kabupaten Bandung yang merupakan daerah urban memiliki jangka reproduksi 35.55 tahun (Sukmaningrasa 2009), sedangkan wanita di Kampung Naga dan Baduy yang termasuk daerah rural, masing-masing memiliki jangka reproduksi 36.47 dan 33.67 tahun (Vidiawati 2009; Rohmatullayaly 2010). Jangka reproduksi wanita rural di Kampung Naga lebih panjang dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Sebaliknya, jangka reproduksi wanita rural di Baduy lebih pendek dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, penulis ingin membuktikan apakah jangka reproduksi di daerah rural lebih panjang atau lebih pendek dibanding daerah urban.

(5)

dan remaja berusia 10–20 tahun. Sampel yang diolah datanya sejumlah 621 orang yang merupakan penduduk asli Kabupaten Cirebon, sisanya 15 sampel tidak memenuhi kriteria yang diharapkan (bukan penduduk asli Kabupaten Cirebon/pendatang dan usianya lebih dari 70 tahun). Sampel yang diolah datanya terdiri atas 347 ibu-ibu serta 274 anak-anak dan remaja. Sebanyak 216 orang dari sampel ibu-ibu tidak menggunakan kontrasepsi dan sebagai akseptor KB non hormonal, 147 orang diantaranya sudah menopause. Sedangkan 131 orang diantara sampel ibu-ibu, sebagai akseptor KB hormonal dan hanya 48 orang yang sudah menopause.

Penentuan jangka reproduksi dilakukan dengan menggunakan metode longitudinal, yakni mencari wanita yang sudah menopause dan menanyakan kapan menarkenya (Beall 1982). Penentuan usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas menggunakan metode ingatan (memory) dan metode status quo sesuai dengan kondisi probandus. Sedangkan penentuan status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi badan dan tebal lipatan kulit, guna mengetahui Body Mass Index (BMI) dan Body Fat Percentage (persentase lemak tubuh). Analisis data menggunakan Generalized Linear Model (GLM) (Venables & Ripley 1999) dan ANOVA. Tempat pengolahan data dilakukan di bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB.

Jangka waktu reproduksi wanita di Kabupaten Cirebon adalah selama 34.02 tahun. Jangka reproduksi ini didapat dari rata-rata usia menopause 48.53 tahun dikurangi rata-rata usia menarke 14.51 tahun.

Penggunaan alat kontrasepsi (KB) baik hormonal maupun non hormonal pada penelitian ini, tidak berpengaruh terhadap usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil peneltian Noord et al. (1997) dan Gold et al. (2001) yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami usia menopause lebih lambat. Berbeda pula dengan pendapat Reis et al. (1998) yang melaporkan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral akan mengalami menopause lebih cepat.

Uji sidik ragam (ANOVA) riwayat reproduksi wanita menopause di Kabupaten Cirebon meliputi usia melahirkan anak pertama (F=0.0061, P>0.05), jangka kehamilan pertama dan terakhir (F=0.0473, P>0.05) serta paritas (F=0.7081, P>0.05). Hasil uji sidik ragam dan plot menunjukkan tidak adanya korelasi antara riwayat reproduksi dengan usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998), Gold et al. (2001) dan Martin et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak paritas maka semakin lambat usia menopausenya. Sedangkan usia melahirkan anak pertama yang tidak berpengaruh terhadap usia menopause pada hasil penelitian ini, berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998) dan Martin et al. (2006), yakni semakin tua usia melahirkan anak pertama maka semakin cepat usia menopausenya.

(6)

merupakan perubahan yang dipicu oleh perubahan sosial ekonomi masyarakat pada kurun waktu tertentu. Parent et al. (2003) berpendapat bahwa kecenderungan sekuler berhubungan dengan latar belakang budaya/etnis, geografi dan sosial ekonomi. Selain itu, kondisi lingkungan pergaulan kemungkinan dapat merubah sistem endokrin, sehingga dapat mempercepat terjadinya menarke.

Wanita rural di Kabupaten Cirebon memiliki jangka reproduksi (34.02 tahun) lebih pendek dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung (35.55 tahun). Usia menarke wanita rural di Kabupaten Cirebon 14.51 tahun (tahun 1976) lebih lambat dibanding usia menarke wanita urban di Kabupaten Bandung yakni 13.98 tahun (tahun 1973), namun usia menopause terjadi sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan status gizi masyarakat di daerah rural lebih rendah dibanding masyarakat di daerah urban.

Wanita menopause di Kabupaten Cirebon berstatus gizi baik, karena 86.4% (127 subyek) termasuk BMI yang normal dan gemuk serta 58.5% (86 subyek) memiliki lemak tubuh yang cukup. Wanita dengan BMI rendah akan mengalami menopause lebih cepat (Martin et al. 2006).

(7)

© Hak Cipta Milik IPB tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

JANGKA REPRODUKSI DAN KAJIAN FAKTOR-FAKTOR

YANG MEMPENGARUHINYA PADA WANITA DI

KABUPATEN CIREBON PROVINSI JAWA BARAT

WATI

AH

G352090021

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Bio Sains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul : Jangka Reproduksi dan Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Wanita di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat

Nama : Wati’ah NRP : G352090021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto Dr. dr. Sri Budiarti Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Biosains Hewan

Dr. Bambang Suryobroto Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(11)

Barang siapa yang mengerjakan amal-amal shaleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun (QS. An Nisa : 124)

Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak (QS. An Nisa : 1)

Mereka bertanya kepadamu tentang menstruasi. Katakanlah: “Menstruasi itu

adalah kotoran” (QS. Al Baqarah : 222)

Dan wanita-wanita yang tidak menstruasi lagi (menopause) di antara mereka jika kamu ragu-ragu maka iddah mereka adalah tiga bulan (QS. Ath Thalaaq : 4)

(12)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkah dan rahmatnya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Jangka Reproduksi dan Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Wanita di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW atas teladan dan kasih sayangnya hingga akhir zaman.

Terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Bambang Suryobroto dan ibu Dr. dr. Sri Budiarti atas segala bimbingan dan saran yang diberikan dalam penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih kepada Prof. drh. Arief Boediono, PhD. yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa dan dana penelitian. Terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon yang telah memberikan izin lokasi penelitian.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf dosen, teknisi dan laboran Bio Sains Hewan, staf dosen dan tata usaha Departemen Biologi, teman-teman mahasiswa pasca Biosains Hewan dan BUD Biologi 2009, serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis hingga dapat menyelesaikan studi.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan, guna kemaslahatan dan kesejahteraan manusia.

Bogor, Juni 2011

(13)

RIWAYAT HIDUP

(14)

DAFTAR ISI

Anatomi dan Fisiologi Reproduktif Wanita ... 3

Menarke ... 4

Penentuan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jangka Reproduksi:... 15

Penentuan penggunaan kontrasepsi (KB) ... 15

Penentuan usia melahirkan anak pertama ... 15

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nama kecamatan dan jumlah desa yang menjadi lokasi penelitian ... 12 2 Jangka reproduksi wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah serta

akseptor KB hormonal di Kabupaten Cirebon ... 19 3 Hubungan antara riwayat reproduksi wanita dengan usia menopause... 20 4 Tahun kelahiran dan usia menarke wanita Kabupaten Cirebon ... 22

5 Perbandingan usia menarke, usia menopause dan jangka reproduksi wanita di daerah rural dan urban di Indonesia ... 23

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Organ reproduksi wanita . ... 3 2 Organ reproduksi internal wanita ... 4 3 Bagan siklus menstruasi ... 6 4 Jumlah folikel semakin menurun bersamaan dengan bertambahnya usia

wanita . ... 7 5 Peta wilayah kecamatan di Kabupaten Cirebon. ... 12 6 Diagram alur proses seleksi subyek. ... 14 7 Jangka reproduksi wanita menopause akseptor KB non hormonal dan alamiah

di Kabupaten Cirebon. ... 18 8 Plot usia menarke dan menopause wanita akseptor KB non hormonal dan

alamiah di Kabupaten Cirebon. ... 19 9 Plot usia melahirkan anak pertama dan usia menopause wanita di Kabupaten

Cirebon. ... 21 10 Plot jangka kehamilan dan usia menopause wanita di Kabupaten

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi, terutama di Pulau Jawa. Kabupaten Cirebon terletak di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Cirebon merupakan daerah rural yang terletak di pesisir (pantai utara Jawa) dengan luas wilayah administratif 990.36 km persegi. Penduduk Kabupaten Cirebon berjumlah 2 065 142 jiwa, 1 007 641 jiwa diantaranya adalah wanita, sehingga seks rasionya 104.95 persen. Penduduk Kabupaten Cirebon sebagian besar bermatapencaharian tani dan nelayan, serta 30% penduduknya termasuk keluarga pra sejahtera (BPS 2010).

Besarnya jumlah wanita di Kabupaten Cirebon sangat berpotensi untuk mempercepat pertumbuhan dan kepadatan penduduk. Pertumbuhan dan kepadatan penduduk ditentukan oleh banyaknya wanita usia produktif yang masih mungkin untuk hamil karena masih berovulasi. Bila ovum yang masak tidak mengalami fertilisasi, wanita yang bersangkutan akan mengalami menstruasi. Menstruasi merupakan proses peluruhan endometrium yang disertai dengan pendarahan. Proses menstruasi dipengaruhi oleh luteinizing hormone (LH) dan follicle

stimulating hormone (FSH) yang dibentuk di kelenjar pituitari di otak. Kedua

hormon seksual ini dikendalikan oleh sistem syaraf pusat (SSP). Pada saat lahir LH dan FSH kadarnya tinggi di dalam darah, namun beberapa bulan kemudian menurun dan tetap rendah sampai masa pubertas (Sievert 2006). Perubahan terpenting dalam pubertas wanita adalah menonjolnya payudara dan menstruasi yang pertama (menarke) (Parent et al. 2003).

Pada usia tertentu, seorang wanita yang ketika itu masih produktif, akan berhenti siklus menstruasinya. Wanita yang berhenti menstruasi selama satu tahun disebut telah mengalami menopause dan ia tidak lagi dalam masa produktif (Gold

et al. 2001).

(19)

penelitian Reis et al. (1998) di Turki menunjukkan bahwa usia menopause berhubungan positif dengan status perkawinan, body mass index (BMI), graviditas, paritas, usia menarke, dan lama pendarahan (menstruasi). Namun hasil penelitian Noord et al. (1997) di Netherlands menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia menarke dengan usia menopause seseorang, sedangkan usia menopause itu sendiri dipengaruhi oleh gaya hidup (merokok dan penggunaan kontrasepsi oral). Penelitian di Amerika oleh Gold et al. (2001) melaporkan bahwa merokok, pendidikan yang rendah, janda (tidak kawin), tidak memiliki pekerjaan tetap, akan mempercepat usia menopause, sedangkan paritas dan wanita yang menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami menopause lebih lambat.

Penelitian di Indonesia mengenai jangka reproduksi wanita telah dilakukan oleh Sukmaningrasa (2009) di Kabupaten Bandung, Vidiawati (2009) di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya dan Rohmatullayaly (2010) di Baduy Kabupaten Lebak. Wanita di Kabupaten Bandung yang merupakan daerah urban memiliki jangka reproduksi 35.55 tahun. Wanita di Kampung Naga dan Baduy yang termasuk daerah rural, masing-masing memiliki jangka reproduksi 36.47 dan 33.67 tahun.

Jangka reproduksi wanita rural di Kampung Naga lebih panjang dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Sebaliknya, jangka reproduksi wanita rural di Baduy lebih pendek dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, penulis ingin membuktikan apakah jangka reproduksi di daerah rural lebih panjang atau lebih pendek dibanding daerah urban.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung jangka reproduksi serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhinya pada wanita di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa barat.

Manfaat

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Reproduktif Wanita

Struktur reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi eksternal dan organ reproduksi internal (Gambar 1). Organ reproduksi eksternal secara umum disebut vulva, meliputi klitoris, labia mayora, labia minora, dan vestibulum (tempat bermuara vagina dan ureter). Organ reproduksi internal (Gambar 2) terdiri dari indung telur (ovarium), oviduk (tuba falopii), uterus (rahim), dan vagina (Graaff 2001).

Gambar 1 Organ reproduksi wanita (Graaff 2001).

Ovarium masing-masing terletak di setiap sisi rahim pada dinding lateral di dalam rongga panggul (pelvis). Setiap indung telur tertambat pada sisinya yang disebut hilus oleh mesovarium, ke ligamentum latum uterus. Ovarium tergolong kelenjar ganda sebab ia menghasilkan getah eksokrin (sitogenik) dan getah endokrin.

(21)

terbuka langsung ke ruang peritonium sedangkan ujung yang lain (bagian intramural) bermuara ke dalam rongga rahim.

Gambar 2 Organ reproduksi internal wanita (Graaff 2001).

Uterus merupakan bagian saluran reproduksi yang berdinding tebal dan ujungnya menonjol ke dalam bagian atas vagina. Uterus mencakup badan rahim (corpus uteri) dan leher rahim (cervix uteri). Dinding rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu : lapis luar (serosa/peritonium), lapis tengah (lapis otot/miometrium), dan lapis dalam (mukosa/endometrium) (Vaughan 2002). Uterus berfungsi untuk menampung fetus hingga menjelang partus.

Vagina merupakan ruangan berdinding tebal yang membentuk saluran kelahiran yang dilalui bayi saat lahir. Vagina juga sebagai tempat singgah bagi sperma selama kopulasi.

Menarke

(22)

releasing factor dari hipotalamus. Folikel primer mulai tumbuh walaupun folikel-folikel itu tidak sampai menjadi matang karena sebelumnya mengalami atresia, namun folikel-folikel tersebut sudah sanggup mengeluarkan estrogen.

Usia menarke (pubertas) dapat dipengaruhi oleh faktor hereditas/genetik, status gizi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Faktor genetik mempengaruhi usia menarke seseorang, hal ini dijelaskan dengan adanya hubungan antara polimorfisme gen SHBG (Seks Hormone-Binding Globulin) dengan usia menarke (Xita et al. 2005). Gadis yang memiliki alel genotipe TAAAA lebih panjang (>8 ulangan) usia menarkenya 13.24 tahun sedangkan gadis yang memiliki alel lebih pendek (<8 ulangan) usia menarkenya 12.67 tahun. Usia menarke juga ditentukan oleh faktor gizi (kegemukan). Anak perempuan yang gemuk cenderung mengalami menarke lebih awal, sedangkan anak perempuan yang kurus dan kekurangan gizi cenderung mengalami menarke lebih lambat (Adair & Larsen 2001). Ikaraoha pada tahun 2005 melakukan penelitian di Nigeria dan menunjukkan hasil bahwa siklus menstruasi yang pertama (menarke) terjadi lebih awal pada anak perempuan yang tinggal di kota dibandingkan yang tinggal di pedesaan.

Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi dimulai dari hari pertama pendarahan menstruasi. Siklus menstruasi berkisar antara 21–40 hari, hanya 10–15% wanita yang memiliki siklus 28 hari. Jarak antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarke dan sesaat sebelum menopause. Jarak antar 2 siklus bisa berlangsung selama 2 bulan atau dalam 1 bulan mungkin terjadi 2 siklus. Hal ini normal terjadi, karena setelah beberapa lama siklus akan menjadi lebih teratur. Menstruasi bisa berlangsung selama 3–5 hari, kadang sampai 7 hari.

Siklus menstruasi (Gambar 3) terbagi menjadi 3 fase, yakni: 1. Fase Proliferasi (Folikuler)

(23)

Pada pertengahan fase folikuler, kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3–30 folikel. Masing-masing folikel mengandung satu sel telur, tetapi hanya satu folikel yang terus tumbuh, yang lainnya mengalami regresi. Menjelang akhir fase folikuler kadar LH meningkat cepat hingga mencapai puncaknya. Setelah 16–32 jam dari puncak produksi LH, folikel yang matang dan menonjol pada permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur (ovulasi).

Gambar 3 Bagan siklus menstruasi (Graaff 2001).

(24)

Gambar 4 Jumlah folikel semakin menurun bersamaan dengan bertambahnya usia wanita (Jones et al. 2007).

2. Fase Sekresi (Luteal/progestasi)

Fase ini dimulai setelah terjadi ovulasi dan berlangsung sekitar dua minggu. Endometrium terus menebal, sel-sel pada endometrium menjadi lebih besar, berkelok-kelok, dan mensekresikan banyak lendir (getah kelenjar yang mengandung glikogen). Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (badan kuning) di dalam ovarium. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase luteal dan tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 13–14 hari setelah ovulasi, korpus luteum mengecil dan kadar progesteron menurun, kecuali jika terjadi pembuahan (Graaff 2001).

3. Fase Menstruasi (aliran menstruasi/pendarahan)

(25)

Pada beberapa tahun sebelum mengalami menopause, menstruasi akan datang secara tidak teratur. Semakin mendekati menopause maka wanita akan semakin jarang menstruasi, dan akhirnya tidak mengalami menstruasi sama sekali (Sievert 2006).

Menopause

Menopause merupakan penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikel ovarium (Burger et al. 2002). Usia wanita yang menopause secara alamiah di beberapa negara secara internasional rata-rata berkisar antara 44.6–52.0 tahun (Thomas et al. 2001). Wanita yang mengalami pembedahan (histerektomi dengan atau tanpa bilateral ooforektomi) akan memasuki menopause lebih cepat dari seharusnya (Akahoshi et al. 1996).

Klimaksterium (perimenopause) dimulai 3–4 tahun sebelum menopause. Penurunan atau menghilangnya sekresi estrogen dan progesteron di ovarium menyebabkan perubahan hormon-hormon endokrin yang terjadi selama masa klimaksterium dan pascamenopause. Kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH)

dan Luteinizing Hormone (LH) yang bersirkulasi (beredar melalui peredaran

darah) mulai meningkat beberapa tahun sebelum penghentian produksi estrogen sebenarnya oleh ovarium (Burger et al. 2002). Pada wanita pascamenopause, kadar FSH dan LH meningkat di atas kadar yang terdapat pada wanita pramenopause, dengan FSH yang biasanya lebih tinggi daripada LH. Hal inilah yang menyebabkan melambatnya FSH hilang atau bersih dari peredaran darah. Peningkatan kadar gonadotropin pada wanita menopause disebabkan oleh tidak terdapatnya umpan balik negatif hormon estrogen pada ovarium dan mungkin pula adanya penghambatan pelepasan gonadotropin setelah berusia 60 tahun (Sievert 2006).

(26)

Sindrom menopause secara fisik antara lain: dirasakannya arus panas pada kulit (hot flashes), kalau bersetubuh merasa sakit (dispareunia), kekeringan pada vagina (lubrikasi/pelumasan tidak normal), peradangan vagina (Nelson 2005), kulit cepat berkeriput (penuaan), osteoporosis (Burger et al. 2002; Luborsky et al. 2002), penyakit jantung, darah tinggi (Schulman et al. 2006; Janssen et al. 2008), lensa mata keruh (Worzala et al. 2001). Sedangkan gejala-gejala secara psikologis yang menyertai menopause antara lain: gelisah dan cemas, mudah tersinggung, kesepian, disfungsi seksual/gairah seks menurun, sulit tidur (insomnia), depresi dan stress (Wirakusumah 2004; Gracia et al. 2007).

Hot flashes akan dirasakan pada leher, wajah, dan bagian atas dada,

biasanya berlangsung selama 15 detik sampai satu menit. Arus panas terjadi karena berfluktuasinya kadar hormon. Diduga, perubahan kadar estrogen menyebabkan pembuluh darah membesar secara mendadak sehingga terjadi arus dan hilang secara cepat, sehingga tubuh merasakan panas. Selain itu, dapat disebabkan oleh perubahan fungsi hipotalamus yang mengatur suhu tubuh.

Rasa sakit saat bersetubuh disebabkan menipisnya jaringan lapisan vagina dan berkurangnya sekresi lendir/lubrikasi. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya kadar estrogen. Aktivitas seks yang teratur akan memelihara dinding vagina.

Kulit yang cepat berkeriput dikarenakan elastisitasnya berkurang, disebabkan oleh penurunan estrogen. Kadar estrogen yang menurun akan berpengaruh terhadap sel-sel tubuh yang memproduksi kolagen dan elastin (protein yang berfungsi memberi kekuatan dan elastisitas pada persendian, otot, dan kulit).

Osteoporosis disebabkan oleh hilangnya kalsium dari jaringan tulang dan

berkurangnya aktifitas osteoblas sebagai pembentuk tulang. Aktifitas osteoblas akan terganggu jika terjadi penurunan estrogen dan progesteron pada saat menopause.

Lensa mata keruh (katarak) kemungkinan disebabkan oleh penurunan

methylnitrosourea akibat tidak berfungsinya ovarium. Pada lensa mata terdapat

(27)

Penyakit jantung (kardiovaskuler) kemungkinan disebabkan oleh menurunnya sensitifitas garam (sodium kuat) dan meningkatnya tekanan darah. Hal ini diakibatkan disfungsi ovarium yang disertai hilangnya estrogen dalam tubuh.

Gelisah dan cemas, mudah tersinggung, kesepian, dan gairah seks menurun disebabkan oleh reseptor estrogen yang terdapat pada bagian otak

(amigdala) berespon terhadap penurunan estrogen. Amigdala menciptakan rasa

sejahtera dan meningkatkan gairah seksual.

Sulit tidur (insomnia), depresi dan stress disebabkan oleh penurunan jumlah serotonin (salah satu bentuk neurotransmiter) akibat menurunnya kadar estrogen. Mengkonsumsi karbohidrat dapat meningkatkan serotonin.

Banyak faktor yang mempengaruhi usia menopause seseorang. Faktor-faktor tersebut antara lain: Faktor-faktor genetik, etnis, merokok, pendidikan, berat badan, dan penggunaan alat kontrasepsi.

Murabito et al. (2005) menyatakan bahwa setidaknya 50% variabilitas usia menopause antar individu disebabkan efek genetik. Kontribusi faktor lingkungan relatif kecil mempengaruhi usia menopause alami.

Luborsky (2002) melaporkan bahwa Prevalensi Premature Ovarian

Failure (POF) berbeda-beda menurut etnisitas. Faktor kesehatan yang terkait

dengan POF juga berbeda-beda berdasarkan etnisitas. Pada wanita Kaukasia, penggunaan hormon wanita, osteoporosis, kecacatan yang parah dan merokok secara signifikan terkait dengan POF. Sebaliknya, pada wanita Afrika Amerika POF dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi dan pengguna hormon wanita, tetapi osteoporosis tidak berhubungan.

Martin et al. (2006) menyatakan bahwa menopause akan lebih cepat pada wanita yang merokok, usia melahirkan anak pertama yang lebih tua, pendidikan rendah, berat badan kurang (kurus). Wanita yang merokok akan lebih cepat menopause dibanding wanita yang tidak pernah merokok. Hal ini dikarenakan racun yang terdapat dalam rokok akan berdampak negatif terhadap fungsi ovarium, yakni kemungkinan akan meningkatkan atresia. Polycyclic aromatic

(28)

folikel dalam ovarium, mengakibatkan atrofi ovarium (Mattisson & Thorgeirsson 1978).

Wanita yang usia melahirkan anak pertamannya lebih muda memiliki peluang untuk hamil (graviditas) dan melahirkan anak (paritas) lebih banyak. Pada wanita yang hamil dan melahirkan akan terjadi penghentian siklus menstruasi dan keletihan folikel, sehingga mengakibatkan usia menopause lebih lambat. Wanita yang usia melahirkan anak pertamanya lebih muda secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penundaan usia menopause (Reis et al. 1998). Wanita yang kegemukan (obese) akan mengalami menopause lebih lambat dibanding wanita yang normal dan kurus. Wanita yang gemuk kadar SHBG (Seks Hormone-Binding

Globulin) akan menurun, sehingga kadar estrogen akan meningkat dan FSH

menurun. Penurunan kandungan FSH dalam darah akan menghambat proses berhentinya kerja folikel dan melambatnya menopause (Speroff et al. 1988).

(29)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2010. Lokasi penelitian di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat yang meliputi 12 kecamatan dan terdiri dari 68 desa (Gambar 5 dan Tabel 1).

Gambar 5 Peta wilayah kecamatan di Kabupaten Cirebon.

Tabel 1 Nama kecamatan dan jumlah desa yang menjadi lokasi penelitian

No. Nama Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Probandus

1 Kapetakan 4 94

2 Suranenggala 7 102

3 Gunung jati 10 73

4 Plumbon 7 40

5 Weru 2 6

6 Sumber 13 188

7 Arjawinangun 2 6

8 Tengah tani 1 3

9 Depok 8 46

10 Palimanan 2 21

11 Talun 8 34

12 Jamblang 4 23

Jumlah 68 636

(30)

Kondisi Sampel

Usia wanita yang menjadi sampel pada penelitian ini berkisar antara 35–70 tahun. Usia subyek dicatat sebagai usia ketika pengambilan sampel dan dimasukkan ke dalam kelas usia berdasarkan ulang tahun terdekatnya. Sampel ibu-ibu didapatkan dengan cara menemuinya di rumah-rumah penduduk dan

majlis ta’lim ibu-ibu yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Cirebon. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 636 orang, yang terdiri atas 359 ibu-ibu yang berusia 35–70 tahun dan 277 anak-anak dan remaja berusia 10–20 tahun. Sampel yang diolah datanya sejumlah 621 orang yang merupakan penduduk asli Kabupaten Cirebon, sisanya 15 sampel tidak memenuhi kriteria yang diharapkan (bukan penduduk asli Kabupaten Cirebon/pendatang dan usianya lebih dari 70 tahun). Sampel yang diolah datanya terdiri atas 347 ibu-ibu serta 274 anak-anak dan remaja. Sebanyak 216 orang dari sampel ibu-ibu tidak menggunakan kontrasepsi dan sebagai akseptor KB non hormonal, 147 orang diantaranya sudah menopause. Sedangkan 131 orang diantara sampel ibu-ibu, sebagai akseptor KB hormonal dan hanya 48 orang yang sudah menopause (Gambar 6).

Keaslian penduduk Kabupaten Cirebon diketahui melalui wawancara yang menanyakan tempat lahir dirinya dan orang tua dua generasi ke atas (ayah, ibu, kakek, nenek). Usia subyek dilihat dari KTP (Kartu Tanda Penduduk) atau menanyakan langsung tanggal lahir/usianya. Apabila subyek menyebutkan usia, maka dikonversi ke tanggal 1 bulan Januari pada tahun kalender yang sesuai. Namun jika subyek mengingat tahun kalender, maka dikonversi ke tanggal 1 bulan Juli. Usia subyek didapat dari tanggal wawancara/pencatatan dikurangi tanggal lahir dibagi 365.25.

(31)

Gambar 6 Diagram alur proses seleksi subyek.

Penentuan Jangka Reproduksi

Penentuan jangka reproduksi dilakukan dengan menggunakan metode longitudinal, yakni mencari wanita yang sudah menopause dan menanyakan kapan menarkenya (Beall 1982). Untuk menentukan status menopause penulis menanyakan subyek kapan terakhir ia menstruasi. Jarak terakhir menstruasi dihitung dari tanggal tercatat saat wawancara dikurangi dengan tanggal terakhir menstruasi. Apabila masa terakhir menstruasi lebih dari 1 tahun berarti subyek yang bersangkutan sudah mengalami menopause (Reis et al. 1998; Gold et al. 2001). Setelah itu, untuk orang yang sama penentuan usia menarke diperoleh dari ingatan subyek yang bersangkutan.

(32)

Penentuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jangka Reproduksi:

1. Penentuan penggunaan kontrasepsi (KB)

Probandus yang menggunakan pil KB, suntik KB, dan implant/susuk KB digolongkan ke dalam akseptor KB hormonal. Sedangkan probandus yang menggunakan Intra Uterine Device (IUD) atau spiral, steril (tubektomi) dan kondom dimasukkan ke dalam kelompok akseptor KB non hormonal dan datanya digabung dengan probandus yang tidak menggunakan KB (konsepsi alamiah).

2. Penentuan usia melahirkan anak pertama

Penentuan usia melahirkan anak pertama menggunakan metode ingatan

(memory) dan metode status quo sesuai dengan kondisi probandus. Metode

ingatan digunakan untuk menanyakan usia probandus saat melahirkan anak pertama. Jika probandus tidak tahu usia berapa, maka ditanyakan tahun berapa probandus melahirkan anak pertama. Tahun melahirkan anak pertama dikurangi tahun lahir ibu akan mendapatkan usia melahirkan anak pertama. Apabila masih belum ingat, maka ditanyakan usia anak pertama. Usia melahirkan anak pertama akan didapat dari usia ibu dikurangi usia anak pertama. Metode status quo digunakan dengan menanyakan apakah setelah menikah langsung hamil atau tidak. Hal ini dilakukan karena rata-rata probandus akan lebih ingat kapan waktu menikah.

3. Penentuan jangka kehamilan

Jangka kehamilan didapatkan dari selisih waktu antara kehamilan pertama dan kehamilan terakhir.

4. Penentuan paritas

(33)

5. Penentuan kecenderungan sekuler

Untuk mengetahui apakah terjadi kecenderungan sekuler atau tidak, penulis mengelompokkan subyek wanita dewasa (usia 35–70 tahun) berdasarkan tahun kelahiran, tiap sepuluh tahun dan dihitung usia menarkenya. Selain itu, sebagai pembanding peneliti mengambil data remaja yang berusia 10–20 tahun untuk mengetahui usia menarke wanita muda saat ini.

6. Penentuan status gizi

Status gizi ditentukan oleh Body Mass Index (BMI) dan persentase lemak tubuh. BMI dihitung dari rumus berat badan (kg)/tinggi badan (m2), sedangkan persentase lemak tubuh dihitung dengan rumus :

- Kepadatan tubuh = 1.0994921 – (0.0009929 x jumlah tebal lipatan kulit trisep, paha dan suprailiac) + (0.0000023 x kuadrat dari jumlah tebal lipatatan kulit trisep, paha, dan suprailiac) – (0.0001392 x usia subyek dalam tahun).

- % Lemak tubuh = (495 / Kepadatan tubuh) – 450. (Otte et al. 2000).

Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital, sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan alat pengukur badan (antropometer). Pengukuran tebal lipatan kulit dilakukan dengan menggunakan metode pengukuran skinfold (tebal lipatan kulit).

Analisis Data

Untuk mengetahui usia berapa rata-rata wanita di Kabupaten Cirebon mengalami menopause, penulis melakukan analisis data menggunakan

Generalized Linear Model (GLM). GLM adalah generalisasi fleksibel regresi

(34)

Analisis varian (ANOVA) digunakan untuk menguji signifikasi riwayat reproduksi dengan usia menopause. Riwayat reproduksi meliputi usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas.

(35)

HASIL

Jangka waktu reproduksi wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah (tidak menggunakan KB) di Kabupaten Cirebon adalah selama 34.02 tahun. Jangka reproduksi ini didapat dari rata-rata usia menopause 48.53 tahun dikurangi rata-rata usia menarke 14.51 tahun (Gambar 7).

Gambar 7 Jangka reproduksi wanita menopause akseptor KB non hormonal dan alamiah di Kabupaten Cirebon.

Usia menopause dengan usia menarke wanita di Kabupaten Cirebon tidak berkorelasi (Gambar 8). Hasil uji plot menunjukkan bahwa wanita yang menarkenya ketika berusia 14 tahun, usia menopausnya bervariasi dari 36 tahun sampai dengan 63 tahun. Sedangkan wanita yang usia menarkenya 15 tahun dapat bermenopause 36–59 tahun dan wanita yang usia menarkenya 16 tahun bermenopause 35–58 tahun.

Umur (Tahun)

P

e

rse

n

ta

se

10 20 30 40 50 60

0% 50% 100%

48.53 14.51

Jangka Reproduksi

34.02

(36)

Gambar 8 Plot usia menarke dan menopause wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah di Kabupaten Cirebon.

Usia menarke dan usia menopause wanita akseptor KB hormonal dengan wanita akseptor KB non hormonal serta alamiah (tidak ber-KB) tidak jauh berbeda. Hal ini mengakibatkan jangka reproduksi wanita akseptor KB hormonal dan akseptor KB non hormonal serta alamiah hampir sama (Tabel 2).

Tabel 2 Jangka reproduksi wanita akseptor KB non hormonal dan alamiah serta akseptor KB hormonal di Kabupaten Cirebon

Subyek Jumlah

Riwayat reproduksi wanita menopause di Kabupaten Cirebon meliputi usia melahirkan anak pertama, jarak antara kehamilan pertama dengan kehamilan terakhir (jangka kehamilan) dan jumlah anak (paritas). Subyek yang usia melahirkan anak pertamanya kurang dari 20 tahun mengalami menopause lebih cepat (46.93 tahun) dibanding subyek yang melahirkan anak pertamanya 20 tahun

(37)

atau lebih (menopause usia 47.36 tahun). Sebanyak 13 orang (9.6%) dari total sampel yang menopause memiliki jangka kehamilan 1–4 tahun, sedangkan subyek yang memiliki jangka kehamilan 5 tahun atau lebih sebanyak 123 orang (90.4%). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin lama jangka kehamilan, semakin cepat usia menopausenya dan subyek yang memiliki jumlah anak lebih dari dua akan mengalami menopause lebih cepat juga (Tabel 3). Namun hasil uji sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa usia melahirkan anak pertama (F=0.0061, P>0.05), jangka kehamilan (F=0.0473, P>0.05) dan paritas (F=0.7081, P>0.05) tidak mempengaruhi kapan usia menopause berlangsung. Hal ini sesuai dengan uji korelasi yang memperlihatkan tidak adanya korelasi antara usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas dengan usia menopause (Gambar 9, 10, 11).

Tabel 3 Hubungan antara riwayat reproduksi wanita dengan usia menopause

No. Riwayat reproduksi wanita

*sebanyak 11 subyek tidak memiliki anak

(38)

Gambar 9 Plot usia melahirkan anak pertama dan usia menopause wanita di Kabupaten Cirebon.

Jangka kehamilan pertama dan terakhir subyek pada penelitian ini bervariasi dari 0 sampai 29 tahun. Subyek yang jangka kehamilannya 0–2 tahun menopause pada usia 44.5 sampai 56.5 tahun. Sedangkan subyek yang jangka kehamilannya 4 tahun, menopause pada usia 44–63 tahun dan subyek yang jangka kehamilannya 13 tahun, menopause pada usia 35–54 tahun (Gambar 10).

(39)

Wanita menopause di Kabupaten Cirebon yang mempunyai dua anak atau kurang bermenopause dari usia 34.5 tahun sampai 62.75 tahun. Sedangkan subyek yang mempunyai anak lebih dari dua orang, bermenopause pada usia 34 sampai 59 tahun (Gambar 11).

Gambar 11 Plot paritas dan usia menopause wanita di Kabupaten Cirebon.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa setiap dasa warsa tahun kelahiran subyek terdapat perubahan usia menarke (Tabel 4). Perubahan usia menarke yang terjadi semakin cepat. Kecenderungan sekuler ini akan lebih nyata jika kita bandingkan usia menarke wanita Kabupaten Cirebon saat ini (tahun 2010) dan 34 tahun yang lalu (tahun 1976). Pada tahun 2010 rata-rata usia menarke wanita 12.04 tahun (Gambar 12) sedangkan pada tahun 1976 rata-rata usia menarkenya 14.51 tahun.

Tabel 4 Tahun kelahiran dan usia menarke wanita Kabupaten Cirebon

Tahun Kelahiran Jumlah subyek (orang) Usia menarke (tahun)

(40)

Gambar 12 Grafik usia menarke wanita masa kini di Kabupaten Cirebon.

Jangka reproduksi wanita rural di Kabupaten Cirebon (34.02 tahun) lebih pendek dibanding jangka reproduksi wanita urban di Kabupaten Bandung (35.55 tahun). Usia menarke wanita rural di Kabupaten Cirebon 14.51 tahun (tahun 1976) lebih lambat dibanding usia menarke wanita urban di Kabupaten Bandung yakni 13.98 tahun (tahun 1973), namun usia menopause terjadi sebaliknya (Tabel 5).

Tabel 5 Perbandingan usia menarke, usia menopause dan jangka reproduksi wanita di daerah rural dan urban di Indonesia

(41)

Status gizi wanita menopause di Kabupaten Cirebon dapat dilihat dari BMI dan persentase lemak tubuhnya (Tabel 6). Berdasarkan hasil perhitungan BMI subyek termasuk dalam kategori kurus 13.6% (20 orang), normal 57.8% (85 orang), gemuk 22.5% (33 orang) dan gemuk sekali 6.1% (9 orang). Sedangkan jika dilihat dari persentase lemak tubuhnya subyek termasuk dalam kategori kurus 41.5% (61 orang), normal 44.9% (66 orang), gemuk 10.2% (15 orang) dan gemuk sekali 3.4% (5 orang).

Tabel 6 Status gizi wanita menopause di Kabupaten Cirebon

Karakteristik wanita

Jumlah subyek (orang)

Persentase

(%) Kriteia subyek

Body mass index (BMI) semua usia

Kurus 20 13.6 < 18.5

Normal 85 57.8 18.5 ч n < 25

Gemuk (over weight) 33 22.5 25 ч n <30

Gemuk sekali (obese) 9 6.1 ш 30

Lemak tubuh 20–40 th 40–60 th 60–80 th

Kurus 61 41.5 < 21% < 23% <24%

(42)

PEMBAHASAN

Jangka reproduksi ditentukan oleh usia menarke dan usia menopause. Apabila terjadi perubahan pada usia menarke atau pada usia menopause seseorang, maka akan berubah pula jangka reproduksinya.

Jangka reproduksi wanita di Kabupaten Cirebon selama 34.02 tahun, dengan rata-rata usia menopause 48.53 tahun (jika dibulatkan mendekati 49 tahun). Usia menopause 49 tahun termasuk kategori normal (49–52 tahun). Wanita dikategorikan ke dalam menopause cepat jika usia menopausenya kurang dari 49 tahun dan wanita digolongkan ke dalam menopause lambat jika usia menopausnya 53 tahun atau lebih (Noord et al. 1997). Wanita non kaukasia [Afrika, Afrika Amerika (49.3 tahun), Hispanik mexiko (48.2 tahun)] akan mengalami menopause lebih cepat dibanding wanita kaukasia (51.5 tahun), namun wanita Malaysian (50.7 tahun) dan Jepang (50.4 tahun) usia menopausenya mendekati wanita Eropa. Wanita Bangkok yang kondisi sosial ekonominya menegah ke bawah rata-rata usia menopause 49.5 tahun (Gold et al. 2001).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jangka reproduksi wanita (dapat mengubah usia menarke dan menopause) mencakup etnis (Chumlea et al. 2003), tingkat sosial ekonomi (Gold et al. 2001; Ikaraoha et al. 2005; Mokha et al. 2006), gaya hidup/penggunaan alat kontrasepsi (Noord et al. 1997), riwayat reproduksi (Reis et al. 1998), status gizi (Adair & Larsen 2001; Martin et al. 2006). Tingkat sosial ekonomi dan gaya hidup merupakan faktor penentu kecenderungan sekuler.

Wanita yang menjadi subyek penelitian sebagian besar (97.6%, 621 orang) merupakan penduduk asli Kabupaten Cirebon yang terdiri atas suku Jawa dan suku Sunda. Kebudayaan Jawa dan Sunda memiliki banyak persamaan dalam pola perkawinan. Oleh karena itu penulis tidak membedakan etnis dalam kaitannya dengan jangka reproduksi.

(43)

dengan pengeluaran energi. Di samping itu, wanita berpendidikan rendah biasanya memiliki pekerjaan yang beresiko. Pekerjaan yang beresiko dan pendidikan rendah akan meningkatkan kadar stress. Stress akan mempengaruhi kerja hipotalamus dan pituitari, yang mengakibatkan amenorrhea dan disfungsi reproduktif. Oleh karena itu, wanita yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan tidak mempunyai pekerjaan tetap akan mengalami menopause lebih cepat (Gold et al. 2001). Dalam penelitian ini, meskipun subyek berpendidikan rendah, namun kondisi ekonomi umumnya cukup baik. Hal ini terbukti dari besarnya pengeluaran dalam keluarga yang dialokasikan untuk makan sudah cukup memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Sebanyak 57.14% (84 subyek) keluarga memiliki pengeluaran untuk konsumsi/makan sama atau bahkan diatas standar UMR (Upah Minimum Regional) Kabupaten Cirebon tahun 2010 sebesar Rp 825 000.

Pada penelitian ini, subyek yang menggunakan kontrasepsi hormonal mengalami menopause dua bulan lebih cepat dibanding subyek yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan alamiah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Reis et al. (1998) yang melaporkan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral akan mengalami menopause lebih cepat. Namun selisih dua bulan usia menopause pada penelitian ini dianggap tidak berarti, karena jumlah subyek yang menopause hanya 36.6% (48 orang) dari subyek yang menggunakan KB hormonal, sedangkan jumlah subyek yang menopause dari akseptor KB non hormonal dan alamiah sebanyak 68% (147 orang). Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi (KB) baik hormonal maupun non hormonal, tidak berpengaruh terhadap usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil peneltian Noord et al. (1997) dan Gold et al. (2001) yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami usia menopause lebih lambat, dikarenakan pengaruh hormon estrogen dan progesteron sintetis yang akan menghambat terjadinya ovulasi.

(44)

Sebanyak 90.4% (123 orang) subyek memiliki jangka kehamilan lima tahun atau lebih. Hal ini disebabkan 81.6% (120 orang) subyek memiliki jumlah anak (paritas) lebih dari dua. Pada umumnya semakin banyak paritas maka semakin panjang jangka kehamilannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin panjang jangka kehamilan dan semakin banyak paritas maka semakin cepat usia menopausnya. Namun demikian, hasil uji sidik ragam (ANOVA) dan plot menunjukkan tidak adanya korelasi antara usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas dengan usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998), Gold et al. (2001) dan Martin et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak paritas maka semakin lambat usia menopausenya. Sedangkan usia melahirkan anak pertama yang tidak berpengaruh terhadap usia menopause pada hasil penelitian ini, berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998) dan Martin et al. (2006), yakni semakin tua usia melahirkan anak pertama maka semakin cepat usia menopausenya.

Usia menarke yang berubah semakin cepat terjadi pada wanita di Kabupaten Cirebon, disebabkan oleh kecenderungan sekuler. Kecenderungan sekuler dalam usia menarke terjadi pula pada gadis India yang mengalami penurunan usia menarke rata-rata sekitar 6 bulan per dekade dalam tiga dekade terakhir (Bagga & Kulkarni 2000). Kecenderungan sekuler merupakan perubahan yang dipicu oleh perubahan sosial ekonomi masyarakat pada kurun waktu tertentu. Parent et al. (2003) berpendapat bahwa kecenderungan sekuler berhubungan dengan latar belakang budaya/etnis, geografi dan sosial ekonomi. Selain itu, kondisi lingkungan pergaulan kemungkinan dapat merubah sistem endokrin, sehingga dapat mempercepat terjadinya menarke.

(45)

usia menopause. Status gizi masyarakat di daerah rural pada umumnya lebih rendah dibanding masyarakat di daerah urban. Status gizi yang rendah dinilai dari BMI dan persentase lemak tubuh yang rendah. Wanita yang memiliki BMI dan persentase lemak tubuh yang rendah cenderung kekurangan kalori dan nutrisi, akan mengakibatkan amenorrhea. Sebaliknya wanita yang gemuk dan cukup lemak, maka sel-sel dalam jaringan adiposanya akan memproduksi estron yang akan meningkatkan sirkulasi estrogen dalam tubuh sehingga memperpanjang fungsi reproduktif (Gold et al. 2001).

Jangka reproduksi wanita rural Kabupaten Cirebon hampir sama dengan Baduy, namun berbeda dengan Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya. Perbedaan data yang dihasilkan di Kampung Naga kemungkinan disebabkan jumlah sampel wanita menopause yang diteliti relatif sedikit (22 orang), sehingga data yang didapat kurang representatif.

Wanita di daerah rural akan mengalami menarke lebih lambat dibanding wanita di daerah urban. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di beberapa negara (Tabel 7). Pada tahun 1989 usia menarke gadis di daerah rural Punjab india 13.62 tahun, lebih tua dibanding usia menarke gadis di daerah urban (13.31 tahun). Sama halnya di Nigeria pada tahun 2005 gadis rural mengalami menarke pada usia 14.22 tahun, sedangkan gadis urban menarkenya pada usia 13.19 tahun.

Tabel 7 Perbandingan usia menarke wanita rural dan urban di beberapa negara

Negara Usia Menarke di

(46)
(47)

SIMPULAN

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adair LS, Larsen PG. 2001. Maturational Timing and Overweight Prevalence in US Adolescent Girls. Am J Public Health 91:642-644.

Akahoshi M, Soda M, Nakashima E, Shimaoka K, Seto S, Yano K. 1996. Effects of Menopause on Trends of Serum Cholesterol, Blood Pressure, and Body Mass Index. Circulation 94:61-66.

Bagga A, Kulkarni S. 2000. Age at menarche and secular trend in Maharashtrian (Indian) girls. Acta Biologica Szegediensis 44:53-57.

Beall CM. 1982. Age menopause and menarche in a high altitude Himalaya population. J CNAS 9:49-54.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data Sosial Ekonomi Masyarakat Kabupaten

Cirebon Tahun 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon dengan Badan

Perencanaan Daerah Kabupaten Cirebon. Cirebon.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Agregat per

Kecamatan Kabupaten Cirebon. Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon.

Cirebon.

Burger HG, Dudley EC, Robetson DM, Dennerstein L. 2002. Hormonal Changes in the Menopause Transition. Endocrine Society 3:257-275.

Chumlea WC, Schubert CM, Roche AF, Kulin HE, Lee PA, Himes JH, Sun SS. Multietnic Sample of Midllife Woman. Am J Epidemiol 153: 865-874.

Graaff VD. 2001. Human Anatomy. Ed ke-6. New York: McGraw-Hill.

Gracia CR, Freeman EW, Sammel MD, Lin H, Mogul M. 2007. Hormones and Seksuality During Transition to Menopause. Obstretrics Gynecology 109:831–840.

Ikaraoha CI, Mbadiwe IC, Igwe CU, Allagua DO, Mezie O, Iwo GTO, Ofori PI. 2005. Menarchial age of secondary school girls in urban and rural areas of rivers state, Nigeria. J Health Allied Sci 4:1-4.

Janssen I, Powell LH, Crawford S, Lasley B, Tyrrell KS. 2008. Menopause and the Metabolic Syndrome the Study of Women’s Health Across the Nation.

(49)

Jones KP, Walker LC, Anderson D, Lacreuse A, Robson SL, Hawkes K. 2007. Depletion of Ovarian Follicles with Age in Chimpanzees: Similarities to Humans. Biology of Reproduction 77: 247-251.

Luborsky JL, Meyer P, Sowers MF, Gold EB, Santoro N. 2002. Premature menopause in a multi-ethnic population study of the menopause transition.

Human Reproduction 18:199-206.

Martin LJ, Greenberg CV, Kriukov V, Minkin S, Jenkins DJA, Boyd NF. 2006. Intervention with a low-fat, high-carbohydrate diet does not influence the timing of menopause. American Society for Nutrition. Am J Clin Nutr 84:920-928.

Mattison DR, Thorgeirsson SS. 1978. Smoking and industrial pollution and their effects on menopause and ovarian cancer. The Lancet 311:187-188.

Mokha R, Kaur AI, Kaur N. 2006. Age at Menarche in Urban-Rural Punjabi Jat Sikh Girls. Anthropologist 8:207-209.

Murabito JM, Yang Q, Fox C, Wilson PWF, Cupples LA. 2005. Heritability of Age at Natural Menopause in the Framingham Heart Study. J Clin

Endocrinol Metab 90:3427-3430.

Nelson HD, Haney E, Humphrey L, Miller J, Nedrow A, Nicolaidis C, Vesco K, Walker M, Bougatsos C, Nygren P. 2005. Management of Menopause-Related Symptoms. Agency for Healthcare Research and Quality 5:169-179.

Noord PV, Dubas JS, Dorland M, Bursma H, Velde E. 1997. Age at Natural Menopause in a population-based screening cohort: The Role of Menarche, Fecundity and Lifestyle Factors. Fertility and Sterility 68:95-102.

Otte A, Hassler J, Brogowski J, Bowen JC, Mayhew JL. 2000. Relationship

between Body Mass Index and Predicted %Fat in College Men and Women. MAHPERD Journal 10:23-29.

Parent AS, Teilmann G, Juul A, Skakkebaek NE, Toppari J, Bourguignon JP. 2003. The timing of Normal Puberty and the Age Limits of Seksual precocity: variations around the world, secular trends, and changes after migration.

Endocrine Reviews 24:668-693.

Pasquet P, Biyong AMD, Adie HR, Mengue RB, Garba MT, Froment A. 1999. Age at menarche and urbanization in Cameroon: current status and secular trends. Annals of Human Biology. 26:89-97.

(50)

Rohmatullayally EN. 2010. Jangka Reproduksi Wanita Suku Baduy, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten [Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Schulman IH, Aranda P, Raij L, Veronesi M, Aranda FJ, Martin R. 2006. Surgical Menopause Increases Salt Sensitivity of Blood Pressure. Hypertension 47:1168-1174.

Sievert LL. 2006. Menopause A Biocultural Perspective. London: Rutgers Univ Pr.

Speroff L, Glass RH, Kase NC. 1988. Clinical Gynecologic Endocrinology and

Infertiliy. Ed ke-4. US: Baltimore Pr.

Sukmaningrasa S. 2009. Jangka Reproduksi pada Wanita di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat [Thesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Thomas F, Renaud F, Benefice E, De meeus T, Guegan JF. 2001. International Variability of Ages at Menarche and Menopause: Patterns and Main Determinants. Human Biology 73: 271-290.

Vaughan DW. A Learning System in Histology. 2002. New York: Oxford Univ Pr.

Venables WN, Ripley BD. 1999. Modern Applied Statistic with S-Plus. New York: Springer.

Vidiawati V. 2009. Jangka Reproduksi Wanita Kampung Naga [Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Wirakusumah ES. 2004. Tetap Sehat, Cantik, dan Bahagia di Masa menopause

dengan Terapi Estrogen alami. Jakarta: Gramedia Pustaka utama.

Worzala K, Hiller R, Sperduto RD, Mutalik K, Murabito JM, Moskowitz M,

D’Agostino RB, Wilson PWF. 2001. Postmenopausal Estrogen Use, Type of Menopause, and Lens Opacities. Arch Intern Med 161:1448-1454.

(51)
(52)

Lampiran 1 Kuisioner jangka reproduksi (probandus usia 3570 tahun)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI

Gedung Fapet Lt. 5 Wing 1 Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, 16680 Telp/fax. (0251) 8622833

KUISIONER JANGKA REPRODUKSI PADA WANITA DI KAB. CIREBON DATA PRIBADI

Jenis makanan : 4 sehat 5 sempurna / 4 sehat / tidak memenuhi 4 sehat Jenis protein : protein nabati / protein hewani / campuran

Penyakit yang diderita (jika ada) : ... Usia berapakah anda pertama kali mengalami menstruasi (menarche) : ... tahun Tanggal pertama menstruasi : ... Lama mengalami menstruasi : ... hari

Kapan anda terakhir mengalami menstruasi : ... Usia berapa berhenti menstruasi : ... tahun

Status : kawin / tidak kawin ( coret yang tidak perlu ) Alat kontrasepsi yang digunakan: Pil KB / Suntik KB / Implant / IUD / Steril/... Pekerjaan : ...……...……….………... Pendidikan Terakhir : SD / SLTP / SLTA / S1 / S2 ( coret yang tidak perlu )

Aktivitas berolah raga : Sering/Jarang, Jenis olah raga : Volly ball, ulutangkis, Senam, ... Pengeluaran keluarga per bulan untuk makan (pilih salah satu):

a. n < Rp 500.000

b. Rp 500.000 ≤ n < Rp 825.000 c. Rp 825.000 ≤ n < Rp 1.200.000 d. Rp 1.200.000 ≤ n < Rp 1.500.000 e. n ≥ 1.500.000

keterangan : n = jumlah pengeluaran keluarga untuk makan

Persetujuan dijadikan sampel dalam penelitian untuk diambil data

Dengan ini saya bersedia dan mengizinkan untuk dijadikan sampel dalam penelitian hubungan

menopause dengan menarche pada wanita. Semoga data yang diberikan dipergunakan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan dipergunakan sebagaimana mestinya.

Cirebon , …..………2010

Memo: yang memberikan persetujuan

(53)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI

Gedung Fapet Lt. 5 Wing 1 Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, 16680 Telp/fax. (0251) 8622833

KUISIONER JANGKA REPRODUKSI PADA WANITA DI KAB. CIREBON

DATA ORANG TUA / WALI Suku kakek dan nenek dari pihak ayahnya ayah : jawa / sunda / ... Tempat lahir orang tua ayahnya ayah : ... Suku kakek dan nenek dari pihak ayahnya ayah : jawa / sunda / ... Tempat lahir orang tua ibunya ayah : ... Suku kakek dan nenek dari pihak ayahnya ibu : jawa / sunda / ... Tempat lahir orang tua ibunya ibu : ...

No. Parameter Kode Hasil Pengukuran

1. Berat badan BB ………..kg

2. Tinggi badan TB ……….cm

3. Tebal lipatan kulit paha TLKP ……….mm

4. Tebal lipatan kulit suprailiac TLKS ……….mm

5. Tebal lipatan kulit trisep TLKT ………mm

(54)

Lampiran 2 Kuisioner menarke remaja (probandus usia 1020 tahun)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN BIOLOGI

Gedung Fapet Lt. 5 Wing 1 Jl. Agatis Kampus IPB Darmaga, 16680 Telp/fax. (0251) 8622833

KUISIONER MENARKE REMAJA USIA 10-20 TAHUN DI KABUPATEN CIREBON

DATA PRIBADI

Jenis makanan : 4 sehat 5 sempurna/ 4 sehat / tidak sesuai 4 sehat Jenis protein : protein nabati / protein hewani / campuran Penyakit yang pernah diderita (jika ada) : ... Pada usia berapakah anda pertama kali mengalami menstruasi : ...tahun

Berat Badan : ...Kg Tinggi Badan : ...cm

DATA ORANG TUA/ WALI MURID

Nama ayah : ... Tempat & Tanggal lahir ayah/umur ayah : ... Suku ayah : jawa / sunda / ... Tempat lahir/asal kakek dari pihak ayah : ... Suku nenek dari pihak ayah : jawa / sunda / ... Tempat lahir/asal nenek dari pihak ayah : ... Nama ibu : ... Tempat & Tanggal lahir ibu/umur ibu : ... Suku ibu : jawa / sunda / ... Tempat lahir/asal kakek dari pihak ibu : ... Suku nenek dari pihak ibu : jawa / sunda ... Tempat lahir/asal nenek dari pihak ibu : ...

Persetujuan Orang tua Memo:

(55)
(56)

ABSTRACT

WATI’AH. Woman Reproductive Span and Its Factor in Cirebon Regency, West Java, Indonesia. Supervised by BAMBANG SURYOBROTO and SRI BUDIARTI.

Research on reproductive span of Indonesian women is scarce. There was conflicting data between urban and rural area. Present study used longitudinal data to get the reproductive span of women who live in Cirebon rural community. Data was collected from interview. The data was processed using the Probit GLM (Generalized Linear Models). The result showed that age of menarche was 14.51 years and menopause was 48.53 years, so that the reproductive span was 34.02 years. This reproductive span is not influenced by the use of contraceptives and their reproductive history which included age at first childbirth, the distance between the first and last pregnancy and number of children (parity). Women in rural areas have a shorter reproductive span than women in urban areas. Secular trends decreased the age of menarche.

(57)

RINGKASAN

WATI’AH. Jangka Reproduksi dan Kajian Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Wanita di Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan SRI BUDIARTI

Kepadatan penduduk di Indonesia (126 jiwa/km2) termasuk kategori yang cukup tinggi dibanding rata-rata kepadatan penduduk di dunia (43 jiwa/km2). Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 137 782 690 jiwa, 58% diantaranya bertempat tinggal di Pulau Jawa. Kabupaten Cirebon yang merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, memiliki jumlah penduduk 2 065 142 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1 017.45 jiwa/km2 (BPS 2010). Kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk.

Kepadatan dan pertumbuhan penduduk ditentukan oleh banyaknya wanita usia produktif yang masih mungkin untuk hamil dan melahirkan. Rentang usia ketika seorang wanita masih produktif disebut jangka reproduksi. Jangka reproduksi ditentukan oleh usia menarke dan usia menopause. Penelitian mengenai menopause telah dilakukan di Turki oleh Reis et al. (1998) yang menyatakan bahwa usia menopause berkorelasi positif dengan status perkawinan,

body mass index (BMI), graviditas, paritas, usia menarke, dan lama pendarahan

(menstruasi). Namun hasil penelitian Noord et al. (1997) di Netherlands menunjukkan bahwa usia menopause dipengaruhi oleh gaya hidup (merokok dan penggunaan kontrasepsi oral) dan usia menopause tidak berhubungan dengan usia menarke. Penelitian di Amerika oleh Gold et al. (2001) melaporkan bahwa merokok, pendidikan yang rendah, tidak memiliki pekerjaan tetap, akan mempercepat usia menopause, sedangkan paritas dan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami menopause lebih lambat.

Penelitian mengenai jangka reproduksi wanita di Indonesia masih mendapatkan hasil yang inkonsisten. Wanita di Kabupaten Bandung yang merupakan daerah urban memiliki jangka reproduksi 35.55 tahun (Sukmaningrasa 2009), sedangkan wanita di Kampung Naga dan Baduy yang termasuk daerah rural, masing-masing memiliki jangka reproduksi 36.47 dan 33.67 tahun (Vidiawati 2009; Rohmatullayaly 2010). Jangka reproduksi wanita rural di Kampung Naga lebih panjang dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Sebaliknya, jangka reproduksi wanita rural di Baduy lebih pendek dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, penulis ingin membuktikan apakah jangka reproduksi di daerah rural lebih panjang atau lebih pendek dibanding daerah urban.

(58)

dan remaja berusia 10–20 tahun. Sampel yang diolah datanya sejumlah 621 orang yang merupakan penduduk asli Kabupaten Cirebon, sisanya 15 sampel tidak memenuhi kriteria yang diharapkan (bukan penduduk asli Kabupaten Cirebon/pendatang dan usianya lebih dari 70 tahun). Sampel yang diolah datanya terdiri atas 347 ibu-ibu serta 274 anak-anak dan remaja. Sebanyak 216 orang dari sampel ibu-ibu tidak menggunakan kontrasepsi dan sebagai akseptor KB non hormonal, 147 orang diantaranya sudah menopause. Sedangkan 131 orang diantara sampel ibu-ibu, sebagai akseptor KB hormonal dan hanya 48 orang yang sudah menopause.

Penentuan jangka reproduksi dilakukan dengan menggunakan metode longitudinal, yakni mencari wanita yang sudah menopause dan menanyakan kapan menarkenya (Beall 1982). Penentuan usia melahirkan anak pertama, jangka kehamilan dan paritas menggunakan metode ingatan (memory) dan metode status quo sesuai dengan kondisi probandus. Sedangkan penentuan status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi badan dan tebal lipatan kulit, guna mengetahui Body Mass Index (BMI) dan Body Fat Percentage (persentase lemak tubuh). Analisis data menggunakan Generalized Linear Model (GLM) (Venables & Ripley 1999) dan ANOVA. Tempat pengolahan data dilakukan di bagian Biosistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi FMIPA IPB.

Jangka waktu reproduksi wanita di Kabupaten Cirebon adalah selama 34.02 tahun. Jangka reproduksi ini didapat dari rata-rata usia menopause 48.53 tahun dikurangi rata-rata usia menarke 14.51 tahun.

Penggunaan alat kontrasepsi (KB) baik hormonal maupun non hormonal pada penelitian ini, tidak berpengaruh terhadap usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil peneltian Noord et al. (1997) dan Gold et al. (2001) yang menyatakan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral (hormonal) akan mengalami usia menopause lebih lambat. Berbeda pula dengan pendapat Reis et al. (1998) yang melaporkan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral akan mengalami menopause lebih cepat.

Uji sidik ragam (ANOVA) riwayat reproduksi wanita menopause di Kabupaten Cirebon meliputi usia melahirkan anak pertama (F=0.0061, P>0.05), jangka kehamilan pertama dan terakhir (F=0.0473, P>0.05) serta paritas (F=0.7081, P>0.05). Hasil uji sidik ragam dan plot menunjukkan tidak adanya korelasi antara riwayat reproduksi dengan usia menopause. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998), Gold et al. (2001) dan Martin et al. (2006) yang menyatakan bahwa semakin banyak paritas maka semakin lambat usia menopausenya. Sedangkan usia melahirkan anak pertama yang tidak berpengaruh terhadap usia menopause pada hasil penelitian ini, berbeda dengan hasil penelitian Reis et al. (1998) dan Martin et al. (2006), yakni semakin tua usia melahirkan anak pertama maka semakin cepat usia menopausenya.

(59)

merupakan perubahan yang dipicu oleh perubahan sosial ekonomi masyarakat pada kurun waktu tertentu. Parent et al. (2003) berpendapat bahwa kecenderungan sekuler berhubungan dengan latar belakang budaya/etnis, geografi dan sosial ekonomi. Selain itu, kondisi lingkungan pergaulan kemungkinan dapat merubah sistem endokrin, sehingga dapat mempercepat terjadinya menarke.

Wanita rural di Kabupaten Cirebon memiliki jangka reproduksi (34.02 tahun) lebih pendek dibanding wanita urban di Kabupaten Bandung (35.55 tahun). Usia menarke wanita rural di Kabupaten Cirebon 14.51 tahun (tahun 1976) lebih lambat dibanding usia menarke wanita urban di Kabupaten Bandung yakni 13.98 tahun (tahun 1973), namun usia menopause terjadi sebaliknya. Hal ini diakibatkan oleh kondisi sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan status gizi masyarakat di daerah rural lebih rendah dibanding masyarakat di daerah urban.

Wanita menopause di Kabupaten Cirebon berstatus gizi baik, karena 86.4% (127 subyek) termasuk BMI yang normal dan gemuk serta 58.5% (86 subyek) memiliki lemak tubuh yang cukup. Wanita dengan BMI rendah akan mengalami menopause lebih cepat (Martin et al. 2006).

Gambar

Gambar 1  Organ reproduksi wanita (Graaff  2001).
Gambar 2  Organ reproduksi internal wanita (Graaff  2001).
Gambar 3  Bagan siklus menstruasi (Graaff 2001).
Gambar 4  Jumlah folikel semakin menurun bersamaan dengan bertambahnya usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai difusivitas panas bahan merupa- kan salah satu sifat panas yang dibutuhkan untuk menduga laju perubahan suhu bahan sehingga dapat ditentukan waktu optimum yang

Oleh yang demikian, ternyata gong adalah sebahagian daripada budaya material masyarakat ‘ketaw’ Sebup yang penting dalam kitaran hidup mereka sejak perkahwinan sehinggalah ke

Dengan demikian, dua buah garis dikatakan sejajar jika keduanya memiliki gradien yang sama, yakni.

Perubahan kondisi DPS, perubahan kondisi DPS seperti penggundulan hutan, pengolahan lahan pertanian yang kurang tepat, pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata

Dari hasil penelitian tentang hubungan antara volume resap LRB kedalaman 25 cm, 50 cm, 75 cm dengan waktu peresapan yaitu pada 5 menit ke 1, 2 dan ke 3

[r]

Guna menunjang tujuan tersebut, maka dibutuhkan suatu bentuk pelatihan bagi pemuda untuk memahami secara mendalam mengenai falsafah Jawa yang terkandung dalam

Dari hasil perhitungan uji Independent Samples Test pada tabel 5 di atas, maka dapat dijelaskan bahwa data motivasi belajar, prestasi belajar akademik dan prestasi