PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN
MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK
PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN
GRESIK-LAMONGAN
(Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550)
TUGAS AKHIR
Diajukan Oleh :
KEKEN PRAMISTA
0653010014
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN
MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK
PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN
GRESIK – LAMONGAN (Sta. 27 + 250 – Sta. 32 + 550)
Disusun Oleh :KEKEN PRAMISTA NPM. 0653010014
Telah diuji, dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada hari Rabu 12 Desember 2012
Pembimbing : Tim Penguji :
1. Pembimbing I, 1. Penguji I,
Ibnu Solichin, ST., MT Masliyah, ST., MT
NPT. 3 7109 99 0167 1
2. Pembimbing II, 2. Penguji II,
Iwan Wahjudijanto, ST., MT Ir. Hendrata Wibisana, MT
NPT. 3 7102 99 0168 1 NPT. 030 212 022
3. Penguji III,
N. Dita P. Putra, ST., MT NPT. 3 7003 00 0175 1
Mengetahui :
Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur atas khadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas akhir ini
dengan judul :
“PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN MENGGUNAKAN
STABILISASI KAPUR UNTUK PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI
RUAS JALAN GRESIK - LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta.32 + 550)”.
Penyusunan tugas akhir ini dibuat berdasarkan syarat kurikulum yang berlaku
di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini
penulis berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang didapatkan dibangku
kuliah dan buku literatur yang sesuai untuk menunjang tugas akhir ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir ini. Tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas
akhir ini dari segala pihak sangat penulis butuhkan.
Surabaya, 20 Februari 2012
PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN
MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK
PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN
GRESIK-LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550)
KEKEN PRAMISTA
0653010014
ABSTRAK
Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat – sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Jika material tanah distabilisasi, maka kualitasnya menjadi bertambah, dan kemampuan lapisan tersebut dalam mendistribusikan beban ke area yang lebih luas juga
bertambah, sehingga mereduksi tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Ruas jalan Gresik – Lamongan merupakan jalan arteri, sehingga banyak
dilewati kendaraan berat, sehingga keadaan jalan tersebut terjadi kerusakan. Dalamnya lapisan tanah dasar yang berupa tanah lempung berlanau menyebabkan daya dukung tanah dasar dilokasi studi Gresik-Lamongan sangat kecil dengan nilai CBR 1,44%.
Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan tanah menggunakan stabilisasi tanah dengan penambahan kapur untuk meningkatkan harga CBR. Metode yang dipakai dalam penelitian stabilisasi tanah dengan kapur ini adalah metode yang mengacu pada aturan – aturan yang terdapat dalam AASHTO. Untuk stabilisasi ini, jenis kapur yang digunakan adalah kapur terhidrasi Ca(OH)2 . Kadar kapur yang
digunakan untuk penelitian yaitu 0%, 2%, dan 4%.
Hasil dari percobaan menunjukkan adanya peningkatan CBR dari 0%, 2%, dan 4%. Didapatkan nilai CBR campuran 0% kapur adalah 5,21%. Nilai CBR campuran 2% kapur meningkat menjadi 46,12%. Sedangkan CBR campuran 4% kapur 59,50%.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...i
ABSTRAK...ii
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR GAMBAR...v
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1Latar Belakang...1
1.2Perumusan Masalah...2
1.3Tujuan Penelitian...3
1.4Batasan Masalah...3
1.5Lokasi Penelitian...4
BAB II TINJ AU PUSTAKA...5
2.1 Tinjauan Umum...5
2.2 Tanah Dasar...6
2.3 Klasifikasi Tanah...11
2.4 Tanah Ekspansif...16
2.6 Indeks Plastisitas...20
2.7 Parameter untuk Analisis dan Desain Stabilisasi...21
2.8 Stabilisasi Tanah Kapur...28
2.9 Tipe – Tipe Kapur...34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...38
3.1 Dasar – Dasar Penelitian...38
3.2 Identifikasi Permasalahan...38
3.3 Pengumpulan Data...38
3.4 Tahap Penelitian...39
3.5 Cara Kerja...40
3.6 Flowchart...41
BAB IV PEMBAHASAN...42
4.1 Umum...42
4.2 Analisa Data...43
4.3 Hasil Percobaan dan Perhitungan Tanah Asli...44
4.4 Hasil Percobaan dan Perhitungan Tanah Asli + Kapur...75
5.2 Saran...101
DAFTAR PUSTAKA...102
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bagan Klasifikasi Tanah USCS...13
Tabel 2.2 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS...14
Tabel 2.3 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS...15
Tabel 2.4 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan...19
Tabel 2.5 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah...21
Tabel 2.6 Parameter Analisis dan Desain Stabilisasi...22
Tabel 2.7 Ukuran-Ukuran Ayakan Standar di Amerika Serikat...26
Tabel 2.8 Perbandingan Ukuran Butiran dan Berat Benda Uji...28
Tabel 2.9 Kadar Kapur Terhidrasi Ca(OH)2...37
Tabel 4.1 Penyelidikan CBR Titik 1A...45
Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli...46
Tabel 4.3 Analisa Saringan Titik 1...50
Tabel 4.4 Analisa Saringan Titik 2...51
Tabel 4.5 Analisa Saringan Titik 3...52
Tabel 4.8 Percobaan Kadar Air Titik 2...55
Tabel 4.9 Percobaan Kadar Air Titik 3...55
Tabel 4.10 Percobaan Kadar Air Titik 4...56
Tabel 4.11 Analisa Kadar Air...56
Tabel 4.12 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 1...58
Tabel 4.13 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 2...58
Tabel 4.14 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 3...59
Tabel 4.15 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 4...59
Tabel 4.16 Analisa Berat Isi Tanah...60
Tabel 4.17 Percobaan Batas Cair Titik 1...62
Tabel 4.18 Percobaan Batas Cair Titik 2...62
Tabel 4.19 Percobaan Batas Cair Titik 3...62
Tabel 4.20 Percobaan Batas Cair Titik 4...63
Tabel 4.21 Analisa Batas Cair...64
Tabel 4.22 Percobaan Batas Plastis Titik 1...65
Tabel 4.23 Percobaan Batas Plastis Titik 2...66
Tabel 4.24 Percobaan Batas Plastis Titik 3...66
Tabel 4.26 Analisa Batas Plastis...68
Tabel 4.27 Percobaan Batas Susut Titik 1...69
Tabel 4.28 Percobaan Batas Susut Titik 2...70
Tabel 4.29 Percobaan Batas Susut Titik 3...70
Tabel 4.30 Percobaan Batas Susut Titik 4...71
Tabel 4.31 Analisa Batas Susut...72
Tabel 4.32 Analisa Indeks Plastisitas...74
Tabel 4.33 Percobaan Batas Cair Tanah Asli + Kapur...75
Tabel 4.34 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...77
Tabel 4.35 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...78
Tabel 4.36 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...79
Tabel 4.37 Percobaan Batas Plastis Tanah Asli + Kapur...80
Tabel 4.38 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...82
Tabel 4.39 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...83
Tabel 4.40 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...84
Tabel 4.41 Percobaan Batas Susut Tanah Asli + Kapur...86
Tabel 4.44 Analisa Batas Susut Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...89
Tabel 4.45 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...92
Tabel 4.46 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...93
Tabel 4.47 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...94
Tabel 4.48 Percobaan CBR Tanah Asli + Kapur...95
Tabel 4.49 Nilai CBR Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...96
Tabel 4.50 Nilai CBR Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...97
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Nilai CBR Tanah Asli...46
Grafik 4.2 Analisa Saringan Titik 1...50
Grafik 4.3 Analisa Saringan Titik 2...51
Grafik 4.4 Analisa Saringan Titik 3...52
Grafik 4.5 Analisa Saringan Titik 4...53
Grafik 4.6 Analisa Kadar Air...56
Grafik 4.7 Analisa Berat Isi Tanah...60
Grafik 4.8 Analisa Batas Cair...64
Grafik 4.9 Analisa Batas Plastis...68
Grafik 4.10 Analisa Batas Susut...72
Grafik 4.11 Analisa Indeks Plastisitas...74
Grafik 4.12 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...77
Grafik 4.13 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...78
Grafik 4.14 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...79
Grafik 4.17 Batas Plastis Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...84
Grafik 4.18 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...87
Grafik 4.19 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...88
Grafik 4.20 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...89
Grafik 4.21 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 3 hari)...92
Grafik 4.22 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 7 hari)...93
Grafik 4.23 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 14 hari)...94
Grafik 4.24 Nilai CBR Tanah + Kapur (pemeraman 3 hari)...96
Grafik 4.25 Nilai CBR Tanah + Kapur (pemeraman 7 hari)...97
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta lokasi...4
Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg Limit...9
Gambar 3.1 Bagan Alur Percobaan...41
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan sebagai sarana transportasi yang sangat penting, perlu kiranya mendapat
perhatian khusus dalam hal pembangunannya. Apabila jalur transportasi dalam
kondisi baik maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat serta memperlancar mobilisasi orang
dan barang maka program pembangunan prasarana jalan terus ditingkatkan sehingga
kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi. Pada program peningkatan jalan ruas
Gresik-Lamongan yang dimasukkan dalam proyek paket III
Babat-Widang-Lamongan-Gresik yang berupa pelapisan ulang (overlay) dan pelebaran jalan.
Sejumlah warga mengeluh tentang kondisi jalan yang rusak di jalur pantura
Gresik-Lamongan. Hal ini telah di bahas dalam situs www.lensaindonesia.com.
Kerusakan jalan ini disebabkan oleh kondisi tanah yang jelek dengan daya dukung
tanah yang rendah, yang mengakibatkan sering terjadinya kerusakan-kerusakan jalan
yang ditimbulkan oleh kendaraan dengan muatan berlebih. Sehingga tidak
memungkinkan dibangun prasarana jalan di atasnya.
Tanah yang jelek dengan daya dukung yang rendah dapat diperbaiki atau
ditingkatkan daya dukung tanahnya dengan cara stabilisasi. Stabilisasi dalam
penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kekuatan tanah dasar (subgrade) dan
pada akhirnya akan mempertipis tebal lapisan lentur diatasnya. Maka dari itu untuk
Tanah dasar pada ruas jalan Gresik – Lamongan (Sta 27+250 – Sta.32+550)
akan dilakukan perbaikan tanah dalam bentuk stabilisasi kimia yaitu dengan cara
penambahan kapur untuk meningkatkan harga CBR (California Bearing Ratio).
Peningkatan kekuatan tanah dasar ini diharapkan mampu meningkatkan kekuatan
perkerasan diatasnya sehingga perkerasan jalan menjadi lebih baik. Dari hasil
penelitian tersebut dapat diketahui klasifikasi tanah, hingga seberapa kadar kapur
yang diperlukan untuk meningkatkan kekuatan tanah sesuai dengan persyaratan yang
diijinkan oleh Bina Marga.
1.2 Perumusan Masalah
Adapun usaha penyelesaian masalah dari kondisi tanah pada ruas jalan
Gresik - Lamongan (Sta 27+250 – Sta 32+550) adalah :
1. Berapa nilai batas Atterberg dan CBR tanah asli?
2. Berapa nilai batas Atterberg setelah di stabilisasi dengan kapur?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai batas Atterberg dan nilai CBR tanah asli yang diperoleh
pada percobaan di laboratorium.
2. Mengetahui nilai batas Atterberg setelah di stabilisasi dengan kapur.
3. Mengetahui nilai CBR setelah di stabilisasi dengan kapur.
1.4 Batasan Masalah
Karena keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami miliki maka batasan
studi yang kami bahas dalam tugas akhir ini adalah :
1. Lokasi studi di ruas jalan Gresik – Lamongan Sta 27+250 – Sta 32+550.
2. Perbaikan daya dukung tanah dengan stabilisasi tanah - kapur.
3. Tidak membahas tentang geometrik tanah
4. Menekankan penelitian stabilisasi tanah dengan bahan kapur.
5. Campuran kapur diambil 0%, 2%, dan 4% dari masing-masing sampel
tanah yang diambil di lapangan.
6. Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika tanah Program Studi
1.5 Lokasi Penelitian
Gambar 1.1 Lokasi Penelitian
Sta 32+550
Sta 27+250
LOKASI PENELITIAN GRESIK – LAMONGAN
Sta 27+250 – Sta 32+550
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
Kerusakan perkerasan jalan yang diakibatkan oleh perilaku tanah ekspansif
pada ruas jalan Gresik-Lamongan. Sampai saat ini belum ada metode
penanggulangan yang memuaskan dalam penanganan kerusakan jalan yang berada di
atas tanah ekspansif dan masih bersifat coba–coba dengan teknik penanganan yang
ada. Penanganan masih kurang didasarkan terhadap metode yang memadai,
disamping data tanah yang digunakan dalam perencanaan kurang akurat.
Penyebab utama dari kerusakan jalan adalah tanah yang berada di bawah
perkerasan merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah lempungan yanag
mempunyai sifat kembang–susut yang besar serta mempunyai nilai indeks plastisitas
tinggi. Sifat kembang–susut dipengaruhi perubahan kadar airnya, sedangkan nilai
indeks plastisitas tinggi karena tanah berbutir halus yang mempunyai sifat ekspansif.
Oleh karena itu maka penanganan dapat diarahkan terhadap bagaimana
mempertahankan kadar air agar tidak terjadi perubahan yang besar serta bagaimana
2.2 Tanah Dasar
Tanah dasar adalah tempat berdirinya suatu komponen, baik itu bangunan
atau prasarana jalan. Dalam pembahasan ini dikhususkan untuk pembangunan
prasarana jalan, dimana tanah dasar sebagai dasar perletakan konstruksi perkerasan
jalan, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi
perkerasan jalan tidak lepas dari sifat dan kondisi tanah dasar. Untuk mengetahui
sifat dan kondisi tanah dasar agar diketahui seberapa besar daya dukungnya dapat
digunakan beberapa metode seperti
:
- CBR (California bearing Ratio)
- Mr (Resilent Modulus)
- DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
- k (Modulus Reaksi Tanah Dasar)
Pada perencanaan jalan ini digunakan cara pemeriksaan CBR untuk
mengetahui daya dukung tanah dasar. CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh
tanah yang didapat dari data laboratorium maupun data lapangan. Harga CBR
dinyatakan dalam persen, jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas
tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai
2.2.1 Data Penyelidikan Tanah
Data tanah sangat penting artinya guna menentukan besar kecilnya
daya dukung tanah dasar. Tidak semua tanah yang dipakai sebagai perletakan
bangunan dalam kondisi baik, artinya bahwa tanah tidak bisa langsung
dibangun suatu konstruksi jalan di atasnya, untuk itu perlu diketahui
karakteristik dari tanah tersebut yaitu melalui penyelidikan tanah di lapangan
dan laboratorium.
a. Penyelidikan Lapangan
Penyelidikan dilaksanakan langsung di lapangan sehingga didapat
data tanah secara cepat. Untuk memperoleh karakteristik tanah dasar,
maka dilaksanakan penyelidikan tanah yang terdiri dari :
Cone Penetration Test ( CPT ) :
Suatu metode eksplorasi tanah di lapangan dengan penetrasi kerucut
dengan ujung standar ditekan ke dalam tanah.
Boring Test :
Merupakan suatu cara pengambilan contoh tanah dengan alat bor.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis lapisan tanah sampai
pada kedalaman tertentu secara visual, kedalaman muka air tanah, dan
untuk memperoleh sampel tanah yang akan diuji di laboratorium.
Standard Penetration Test ( SPT ) :
Merupakan metode yang dipakai untuk menentukan kondisi tanah di
b. Penyelidikan Laboratorium
Merupakan cara pengujian tanah di dalam laboratorium berdasarkan
sampel tanah yang diambil di lapangan. Data tanah sangat penting untuk
perhitungan analisa stabilitas. Beberapa tes yang dilakukan di
laboratorium, yaitu :
Tes Volumetri dan Gravimetri :
Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara butiran tanah,
air, dan udara yang terdapat di pori-pori tanah. Hasil dari pengujian ini
didapat berupa : kadar air (W), angka pori (e), specific gravity (Gs) dan
berat volume jenuh air (γ sat.)
Tes Atterberg Limit :
Tes ini dipakai untuk menentukan batas-batas atterberg dari kadar air
tanah yang dinyatakan dalam persen. Kadar air mengalami transisi dari:
- Keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan sebagai batas cair (liquid
limit).
- Keadaan semi padat ke keadaan plastis dinamakan sebagai batas
plastis (plastis limit).
- Keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas
Keadaan–keadaan ini, dengan istilah yang dipakai untuk batasan
sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.1. Batas-batas Atterberg Limit
Untuk menentukan keadaan tanah dasar, dari data tes atterberg limit di
lokasi studi dapat dihitung index kecairannya (liquidity index) dengan
menggunakan rumus :
LI =
PI PL w PL LL
PL
w −
= − −
Dimana :
LI = index kecairan (liquidity index)
w = kadar air tanah asli
PL = batas plastis (plastis limit)
LL = cair (liquid limit)
PI = index plastis = LL – PL
Jadi LI pada umumnya berkisar antara 0 – 1, jika nilai LI kecil, yaitu
mendekati 0, maka tanah dasar kemungkinan besar adalah tanah yang
Basah Makin kering kering
Batas Cair
(Liquid Limit)
Batas Plastis
(Plastic Limit)
Batas Susut
(Shrinkage Limit) Keadaan Cair
(Liquid)
Keadaan Plastis
(Plastic)
Keadaan Semi Plastis
Keadaan Beku
agak keras. Sedangkan kalau nilai LI besar, yaitu mendekati 1, ini berarti
tanah tersebut kemungkinan besar adalah tanah lembek.
Tes Konsolidasi (Consolidation Test) :
Tes ini digunakan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah,
yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dalam pori tanah
sebagai akibat adanya tekanan secara vertikal yang bekerja pada tanah.
Hasil tes ini dapat berupa :
a. Nilai Cv coefficient of concavity.
b. Nilai Cc coefficient of consolidation.
Tes triaxial :
Tes ini bertujuan untuk mengetahui nilai kohesi (C) dan sudut geser (φ)
dari tanah dasar.
2.2.2 Kondisi Tanah Dasar
Kondisi tanah pada ruas jalan Gresik-Lamongan ini sangat tidak
mendukung disebabkan daya dukung tanah yang sangat kecil karena sebagian
besar berupa tanah lempung. Dari penyelidikan tanah di laboratorium
diketahui bahwa nilai CBR rata-rata di tiga titik pengamatan sebesar 1,44%
2.3 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah secara umum adalah pengelompokan berbagai jenis tanah
ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Ada
beberapa macam sistem klasifikasi tanah, masing–masing dikemukakan oleh badan
atau lembaga yang berlainan. Untuk tujuan–tujuan teknik sistem yang dipakai di
Indonesia adalah sistem Unified Soil Classification System (USCS). Pada sistem ini
tanah dikelompokkan menjadi 3 macam kelompok, yaitu :
1. Tanah–tanah berbutir kasar (Coarse – Grained Soils).
2. Tanah–tanah berbutir halus (Fine – Grained Soil).
3. Tanah–tanah yang sangat organis (Highly organic Soils).
2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir
kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomer 200, dan
sebagai tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos
saringan nomer 200. Selanjutnya tanah diklasifikasikan dalam sejumlah
kelompok dan subkelompok dan ditentukan lewat simbol sebagai berikut :
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organik (organik silt or clay)
Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly
W = gradasi baik (well - graded)
P = gradasi buruk (poorly - graded)
H = plastisitas tinggi (high - plasticity)
Tabel 2.1 Bagan Klasifkasi Tanah USCS
Pr osedur Klasifikasi Lapangan (tdak ter masuk partikel-par tikel yang lebih besar dari 75 mm dan mendasar kan atas per kir aan ber at)
T a n a h Ber b u tir K a sa r (L eb ih d a ri se ten ga h b a h a n l eb ih b esa r d a ri sa ri n ga n No . 2 00) KERIK IL Lebi h d ar i s ete n gah fra ks i k as ar leb ih besa r d ari uk ura n sa ri n gan No . 4
Kisaran (range) yang cukup luas dalam
KERIKIL BERSIH ukuran butiran dan jumssh yang cukup
(Butiran halus tidak berarti dari semua ukuran partikel antara
ada atau sedikit) Satu ukuran saja yang banyak terdapat atau
suatu kisaran ukuran dimana beberapa
ukuran antar tidak terdapat
KERIKIL DENGAN Butiran halus tidak plastis (untuk prosedur
BUTIRAN HALUS identifikasi lihat ML di bawah)
(Jumlah butiran halus Butiran halus plastis (untuk prosedur
lebih banyak) identifikasi lihat CL di bawah PAS IR Lebi h d ar i s ete n gah f ra ks i k as ar l eb ih kec il dar i uku ran sar ing an N o. 4
Kisaran (range) yang cukup luas dalam
ukuran butiran dan jumssh yang cukup
PASIR BERSIH berarti dari semua ukuran partikel antara
(Butiran halus tidak Satu ukuran saja yang banyak terdapat atau
ada atau sedikit) suatu kisaran ukuran dimana beberapa
ukuran antar tidak terdapat
PASIR DENGAN Butiran halus tidak plastis (untuk prosedur
BUTIRAN HALUS identifikasi lihat ML di bawah)
(Jumlah butiran halus Butiran halus plastis (untuk prosedur
lebih banyak) identifikasi lihat CL di bawah
T a n a h Ber b u tir K a sa r (L eb ih d a ri set en ga h b a h a n l eb ih k ecil d a ri sa ri n ga n No. 2
00) LAN
AU DAN L E M P UN G Batas ca ir l ebih kec il dar i 50 Kekuatan kering
Pemuaian (reaksi Ketahanan
(konsistensi terhadap
goncangan) dekat batas plastis)
Tida ada sampai Cepat sampai
lambat Tidak ada
sedikit
Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai lambat Sedang
Sedikit sampai sedang Lambat Sedikit
L AN AU DAN L E M P UN G Batas ca ir l ebih besa r dar i 50
Sedikit sampai sedang Lambat sampai Tidak
ada
Sedikit sampai sedang Tinggi sampai
Tidak ada Tinggi
sedikit
Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai Sedikit sampai
sedang sangat lambat
TANAH SANGAT Langsung dapat diidentifikasi lewat warna, bau, seperti busa dan
Tabel 2.2 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS
Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)
`Simbol
Kelompok Nama
Keterangan yang dibutuhkan untuk menjelaskan tanah
GW
Kerikil bergradasi baik, campuran kerikil-pasir sedikit atau tanpa butiran halus
Berikan nama, tentukan perkiraan prosentase pasir dan kerikil, ukuran masimum, bersudut atau bundar (anularity), kondisi permukaan, dan kekerasan butiran kasar, nama lokal atau geologi, dan keterngan penting lainnya dan simbol dalam kurun.
Untuk tanah tidak terganggu tambahkan keterangan mengenai sufikasi, derajat kepadatan,
sedimentasi, kondisi kelembaban dan karakteristik drainase.
GP
Kerikil bergradasi buruk, campuran kerikil-pasir sedikit atau tanpa butiran halus
GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau bergradasi buruk
GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lanau bergradasi buruk
SW Pasir bergradasi baik, pasir kerikil, sedikit atau tanpa butiran halus
SP Pasir bergradasi buruk, pasir kerikil, sedikit atau tanpa butiran halus
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau bergradasi buruk
SC Pasir berlepung, campuran pasir-lanau bergradasi buruk
ML
Lanau anorgank dan pasir sangat halus, tepung batuan, pasir halus berlanau atau berlempung dengan plastisitas
rendah Berikan nama, tentukan perkiraan
prosentase pasir dan kerikil, ukuran masimum, bersudut atau bundar (anularity), kondisi permukaan, dan kekerasan butiran kasar, nama lokal atau geologi, dan keterngan penting lainnya dan simbol dalam kurun.
Untuk tanah tidak terganggu tambahkan keterangan mengenai sufikasi, derajat kepadatan,
sedimentasi, kondisi kelembaban dan karakteristik drainase.
CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus
OL Lanau organik dan lanau lempung organik dengan plastisitas rendah
MH
Lanau anorganik, tanah berpasir atau berlanau halus mengandung mika atau diatoma, lanau elastic
CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk
OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi
Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010) Tabel 2.3 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS
Kr iter ia Klasifikasi Labor ator ium
P er gu n a k a n k u rva b u tir a n d a la m m en gi en ti ik a si fr a k si-fr a k si s eb a ga im a n a d ib er ik a n p a d a id et ifik a si la p a n ga n T en tu k a n p rese n ta se k er ik il d a n p a si r d a ri k u rva u k u ra n b u tir a n t er ga n tn g p a d a p rose n ta se b u tir a n h a lu s (fr a k si ya n g leb ih k ec il sa rin g a n u k u ra n No . 200) , ta n a h b er b u tir k a sa r d ik la si fi k a si k a n seb a ga i b er ik u t
Cu = Lebih besar dari 4Cc = ( ) diantara 1 dan 3
Tidak memenuhi semua syarat gradasi untuk GW
Batas Atterberg di bawah
garis"A" Diantara garis "A"
atau Ip kurang dari 4 dengan Ip antara $ dan 7
Batas Atterberg di bawah
garis"A" merupakan batas antara
atau Ip kurang dari 7 yang membutuhkan
symbol ganda
Cu = Lebih besar dari 4Cc = ( )
diantara 1 dan 3
Tidak memenuhi semua syarat gradasi untuk GW
Batas Atterberg di bawah
garis"A" Diantara garis "A"
atau Ip kurang dari 4 dengan Ip antara $ dan 7
Batas Atterberg di bawah
garis"A" merupakan batas antara
atau Ip kurang dari 7 yang membutuhkan
symbol ganda
2.4 Tanah Ekspansif
Tanah ekspansif secara umum merupakan jenis tanah lempung dengan
mineral utama adalah montmorillonit. Pada tahun 1986 seorang ilmuwan bernama
Bolt menyatakan bahwa mekanisme perubahan volume tanah sebagai akibat
perubahan kadar air yang terjadi karena adanya tekanan osmosis yang timbul akibat
konsentrasi ion pada sebuah permukaan pelat lempung yang lebih tinggi dari
konsentrasi ion yang ada pada air bebas di sekelilingnya. Konsentrasi ion ini akan
semakin tinggi apabila tanah tersebut mendapat pembebanan, hal ini dikarenakan
jarak antar pelat lempung semakin rapat. Teori ini telah dipaparkan oleh Mitchel
pada tahun 1976 yang menghubungkan antara karakter kembang – susut dengan
dimensi dari pola geometris kristal montmorillonite.
2.4.1 Karakteristik Tanah Ekspansif
a. Lempung ekspansif
Mineral lempung montmorillonite adalah sekelompok mineral lempung
dengan kisi – kisi yang mudah mengembang. Penyerapan air pada
material yang mengandung lempung jenis ini akan mengakibatkan
pengembangan yang besarnya bergantung pada jenis dan kandungan
montmorillonite, jenis pertukaran ion, kandungan elektrolit fase cair serta
struktur internal material itu sendiri. Dilihat dari ukuran butir, istilah
lempung didefinisikan sebagai butiran koloidal yang sangat halus dengan
ukuran lebih kecil atau sama dengan 2 mikron. Tanah lempung umumnya
kohesif, berplastis, mudah terkonsolidasi bila terbebani dan mempunyai
kembang-susut akibat perubahan kadar air.
b. Sifat kembang-susut
Pengembangan (swelling) tanah ekspansif merupakan pembesaran
volume akibat penambahan kadar air. Menurut Van der Merwe, potensi
pembesaran volume tergantung dari peningkatan kadar air, indeks
plastisitas, gradasi dan tekanan overburdan. Penyusutan (shinkage) tanah
ekspansif merupakan pengecilan volume akibat pengurangan kadar air.
Penyusutan ini terjadi apabila kadar air tanah berkurang hingga mencapai
lebih kecil dari nilai batas susutnya.
2.5 Batas – Batas Atterberg
Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya.
Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah
plastisitas menggambarkan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan
bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau remuk. Bergantung pada
kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan fisik
tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Konsistensi
bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempung. Sekitar tahun 1911
seorang ahli tanah berkebangsaan Swedia, A. Atterberg mengusulkan lima keadaan
konsistensi tanah. batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air.
Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas
2.5.1 Batas Cair (Liquid limit)
Batas cair (LL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Dalam teknik
tanah, batas cair ini didefinisikan secara kasar sebagai kadar air dimana 25 kali
pukulan oleh alat batas cair akan menutup celah (groove) standar yang dibuat pada
lempengan tanah untuk panjang 12,7 cm. Cassagrande (1958) dan yang lainnya telah
memodifikasi percobaan yang pada awalnya dibuat oleh Atterberg ini sehingga tidak
terlalu tergantung pada penilaian operatornya akan mampu menghasilkan kembali
nilai-nilai batas cair dengan perbedaan sekitar 2 sampai 3 persen. Dari banyak uji
batas cair, pada tahun 1949, Waterways Experiment Station di Vicksburg, Mississipi
mengusulkan persamaan batas cair :
LL = w
Atau,
LL = k . w
Dimana :
N = jumlah pukulan, untuk menutup celah 0,5 in (12,7 mm)
w = kadar air
tgβ = 0,121 (tapi tgβ tidak sama dengan 0,121 untuk semua jenis
tanah)
Tabel 2.4 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan
N K
Jumlah Pukulan
Faktor Dari Batas Cair
20 0.974
21 0.979
22 0.985
23 0.990
24 0.995
25 1.000
26 1.005
27 1.009
28 1.014
29 1.018
30 1.022
Sumber : Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Bowles (1991)
Selain bermanfaat dalam mengidentifikasi dan menggolongkan tanah, batas
cair dapat juga digunakan untuk menghitung suatu nilai indeks tekanan. Indeks
tekanan untuk tanah liat atau lempung diperoleh dengan persamaan :
Cc = 0,009 (LL – 10)
Dimana :
Cc = Indeks tekan
LL = Batas cair
2.5.2 Batas Plastis (Plastic Limit)
Kadar air dimana untuk nilai-nilai di bawahnya tanah tidak lagi berperilaku
sebagai bahan yang plastis. Tanah akan bersifat seagai bahan yang plastis dalam
kadar air yang bekisar antara batas cair dan batas plastis. Kisaran ini disebut indeks
plastisitas. Bila suatu batas cair atau batas plastis tidak dapat ditentukan, maka indeks
Keadaan non plastis terjadi apabila harga dari batas plastis lebih besar dari harga
batas cairnya (PL > LL).
2.5.3 Batas Susut (Shrinnkage Limit)
Batas susut (SL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara
daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar
air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. Batas susut dinyatakan
dalam persamaan :
SL = ( )
−
( ) x 100%Dimana :
SL = batas susut
m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (g)
m2 = berat tanah kering oven (g)
v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3) v2 = volume tanah kering oven (cm3)
γw = berat volume air (g/cm3)
2.6 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks plastisitas yaitu selisih batas cair dan batas plastis. Rumusnya adalah :
PI = LL – PL
Dimana :
PI = Indeks plastisitas
PL = Batas plastis
Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat
plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika
tanah mempunyai indeks plastisitas tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran
lempung. Jika indeks plastisitas rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air
berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam
tanah, dan kohesi diberikan oleh Atterberg terdapat dalam Tabel 2.5
Tabel 2.5 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Jumikis,1962)
PI Sifat Macam tanah Kohesi
0 Non plastis Pasir Non kohesif
< 7
Plastisitas
rendah Lanau
Kohesif sebagian
7 - 17
Plastisitas sedang
Lempung
berlanau Kohesif > 17 Plastisitas
tinggi Lempung Kohesif
Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)
2.7 Parameter untuk Analisis dan Desain Stabilisasi
Parameter untuk analisis serta desain stabilisasi berdasarkan sifat mekanis
antara lain berat isi kering maksimum, kadar air optimum, tahanan penetrasi,
kepadatan relative, California Bearing Ratio (hasil pemadatan). Parameter di atas
Tabel 2.6 Parameter Analisis dan Desain Stabilisasi
Karakteristik Simbol Satuan Diperoleh dari Digunakan untuk
Berat isi kering
maksimum ϒ dmax t/m³
Kurva hubungan
kadar air
Pengendalian mutu
Kadar air optimum
W opt 9
(OMC) % dan kepadatan
CBR CBR
(Lab)
Pengujian perhitungan
Perencanaan tebal lapisan perkerasan Sumber : Mekanika Tanah 2, Hardyatmo (2010)
2.7.1 Berat Isi Kering
Pada contoh tanah dengan pemeriksaan visual akan terdiri dari:
a. Pori-pori atau rongga (voids) yang merupakan ruang terbuka diantara
butiran-butiran tanah dengan berbagai ukuran.
b. Butiran tanah yang mungkin mikroskopis dalam ukurannya.
c. Kelembaban tanah yang dapat menyebabkan tanah terlihat basah,
lembab ataupun kering. Air dalam pori atau rongga disebut air pori.
Pori-pori tanah yang tidak berisi tanah tentu akan penuh dengan udara dan
uap air. Apabila contoh tanah tersebut ditimbang maka berat yang ditimbang
dianggap sebagai berat isi basah (ϒ w). Bila semua rongga berisi air, maka berat yang
dihasilkan adalah berat isi jenuh (ϒ sat) dan jika contoh tanah dikeringkan, maka berat
yang dihasilkan adalah berat isi kering (ϒ d). Berat isi kering dapat diperoleh dengan
persamaan :
ϒ d = ϒ
Atau,
Dimana :
ϒ d = Berat isi kering (t/m3)
w = Kadar air (%)
Gs = Berat jenis
ϒ w = Berat isi basah (t/m3)
na = Porositas
Nilai puncak dari berat isi kering disebut kerapatan kering maksimum
(ϒ dmax), kadar air pada kerapatan kering maksimum disebut kadar air optimum
(OMC). Sebuah garis angka pori nol (zero air voids) dapat digambarkan dan selalu
berada di atas kurva pemadatan apabila nilai kadar air yang benar digunakan. Garis
kadar air nol (ZAV) menunjukkan kerapatan kering pada saat kejenuhan (saturation)
100% (S = 100%), dan langsung dapat dihitung dengan persamaan :
ϒ d =
.ϒ
Atau,
ϒ d =
.ϒ
Dimana :
2.7.2 Kekuatan Tanah (CBR)
Kekuatan dan kekerasan lapisan tanah termasuk subgrade dapat ditentukan
melalui test CBR (California Bearing Ratio) di lapangan maupun di laboratorium.
Harga CBR tersebut merupakan perbandingan antara kekuatan tanah
yangbersangkutan dengan kekuatan bahan agregat yang dianggap standart (CBR
100%). Hasil test CBR ini dapat dipakai untuk menilai kekuatan tanah dasar
(subgrade) dan sekaligus untuk merencanakan tebal perkerasan raya, dalam hal
perencanaan tebal perkerasan pada ruas jalan Gresik – Lamongan sebelum dan
sesudah distabilisasi direncanakan dengan perkerasan lentur (flexyble pavement).
Semakin besar harga CBR maka semakin besar kekuatan tanah tersebut sehingga
kebutuhan tebal perkerasan lentur terhadap hubungan korelatif antara CBR dan DDT
(Daya Dukung Tanah).
Analisis daya dukung untuk keperluan perencanaan teknik jalan raya, yaitu
daya dukung pada subgrade, baik natural subgrade maupun embankment subgrade.
Daya dukung ini didasarkan pada nilai CBR hasil pengujian lapangan
maupun hasil pengujian laboratorium.
a. Lapisan tanah dasar asli, yaitu natural subgrade hasil pekerjaan galian. Nilai
CBR untuk lapisan ini diperoleh dari uji lapangan dengan alat DCP (Dynamic
Cone Penetrometer) atau dengan alat sondir atau dilakukan pengambilan contoh
tanah dengan silinder (Mold) untuk uji CBR asli di laboratorium.
b. Lapisan tanah dasar bentukan, yaitu lapisan tanah dasar pada permukaan
timbunan (embankment subgrade) hasil pekerjaan urugan. Nilai CBR pada
lapisan ini diperoleh dari uji CBR di laboratorium terhadap contoh tanah tidak
Pada konstruksi badan jalan yang berupa struktur timbunan perlu
ditimbangkan hal-hal berikut :
a. Jika timbunan terletak pada tanah lunak, harus dilakukan perhitungan daya
dukung dan besarnya penurunan tanah asli (di bawah timbunan) yang menopang
struktur timbunan.
b. Kemiringan lereng timbunan harus dianalisis agar aman terhadap bahaya
kelongsoran sehubungan dengan tinggi timbunan dan jenis material urugan.
Sedangkan untuk pengujian laboratorium untuk contoh tanah yang sudah
dipadatkan dengan uji kompaksi (pemadatan), untuk penurunan 0,1 inci dirumuskan
sebagai berikut :
CBR % = x 100
Untuk penurunan 0,2 inci dirumuskan :
CBR % = x 100
Dimana :
bf = Pembacaan arloji
Dari niali CBR tanah dapat membeikan identifikasi pada kekuatan material
2.7.3 Analisa Saringan
Analisa saringan atau biasa disebut analisa ayakan adalah mengayak dan
menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan dimana lubang-lubang ayakan
tersebut makin kecil secara berurutan. Dalam pengujian analisa saringan ini
dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir (gradasi) tanah yang
tertahan saringan No. 200. Ada dua prosedur percobaan yang biasa digunakan untuk
analisa saringan ini, yaitu :
1. Cara kering
2. Cara basah
Untuk standar ayakan di Amerika Serikat, nomor ayakan dan ukuran lubang
diberikan tabel di bawah ini :
Tabel 2.7 Ukuran-Ukuran Ayakan Standar di Amerika Serikat
Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardyatmo (2010)
Ayakan No. Lubang (mm)
4 4,750
6 3,350
8 2,360
10 2,000
16 1,180
20 0,850
30 0,600
40 0,425
50 0,300
60 0,250
80 0,180
100 0,150
140 0,106
170 0,088
200 0,075
Mula-mula contoh tanah dikeringkan lebih dahulu, kemudian semua
gumpalan-gumpalan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu diayak
dalam percobaan dilaboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara
getaran, massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang.
Untuk menganalisa tanah-tanah kohesif, barangkali agak sukar untuk
memecah gumpalan-gumpalan tanahnya menjadi partikel-partikel lepas yang berdiri
sendiri. Untuk itu, tanah tersebut perlu dicampur dengan air sampai menjadi lumpur
encer dan kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut. Bagian
padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri. Kemudian
masing-masing ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian
berat tanah kering tersebut ditimbang. Hasil-hasil dari analisa ayakan biasanya
dinyatakan dalam persentase dari berat total.
2.7.4 Kadar Air (Moistur e Content)
Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat
ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limt). Kadar air
dimana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas
plastis (plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair
(liquid limit). Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg
limits) seperti yang telah dijelaskan di atas.
Dalam laboratorium, test kadar air (moisture content) digunakan untuk
menentukan kadar air sample tanah yaitu perbandingan berat air yang terkandung
dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut. Istilah-istilah yang umum dipakai
percobaan, benda uji (contoh tanah) dikeringkan terlebih dahulu menggunakan oven
pengering. bila oven pengering tidak ada, maka pengering benda uji dapat dilakukan
dengan cara :
1. Digoreng di atas kompor.
2. Dibakar langsung setelah disiram dengan spirtus (khusus tanah yang tidak
mengandung bahan yang mudah terbakar).
Berat benda uji dan neraca yang dipakai harus disesuaikan dengan butiran
tanah maksimum agar didapatkan hasil yang teliti. Berikut tabel perbandingan antara
ukuran butiran maksimum dengan berat benda uji minimum :
Tabel 2.8 Perbandingan Ukuran Butiran dan Berat BendaUji
Ukuran Butir Maksimum Berat Benda Uji Minimum Ketelitian
3 / 4 1000 gram 1 gram
# 10 100 gram 0,1 gram
# 40 10 gram 0,01 gram
Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)
2.8 Stabilisasi Tanah Kapur
Penggunaan metode stabilisasi tanah dasar bertujuan untuk menurunkan
nilai indeks plastisitas (PI) dan potensi mengembang (swelling potential) yaitu
dengan berkurangnya prosentase butiran halus atau kadar lempungnya. Stabilisasi
dengan menggunakan penstabil bahan kapur dapat menghasilkan pertukaran ion
lemah sodium oleh ion kalsium yang berada pada permukaan tanah lempung,
sehingga prosentase partikel halus cenderung akan menjadi partikel yang lebih kasar.
Metode ini adalah melakuakan pencampuran tanah dengan kapur di lapangan
Kapur adalah kalsium oksida (CaO) yang dibuat dari batuan karbonat yang
dipanaskan pada suhu sangat tinggi. Kapur tersebut umumnya berasal dari batu kapur
(limestone) atau dolomite. Penambahan kapur dalam tanah merubah tekstur tanah.
Tanah lempung berubah menjadi berkelakuan mendekati lanau atau pasir, akibat
penggumpalan partikel. Pencampuran tanah dengan kapur memperlihatkan
pengurangan secara signifikan partikel berukuran lempung (<0,002 mm)
dibandingkan dengan lempung aslinya.
Untuk aplikasi jalan raya, stabilisasi tanah-kapur banyak digunakan untuk
bangunan lapis pondasi bawah (subbase) atau perbaikan tanah-dasar (subgrade).
Banyaknya bahan kapur yang digunakan untuk stabilisasi tanah ekspansif bekisar
antar 3-8% dari berat kering tanah yang distabilisasi.
Kenaikan kuat geser dapat dengan mudah diperoleh dalam campuran
tanah-kapur yang diperam. Telah diteliti bahwa jika campuran tanah-tanah-kapur yang
berkualitas tinggi digunakan dalam pembangunan perkerasan lentur (aspal), maka
kekuatannya akan dapat mencegah terjadinya keruntuhan geser. Karena itu,
kegagalan geser umumnya tidak pernah terjadi selama masa layanan jalan raya.
2.8.1 Reaksi Tanah Kapur
Menurut Rollings dan Rollings,1996 pada umumnya penambahan
kapur dalam tanah bebutir halus, oleh adanya air akan menyebabkan
reaksi-reaksi sebagai berikut :
1. Ketika tanah dicampur kapur dan ditambah air, dalam tanah-tanah
berbutir halus timbul petukaran kation dengan cepat dan reaksi
secara bersama-sama, sehigga terbentuklah partikel-partikel tanah dengan
ukuran yang lebih besar. Pertukaran kation dan flokulasi menyebabkan
perbaikan dengan cepat pada plastisitas tanah, kemudahan dikerjakan,
kekuatan, dan sifat-sifat tegangan deformasinya.
2. Reaksi pozzolanik tanah-kapur terjadi dalam bentuk variasi bahan
perantara sementasi. Hasil reaksinya adalah menambah kekuatan
campuran yang telah dipadatkan dan keawetannya. Reaksi pozzolanik
merupkan reaksi yang bergantung pada waktu dan temperatur. Kekuatan
ultimit campuran berkembang secara bertahap, dan dalam beberapa hal
dapat berlangsung sampai beberapa tahun. Temperatur yang tinggi lebih
mempercepat reaksi.
2.8.2 Tujuan Stabilisasi Tanah – Kapur
Umumnya ada 2 tujuan utama penggunaan kapur untuk stabilisasi
tanah, yaitu :
1. Kapur untuk memodifikasi sifat-sifat tanah, yaitu untuk mengurangi
plastisitas, menambah mudah dikerjakan, menambah diameter butiran
dan lain-lain. Di sini, kriteria untuk stabilisasi campuran secara mekanik
diterapkan.
2. Kapur ditujukan untuk stabilisasi tanah secara permanen. Untuk hal ini,
2.8.3 Kriter ia Perancangan Campuran
Bergantung pada tujuan stabilisasi tanah – kapur, kriteria yang akan
dipakai perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti faktor lingkungan,
pertimbangan beban roda, dan umur rancangan.
Kriteria perancangan campuran tanah-kapur untuk keperluan
proyek-proyek jalan raya dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori utama, yaitu
(Transportation Research Board, 1987) :
1. Kategori pertama, yaitu yang terkait dengan situasi di mana tujuan utama
stabilisasi adalah mengurangi indeks plastisitas, memperbaiki kemudahan
dikerjakan, menaikkan kekuatan dengan cepat dan mereduksi potensi
pengembangan. Kriteria perancangan campuran untuk kategori ini
meliputi persyaratan :
a. Tidak terjadi lagi pengurangan indeks plastisitas (PI) dengan
ditambahnya kadar kapur.
b. Reduksi indeks plastisitas yang masih diterima untuk maksud
stabilisasi khusus.
c. Reduksi potensi pengembangan yang masih diterima.
d. Kenaikan CBR dan R–value yang cukup untuk antisipasi penggunaan.
2. Kategori kedua, kriteria yang terkait ddengan perbaikan kekuatan hasil
dari reaksi pozzolanik antara tanah-kapur. Jadi, kriteria perancangan
campuran umumnya menspesifikasikan bahwa campuran yang telah
diperam/dirawat telah memenuhi persyaratan minimum kekuatan dan
kadar kapur racangan adalah persen kapur yang menghasilkan kekuatan
kriteria kekuatan minimum dispesifikasikan terhadap kuat tekannya.
Persyaratan kuat tekan, umumya lebih tinggi untuk material pondasi
bawah (subbase), karena kondisi tegangan dan keawetan berbeda untuk
kedalaman yang berbeda dalam struktur perkerasan jalan.
2.8.4 Pemadatan
Cara pemadatan campuran tanah-lempung sama dengan yang
dilakukan untuk pekerjaan tanah biasa. Penambahan kapur dalam tanah
cenderung mengurangi berat volume kering maksimuum dan menambah
kadar air optimum pada energi pemadatan tertentu. Perubahan berat volume
kering maksimum dan kadar air optimum ini dapat memberikan masalah
dalam penentuan persen kepadatan yang harus dicapai kontraktor di
lapangan. Bagi pemilik pekerjaan, derajat kepadatan yang lebih tinggi dari
kepadatan kadar kapur yang ditentukan lebih menguntungkan. Disebabkan
oleh reaksi pozzolanik kapur yang lambat, penundaan waktu antara
pencampuran dan pemadatan beberapa hari tidak menjadi masalah. Selama
waktu penundaan tersebut, sebaiknya campuran tetap diusahakan dalam
kondisi lembab.
2.8.5 Kontr ol Kualitas (Quality Control)
Kontrol kualitas hasil pekerjaan stabilisasi tanah-kapur sangat penting
dilakukan guna meyakinkan bahwa hasil final dari stabilisasi kapur sesuai
Faktor sangat penting dalam pekerjaan kontrol kualitas stabilisasi tanah-kapur
adalah :
a. Penggarukan dan penghancuran
b. Kadar kapur
c. Keseragaman penyebaran kapur
d. Kepadatan
e. Perawatan
2.8.6 Stabilisasi Kapur Untuk Pemeliharaan J alan
Untuk maksud pemeliharaan jalan, stabilisasi kapur dilakukan dengan
cara melubangi tanah lebih dahulu, lalu diisi kapur. Melalui lubang ini, kapur
diresapkan ke tanah dasar basah dan plastis yang lemah kapasitas dukungnya.
Lubang dibuat degan bantuan alat bor. Diameter lubang 20–22,5 cm dan
kedalamannya sekitar 60–75 cm. Jarak lubang dari pusat ke pusat 1–1,5 m.
Tahap-tahap pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:
1. Buatlah lubang menembus perkerasan dengan alat bor.
2. Masukkan kapur dalam lubang bor.
3. Isikan air ke dalam lubang bor.
4. Urug lubang tersebut dengan tanah.
5. Tanah di area lubang dipadatkan.
Dengan cara tersebut diharapkan kapur di dalam lubang akan
bermigrasi lewat tanah–dasar (subgrade), sehingga menstabilkan tanah dan
menghentikan kerusakan perkerasan.
Bila tanah dalam kondisi retak-retak, maka akan memudahkan
menyebarnya kapur yang bercampur dengan air. Namun, bila jalan telah ada
sebelumya, retak–retak pada tanah mungkin sulit dijumpai.
Penelitian guna meyakinkan kapur di dalam lubang bor dapat
bermigrasi dan menyebar ke tanah di sekitarnya perlu dilakukan. Hal ni,
karena penyebaran kapur ke tanah di sekitar lubang membutuhkan aliran air.
Jika tanah yang distabilisasi berada di bawah perkerasan, karena di bagian ini
aliran air mungkin tidak akan terjadi, keberhasilan stabilisasi dengan cara ini
menjadi meragukan.
2.9 Tipe – Tipe Kapur
Batu kapur terbentuk dari kalsium, karbon dan oksigen. Lambe (1962)
membagi tipe kapur menjadi 5 tipe dasar, yaitu :
1. Kapur tohor kalsium tinggi (high-calium quicklime)...CaO.
2. Kapur tohor dolomitik (dolomitic quicklime)...CaO + MgO.
3. Kapur kalsium tinggi terhidrasi (hydrated high-calcium lime)...Ca(OH)2
4. Kapur dolomitik terhidrasi normal (normal hydrate dolomitic lime)...Ca(OH)2 +
5. Kapur dolomitik terhidrasi tekan (pressure-hydrated dolomitic lime)...Ca(OH)2 +
Mg(OH)2
Kapur mentah atau kapur tohor, pada prinsipnya terdiri dari kalsium oksida
CaO. Kapur tohor ini diperoleh dari pembakaran batu kapur(limestone) pada suhu
±1000ºC. Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Jika dibakar dengan
suhu tersebut, maka karbondioksidanya ke luar dan tinggal kapurnya saja (CaO).
Proses kima pembentukan kapur adalah :
Ca + CO3 CaO + CO2
Kapur padam adalah kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan berasal dari hidrasi
kapur tohor. Kalsium hidroksida terbentuk dari penambahan air pada kapur tohor.
Reaksi hidrasi adalah sebagai berikut :
Kapur tohor + air kapur padam + panas
CaO + H2O Ca(OH)2 + 15,5 Kkal
Kalsium karbonat, CaCO3 atau disebut kapur pertanian, tidak efektif untuk
stabilisasi kecuali jika hanya digunakan untuk bahan pengisi yang berfungsi untuk
memperbaiki gradasi. Jika kalsium karbonat yang biasanya dalam bentuk remukan
batu kapur, dipanaskan sampai ±1000ºC, karbondioksida berubah menjadi kalsium
oksida, sehingga terbentuk kapur tohor.
Kapur tohor (CaO) merupakan bahan yang sangat efektif untuk stabilisasi,
tapi agak berbahaya digunakan karena dapat menghasilkan panas yang dapat
merugikan bahan di sekitarnya. Dalam pekerjaan stabilisasi, kapur tohor dapat
menyebabkan alat-alat pembangunan menjadi lebih mudah berkarat. Namun, bahan
yang baik. Karena kapur tohor mempunyai kendala-kendala tersebut di atas, maka
kapur padam (Ca(OH)2) lebih sering digunakan sebagai bahan stabilisasi, walaupun
dalam kasus-kasus tertentu kapur tohor juga digunakan.
Kapur dolomite, adalah campuran magnesium hidroksida dan kalsium
hidroksida. Kapur ini juga dapat digunakan untuk stabilisasi. Kemurnian dan
kehalusan butiran kapur dolomite sangat penting diperhatikan agar stabilisasi dapat
berhasil dengan baik, terutama untuk stabilisasi tanah-tanah yang bersifat plastis.
SNI 03-4147-1996 membagi tipe kapur menjadi 4 macam :
1. Kapur tipe I, yaitu kapur yang mengandung kalsium hidrat tinggi dengan kadar
magnesium oksida (MgO). Paling tinggi 4%.
2. Kapur tipe II, yaitu kapur magnesium atau dolomite yang mengandung
magnesium oksida lebih dari 4% dan maksimum 36% berat.
3. Kapur tohor (CaO), yaitu hasil pembakaran batu kapur pada suhu ±90ºF, dengan
komposisi sebagian besar kalsium karbonat (CaCO3).
4. Kapur padam, yaitu kapur dari hasil pemadaman kapur tohor dengan air,
sehingga terbentuk hidrat Ca(OH)2.
Hingga saat ini, kapur yang umumnya dipakai sebagai bahan stabilisasi
adalah kapur terhidrasi Ca(OH)2 (kalsium hidroksida) atau juga telah banyak
digunakan dengan hasil memuaskan dalam stabilisasi tanah.
2.9.1 Perancangan Campuran
Maksud dari perancanan campuran adalah untuk merubah sifat-sifat tanah
tingkat tertentu yang diinginkan. Kadar kapur yang di sarankan oleh Ingles dan
Metcalf (1972) untuk berbagai jenis tanah terdapat dalam Tabel 2.7
Tabel 2.9 Kadar kapur terhidrasi Ca(OH)2 yang disarankan Ingles dan Metcalf (1972)
Jenis tanah Kadar kapur untuk stabilisasi Kerikil berlempung gradasi baik Sampai 3%
Lempung berpasir Sampai 5% Lempung berlanau 2 - 4% Lempung gemuk (heavy clay) 3 - 8%
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Dasar-Dasar Penelitian
Metode yang dipakai dalam peneltian stabilisasi tanah dengan kapur ini
adalah metode yang mengacu pada aturan–aturan yang terdapat dalam ASTM. Oleh
karena itu pengambilan koefisien angka keamanan maupun batasan–batasan ijin
perencanaan menggunakan aturan dan cara yang telah ditetapkan.
3.2 Identifikasi Per masalahan
Kondisi tanah dasar pada ruas jalan Gresik – Lamongan tergolong sangat
jelek dengan daya dukung yang rendah. Maka untuk mengatasi hal tersebut, akan
dilakukan perbaikan tanah terlebih dahulu dengan cara stabilisasi. Dalam penelitian
ini, stabilisasi yang digunakan yaitu dengan cara penambahan kapur untuk
meningkatkan nilai CBR sehingga mampu meningkatkan kekuatan perkerasan
diatasnya.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian disini adalah pengambilan
contoh tanah di sekitar ruas jalan Gresik - Lamongan (Sta. 27 + 250 – Sta. 32 + 550).
Selain itu penulis juga melakukan survei lapangan yang bertujuan untuk mengetahui
secara langsung kondisi jalan. Sehingga nantinya dapat diketahui bahwa kondisi
3.4 Tahap Penelitian
Secara umum, tahap penelitian yang dilakukan sebagai berikut :
1. Pengambilan contoh tanah dari ruas jalan Gresik – Lamongan (Sta. 27 +
250 – Sta. 32 + 550) untuk menentukan klasifikasi tanah dan jalan.
2. Pengujian tanah di labotaorium.
3. Melakukan tes Atterberg limits untuk menentukan klasifikasi tanah asli
dan campuran kapur.
4. Uji kekuatan tanah untuk mendapatkan nilai CBR baik tanah asli maupun
campuran kapur.
5. Variasi campuran untuk stabilisasi tanah-kapur, digunakan kadar kapur
0%, 2%, dan 4%.
6. Titik pengamatan untuk sampel tanah berada pada Sta. 27 + 250 – Sta. 32
+ 550.
3.5 Cara Kerja
Langkah-langkah melakukan percobaan stabilisasi tanah dengan kapur yaitu :
1. Buatlah lubang pada tanah dengan kedalaman 20cm – 25cm.
2. Ambilah tanah yang telah tersedia, kemudian timbang tanah tersebut.
3. Misalkan, untuk campuran kapur 2%. Tanah yang sudah di timbang
10.000g.
Kapur yang dibutuhkan = 2% x 10.000g
= 200g
4. Ambil kapur yang di butuhkan, lalu timbang.
6. Padatkan tanah yang telah dicampur dengan kapur sedikit demi sedikit ke
dalam lubang yang telah disiapkan.
7. Tanah yang sudah padat, diperam selama 3 hari,7 hari, dan 14 hari.
8. Setelah waktu pemeraman tiba, maka segera dilakukan tes CBR dengan
menggunakan DCP.
9. Setelah di lakukan tes CBR, ambillah tanah dari lubang. Lalu oven
dengan suhu 125ºC selama 16 jam.
3.6 Flowchart
Gambar 3.1 Bagan Alur Percobaan DATA PRIMER
Sample Tanah
Variasi campuran untuk stabilisasi tanah
dengankapur
Kadar kapur optimal (nilai CBR tertinggi)
FINISH Pengumpulan
Data Identifikasi Permasalahan
Pengujian tanah di laboratorium
START
Tanah asli dengan variasi campuran kapur (0%, 2%, dan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Umum
Apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan kohesif, atau apabila tanah
mempunyai sifat lain yang tidak sesuai dengan suatu proyek pembangunan (dalam
kasus ini konstruksi jalan), maka tanah tersebut harus distabilisasikan terlebih
dahulu. Stabilisasi yang digunakan yaitu menambah bahan kapur untuk
menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan atau perubahan fisis pada tanah.
Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu atau kombinasi dari
pekerjaan-pekerjaan berikut :
1. Mekanis (pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis)
2. Bahan aditive (mencampur dengan bahan seperti kapur, dan lan-lain)
Prosedur stabilisasi yang biasa terdapat pada tanah berbutir halus adalah
dengan menggali sampai kedalaman tertentu dan mencampur tanah yang digali
dengan kapur. Apabila campuran tanah dan kapur tersebut sudah dicampur, maka
4.2 Analisa Data
4.2.1 Data Topografi
Percobaan yang dilakukan di lapangan untuk menentukan nilai CBR tanah
dan pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium dilakukan pada Sta.
27+250 sampai dengan Sta. 32+550, dengan sebelah kanan kiri jalan berupa area
persawahan dan sebagian berupa perumahan penduduk. Jalan ini merupaka jalan
arteri .
Analisa topografi sangat penting karena diperlukan sekali dalam menyangkut
hubungan antara keadaan medan dan kondisi tanah yang akan berpengaruh pada
besar kecilnya biaya pelaksanaan jalan tersebut. Namun dalam pembahasan pada
tugas akhir ini yang akan dibahas hanya meliputi kondisi tanah sebelum distabilisasi
maupun setelah distabilisasi dengan kapur dan pengaruhnya terhadap tebal
perkerasan lentur yang akan dibangun pada ruas jalan Gresik-Lamongan.
4.2.2 Data Tanah
Pengujian tanah di lapangan maupun sampel tanah di laboratorium dilakukan
untuk keperluan:
1. Penentuan daya dukung tanah dasar (subgrade) dengan menggunakan alat yang
dinamakan DCP (Dynamic Cone Penetrometer). Dilakukan pada tanah asli di
lapangan dan setelah pencampuran dengan kapur.
2. Penentuan ukuran butiran dan susunan butir (gradasi) tanah dengan cara analisa
saringan (Sieve Analysis).
3. Penentuan kadar air tanah untuk menentukan perbandingan berat air yang
4. Penentuan berat isi tanah untuk mengetahui angka pori, porositas dan derajat
kejenuhan suatu sampel
5. Penentuan batas-batas Atterberg yaitu batas cair (LL), batas plastis (PL), indeks
plastis (IP) dan batas susut (SL).
Parameter di atas dimaksudkan utuk menunjukkan sifat phisik tanah yang
diperlukan untuk analisis sehubungan dengan perencanaan badan jalan dan lapisan
perkerasan. Selain parameter dan sifat phisik, parameter yang diperlukan untuk
analisis dan perencanaan tersebut diperoleh dari sifat mekanis atau keteknikan.
4.3 Hasil Per cobaan dan Perhitungan Tanah Asli
4.3.1 Penyelidikan CBR dengan DCP (Dynamic Cone Penetrometer)
Penelitian ini dilakukan di lapangan (mulai KM. 27+250) pada setiap titik
dari 4 titik yang diambil contoh tanahnya, dimana dalam setiap titik tersebut
dilakukan 2 kali percobaan untuk penyelidikan nilai CBR (California Bearing Ratio)
menggunakan alat DCP. Kedalaman maksimum yang diambil untuk setiap pengujian
adalah sebesar 1m. Titik-titik pengamatan diambil sejauh 3m dan 5m dari jalan raya.
Tabel 4.1 Penyelidikan CBR Titik 1A
Banyaknya Pembacaan Penetrasi Tumbukan Pembacaan CBR
Tumbukan mistar (mm) (mm) per 25 mm
Grafik
CBR (%)
0 0 0 0 0
6.28 1 20 20 1.25 8.50
2 28 28 1.78 14 3 81 81 0.92 7.10 4 97 97 1.03 7.90 5 110 110 1.13 8.00 6 135 135 1.11 8.10 7 170 170 1.03 7.90 8 202 202 0.99 7.10 9 256 256 0.88 6.50 10 331 331 0.75 5.50 11 430 430 0.64 4.50 12 569 569 0.53 3.80 13 703 703 0.46 3.10 14 818 818 0.43 3.00 15 911 911 0.41 2.80 16 1000 1000 0.40 2.70
Contoh perhitungan CBR titik 1A :
Tumbukan per 25 mm = x banyaknya tumbukan
= x1
= 1.25 mm
CBR (%) = x100%
= .
Untuk perhitungan CBR titik 1 sampai titik 4 bisa dilihat pada tabel dan
grafik di bawah ini :
Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli
Titik Pengamatan
Nilai CBR (%) 1a 6.28 1b 2.44 2a 7.33 2b 2.75 3a 2.41 3b 9.69 4a 5.05 4b 5.70
Grafik 4.1 Nilai CBR Tanah Asli
0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%
0 0,5 1 1,5 2 2,5
CBR
(%
)
Titik Pengamatan
CBR tanah untuk titik pengamatan 1 mengalami peningkatan karena
percobaan CBR di lapangan pada titik 1.a berada pada bagian pinggir jalan dengan
jarak 5 meter. Sedangkan titik 1.b berada pada bagian pinggir jalan dengan jarak 8
meter dari pinggir jalan. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini :
Arah Lamongan Arah Gresik
2000
3000
5000
Gambar 4.1 Denah Lokasi Penyelidikan CBR Lapangan
SDN 1 Ambeng-Ambeng
titik 1a
titik 1b titik 2a
titik 2b titik 3a
titik 3b titik 4a
4.3.2 Analisa Saringan (Sieve Analysis)
Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui
seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling
atas dan makin ke bawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada sarimgan
tertentu disebut sebagai salah satu dari ukuran butiran conton tanah itu. Nomor
saringan yang digunakan adalah :
1. No. 4 (4.75 mm)
2. No.8 (2.36 mm)
3. No. 16 (1.18 mm)
4. No. 30 (0.60 mm)
5. No. 60 (025 mm)
6. No. 100 (015 mm)
7. No. 200 (0.075 mm)
Saringan adalah alat yang digunakan untuk menentukan ukuran butiran
(butiran bisa menembus saringan atau mungkin tertahan di atasnya). Suatu butiran
dianggap “positif” apabila butiran itu tertahan di atas saringan dan dikatakan
“negatif” apabila dapat menembus saringan. Saringan dibuat berupa suatu rangka
berikut dengan anyaman kawat yang ditahannya. Ukuran-ukuran lubang kawat dan
ukuran relatif dari butiran-butiran telah disebutkan di atas. Berikut adalah contoh
perhitungan analisa saringan tanah asli :
• Titik 1
Berat tertahan = (berat saringan + tertahan) – berat saringan
= 412.47 – 410.90
Persentase tertahan = Σ x 100%
= .
. x 100% = 0.24%
Persentase lolos = 100% - 0.24%
Tabel 4.3 Analisa Saringan Titik 1
Berat tanah kering : 642.17 gr
NOMOR SARINGAN BERAT SARINGAN BERAT SARINGAN + TERTAHAN (gr) BERAT TERTAHAN (gr) Σ BERAT TERTAHAN (gr) PERSENTASE TERTAHAN % LOLOS % (gr)
No. 4 (4.75 mm) 410.90 412.47 1.57 1.57 0.24 99.76 No. 8 (2.36 mm) 418.29 521.51 103.22 104.79 16.32 83.68 No. 16 (1.18 mm) 400.86 648.21 247.35 352.14 54.83 45.17 No. 30 (0.60 mm) 404.98 541.51 136.67 488.81 76.12 23.88 No. 60 (0.25 mm) 391.20 467.52 76.32 565.13 88.00 12.00 No. 100 (0.15 mm) 386.60 415.36 28.76 593.89 92.48 7.52 No. 200 (0.075 mm) 338.59 360.24 21.65 615.54 95.85 4.15 PAN 43474 455.37 20.63 636.17 99.06 0.94
Grafik 4.2 Analisa Saringan Titik 1
0 20 40 60 80 100 120
No.4 No.8 No.16 No.30 No.60 No.100 No.200 PAN
Tabel 4.4 Analisa Saringan Titik 2
Berat tanah kering : 685.90 gr
NOMOR SARINGAN BERAT SARINGAN (gr) BERAT SARINGAN + TERTAHAN (gr) BERAT TERTAHAN (g