• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS JALAN GRESIK-LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS JALAN GRESIK-LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550)."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN

MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN

GRESIK-LAMONGAN

(Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550)

TUGAS AKHIR

Diajukan Oleh :

KEKEN PRAMISTA

0653010014

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN

MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN

GRESIK – LAMONGAN (Sta. 27 + 250 – Sta. 32 + 550)

Disusun Oleh :

KEKEN PRAMISTA NPM. 0653010014

Telah diuji, dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tugas Akhir Pr ogram Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada hari Rabu 12 Desember 2012

Pembimbing : Tim Penguji :

1. Pembimbing I, 1. Penguji I,

Ibnu Solichin, ST., MT Masliyah, ST., MT

NPT. 3 7109 99 0167 1

2. Pembimbing II, 2. Penguji II,

Iwan Wahjudijanto, ST., MT Ir. Hendrata Wibisana, MT

NPT. 3 7102 99 0168 1 NPT. 030 212 022

3. Penguji III,

N. Dita P. Putra, ST., MT NPT. 3 7003 00 0175 1

Mengetahui :

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur atas khadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan tugas akhir ini

dengan judul :

“PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN MENGGUNAKAN

STABILISASI KAPUR UNTUK PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI

RUAS JALAN GRESIK - LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta.32 + 550)”.

Penyusunan tugas akhir ini dibuat berdasarkan syarat kurikulum yang berlaku

di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini

penulis berusaha semaksimal mungkin menerapkan ilmu yang didapatkan dibangku

kuliah dan buku literatur yang sesuai untuk menunjang tugas akhir ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian tugas akhir ini. Tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna,

oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas

akhir ini dari segala pihak sangat penulis butuhkan.

Surabaya, 20 Februari 2012

(4)

PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN

MENGGUNAKAN STABILISASI KAPUR UNTUK

PERENCANAAN PERKERASAN LENTUR DI RUAS J ALAN

GRESIK-LAMONGAN (Sta. 27+ 250 – Sta. 32 + 550)

KEKEN PRAMISTA

0653010014

ABSTRAK

Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat – sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu. Jika material tanah distabilisasi, maka kualitasnya menjadi bertambah, dan kemampuan lapisan tersebut dalam mendistribusikan beban ke area yang lebih luas juga

bertambah, sehingga mereduksi tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. Ruas jalan Gresik – Lamongan merupakan jalan arteri, sehingga banyak

dilewati kendaraan berat, sehingga keadaan jalan tersebut terjadi kerusakan. Dalamnya lapisan tanah dasar yang berupa tanah lempung berlanau menyebabkan daya dukung tanah dasar dilokasi studi Gresik-Lamongan sangat kecil dengan nilai CBR 1,44%.

Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan tanah menggunakan stabilisasi tanah dengan penambahan kapur untuk meningkatkan harga CBR. Metode yang dipakai dalam penelitian stabilisasi tanah dengan kapur ini adalah metode yang mengacu pada aturan – aturan yang terdapat dalam AASHTO. Untuk stabilisasi ini, jenis kapur yang digunakan adalah kapur terhidrasi Ca(OH)2 . Kadar kapur yang

digunakan untuk penelitian yaitu 0%, 2%, dan 4%.

Hasil dari percobaan menunjukkan adanya peningkatan CBR dari 0%, 2%, dan 4%. Didapatkan nilai CBR campuran 0% kapur adalah 5,21%. Nilai CBR campuran 2% kapur meningkat menjadi 46,12%. Sedangkan CBR campuran 4% kapur 59,50%.

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAK...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...v

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang...1

1.2Perumusan Masalah...2

1.3Tujuan Penelitian...3

1.4Batasan Masalah...3

1.5Lokasi Penelitian...4

BAB II TINJ AU PUSTAKA...5

2.1 Tinjauan Umum...5

2.2 Tanah Dasar...6

2.3 Klasifikasi Tanah...11

2.4 Tanah Ekspansif...16

(6)

2.6 Indeks Plastisitas...20

2.7 Parameter untuk Analisis dan Desain Stabilisasi...21

2.8 Stabilisasi Tanah Kapur...28

2.9 Tipe – Tipe Kapur...34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...38

3.1 Dasar – Dasar Penelitian...38

3.2 Identifikasi Permasalahan...38

3.3 Pengumpulan Data...38

3.4 Tahap Penelitian...39

3.5 Cara Kerja...40

3.6 Flowchart...41

BAB IV PEMBAHASAN...42

4.1 Umum...42

4.2 Analisa Data...43

4.3 Hasil Percobaan dan Perhitungan Tanah Asli...44

4.4 Hasil Percobaan dan Perhitungan Tanah Asli + Kapur...75

(7)

5.2 Saran...101

DAFTAR PUSTAKA...102

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bagan Klasifikasi Tanah USCS...13

Tabel 2.2 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS...14

Tabel 2.3 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS...15

Tabel 2.4 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan...19

Tabel 2.5 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah...21

Tabel 2.6 Parameter Analisis dan Desain Stabilisasi...22

Tabel 2.7 Ukuran-Ukuran Ayakan Standar di Amerika Serikat...26

Tabel 2.8 Perbandingan Ukuran Butiran dan Berat Benda Uji...28

Tabel 2.9 Kadar Kapur Terhidrasi Ca(OH)2...37

Tabel 4.1 Penyelidikan CBR Titik 1A...45

Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli...46

Tabel 4.3 Analisa Saringan Titik 1...50

Tabel 4.4 Analisa Saringan Titik 2...51

Tabel 4.5 Analisa Saringan Titik 3...52

(9)

Tabel 4.8 Percobaan Kadar Air Titik 2...55

Tabel 4.9 Percobaan Kadar Air Titik 3...55

Tabel 4.10 Percobaan Kadar Air Titik 4...56

Tabel 4.11 Analisa Kadar Air...56

Tabel 4.12 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 1...58

Tabel 4.13 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 2...58

Tabel 4.14 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 3...59

Tabel 4.15 Percobaan Berat Isi Tanah Titik 4...59

Tabel 4.16 Analisa Berat Isi Tanah...60

Tabel 4.17 Percobaan Batas Cair Titik 1...62

Tabel 4.18 Percobaan Batas Cair Titik 2...62

Tabel 4.19 Percobaan Batas Cair Titik 3...62

Tabel 4.20 Percobaan Batas Cair Titik 4...63

Tabel 4.21 Analisa Batas Cair...64

Tabel 4.22 Percobaan Batas Plastis Titik 1...65

Tabel 4.23 Percobaan Batas Plastis Titik 2...66

Tabel 4.24 Percobaan Batas Plastis Titik 3...66

(10)

Tabel 4.26 Analisa Batas Plastis...68

Tabel 4.27 Percobaan Batas Susut Titik 1...69

Tabel 4.28 Percobaan Batas Susut Titik 2...70

Tabel 4.29 Percobaan Batas Susut Titik 3...70

Tabel 4.30 Percobaan Batas Susut Titik 4...71

Tabel 4.31 Analisa Batas Susut...72

Tabel 4.32 Analisa Indeks Plastisitas...74

Tabel 4.33 Percobaan Batas Cair Tanah Asli + Kapur...75

Tabel 4.34 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...77

Tabel 4.35 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...78

Tabel 4.36 Analisa Batas Cair Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...79

Tabel 4.37 Percobaan Batas Plastis Tanah Asli + Kapur...80

Tabel 4.38 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...82

Tabel 4.39 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...83

Tabel 4.40 Analisa Batas Plastis Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...84

Tabel 4.41 Percobaan Batas Susut Tanah Asli + Kapur...86

(11)

Tabel 4.44 Analisa Batas Susut Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...89

Tabel 4.45 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...92

Tabel 4.46 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...93

Tabel 4.47 Analisa Indeks Plastisitas Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...94

Tabel 4.48 Percobaan CBR Tanah Asli + Kapur...95

Tabel 4.49 Nilai CBR Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...96

Tabel 4.50 Nilai CBR Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...97

(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Nilai CBR Tanah Asli...46

Grafik 4.2 Analisa Saringan Titik 1...50

Grafik 4.3 Analisa Saringan Titik 2...51

Grafik 4.4 Analisa Saringan Titik 3...52

Grafik 4.5 Analisa Saringan Titik 4...53

Grafik 4.6 Analisa Kadar Air...56

Grafik 4.7 Analisa Berat Isi Tanah...60

Grafik 4.8 Analisa Batas Cair...64

Grafik 4.9 Analisa Batas Plastis...68

Grafik 4.10 Analisa Batas Susut...72

Grafik 4.11 Analisa Indeks Plastisitas...74

Grafik 4.12 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...77

Grafik 4.13 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...78

Grafik 4.14 Batas Cair Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...79

(13)

Grafik 4.17 Batas Plastis Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...84

Grafik 4.18 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 3 hari)...87

Grafik 4.19 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 7 hari)...88

Grafik 4.20 Batas Susut Campuran Tanah Asli + Kapur (pemeraman 14 hari)...89

Grafik 4.21 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 3 hari)...92

Grafik 4.22 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 7 hari)...93

Grafik 4.23 Indeks Plastisitas Campuran Tanah + Kapur (pemeraman 14 hari)...94

Grafik 4.24 Nilai CBR Tanah + Kapur (pemeraman 3 hari)...96

Grafik 4.25 Nilai CBR Tanah + Kapur (pemeraman 7 hari)...97

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta lokasi...4

Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg Limit...9

Gambar 3.1 Bagan Alur Percobaan...41

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan sebagai sarana transportasi yang sangat penting, perlu kiranya mendapat

perhatian khusus dalam hal pembangunannya. Apabila jalur transportasi dalam

kondisi baik maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat serta memperlancar mobilisasi orang

dan barang maka program pembangunan prasarana jalan terus ditingkatkan sehingga

kebutuhan pemakai jalan dapat terpenuhi. Pada program peningkatan jalan ruas

Gresik-Lamongan yang dimasukkan dalam proyek paket III

Babat-Widang-Lamongan-Gresik yang berupa pelapisan ulang (overlay) dan pelebaran jalan.

Sejumlah warga mengeluh tentang kondisi jalan yang rusak di jalur pantura

Gresik-Lamongan. Hal ini telah di bahas dalam situs www.lensaindonesia.com.

Kerusakan jalan ini disebabkan oleh kondisi tanah yang jelek dengan daya dukung

tanah yang rendah, yang mengakibatkan sering terjadinya kerusakan-kerusakan jalan

yang ditimbulkan oleh kendaraan dengan muatan berlebih. Sehingga tidak

memungkinkan dibangun prasarana jalan di atasnya.

Tanah yang jelek dengan daya dukung yang rendah dapat diperbaiki atau

ditingkatkan daya dukung tanahnya dengan cara stabilisasi. Stabilisasi dalam

penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan kekuatan tanah dasar (subgrade) dan

pada akhirnya akan mempertipis tebal lapisan lentur diatasnya. Maka dari itu untuk

(16)

Tanah dasar pada ruas jalan Gresik – Lamongan (Sta 27+250 – Sta.32+550)

akan dilakukan perbaikan tanah dalam bentuk stabilisasi kimia yaitu dengan cara

penambahan kapur untuk meningkatkan harga CBR (California Bearing Ratio).

Peningkatan kekuatan tanah dasar ini diharapkan mampu meningkatkan kekuatan

perkerasan diatasnya sehingga perkerasan jalan menjadi lebih baik. Dari hasil

penelitian tersebut dapat diketahui klasifikasi tanah, hingga seberapa kadar kapur

yang diperlukan untuk meningkatkan kekuatan tanah sesuai dengan persyaratan yang

diijinkan oleh Bina Marga.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun usaha penyelesaian masalah dari kondisi tanah pada ruas jalan

Gresik - Lamongan (Sta 27+250 – Sta 32+550) adalah :

1. Berapa nilai batas Atterberg dan CBR tanah asli?

2. Berapa nilai batas Atterberg setelah di stabilisasi dengan kapur?

(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui nilai batas Atterberg dan nilai CBR tanah asli yang diperoleh

pada percobaan di laboratorium.

2. Mengetahui nilai batas Atterberg setelah di stabilisasi dengan kapur.

3. Mengetahui nilai CBR setelah di stabilisasi dengan kapur.

1.4 Batasan Masalah

Karena keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami miliki maka batasan

studi yang kami bahas dalam tugas akhir ini adalah :

1. Lokasi studi di ruas jalan Gresik – Lamongan Sta 27+250 – Sta 32+550.

2. Perbaikan daya dukung tanah dengan stabilisasi tanah - kapur.

3. Tidak membahas tentang geometrik tanah

4. Menekankan penelitian stabilisasi tanah dengan bahan kapur.

5. Campuran kapur diambil 0%, 2%, dan 4% dari masing-masing sampel

tanah yang diambil di lapangan.

6. Penelitian dilakukan di laboratorium mekanika tanah Program Studi

(18)

1.5 Lokasi Penelitian

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian

Sta 32+550

Sta 27+250

LOKASI PENELITIAN GRESIK – LAMONGAN

Sta 27+250 – Sta 32+550

(19)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Kerusakan perkerasan jalan yang diakibatkan oleh perilaku tanah ekspansif

pada ruas jalan Gresik-Lamongan. Sampai saat ini belum ada metode

penanggulangan yang memuaskan dalam penanganan kerusakan jalan yang berada di

atas tanah ekspansif dan masih bersifat coba–coba dengan teknik penanganan yang

ada. Penanganan masih kurang didasarkan terhadap metode yang memadai,

disamping data tanah yang digunakan dalam perencanaan kurang akurat.

Penyebab utama dari kerusakan jalan adalah tanah yang berada di bawah

perkerasan merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah lempungan yanag

mempunyai sifat kembang–susut yang besar serta mempunyai nilai indeks plastisitas

tinggi. Sifat kembang–susut dipengaruhi perubahan kadar airnya, sedangkan nilai

indeks plastisitas tinggi karena tanah berbutir halus yang mempunyai sifat ekspansif.

Oleh karena itu maka penanganan dapat diarahkan terhadap bagaimana

mempertahankan kadar air agar tidak terjadi perubahan yang besar serta bagaimana

(20)

2.2 Tanah Dasar

Tanah dasar adalah tempat berdirinya suatu komponen, baik itu bangunan

atau prasarana jalan. Dalam pembahasan ini dikhususkan untuk pembangunan

prasarana jalan, dimana tanah dasar sebagai dasar perletakan konstruksi perkerasan

jalan, dengan demikian secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi

perkerasan jalan tidak lepas dari sifat dan kondisi tanah dasar. Untuk mengetahui

sifat dan kondisi tanah dasar agar diketahui seberapa besar daya dukungnya dapat

digunakan beberapa metode seperti

:

- CBR (California bearing Ratio)

- Mr (Resilent Modulus)

- DCP (Dynamic Cone Penetrometer)

- k (Modulus Reaksi Tanah Dasar)

Pada perencanaan jalan ini digunakan cara pemeriksaan CBR untuk

mengetahui daya dukung tanah dasar. CBR diperoleh dari hasil pemeriksaan contoh

tanah yang didapat dari data laboratorium maupun data lapangan. Harga CBR

dinyatakan dalam persen, jadi harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas

tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai

(21)

2.2.1 Data Penyelidikan Tanah

Data tanah sangat penting artinya guna menentukan besar kecilnya

daya dukung tanah dasar. Tidak semua tanah yang dipakai sebagai perletakan

bangunan dalam kondisi baik, artinya bahwa tanah tidak bisa langsung

dibangun suatu konstruksi jalan di atasnya, untuk itu perlu diketahui

karakteristik dari tanah tersebut yaitu melalui penyelidikan tanah di lapangan

dan laboratorium.

a. Penyelidikan Lapangan

Penyelidikan dilaksanakan langsung di lapangan sehingga didapat

data tanah secara cepat. Untuk memperoleh karakteristik tanah dasar,

maka dilaksanakan penyelidikan tanah yang terdiri dari :

Cone Penetration Test ( CPT ) :

Suatu metode eksplorasi tanah di lapangan dengan penetrasi kerucut

dengan ujung standar ditekan ke dalam tanah.

Boring Test :

Merupakan suatu cara pengambilan contoh tanah dengan alat bor.

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis lapisan tanah sampai

pada kedalaman tertentu secara visual, kedalaman muka air tanah, dan

untuk memperoleh sampel tanah yang akan diuji di laboratorium.

Standard Penetration Test ( SPT ) :

Merupakan metode yang dipakai untuk menentukan kondisi tanah di

(22)

b. Penyelidikan Laboratorium

Merupakan cara pengujian tanah di dalam laboratorium berdasarkan

sampel tanah yang diambil di lapangan. Data tanah sangat penting untuk

perhitungan analisa stabilitas. Beberapa tes yang dilakukan di

laboratorium, yaitu :

Tes Volumetri dan Gravimetri :

Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara butiran tanah,

air, dan udara yang terdapat di pori-pori tanah. Hasil dari pengujian ini

didapat berupa : kadar air (W), angka pori (e), specific gravity (Gs) dan

berat volume jenuh air (γ sat.)

Tes Atterberg Limit :

Tes ini dipakai untuk menentukan batas-batas atterberg dari kadar air

tanah yang dinyatakan dalam persen. Kadar air mengalami transisi dari:

- Keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan sebagai batas cair (liquid

limit).

- Keadaan semi padat ke keadaan plastis dinamakan sebagai batas

plastis (plastis limit).

- Keadaan padat ke keadaan semi padat didefinisikan sebagai batas

(23)

Keadaan–keadaan ini, dengan istilah yang dipakai untuk batasan

sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1. Batas-batas Atterberg Limit

Untuk menentukan keadaan tanah dasar, dari data tes atterberg limit di

lokasi studi dapat dihitung index kecairannya (liquidity index) dengan

menggunakan rumus :

LI =

PI PL w PL LL

PL

w

= − −

Dimana :

LI = index kecairan (liquidity index)

w = kadar air tanah asli

PL = batas plastis (plastis limit)

LL = cair (liquid limit)

PI = index plastis = LL – PL

Jadi LI pada umumnya berkisar antara 0 – 1, jika nilai LI kecil, yaitu

mendekati 0, maka tanah dasar kemungkinan besar adalah tanah yang

Basah Makin kering kering

Batas Cair

(Liquid Limit)

Batas Plastis

(Plastic Limit)

Batas Susut

(Shrinkage Limit) Keadaan Cair

(Liquid)

Keadaan Plastis

(Plastic)

Keadaan Semi Plastis

Keadaan Beku

(24)

agak keras. Sedangkan kalau nilai LI besar, yaitu mendekati 1, ini berarti

tanah tersebut kemungkinan besar adalah tanah lembek.

Tes Konsolidasi (Consolidation Test) :

Tes ini digunakan untuk menentukan sifat pemampatan suatu jenis tanah,

yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses keluarnya air dalam pori tanah

sebagai akibat adanya tekanan secara vertikal yang bekerja pada tanah.

Hasil tes ini dapat berupa :

a. Nilai Cv coefficient of concavity.

b. Nilai Cc coefficient of consolidation.

Tes triaxial :

Tes ini bertujuan untuk mengetahui nilai kohesi (C) dan sudut geser (φ)

dari tanah dasar.

2.2.2 Kondisi Tanah Dasar

Kondisi tanah pada ruas jalan Gresik-Lamongan ini sangat tidak

mendukung disebabkan daya dukung tanah yang sangat kecil karena sebagian

besar berupa tanah lempung. Dari penyelidikan tanah di laboratorium

diketahui bahwa nilai CBR rata-rata di tiga titik pengamatan sebesar 1,44%

(25)

2.3 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah secara umum adalah pengelompokan berbagai jenis tanah

ke dalam kelompok yang sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Ada

beberapa macam sistem klasifikasi tanah, masing–masing dikemukakan oleh badan

atau lembaga yang berlainan. Untuk tujuan–tujuan teknik sistem yang dipakai di

Indonesia adalah sistem Unified Soil Classification System (USCS). Pada sistem ini

tanah dikelompokkan menjadi 3 macam kelompok, yaitu :

1. Tanah–tanah berbutir kasar (Coarse – Grained Soils).

2. Tanah–tanah berbutir halus (Fine – Grained Soil).

3. Tanah–tanah yang sangat organis (Highly organic Soils).

2.3.1 Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Pada sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir

kasar (kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomer 200, dan

sebagai tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos

saringan nomer 200. Selanjutnya tanah diklasifikasikan dalam sejumlah

kelompok dan subkelompok dan ditentukan lewat simbol sebagai berikut :

G = kerikil (gravel)

S = pasir (sand)

C = lempung (clay)

M = lanau (silt)

O = lanau atau lempung organik (organik silt or clay)

Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly

(26)

W = gradasi baik (well - graded)

P = gradasi buruk (poorly - graded)

H = plastisitas tinggi (high - plasticity)

(27)

Tabel 2.1 Bagan Klasifkasi Tanah USCS

Pr osedur Klasifikasi Lapangan (tdak ter masuk partikel-par tikel yang lebih besar dari 75 mm dan mendasar kan atas per kir aan ber at)

T a n a h Ber b u tir K a sa r (L eb ih d a ri se ten ga h b a h a n l eb ih b esa r d a ri sa ri n ga n No . 2 00) KERIK IL Lebi h d ar i s ete n gah fra ks i k as ar leb ih besa r d ari uk ura n sa ri n gan No . 4

Kisaran (range) yang cukup luas dalam

KERIKIL BERSIH ukuran butiran dan jumssh yang cukup

(Butiran halus tidak berarti dari semua ukuran partikel antara

ada atau sedikit) Satu ukuran saja yang banyak terdapat atau

suatu kisaran ukuran dimana beberapa

ukuran antar tidak terdapat

KERIKIL DENGAN Butiran halus tidak plastis (untuk prosedur

BUTIRAN HALUS identifikasi lihat ML di bawah)

(Jumlah butiran halus Butiran halus plastis (untuk prosedur

lebih banyak) identifikasi lihat CL di bawah PAS IR Lebi h d ar i s ete n gah f ra ks i k as ar l eb ih kec il dar i uku ran sar ing an N o. 4

Kisaran (range) yang cukup luas dalam

ukuran butiran dan jumssh yang cukup

PASIR BERSIH berarti dari semua ukuran partikel antara

(Butiran halus tidak Satu ukuran saja yang banyak terdapat atau

ada atau sedikit) suatu kisaran ukuran dimana beberapa

ukuran antar tidak terdapat

PASIR DENGAN Butiran halus tidak plastis (untuk prosedur

BUTIRAN HALUS identifikasi lihat ML di bawah)

(Jumlah butiran halus Butiran halus plastis (untuk prosedur

lebih banyak) identifikasi lihat CL di bawah

T a n a h Ber b u tir K a sa r (L eb ih d a ri set en ga h b a h a n l eb ih k ecil d a ri sa ri n ga n No. 2

00) LAN

AU DAN L E M P UN G Batas ca ir l ebih kec il dar i 50 Kekuatan kering

Pemuaian (reaksi Ketahanan

(konsistensi terhadap

goncangan) dekat batas plastis)

Tida ada sampai Cepat sampai

lambat Tidak ada

sedikit

Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai lambat Sedang

Sedikit sampai sedang Lambat Sedikit

L AN AU DAN L E M P UN G Batas ca ir l ebih besa r dar i 50

Sedikit sampai sedang Lambat sampai Tidak

ada

Sedikit sampai sedang Tinggi sampai

Tidak ada Tinggi

sedikit

Sedang sampai tinggi Tidak ada sampai Sedikit sampai

sedang sangat lambat

TANAH SANGAT Langsung dapat diidentifikasi lewat warna, bau, seperti busa dan

(28)

Tabel 2.2 Bagan II Klasifikasi Tanah USCS

Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)

`Simbol

Kelompok Nama

Keterangan yang dibutuhkan untuk menjelaskan tanah

GW

Kerikil bergradasi baik, campuran kerikil-pasir sedikit atau tanpa butiran halus

Berikan nama, tentukan perkiraan prosentase pasir dan kerikil, ukuran masimum, bersudut atau bundar (anularity), kondisi permukaan, dan kekerasan butiran kasar, nama lokal atau geologi, dan keterngan penting lainnya dan simbol dalam kurun.

Untuk tanah tidak terganggu tambahkan keterangan mengenai sufikasi, derajat kepadatan,

sedimentasi, kondisi kelembaban dan karakteristik drainase.

GP

Kerikil bergradasi buruk, campuran kerikil-pasir sedikit atau tanpa butiran halus

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau bergradasi buruk

GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lanau bergradasi buruk

SW Pasir bergradasi baik, pasir kerikil, sedikit atau tanpa butiran halus

SP Pasir bergradasi buruk, pasir kerikil, sedikit atau tanpa butiran halus

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau bergradasi buruk

SC Pasir berlepung, campuran pasir-lanau bergradasi buruk

ML

Lanau anorgank dan pasir sangat halus, tepung batuan, pasir halus berlanau atau berlempung dengan plastisitas

rendah Berikan nama, tentukan perkiraan

prosentase pasir dan kerikil, ukuran masimum, bersudut atau bundar (anularity), kondisi permukaan, dan kekerasan butiran kasar, nama lokal atau geologi, dan keterngan penting lainnya dan simbol dalam kurun.

Untuk tanah tidak terganggu tambahkan keterangan mengenai sufikasi, derajat kepadatan,

sedimentasi, kondisi kelembaban dan karakteristik drainase.

CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus

OL Lanau organik dan lanau lempung organik dengan plastisitas rendah

MH

Lanau anorganik, tanah berpasir atau berlanau halus mengandung mika atau diatoma, lanau elastic

CH Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk

OH Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi

(29)

Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010) Tabel 2.3 Bagan III Klasifikasi Tanah USCS

Kr iter ia Klasifikasi Labor ator ium

P er gu n a k a n k u rva b u tir a n d a la m m en gi en ti ik a si fr a k si-fr a k si s eb a ga im a n a d ib er ik a n p a d a id et ifik a si la p a n ga n T en tu k a n p rese n ta se k er ik il d a n p a si r d a ri k u rva u k u ra n b u tir a n t er ga n tn g p a d a p rose n ta se b u tir a n h a lu s (fr a k si ya n g leb ih k ec il sa rin g a n u k u ra n No . 200) , ta n a h b er b u tir k a sa r d ik la si fi k a si k a n seb a ga i b er ik u t

Cu = Lebih besar dari 4Cc = ( ) diantara 1 dan 3

Tidak memenuhi semua syarat gradasi untuk GW

Batas Atterberg di bawah

garis"A" Diantara garis "A"

atau Ip kurang dari 4 dengan Ip antara $ dan 7

Batas Atterberg di bawah

garis"A" merupakan batas antara

atau Ip kurang dari 7 yang membutuhkan

symbol ganda

Cu = Lebih besar dari 4Cc = ( )

diantara 1 dan 3

Tidak memenuhi semua syarat gradasi untuk GW

Batas Atterberg di bawah

garis"A" Diantara garis "A"

atau Ip kurang dari 4 dengan Ip antara $ dan 7

Batas Atterberg di bawah

garis"A" merupakan batas antara

atau Ip kurang dari 7 yang membutuhkan

symbol ganda

(30)

2.4 Tanah Ekspansif

Tanah ekspansif secara umum merupakan jenis tanah lempung dengan

mineral utama adalah montmorillonit. Pada tahun 1986 seorang ilmuwan bernama

Bolt menyatakan bahwa mekanisme perubahan volume tanah sebagai akibat

perubahan kadar air yang terjadi karena adanya tekanan osmosis yang timbul akibat

konsentrasi ion pada sebuah permukaan pelat lempung yang lebih tinggi dari

konsentrasi ion yang ada pada air bebas di sekelilingnya. Konsentrasi ion ini akan

semakin tinggi apabila tanah tersebut mendapat pembebanan, hal ini dikarenakan

jarak antar pelat lempung semakin rapat. Teori ini telah dipaparkan oleh Mitchel

pada tahun 1976 yang menghubungkan antara karakter kembang – susut dengan

dimensi dari pola geometris kristal montmorillonite.

2.4.1 Karakteristik Tanah Ekspansif

a. Lempung ekspansif

Mineral lempung montmorillonite adalah sekelompok mineral lempung

dengan kisi – kisi yang mudah mengembang. Penyerapan air pada

material yang mengandung lempung jenis ini akan mengakibatkan

pengembangan yang besarnya bergantung pada jenis dan kandungan

montmorillonite, jenis pertukaran ion, kandungan elektrolit fase cair serta

struktur internal material itu sendiri. Dilihat dari ukuran butir, istilah

lempung didefinisikan sebagai butiran koloidal yang sangat halus dengan

ukuran lebih kecil atau sama dengan 2 mikron. Tanah lempung umumnya

(31)

kohesif, berplastis, mudah terkonsolidasi bila terbebani dan mempunyai

kembang-susut akibat perubahan kadar air.

b. Sifat kembang-susut

Pengembangan (swelling) tanah ekspansif merupakan pembesaran

volume akibat penambahan kadar air. Menurut Van der Merwe, potensi

pembesaran volume tergantung dari peningkatan kadar air, indeks

plastisitas, gradasi dan tekanan overburdan. Penyusutan (shinkage) tanah

ekspansif merupakan pengecilan volume akibat pengurangan kadar air.

Penyusutan ini terjadi apabila kadar air tanah berkurang hingga mencapai

lebih kecil dari nilai batas susutnya.

2.5 Batas – Batas Atterberg

Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitasnya.

Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah. Istilah

plastisitas menggambarkan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan

bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau remuk. Bergantung pada

kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. Kedudukan fisik

tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Konsistensi

bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempung. Sekitar tahun 1911

seorang ahli tanah berkebangsaan Swedia, A. Atterberg mengusulkan lima keadaan

konsistensi tanah. batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air.

Batas-batas tersebut adalah Batas-batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan batas

(32)

2.5.1 Batas Cair (Liquid limit)

Batas cair (LL), didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara

keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas dari daerah plastis. Dalam teknik

tanah, batas cair ini didefinisikan secara kasar sebagai kadar air dimana 25 kali

pukulan oleh alat batas cair akan menutup celah (groove) standar yang dibuat pada

lempengan tanah untuk panjang 12,7 cm. Cassagrande (1958) dan yang lainnya telah

memodifikasi percobaan yang pada awalnya dibuat oleh Atterberg ini sehingga tidak

terlalu tergantung pada penilaian operatornya akan mampu menghasilkan kembali

nilai-nilai batas cair dengan perbedaan sekitar 2 sampai 3 persen. Dari banyak uji

batas cair, pada tahun 1949, Waterways Experiment Station di Vicksburg, Mississipi

mengusulkan persamaan batas cair :

LL = w

Atau,

LL = k . w

Dimana :

N = jumlah pukulan, untuk menutup celah 0,5 in (12,7 mm)

w = kadar air

tgβ = 0,121 (tapi tgβ tidak sama dengan 0,121 untuk semua jenis

tanah)

(33)

Tabel 2.4 Faktor Batas Cair Terhadap Jumlah Pukulan

N K

Jumlah Pukulan

Faktor Dari Batas Cair

20 0.974

21 0.979

22 0.985

23 0.990

24 0.995

25 1.000

26 1.005

27 1.009

28 1.014

29 1.018

30 1.022

Sumber : Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Bowles (1991)

Selain bermanfaat dalam mengidentifikasi dan menggolongkan tanah, batas

cair dapat juga digunakan untuk menghitung suatu nilai indeks tekanan. Indeks

tekanan untuk tanah liat atau lempung diperoleh dengan persamaan :

Cc = 0,009 (LL – 10)

Dimana :

Cc = Indeks tekan

LL = Batas cair

2.5.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Kadar air dimana untuk nilai-nilai di bawahnya tanah tidak lagi berperilaku

sebagai bahan yang plastis. Tanah akan bersifat seagai bahan yang plastis dalam

kadar air yang bekisar antara batas cair dan batas plastis. Kisaran ini disebut indeks

plastisitas. Bila suatu batas cair atau batas plastis tidak dapat ditentukan, maka indeks

(34)

Keadaan non plastis terjadi apabila harga dari batas plastis lebih besar dari harga

batas cairnya (PL > LL).

2.5.3 Batas Susut (Shrinnkage Limit)

Batas susut (SL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara

daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar

air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. Batas susut dinyatakan

dalam persamaan :

SL = ( )

( ) x 100%

Dimana :

SL = batas susut

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (g)

m2 = berat tanah kering oven (g)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3) v2 = volume tanah kering oven (cm3)

γw = berat volume air (g/cm3)

2.6 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas yaitu selisih batas cair dan batas plastis. Rumusnya adalah :

PI = LL – PL

Dimana :

PI = Indeks plastisitas

(35)

PL = Batas plastis

Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat

plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika

tanah mempunyai indeks plastisitas tinggi, maka tanah mengandung banyak butiran

lempung. Jika indeks plastisitas rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air

berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam

tanah, dan kohesi diberikan oleh Atterberg terdapat dalam Tabel 2.5

Tabel 2.5 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Jumikis,1962)

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non plastis Pasir Non kohesif

< 7

Plastisitas

rendah Lanau

Kohesif sebagian

7 - 17

Plastisitas sedang

Lempung

berlanau Kohesif > 17 Plastisitas

tinggi Lempung Kohesif

Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)

2.7 Parameter untuk Analisis dan Desain Stabilisasi

Parameter untuk analisis serta desain stabilisasi berdasarkan sifat mekanis

antara lain berat isi kering maksimum, kadar air optimum, tahanan penetrasi,

kepadatan relative, California Bearing Ratio (hasil pemadatan). Parameter di atas

(36)

Tabel 2.6 Parameter Analisis dan Desain Stabilisasi

Karakteristik Simbol Satuan Diperoleh dari Digunakan untuk

Berat isi kering

maksimum ϒ dmax t/m³

Kurva hubungan

kadar air

Pengendalian mutu

Kadar air optimum

W opt 9

(OMC) % dan kepadatan

CBR CBR

(Lab)

Pengujian perhitungan

Perencanaan tebal lapisan perkerasan Sumber : Mekanika Tanah 2, Hardyatmo (2010)

2.7.1 Berat Isi Kering

Pada contoh tanah dengan pemeriksaan visual akan terdiri dari:

a. Pori-pori atau rongga (voids) yang merupakan ruang terbuka diantara

butiran-butiran tanah dengan berbagai ukuran.

b. Butiran tanah yang mungkin mikroskopis dalam ukurannya.

c. Kelembaban tanah yang dapat menyebabkan tanah terlihat basah,

lembab ataupun kering. Air dalam pori atau rongga disebut air pori.

Pori-pori tanah yang tidak berisi tanah tentu akan penuh dengan udara dan

uap air. Apabila contoh tanah tersebut ditimbang maka berat yang ditimbang

dianggap sebagai berat isi basah (ϒ w). Bila semua rongga berisi air, maka berat yang

dihasilkan adalah berat isi jenuh (ϒ sat) dan jika contoh tanah dikeringkan, maka berat

yang dihasilkan adalah berat isi kering (ϒ d). Berat isi kering dapat diperoleh dengan

persamaan :

ϒ d = ϒ

Atau,

(37)

Dimana :

ϒ d = Berat isi kering (t/m3)

w = Kadar air (%)

Gs = Berat jenis

ϒ w = Berat isi basah (t/m3)

na = Porositas

Nilai puncak dari berat isi kering disebut kerapatan kering maksimum

(ϒ dmax), kadar air pada kerapatan kering maksimum disebut kadar air optimum

(OMC). Sebuah garis angka pori nol (zero air voids) dapat digambarkan dan selalu

berada di atas kurva pemadatan apabila nilai kadar air yang benar digunakan. Garis

kadar air nol (ZAV) menunjukkan kerapatan kering pada saat kejenuhan (saturation)

100% (S = 100%), dan langsung dapat dihitung dengan persamaan :

ϒ d =

.ϒ

Atau,

ϒ d =

.ϒ

Dimana :

(38)

2.7.2 Kekuatan Tanah (CBR)

Kekuatan dan kekerasan lapisan tanah termasuk subgrade dapat ditentukan

melalui test CBR (California Bearing Ratio) di lapangan maupun di laboratorium.

Harga CBR tersebut merupakan perbandingan antara kekuatan tanah

yangbersangkutan dengan kekuatan bahan agregat yang dianggap standart (CBR

100%). Hasil test CBR ini dapat dipakai untuk menilai kekuatan tanah dasar

(subgrade) dan sekaligus untuk merencanakan tebal perkerasan raya, dalam hal

perencanaan tebal perkerasan pada ruas jalan Gresik – Lamongan sebelum dan

sesudah distabilisasi direncanakan dengan perkerasan lentur (flexyble pavement).

Semakin besar harga CBR maka semakin besar kekuatan tanah tersebut sehingga

kebutuhan tebal perkerasan lentur terhadap hubungan korelatif antara CBR dan DDT

(Daya Dukung Tanah).

Analisis daya dukung untuk keperluan perencanaan teknik jalan raya, yaitu

daya dukung pada subgrade, baik natural subgrade maupun embankment subgrade.

Daya dukung ini didasarkan pada nilai CBR hasil pengujian lapangan

maupun hasil pengujian laboratorium.

a. Lapisan tanah dasar asli, yaitu natural subgrade hasil pekerjaan galian. Nilai

CBR untuk lapisan ini diperoleh dari uji lapangan dengan alat DCP (Dynamic

Cone Penetrometer) atau dengan alat sondir atau dilakukan pengambilan contoh

tanah dengan silinder (Mold) untuk uji CBR asli di laboratorium.

b. Lapisan tanah dasar bentukan, yaitu lapisan tanah dasar pada permukaan

timbunan (embankment subgrade) hasil pekerjaan urugan. Nilai CBR pada

lapisan ini diperoleh dari uji CBR di laboratorium terhadap contoh tanah tidak

(39)

Pada konstruksi badan jalan yang berupa struktur timbunan perlu

ditimbangkan hal-hal berikut :

a. Jika timbunan terletak pada tanah lunak, harus dilakukan perhitungan daya

dukung dan besarnya penurunan tanah asli (di bawah timbunan) yang menopang

struktur timbunan.

b. Kemiringan lereng timbunan harus dianalisis agar aman terhadap bahaya

kelongsoran sehubungan dengan tinggi timbunan dan jenis material urugan.

Sedangkan untuk pengujian laboratorium untuk contoh tanah yang sudah

dipadatkan dengan uji kompaksi (pemadatan), untuk penurunan 0,1 inci dirumuskan

sebagai berikut :

CBR % = x 100

Untuk penurunan 0,2 inci dirumuskan :

CBR % = x 100

Dimana :

bf = Pembacaan arloji

Dari niali CBR tanah dapat membeikan identifikasi pada kekuatan material

(40)

2.7.3 Analisa Saringan

Analisa saringan atau biasa disebut analisa ayakan adalah mengayak dan

menggetarkan contoh tanah melalui satu set ayakan dimana lubang-lubang ayakan

tersebut makin kecil secara berurutan. Dalam pengujian analisa saringan ini

dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir (gradasi) tanah yang

tertahan saringan No. 200. Ada dua prosedur percobaan yang biasa digunakan untuk

analisa saringan ini, yaitu :

1. Cara kering

2. Cara basah

Untuk standar ayakan di Amerika Serikat, nomor ayakan dan ukuran lubang

diberikan tabel di bawah ini :

Tabel 2.7 Ukuran-Ukuran Ayakan Standar di Amerika Serikat

Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardyatmo (2010)

Ayakan No. Lubang (mm)

4 4,750

6 3,350

8 2,360

10 2,000

16 1,180

20 0,850

30 0,600

40 0,425

50 0,300

60 0,250

80 0,180

100 0,150

140 0,106

170 0,088

200 0,075

(41)

Mula-mula contoh tanah dikeringkan lebih dahulu, kemudian semua

gumpalan-gumpalan dipecah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil lalu diayak

dalam percobaan dilaboratorium. Setelah cukup waktu untuk mengayak dengan cara

getaran, massa tanah yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang.

Untuk menganalisa tanah-tanah kohesif, barangkali agak sukar untuk

memecah gumpalan-gumpalan tanahnya menjadi partikel-partikel lepas yang berdiri

sendiri. Untuk itu, tanah tersebut perlu dicampur dengan air sampai menjadi lumpur

encer dan kemudian dibasuh seluruhnya melewati ayakan-ayakan tersebut. Bagian

padat yang tertahan pada setiap ayakan dikumpulkan sendiri-sendiri. Kemudian

masing-masing ayakan beserta tanahnya dikeringkan dalam oven, dan kemudian

berat tanah kering tersebut ditimbang. Hasil-hasil dari analisa ayakan biasanya

dinyatakan dalam persentase dari berat total.

2.7.4 Kadar Air (Moistur e Content)

Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana terjadi transisi dari keadaan padat

ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limt). Kadar air

dimana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas

plastis (plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair

(liquid limit). Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg

limits) seperti yang telah dijelaskan di atas.

Dalam laboratorium, test kadar air (moisture content) digunakan untuk

menentukan kadar air sample tanah yaitu perbandingan berat air yang terkandung

dalam tanah dengan berat kering tanah tersebut. Istilah-istilah yang umum dipakai

(42)

percobaan, benda uji (contoh tanah) dikeringkan terlebih dahulu menggunakan oven

pengering. bila oven pengering tidak ada, maka pengering benda uji dapat dilakukan

dengan cara :

1. Digoreng di atas kompor.

2. Dibakar langsung setelah disiram dengan spirtus (khusus tanah yang tidak

mengandung bahan yang mudah terbakar).

Berat benda uji dan neraca yang dipakai harus disesuaikan dengan butiran

tanah maksimum agar didapatkan hasil yang teliti. Berikut tabel perbandingan antara

ukuran butiran maksimum dengan berat benda uji minimum :

Tabel 2.8 Perbandingan Ukuran Butiran dan Berat BendaUji

Ukuran Butir Maksimum Berat Benda Uji Minimum Ketelitian

3 / 4 1000 gram 1 gram

# 10 100 gram 0,1 gram

# 40 10 gram 0,01 gram

Sumber : Mekanika Tanah 1, Hardiyatmo (2010)

2.8 Stabilisasi Tanah Kapur

Penggunaan metode stabilisasi tanah dasar bertujuan untuk menurunkan

nilai indeks plastisitas (PI) dan potensi mengembang (swelling potential) yaitu

dengan berkurangnya prosentase butiran halus atau kadar lempungnya. Stabilisasi

dengan menggunakan penstabil bahan kapur dapat menghasilkan pertukaran ion

lemah sodium oleh ion kalsium yang berada pada permukaan tanah lempung,

sehingga prosentase partikel halus cenderung akan menjadi partikel yang lebih kasar.

Metode ini adalah melakuakan pencampuran tanah dengan kapur di lapangan

(43)

Kapur adalah kalsium oksida (CaO) yang dibuat dari batuan karbonat yang

dipanaskan pada suhu sangat tinggi. Kapur tersebut umumnya berasal dari batu kapur

(limestone) atau dolomite. Penambahan kapur dalam tanah merubah tekstur tanah.

Tanah lempung berubah menjadi berkelakuan mendekati lanau atau pasir, akibat

penggumpalan partikel. Pencampuran tanah dengan kapur memperlihatkan

pengurangan secara signifikan partikel berukuran lempung (<0,002 mm)

dibandingkan dengan lempung aslinya.

Untuk aplikasi jalan raya, stabilisasi tanah-kapur banyak digunakan untuk

bangunan lapis pondasi bawah (subbase) atau perbaikan tanah-dasar (subgrade).

Banyaknya bahan kapur yang digunakan untuk stabilisasi tanah ekspansif bekisar

antar 3-8% dari berat kering tanah yang distabilisasi.

Kenaikan kuat geser dapat dengan mudah diperoleh dalam campuran

tanah-kapur yang diperam. Telah diteliti bahwa jika campuran tanah-tanah-kapur yang

berkualitas tinggi digunakan dalam pembangunan perkerasan lentur (aspal), maka

kekuatannya akan dapat mencegah terjadinya keruntuhan geser. Karena itu,

kegagalan geser umumnya tidak pernah terjadi selama masa layanan jalan raya.

2.8.1 Reaksi Tanah Kapur

Menurut Rollings dan Rollings,1996 pada umumnya penambahan

kapur dalam tanah bebutir halus, oleh adanya air akan menyebabkan

reaksi-reaksi sebagai berikut :

1. Ketika tanah dicampur kapur dan ditambah air, dalam tanah-tanah

berbutir halus timbul petukaran kation dengan cepat dan reaksi

(44)

secara bersama-sama, sehigga terbentuklah partikel-partikel tanah dengan

ukuran yang lebih besar. Pertukaran kation dan flokulasi menyebabkan

perbaikan dengan cepat pada plastisitas tanah, kemudahan dikerjakan,

kekuatan, dan sifat-sifat tegangan deformasinya.

2. Reaksi pozzolanik tanah-kapur terjadi dalam bentuk variasi bahan

perantara sementasi. Hasil reaksinya adalah menambah kekuatan

campuran yang telah dipadatkan dan keawetannya. Reaksi pozzolanik

merupkan reaksi yang bergantung pada waktu dan temperatur. Kekuatan

ultimit campuran berkembang secara bertahap, dan dalam beberapa hal

dapat berlangsung sampai beberapa tahun. Temperatur yang tinggi lebih

mempercepat reaksi.

2.8.2 Tujuan Stabilisasi Tanah – Kapur

Umumnya ada 2 tujuan utama penggunaan kapur untuk stabilisasi

tanah, yaitu :

1. Kapur untuk memodifikasi sifat-sifat tanah, yaitu untuk mengurangi

plastisitas, menambah mudah dikerjakan, menambah diameter butiran

dan lain-lain. Di sini, kriteria untuk stabilisasi campuran secara mekanik

diterapkan.

2. Kapur ditujukan untuk stabilisasi tanah secara permanen. Untuk hal ini,

(45)

2.8.3 Kriter ia Perancangan Campuran

Bergantung pada tujuan stabilisasi tanah – kapur, kriteria yang akan

dipakai perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti faktor lingkungan,

pertimbangan beban roda, dan umur rancangan.

Kriteria perancangan campuran tanah-kapur untuk keperluan

proyek-proyek jalan raya dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori utama, yaitu

(Transportation Research Board, 1987) :

1. Kategori pertama, yaitu yang terkait dengan situasi di mana tujuan utama

stabilisasi adalah mengurangi indeks plastisitas, memperbaiki kemudahan

dikerjakan, menaikkan kekuatan dengan cepat dan mereduksi potensi

pengembangan. Kriteria perancangan campuran untuk kategori ini

meliputi persyaratan :

a. Tidak terjadi lagi pengurangan indeks plastisitas (PI) dengan

ditambahnya kadar kapur.

b. Reduksi indeks plastisitas yang masih diterima untuk maksud

stabilisasi khusus.

c. Reduksi potensi pengembangan yang masih diterima.

d. Kenaikan CBR dan R–value yang cukup untuk antisipasi penggunaan.

2. Kategori kedua, kriteria yang terkait ddengan perbaikan kekuatan hasil

dari reaksi pozzolanik antara tanah-kapur. Jadi, kriteria perancangan

campuran umumnya menspesifikasikan bahwa campuran yang telah

diperam/dirawat telah memenuhi persyaratan minimum kekuatan dan

kadar kapur racangan adalah persen kapur yang menghasilkan kekuatan

(46)

kriteria kekuatan minimum dispesifikasikan terhadap kuat tekannya.

Persyaratan kuat tekan, umumya lebih tinggi untuk material pondasi

bawah (subbase), karena kondisi tegangan dan keawetan berbeda untuk

kedalaman yang berbeda dalam struktur perkerasan jalan.

2.8.4 Pemadatan

Cara pemadatan campuran tanah-lempung sama dengan yang

dilakukan untuk pekerjaan tanah biasa. Penambahan kapur dalam tanah

cenderung mengurangi berat volume kering maksimuum dan menambah

kadar air optimum pada energi pemadatan tertentu. Perubahan berat volume

kering maksimum dan kadar air optimum ini dapat memberikan masalah

dalam penentuan persen kepadatan yang harus dicapai kontraktor di

lapangan. Bagi pemilik pekerjaan, derajat kepadatan yang lebih tinggi dari

kepadatan kadar kapur yang ditentukan lebih menguntungkan. Disebabkan

oleh reaksi pozzolanik kapur yang lambat, penundaan waktu antara

pencampuran dan pemadatan beberapa hari tidak menjadi masalah. Selama

waktu penundaan tersebut, sebaiknya campuran tetap diusahakan dalam

kondisi lembab.

2.8.5 Kontr ol Kualitas (Quality Control)

Kontrol kualitas hasil pekerjaan stabilisasi tanah-kapur sangat penting

dilakukan guna meyakinkan bahwa hasil final dari stabilisasi kapur sesuai

(47)

Faktor sangat penting dalam pekerjaan kontrol kualitas stabilisasi tanah-kapur

adalah :

a. Penggarukan dan penghancuran

b. Kadar kapur

c. Keseragaman penyebaran kapur

d. Kepadatan

e. Perawatan

2.8.6 Stabilisasi Kapur Untuk Pemeliharaan J alan

Untuk maksud pemeliharaan jalan, stabilisasi kapur dilakukan dengan

cara melubangi tanah lebih dahulu, lalu diisi kapur. Melalui lubang ini, kapur

diresapkan ke tanah dasar basah dan plastis yang lemah kapasitas dukungnya.

Lubang dibuat degan bantuan alat bor. Diameter lubang 20–22,5 cm dan

kedalamannya sekitar 60–75 cm. Jarak lubang dari pusat ke pusat 1–1,5 m.

Tahap-tahap pelaksanaan pekerjaan adalah sebagai berikut:

1. Buatlah lubang menembus perkerasan dengan alat bor.

2. Masukkan kapur dalam lubang bor.

3. Isikan air ke dalam lubang bor.

4. Urug lubang tersebut dengan tanah.

5. Tanah di area lubang dipadatkan.

(48)

Dengan cara tersebut diharapkan kapur di dalam lubang akan

bermigrasi lewat tanah–dasar (subgrade), sehingga menstabilkan tanah dan

menghentikan kerusakan perkerasan.

Bila tanah dalam kondisi retak-retak, maka akan memudahkan

menyebarnya kapur yang bercampur dengan air. Namun, bila jalan telah ada

sebelumya, retak–retak pada tanah mungkin sulit dijumpai.

Penelitian guna meyakinkan kapur di dalam lubang bor dapat

bermigrasi dan menyebar ke tanah di sekitarnya perlu dilakukan. Hal ni,

karena penyebaran kapur ke tanah di sekitar lubang membutuhkan aliran air.

Jika tanah yang distabilisasi berada di bawah perkerasan, karena di bagian ini

aliran air mungkin tidak akan terjadi, keberhasilan stabilisasi dengan cara ini

menjadi meragukan.

2.9 Tipe – Tipe Kapur

Batu kapur terbentuk dari kalsium, karbon dan oksigen. Lambe (1962)

membagi tipe kapur menjadi 5 tipe dasar, yaitu :

1. Kapur tohor kalsium tinggi (high-calium quicklime)...CaO.

2. Kapur tohor dolomitik (dolomitic quicklime)...CaO + MgO.

3. Kapur kalsium tinggi terhidrasi (hydrated high-calcium lime)...Ca(OH)2

4. Kapur dolomitik terhidrasi normal (normal hydrate dolomitic lime)...Ca(OH)2 +

(49)

5. Kapur dolomitik terhidrasi tekan (pressure-hydrated dolomitic lime)...Ca(OH)2 +

Mg(OH)2

Kapur mentah atau kapur tohor, pada prinsipnya terdiri dari kalsium oksida

CaO. Kapur tohor ini diperoleh dari pembakaran batu kapur(limestone) pada suhu

±1000ºC. Batu kapur mengandung kalsium karbonat (CaCO3). Jika dibakar dengan

suhu tersebut, maka karbondioksidanya ke luar dan tinggal kapurnya saja (CaO).

Proses kima pembentukan kapur adalah :

Ca + CO3 CaO + CO2

Kapur padam adalah kalsium hidroksida Ca(OH)2 dan berasal dari hidrasi

kapur tohor. Kalsium hidroksida terbentuk dari penambahan air pada kapur tohor.

Reaksi hidrasi adalah sebagai berikut :

Kapur tohor + air kapur padam + panas

CaO + H2O Ca(OH)2 + 15,5 Kkal

Kalsium karbonat, CaCO3 atau disebut kapur pertanian, tidak efektif untuk

stabilisasi kecuali jika hanya digunakan untuk bahan pengisi yang berfungsi untuk

memperbaiki gradasi. Jika kalsium karbonat yang biasanya dalam bentuk remukan

batu kapur, dipanaskan sampai ±1000ºC, karbondioksida berubah menjadi kalsium

oksida, sehingga terbentuk kapur tohor.

Kapur tohor (CaO) merupakan bahan yang sangat efektif untuk stabilisasi,

tapi agak berbahaya digunakan karena dapat menghasilkan panas yang dapat

merugikan bahan di sekitarnya. Dalam pekerjaan stabilisasi, kapur tohor dapat

menyebabkan alat-alat pembangunan menjadi lebih mudah berkarat. Namun, bahan

(50)

yang baik. Karena kapur tohor mempunyai kendala-kendala tersebut di atas, maka

kapur padam (Ca(OH)2) lebih sering digunakan sebagai bahan stabilisasi, walaupun

dalam kasus-kasus tertentu kapur tohor juga digunakan.

Kapur dolomite, adalah campuran magnesium hidroksida dan kalsium

hidroksida. Kapur ini juga dapat digunakan untuk stabilisasi. Kemurnian dan

kehalusan butiran kapur dolomite sangat penting diperhatikan agar stabilisasi dapat

berhasil dengan baik, terutama untuk stabilisasi tanah-tanah yang bersifat plastis.

SNI 03-4147-1996 membagi tipe kapur menjadi 4 macam :

1. Kapur tipe I, yaitu kapur yang mengandung kalsium hidrat tinggi dengan kadar

magnesium oksida (MgO). Paling tinggi 4%.

2. Kapur tipe II, yaitu kapur magnesium atau dolomite yang mengandung

magnesium oksida lebih dari 4% dan maksimum 36% berat.

3. Kapur tohor (CaO), yaitu hasil pembakaran batu kapur pada suhu ±90ºF, dengan

komposisi sebagian besar kalsium karbonat (CaCO3).

4. Kapur padam, yaitu kapur dari hasil pemadaman kapur tohor dengan air,

sehingga terbentuk hidrat Ca(OH)2.

Hingga saat ini, kapur yang umumnya dipakai sebagai bahan stabilisasi

adalah kapur terhidrasi Ca(OH)2 (kalsium hidroksida) atau juga telah banyak

digunakan dengan hasil memuaskan dalam stabilisasi tanah.

2.9.1 Perancangan Campuran

Maksud dari perancanan campuran adalah untuk merubah sifat-sifat tanah

(51)

tingkat tertentu yang diinginkan. Kadar kapur yang di sarankan oleh Ingles dan

Metcalf (1972) untuk berbagai jenis tanah terdapat dalam Tabel 2.7

Tabel 2.9 Kadar kapur terhidrasi Ca(OH)2 yang disarankan Ingles dan Metcalf (1972)

Jenis tanah Kadar kapur untuk stabilisasi Kerikil berlempung gradasi baik Sampai 3%

Lempung berpasir Sampai 5% Lempung berlanau 2 - 4% Lempung gemuk (heavy clay) 3 - 8%

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Dasar-Dasar Penelitian

Metode yang dipakai dalam peneltian stabilisasi tanah dengan kapur ini

adalah metode yang mengacu pada aturan–aturan yang terdapat dalam ASTM. Oleh

karena itu pengambilan koefisien angka keamanan maupun batasan–batasan ijin

perencanaan menggunakan aturan dan cara yang telah ditetapkan.

3.2 Identifikasi Per masalahan

Kondisi tanah dasar pada ruas jalan Gresik – Lamongan tergolong sangat

jelek dengan daya dukung yang rendah. Maka untuk mengatasi hal tersebut, akan

dilakukan perbaikan tanah terlebih dahulu dengan cara stabilisasi. Dalam penelitian

ini, stabilisasi yang digunakan yaitu dengan cara penambahan kapur untuk

meningkatkan nilai CBR sehingga mampu meningkatkan kekuatan perkerasan

diatasnya.

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian disini adalah pengambilan

contoh tanah di sekitar ruas jalan Gresik - Lamongan (Sta. 27 + 250 – Sta. 32 + 550).

Selain itu penulis juga melakukan survei lapangan yang bertujuan untuk mengetahui

secara langsung kondisi jalan. Sehingga nantinya dapat diketahui bahwa kondisi

(53)

3.4 Tahap Penelitian

Secara umum, tahap penelitian yang dilakukan sebagai berikut :

1. Pengambilan contoh tanah dari ruas jalan Gresik – Lamongan (Sta. 27 +

250 – Sta. 32 + 550) untuk menentukan klasifikasi tanah dan jalan.

2. Pengujian tanah di labotaorium.

3. Melakukan tes Atterberg limits untuk menentukan klasifikasi tanah asli

dan campuran kapur.

4. Uji kekuatan tanah untuk mendapatkan nilai CBR baik tanah asli maupun

campuran kapur.

5. Variasi campuran untuk stabilisasi tanah-kapur, digunakan kadar kapur

0%, 2%, dan 4%.

6. Titik pengamatan untuk sampel tanah berada pada Sta. 27 + 250 – Sta. 32

+ 550.

3.5 Cara Kerja

Langkah-langkah melakukan percobaan stabilisasi tanah dengan kapur yaitu :

1. Buatlah lubang pada tanah dengan kedalaman 20cm – 25cm.

2. Ambilah tanah yang telah tersedia, kemudian timbang tanah tersebut.

3. Misalkan, untuk campuran kapur 2%. Tanah yang sudah di timbang

10.000g.

Kapur yang dibutuhkan = 2% x 10.000g

= 200g

4. Ambil kapur yang di butuhkan, lalu timbang.

(54)

6. Padatkan tanah yang telah dicampur dengan kapur sedikit demi sedikit ke

dalam lubang yang telah disiapkan.

7. Tanah yang sudah padat, diperam selama 3 hari,7 hari, dan 14 hari.

8. Setelah waktu pemeraman tiba, maka segera dilakukan tes CBR dengan

menggunakan DCP.

9. Setelah di lakukan tes CBR, ambillah tanah dari lubang. Lalu oven

dengan suhu 125ºC selama 16 jam.

(55)

3.6 Flowchart

Gambar 3.1 Bagan Alur Percobaan DATA PRIMER

Sample Tanah

Variasi campuran untuk stabilisasi tanah

dengankapur

Kadar kapur optimal (nilai CBR tertinggi)

FINISH Pengumpulan

Data Identifikasi Permasalahan

Pengujian tanah di laboratorium

START

Tanah asli dengan variasi campuran kapur (0%, 2%, dan

(56)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Umum

Apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan kohesif, atau apabila tanah

mempunyai sifat lain yang tidak sesuai dengan suatu proyek pembangunan (dalam

kasus ini konstruksi jalan), maka tanah tersebut harus distabilisasikan terlebih

dahulu. Stabilisasi yang digunakan yaitu menambah bahan kapur untuk

menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan atau perubahan fisis pada tanah.

Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu atau kombinasi dari

pekerjaan-pekerjaan berikut :

1. Mekanis (pemadatan dengan berbagai jenis peralatan mekanis)

2. Bahan aditive (mencampur dengan bahan seperti kapur, dan lan-lain)

Prosedur stabilisasi yang biasa terdapat pada tanah berbutir halus adalah

dengan menggali sampai kedalaman tertentu dan mencampur tanah yang digali

dengan kapur. Apabila campuran tanah dan kapur tersebut sudah dicampur, maka

(57)

4.2 Analisa Data

4.2.1 Data Topografi

Percobaan yang dilakukan di lapangan untuk menentukan nilai CBR tanah

dan pengambilan contoh tanah untuk pengujian laboratorium dilakukan pada Sta.

27+250 sampai dengan Sta. 32+550, dengan sebelah kanan kiri jalan berupa area

persawahan dan sebagian berupa perumahan penduduk. Jalan ini merupaka jalan

arteri .

Analisa topografi sangat penting karena diperlukan sekali dalam menyangkut

hubungan antara keadaan medan dan kondisi tanah yang akan berpengaruh pada

besar kecilnya biaya pelaksanaan jalan tersebut. Namun dalam pembahasan pada

tugas akhir ini yang akan dibahas hanya meliputi kondisi tanah sebelum distabilisasi

maupun setelah distabilisasi dengan kapur dan pengaruhnya terhadap tebal

perkerasan lentur yang akan dibangun pada ruas jalan Gresik-Lamongan.

4.2.2 Data Tanah

Pengujian tanah di lapangan maupun sampel tanah di laboratorium dilakukan

untuk keperluan:

1. Penentuan daya dukung tanah dasar (subgrade) dengan menggunakan alat yang

dinamakan DCP (Dynamic Cone Penetrometer). Dilakukan pada tanah asli di

lapangan dan setelah pencampuran dengan kapur.

2. Penentuan ukuran butiran dan susunan butir (gradasi) tanah dengan cara analisa

saringan (Sieve Analysis).

3. Penentuan kadar air tanah untuk menentukan perbandingan berat air yang

(58)

4. Penentuan berat isi tanah untuk mengetahui angka pori, porositas dan derajat

kejenuhan suatu sampel

5. Penentuan batas-batas Atterberg yaitu batas cair (LL), batas plastis (PL), indeks

plastis (IP) dan batas susut (SL).

Parameter di atas dimaksudkan utuk menunjukkan sifat phisik tanah yang

diperlukan untuk analisis sehubungan dengan perencanaan badan jalan dan lapisan

perkerasan. Selain parameter dan sifat phisik, parameter yang diperlukan untuk

analisis dan perencanaan tersebut diperoleh dari sifat mekanis atau keteknikan.

4.3 Hasil Per cobaan dan Perhitungan Tanah Asli

4.3.1 Penyelidikan CBR dengan DCP (Dynamic Cone Penetrometer)

Penelitian ini dilakukan di lapangan (mulai KM. 27+250) pada setiap titik

dari 4 titik yang diambil contoh tanahnya, dimana dalam setiap titik tersebut

dilakukan 2 kali percobaan untuk penyelidikan nilai CBR (California Bearing Ratio)

menggunakan alat DCP. Kedalaman maksimum yang diambil untuk setiap pengujian

adalah sebesar 1m. Titik-titik pengamatan diambil sejauh 3m dan 5m dari jalan raya.

(59)

Tabel 4.1 Penyelidikan CBR Titik 1A

Banyaknya Pembacaan Penetrasi Tumbukan Pembacaan CBR

Tumbukan mistar (mm) (mm) per 25 mm

Grafik

CBR (%)

0 0 0 0 0

6.28 1 20 20 1.25 8.50

2 28 28 1.78 14 3 81 81 0.92 7.10 4 97 97 1.03 7.90 5 110 110 1.13 8.00 6 135 135 1.11 8.10 7 170 170 1.03 7.90 8 202 202 0.99 7.10 9 256 256 0.88 6.50 10 331 331 0.75 5.50 11 430 430 0.64 4.50 12 569 569 0.53 3.80 13 703 703 0.46 3.10 14 818 818 0.43 3.00 15 911 911 0.41 2.80 16 1000 1000 0.40 2.70

Contoh perhitungan CBR titik 1A :

Tumbukan per 25 mm = x banyaknya tumbukan

= x1

= 1.25 mm

CBR (%) = x100%

= .

(60)

Untuk perhitungan CBR titik 1 sampai titik 4 bisa dilihat pada tabel dan

grafik di bawah ini :

Tabel 4.2 Nilai CBR Tanah Asli

Titik Pengamatan

Nilai CBR (%) 1a 6.28 1b 2.44 2a 7.33 2b 2.75 3a 2.41 3b 9.69 4a 5.05 4b 5.70

Grafik 4.1 Nilai CBR Tanah Asli

0% 2% 4% 6% 8% 10% 12%

0 0,5 1 1,5 2 2,5

CBR

(%

)

Titik Pengamatan

(61)

CBR tanah untuk titik pengamatan 1 mengalami peningkatan karena

percobaan CBR di lapangan pada titik 1.a berada pada bagian pinggir jalan dengan

jarak 5 meter. Sedangkan titik 1.b berada pada bagian pinggir jalan dengan jarak 8

meter dari pinggir jalan. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar di bawah ini :

Arah Lamongan Arah Gresik

2000

3000

5000

Gambar 4.1 Denah Lokasi Penyelidikan CBR Lapangan

SDN 1 Ambeng-Ambeng

titik 1a

titik 1b titik 2a

titik 2b titik 3a

titik 3b titik 4a

(62)

4.3.2 Analisa Saringan (Sieve Analysis)

Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui

seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling

atas dan makin ke bawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada sarimgan

tertentu disebut sebagai salah satu dari ukuran butiran conton tanah itu. Nomor

saringan yang digunakan adalah :

1. No. 4 (4.75 mm)

2. No.8 (2.36 mm)

3. No. 16 (1.18 mm)

4. No. 30 (0.60 mm)

5. No. 60 (025 mm)

6. No. 100 (015 mm)

7. No. 200 (0.075 mm)

Saringan adalah alat yang digunakan untuk menentukan ukuran butiran

(butiran bisa menembus saringan atau mungkin tertahan di atasnya). Suatu butiran

dianggap “positif” apabila butiran itu tertahan di atas saringan dan dikatakan

“negatif” apabila dapat menembus saringan. Saringan dibuat berupa suatu rangka

berikut dengan anyaman kawat yang ditahannya. Ukuran-ukuran lubang kawat dan

ukuran relatif dari butiran-butiran telah disebutkan di atas. Berikut adalah contoh

perhitungan analisa saringan tanah asli :

• Titik 1

Berat tertahan = (berat saringan + tertahan) – berat saringan

= 412.47 – 410.90

(63)

Persentase tertahan = Σ x 100%

= .

. x 100% = 0.24%

Persentase lolos = 100% - 0.24%

(64)

Tabel 4.3 Analisa Saringan Titik 1

Berat tanah kering : 642.17 gr

NOMOR SARINGAN BERAT SARINGAN BERAT SARINGAN + TERTAHAN (gr) BERAT TERTAHAN (gr) Σ BERAT TERTAHAN (gr) PERSENTASE TERTAHAN % LOLOS % (gr)

No. 4 (4.75 mm) 410.90 412.47 1.57 1.57 0.24 99.76 No. 8 (2.36 mm) 418.29 521.51 103.22 104.79 16.32 83.68 No. 16 (1.18 mm) 400.86 648.21 247.35 352.14 54.83 45.17 No. 30 (0.60 mm) 404.98 541.51 136.67 488.81 76.12 23.88 No. 60 (0.25 mm) 391.20 467.52 76.32 565.13 88.00 12.00 No. 100 (0.15 mm) 386.60 415.36 28.76 593.89 92.48 7.52 No. 200 (0.075 mm) 338.59 360.24 21.65 615.54 95.85 4.15 PAN 43474 455.37 20.63 636.17 99.06 0.94

Grafik 4.2 Analisa Saringan Titik 1

0 20 40 60 80 100 120

No.4 No.8 No.16 No.30 No.60 No.100 No.200 PAN

(65)

Tabel 4.4 Analisa Saringan Titik 2

Berat tanah kering : 685.90 gr

NOMOR SARINGAN BERAT SARINGAN (gr) BERAT SARINGAN + TERTAHAN (gr) BERAT TERTAHAN (g

Gambar

Grafik 4.2 Analisa Saringan Titik 1
Tabel 4.5 Analisa Saringan Titik 3
Tabel 4.6 Analisa Saringan Titik 4
Tabel 4.11 Analisa Kadar Air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui tema ini dapat dipahami literasi informasi para partisipan yang terkait dengan interaksi mereka dengan institutional repository, khususnya terkait dengan

diamalkan ( psikomotorik ) oleh peserta didik dalam.. kehidupan nyata, baik di level individu, anggota keluarga, masyarakat dan warga negara. Di sini, perpanduan hasil

Sebaliknya, bagi perguruan tinggi yang telah berhasil baik melaksanakan penjaminan mutu pendidikan tinggi yang diselenggarakannya; pemaparan ini tidak bermaksud untuk

Dalam kerangka dimensi kualitas maka indikator kinerja dalam sasaran ini adalah persentase konsumen yang puas terhadap akses data BPS, jumlah pengunjung eksternal yang mengakses

Metode proxy consumption dapat digunakan untuk perencanaan pengadaan di Rumah Sakit baru yang tidak memiliki data konsumsi di tahun sebelumnya. Selain itu, metode ini juga

Berdasarkan perhitungan dari uji SPSS variabel Dewan Komisaris nilai yang dihasilkan sebesar -0,314 &lt; 1,663, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Dewan Komisaris secara

Uji aktivitas antibakteri ekstrak mahang dengan menggunakan metode kertas cakram menghasilkan daya hambat yang berbeda dengan metode sumur agar.. Hal ini disebabkan

Pada analisis rataan Pb tanah, Perlakuan M9 (100% kompos residu rumah tangga) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan perlakuan M 1 (100%