• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Keprok Garut

Tanaman jeruk secara garis besar terdiri atas 2 jenis yaitu eucitrus dan papeda. Jenis eucitrus paling banyak dan paling luas dibudidayakan karena buahnya enak dimakan, misalnya Jeruk Sitrun (Citrus medica L.), Jeruk Besar (Citrus maxima), Grape Fruit (Citrus paradisi), Jeruk Manis (Citrus sinensis L.), Jeruk Keprok (Citrus nobilis), Jeruk Siam (Citrus reticulata), Jeruk Kasturi (Citrus mitis) dan lain-lain. Jenis papeda buahnya tidak enak dimakan karena dagingnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras, sebagai contoh jeruk purut (Citrus hystrise) yang digunakan untuk bumbu sayur atau untuk mencuci rambut (Akyas, et al., 1994).

Jeruk Keprok Garut banyak dijumpai di daerah Garut, Jawa Barat. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan yang halus. Ukuran buah umumnya sekitar 5,6 x 5,9 cm. Ujung buahnya bulat dan tidak memiliki pusar buah. Tangkai buahnya pendek. Kulit buah matang berwarna kuning dengan ketebalan 3 mm. Daging buah bertekstur lunak dan berair banyak dengan rasa yang manis. Setiap buah rata-rata berbobot 62,5-70 g. Jumlah biji sekitar tujuh per buah dengan ukuran sekitar 0,8 x 0,4 cm. Permukaan bijinya halus dengan urat biji yang hampir tidak tampak. Bijinya berwarna krem dan berbentuk oval. Jeruk Keprok tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi antara 2-8 m (Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005)

Jeruk Keprok Garut sudah ditetapkan sebagai varietas unggulan khas Kabupaten Garut. Selain itu, citra Kabupaten Garut sebagai sentra produksi jeruk di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999 tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Adapun deskripsi varietas jeruk keprok Garut 1 adalah bentuk buah bulat agak gepeng bagian ujung menjorok ke dalam, di bagian dalam terdapat puting, memiliki lingkar buah 26-30 cm, penampang melintang 7-9 cm, tebal kulit buah 3-5 mm, berpori-pori nyata, bobot rata-rata 150-200 g/buah, warna kulit buah hijau kekuning-kuningan, warna daging buah kuning atau orange, rasa buah manis segar, aroma harum khas keprok Garut,

 

bentuk tajuk tanaman kerucut terbalik/sapu, lebar tajuk tanaman 3,5-4 m, panjang sayap daun 1-1,5 cm, lebar sayap daun 1-3 cm, bentuk daun lonjong bergelombang dan tepi bergerigi, umur awal produksi 3-4 tahun, kapasitas produksi awal 15-20 kg/pohon, umur produksi optimal 10 tahun, dan produktivitas tanaman 50 kg/pohon (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006)

Akhir tahun 2004 populasi jeruk di Kabupaten Garut berjumlah 349 461 pohon (699 ha) yang terdiri atas jeruk keprok Garut sebanyak 113 678 pohon (33%), jeruk siam dan lainnya sebanyak 235 783 pohon (67%). Sedangkan kurun waktu lima tahun terakhir tahun 2010 produksi jeruk di Kabupaten Garut sebanyak 9 180 ton per tahun dengan luas panen hampir 200 922 pohon dari sejumlah sisa tanaman akhir 662 592 pohon dengan produktivitas 45,69 kg/pohon/tahun (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006).

Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan ini merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Tangkai daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang 0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit sangat lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5 cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya berwarna orange. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-1,5 mm (Van Steenis, 1975).

Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi Citrus reticulata dalam sistematika tumbuhan (Van Steenis, 1975) Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Rutales

 

   

Genus : Citrus

Spesies : Citrus reticulata Nama latin : Citrus reticulata

Sinonim : Citrus nobilis, C. deliciosa, C. Chrysocarpa

Nama lokal : jeruk Keprok, jeruk Jepun, jeruk Maseh (Verheij dan Coronel, 1992)

Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat Lokasi Penelitian

Wilayah Kabupaten Garut meliputi areal seluas 306.579 Ha, terdiri dari 42 Kecamatan, yang masing-masing memiliki ciri khusus sebagai potensi wilayah. Ciri-ciri yang dimaksud adalah meliputi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia. Luas daerah Kabupaten Garut menurut tingkat kemiringan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Daerah Kabupaten Garut Menurut Tingkat Kemiringan

No Tingkat Kemiringan Luas Daerah (%) Luas Daerah (Ha) 1 0 – 2% 10,52 32 229 2 3% - 5% 12,43 38 097 3 15% - 40% 35,99 110 326 4 ≥ 40% 41,06 125 867 Jumlah 100,00 306 519

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2009)

Berdasarkan pada Tabel 1, Kabupaten Garut berada pada ketinggian 25 sampai 3 000 mdpl, dengan topografi terdiri dari dataran rendah hingga dataran tinggi, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 sampai 40%. Secara geografis Kabupaten Garut termasuk daerah agraris di Jawa Barat terletak pada lintang 6º57’34” - 7º44’57” Lintang Selatan (LS) dan 10º24’3” - 108º7’34” Bujur Timur (BT) dan termasuk daerah beriklim tipe C dengan curah hujan 2 589 mm per tahun. Kondisi lahan dan agroklimat tiga lokasi penelitian disajikan pada tabel 2.

 

Tabel 2. Kondisi Lahan dan Agroklimat Tiga Lokasi Penelitian

Cioyod Cimencek Rancabeet

Ketinggian 700-1200 m dpl 800-1000 m dpl 650-1000 m dpl

Jenis tanah Liat berdebu Liat berpasir Pasir berdebu

Topografi Berbukit Berbukit Berbukit

Curah hujan 1250 mm/tahun 1600 mm/tahun 1500 mm/tahun

Suhu rata-rata 25-30ºC 24-27ºC 22-28ºC

pH tanah 4,8-5,5 5,4-6,1 5,8-6,6

Sumber : Data Sekunder (2012)

Pasca Panen dan Kualitas Buah

Pascapanen atau lepas panen merupakan suatu periode yang dilewati oleh organ panenan suatu komoditi hortikultura setelah pemetikan (dipanen). Setelah memasuki periode tersebut, pada organ panenan mengalami perubahan metabolisme akibat dari terlepasnya hubungan dengan tanaman induk dan akibat lingkungan yang dihadapinya. Masih adanya proses-proses metabolisme dikarenakan organ panenan hortikultura bersangkutan masih merupakan organ atau bahan yang hidup. Namun demikian, periode kehidupan tersebut memiliki batasan waktu yang singkat, yaitu selama cadangan makanan masih cukup mampu mendukung proses metabolisme seperti respirasi. Cadangan makanan tersebut tentunya akan habis seiring dengan waktu, dan pada saat cadangan makanan telah habis, maka organ panenan mengalami senesen dan kemudian diakhiri dengan kerusakan berupa pembusukan. Teknologi pasca panen meliputi mempertahankan kondisi fisik, kimia dan organoleptik, memperpanjang daya simpan, mempersiapkan untuk pengolahan selanjutnya, dan menjaga kesegaran (untuk pasaran segar). Kerusakan pada pasca panen diantaranya kerusakan fisik (pecah, memar,dll), kerusakan fisiologi karena reaksi biokimia (terjadi perubahan rasa, warna, tekstur, dll), kerusakan karena serangan serangga, kerusakan karena proses pasca panen yang salah.

 

   

Perlakuan pascapanen dilakukan dengan tujuan memberikan penampilan yang baik, melindungi produk serta memperpanjang daya simpan. Buah-buahan merupakan komoditas yang ringkih sehingga diperlukan penanganan pascapanen yang memadai agar dapat dipertahankan mutunya, ditingkatkan daya simpan dan daya gunanya (Broto, 1993). Banyak teknologi pasca panen buah-buahan sudah diterapkan seperti pelilinan, modifikasi atmosfir atau atmosfir terkondisi dalam kemasan. Akan tetapi, keseragaman kualitas dan kemasakan buah-buahan tersebut tetap menjadi faktor penentu pada semua tahapan berikutnya. Parameter kualitas yang pertama dinilai adalah keseragaman dan kebersihan warna kulit buah, karena secara langsung dapat mempengaruhi selera konsumen untuk mengkonsumsinya atau tidak (Ahmad, et al., 2008).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pascapanen 1. Respirasi

Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (katabolisme) seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bahan sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Oksigen digunakan dalam proses ini, dan karbondioksida dikeluarkan/dihasilkan. Makna dari terjadinya respirasi pada organ panenan adalah :

• Senesen dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi untuk mempertahankan kehidupan komoditi secara bertahap akan habis,

• Kehilangan nilai gizi bagi konsumen dan berkurangnya mutu rasa, khususnya rasa manis, dan

• Kehilangan bobot kering ekonomis.

Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa (Utama, 2004).

2. Transpirasi atau hilangnya air

Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampilannya (dikarenakan layu dan

 

pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas nutrisi. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam atau faktor komoditi (sifat morfologi dan anatomi) dan faktor luar (suhu, kelembaban relatif, tekanan atmosfir dan kecepatan gerakan udara). Terkait dengan faktor-faktor tersebut dan bahwa transpirasi adalah proses fisika yang dapat dikendalikan maka pengurangan atau penekanan proses transpirasi pada komoditi panenan dapat pula dilakukan. Upaya-upaya tersebut meliputi pembungkusan atau penyelaputan, pengemasan ataupun manipulasi lingkungan yang tidak menguntungkan menjadi lingkungan yang nyaman bagi komoditi selama dalam penyimpanan.

Utama (2004) menyatakan bahwa laju kehilangan air tergantung pada ke alamiahan dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume produk, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban.

3. Etilen

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan auto stimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik. Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan, buah tersebut digolongkan non klimaterik. Berdasarkan

10   

   

sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

4. Perubahan Warna

Proses metabolisme dapat menyebabkan perubahan pada warna sayur dan buah sebagai berikut :

• Kerusakan klorofil : kerusakan klorofil menyebabkan bahan kehilangan warna hijau yang dikehendaki pada buah dan tidak dikehendaki pada sayur.

• Pembentukan karotenoid : pembentukan karotenoid ditandai dengan munculnya warna kuning dan orange yang seringkali dikehendaki seperti pada pisang, jeruk, pepaya, markisa, nenas dan tomat.

• Pembentukan antosianin : pembentukan antosianin ditandai dengan munculnya warna merah dan biru seperti yang terjadi pada terung dan apel.

• Perubahan antosianin dan senyawa fenolik : perubahan ini menyebabkan terjadinya pencokelatan pada sayur dan buah.

5. Perubahan Komposisi

Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi. Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung walaupun organ panenan tersebut telah terpisah dari tanamannya baik dikehendaki ataupun tidak dikehendaki. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran menjadi manis.

 

Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Wills et al., 1981). Perubahan tingkat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu mengkatalis degradasi protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan buah-buahan.

Mutu adalah sesuatu hal yang memberikan nilai dan biasanya menjadi keunggulan suatu komoditas. Winarno (1986) menyatakan bahwa mutu dapat didefinisikan sebagai kombinasi sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang menyebabkan suatu komoditas memiliki harga daya guna yang dikehendaki. Menurut Kader (1992) mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan makanan dan bahan kesenangan. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan bahwa kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri, sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas yang diinginkan berbeda oleh setiap orang baik itu petani produsen, penerima dan distributor pasar, dan konsumen. Petani produsen menghendaki kultivar yang berdaya hasil tinggi, tahan penyakit, mudah dipanen, dan tahan untuk dikirim jauh. Distributor menginginkan kualitas penampilan, kekerasan, dan daya simpan yang panjang. Konsumen lebih memperhatikan tingkat kekerasan buah, penampilan buah, rasa buah dan nilai gizi buah.

Kualitas buah meliputi kualitas rasa, kualitas penampilan, kualitas tekstur, dan nilai nutrisi. Kualitas buah sangat dipengaruhi oleh faktor pra panen dan pasca panen. Menurut Pantastico (1989) faktor-faktor pra panen yang mempengaruhi kualitas buah yaitu varietas, kemasakan, faktor-faktor lingkungan dan pembudidayaan. Faktor-faktor pasca panennya meliputi pemanenan, perlakuan pasca panen dan pendistribusian.

12   

   

Kualitas buah jeruk yang baik diantaranya memiliki kandungan PTT sebesar 10-12º Brix dan memiliki perbandingan gula dan asam sebesar 10:16.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pada bulan Desember 2011 sampai Januari 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah hand refraktometer, pnetrometer, timbangan, kertas label, kantong keresek, gelas ukur, tissue, penggaris, buret, corong, erlenmeyer, labu takar dan pipet tetes. Bahan yang digunakan adalah buah jeruk keprok Garut segar, phenolfptalin (PP), NaOH 0,1 N.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan lokasi yang berbeda. Terdapat tiga lokasi dalam penelitian ini. Pada masing-masing lokasi diambil 10 tanaman yang sehat dan berbuah lebat. Dari masing-masing tanaman, di ambil 6 buah jeruk sehingga terdapat 60 buah jeruk dari masing-masing lokasi. Penelitian ini terdapat 6 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari 2 buah jeruk, sehingga dalam penelitian ini terdapat 90 satuan percobaan dengan total buah jeruk yang diamati sebanyak 180 buah. Jika hasil analisis ragam berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan taraf 5%.

Model linear yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah :

Yij= µ + αi + εij

Dimana : Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Untuk data non parametrik dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal

14   

   

organoleptik terhadap rasa, aroma dan tingkat kesukaan. Rumus uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut :

H =

Ket: H = nilai Kruskal Wallis dari hasil perhitungan Ri = jumlah ranking dari perlakuan ke i (mean rank) ni = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i

k = banyaknya perlakuan (i=1,2,3,...,k)

N = jumlah seluruh data (N=n1+n2+n3+...+nk)

Pelaksanaan

Penelitian ini menggunakan buah jeruk keprok Garut yang dipetik dari tanaman yang berumur 7-9 tahun masing- masing di kampung Cioyod, Cimencek, dan Rancabeet. Buah yang dipanen dengan kriteria kulit buah berwarna hijau kekuningan dan cukup empuk. Buah diseleksi dengan ukuran yang seragam selanjutnya dibawa ke Bogor dan disimpan dalam suhu kamar untuk mengetahui perubahan kualitas yang terjadi selama penyimpanan.

Tabel 3. Spesifikasi Karakteristik Tiga Lokasi Penelitian

Lokasi Keting gian Tem pat (m dpl) Pemupukan Jarak Tanam (m²) Umur Tanaman (tahun) Jenis dan Dosis Waktu (bulan)

NPK (g/tanaman) Pupuk Kandang (kg/tana man) NPK Pupuk Kandang Cioyod 700 250 50 2 6 3 x 3 9 Cimencek 800 250 25 3 6 4 x 3.75 7 Rancabeet 650 300 150 3 12 2 x 3 7

Sumber : Data Sekunder (2012)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah penyimpanan (MSP). Faktor-faktor kualitas yang diamati adalah sifat fisik dan kimia buah serta uji organoleptik. Sifat fisik meliputi bobot buah, warna kulit dan kelunakan buah.

 

Pengamatan sifat kimia meliputi padatan terlarut total (PTT), kandungan total asam tertitrasi (TAT), dan kadar jus. Untuk menunjang penelitian, dilakukan juga analisis tanah dari masing-masing lokasi. Pengamatan dimulai pada dua hari setelah panen. Peubah yang diamati antara lain:

1. Bobot Buah

Bobot buah diukur dengan menggunakan timbangan kasar (dalam satuan gram). (Gambar Lampiran 2).

2. Warna Buah

Perubahan warna kulit buah diukur dengan metode skor warna yang dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon yaitu : 1. Hijau, 2. Hijau kekuningan, 3. Kuning kehijauan, 4. Kuning, 5. Kuning jingga, 6. Jingga, 7. Jingga tua.

3. Tingkat Kekerasan Buah

Kelunakan buah diukur dengan menggunakan pnetrometer. Buah diletakkan sedemikian rupa sehingga stabil lalu jarum pnetrometer ditusukkan pada tiga bagian buah yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung (Gambar Lampiran 3). Hasil dari ketiga bagian yang diuji diambil rata-ratanya (dalam satuan mm/150g/5det).

4. Kadar Jus

Buah jeruk dibelah dan diambil sarinya untuk mengetahui kadar jus yang ada pada buah jeruk tersebut (dalam satuan ml).

5. Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) dilakukan dengan meneteskan air perasan jeruk diatas permukaan lensa hand refraktometer. Kadar PTT dapat dilihat pada alat dalam satuan ºBrix (Gambar Lampiran 4). Sebelum dan sesudah digunakan, terlebih dahulu lensa refraktometer dibersihkan dengan aquades atau di lap dengan menggunakan tissue.

6. Total Asam Tertitrasi (TAT)

Kadar asam diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa kuat NaOH. TAT diukur dengan mengambil sari buah jeruk sebanyak 10 g, kemudian di tera sampai 100 ml dengan menambahkan aquades ke dalam labu takar 100 ml. Setelah di tera 100 sampai 100 ml, larutan di ambil

16   

   

sebanyak 10 ml dan ditambahkan indikator phenolfptalin (PP) sebanyak 2 tetes yang kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai larutan berubah warna menjadi merah muda (Gambar Lampiran 6). Kandungan TAT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TAT (%) =

x 100 %

Keterangan : Fp : faktor pengenceran (100 ml/10 ml)

BE : Bobot Equivalent (64)

7. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik meliputi pengujian terhadap rasa, aroma, dan tingkat kesukaan yang dilakukan oleh 5 probandus (Tabel lampiran 2).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil dari tiga lokasi di Kabupaten Garut yaitu dari Cioyod, Cimencek, dan Rancabeet. Lokasi kebun berada pada kisaran ketinggian 650-800 m dpl dengan suhu rata-rata 24-27ºC. Keadaan kebun pada masing-masing lokasi memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan diantaranya kurangnya perawatan kebun, jarak tanam yang terlalu rapat sehingga menyebabkan kebun menjadi sangat rimbun, namun lokasi-lokasi tersebut masih mampu menghasilkan buah jeruk keprok Garut pada setiap tahunnya dan setidaknya masih ada yang konsisten untuk tetap menanam jeruk keprok Garut.

  Gambar 1. Kondisi Kebun Cioyod Gambar 2. Kondisi Kebun Cimencek

  Gambar 3. Kondisi Kebun Rancabeet

    Bu kekuninga baik dan dibawa ke mengetahu dan analis Pe pada mala malam ha 28ºC sehi signifikan mengalam yang terla disekitar p yang lain k Re dilihat pad jeruk kepr MSP, PTT memberik uah yang an dan cuku segar. Bua e Bogor, s ui perubaha sis buah jeru

G ngamatan d am hari puk ari disebabk ingga peng n. Pada pen mi pembusu alu berdek penyimpana karena bany ekapitulasi da Tabel 2. rok Garut p T pada 3 d kan pengaru dipanen m up empuk. S ah yang te selanjutnya an kualitas uk dilakukan Gambar 4. B dan pengujia kul 20.00 W kan suhu rua garuh suhu ngamatan ukan. Pemb atan denga an menjadi yaknya buah hasil sidik . Pengaruh pada 4 MSP dan 4 MSP, uh yang sa memiliki k Secara umu lah dipanen buah jeruk yang terjad n di Labora Buah Jeruk K an buah jeru WIB. Pengu angan pada terhadap p minggu ke usukan bua an sumber lembab. B h pada saat Hasil ragam pad nyata perla P, kekerasan dan tingka angat nyata kriteria ku um buah me n kemudian k disimpan di selama p atorium Pasc Keprok Garu uk dilakuka ujian buah a malam har pengamatan etiga (3MS ah terjadi k air sehing Buah yang b penyimpan l da setiap p akuan terjad n pada 1 M at kesukaan a pada peu ulit buah emiliki kon n diseleksi dalam suh penyimpana ca Panen IP ut Segar an setiap sat jeruk yang ri relatif sta n buah jer SP) buah j karena posi gga menyeb busuk digan nan sengaja peubah yan di pada peu MSP, kadar j n pada 0-4 ubah warna berwarna ndisi yang s ukurannya hu kamar u an. Penyimp PB. tu minggu s g dilakukan abil yaitu se ruk tidak te jeruk cende isi penyimp babkan kea nti dengan dilebihkan. ng diamati ubah bobot jus pada 3 d MSP. perla a pada 3 M 18    hijau angat a dan untuk panan sekali pada ekitar erlalu erung panan adaan buah dapat buah dan 4 akuan MSP,

 

kekerasan pada 0 dan 2 MSP, kadar jus pada 0 MSP, PTT pada 0-2 MSP, TAT pada 0,1 dan 4 MSP, rasa 4 MSP, serta tingkat kesukaan pada 4 MSP.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-Peubah yang Diamati pada Pengamatan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan

No Peubah Umur (MSP) Pengaruh Penyimpanan

1 Bobot 0-3 4 tn ** 2 Warna 0-2; 4 3 tn ** 3 Kekerasan 0; 2

Dokumen terkait