• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian kualitas jeruk keprok garut (citrus reticulata l.) Pada tiga lokasi Berbeda di kabupaten garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian kualitas jeruk keprok garut (citrus reticulata l.) Pada tiga lokasi Berbeda di kabupaten garut"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KAJ

r

DE

JIAN KU

reticulata

EPARTEM

IN

UALITAS

L.) PADA

KAB

ENDA

MEN AGR

FAKU

NSTITUT

S JERUK

A TIGA L

BUPATEN

 

 

 

 

AH SRY

A24080

RONOMI

ULTAS PE

T PERTA

2012

KEPROK

LOKASI

N GARUT

RAHAYU

0128

I DAN HO

ERTANIA

ANIAN BO

2

K GARU

BERBED

T

U

ORTIKU

AN

OGOR

T (

Citrus

DA DI

(2)

Quality Study of the Garut Keprok Fruits (Citrus reticulata L.) from Three Different Locations in Garut Regency

Endah Sry Rahayu1 dan Slamet Susanto2

1

Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24080128) 2

Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

The objective of the research is to get information of the fruit quality difference of Garut keprok fruits (Citrus reticulata L.) from three different locations in Garut Regency is Cioyod, Cimencek and Rancabeet. Research was carried out in the Production and Post-harvest Laboratory-IPB in December 2011 until January 2012, used the Completely Randomized Design with 90 trial units of 6 replicates. The variables that observed covering the decline in the weight, juice content, total titratable acidity, total soluble solids, peel colour, and fruit firmness. Result of this research is to indicate the citrus fruit quality criteria desired by consumers such as citrus fruit with a yellowish or yellow green color, sweet taste, not too soft, a little seed, and of medium size. Garut keprok fruit with quality criteria are Garut keprok fruit of Cimencek. Garut keprok fruit of the three locations have the shelf life for 5 weeks. Conditions PTT increased, then decreased indicated by weight, juice content and an increase in fruit softness.

(3)

   

   

RINGKASAN

ENDAH SRY RAHAYU. Kajian Kualitas Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Pada Tiga Lokasi Berbeda Di Kabupaten Garut. (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO).

Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Jawa

Barat, yaitu yang dikenal dengan jeruk keprok Garut. Jeruk keprok Garut

memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki cita rasa yang khas,

aromanya yang wangi, rasanya menyegarkan, warna kulit hijau kekuningan,

warna daging buah kuning hingga jingga. Penelitian ini dilaksanakan untuk

mengetahui informasi kualitas buah jeruk keprok Garut dari tiga lokasi berbeda.

Analisis buah dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen IPB pada bulan

Desember 2011 – Januari 2012.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan

lokasi yang berbeda. Terdapat tiga lokasi dalam penelitian ini yaitu Cioyod,

Cimencek dan Rancabeet. Buah jeruk yang dipanen disimpan pada suhu ruang

sesuai dengan asal daerah dari masing-masing lokasi. Pengamatan buah jeruk

dilakukan selama 5 minggu, buah jeruk selanjutnya diuji setiap minggu untuk

mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan.

Karakteristik lokasi yang berbeda berpengaruh terhadap kualitas buah

jeruk yang dihasilkan. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap kualitas warna

kulit buah, sedangkan teknik budidaya yang berbeda dari masing-masing lokasi

berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kualitas buah yang dihasilkan, akan

tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi buah tersebut. Berdasarkan nilai PTT,

kadar gula Cimencek pada 0-4 MSP masih diatas 10 ºBrix walaupun kadar gula

tertinggi terjadi pada 1 MSP. Warna kulit buah jeruk dari Cimencek menunjukkan

perubahan warna yang lebih baik daripada Cioyod dan Rancabeet. Hasil uji

organoleptik menunjukkan pada akhir pengamatan (4 MSP) buah jeruk keprok

Garut dari Cimencek lebih disukai dan lebih memiliki rasa yang enak serta aroma

(4)

 

Buah jeruk keprok Garut mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan

seiring dengan penurunan bobot, kadar jus dan peningkatan nilai kelunakan buah.

(5)

   

   

KAJIAN KUALITAS JERUK KEPROK GARUT (

Citrus

reticulata

L.) PADA TIGA LOKASI BERBEDA DI

KABUPATEN GARUT

 

 

 

 

 

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ENDAH SRY RAHAYU

A24080128

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

 

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

KAJIAN KUALITAS JERUK KEPROK GARUT

(

Citrus reticulata

L.) PADA TIGA LOKASI

BERBEDA DI KABUPATEN GARUT

Nama

: ENDAH SRY RAHAYU

NIM

: A24080128

Menyetujui, Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc. NIP 19610202 198601 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, Msc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

   

   

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 24 Desember

1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak Cartim dan

Ibu E. Tarminah.

Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Sugihharti Sumedang, kemudian

pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Malangbong, Garut.

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Malangbong, Garut (sekarang SMAN

9 Garut). Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura

Fakultas pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Penulis diberi kesempatan untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu

Tanaman Pangan dan menjadi penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa

(8)

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang

berjudul Kajian Kualitas Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Pada Tiga Lokasi Berbeda Di Kabupaten Garut bertujuan untuk mendapatkan informasi perbedaan kualitas buah jeruk keprok Garut yang dipanen dari tanaman yang

ditanam berdasarkan teknik budidaya (jarak tanam, pemupukan, dan umur

tanaman) yang berbeda dan daya simpan serta perubahan kualitas buah tersebut

yang terjadi selama penyimpanan.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas

arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Sintho W. Ardie, SP. MSi. dan Dr. Ir. Sudrajat, MS. selaku Dosen

Penguji atas kritik dan saran serta arahan yang diberikan kepada penulis.

3. Dr. Ir. M. Syukur, MS. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.

4. Keluarga tercinta terutama Mamah, Abah, Kakak dan Kakanda (Nazar)

tercinta atas doa, kasih sayang, dan motivasi yang diberikan bagi penulis.

5. Sahabat dan teman-teman indigenous 45, Ray, Ami, Bayu, Fani, Iwan,

Samsu, Bush, Aline, Tama, Ika, Kak Arif, Puspa, Mia atas bantuan dan

motivasi yang diberikan bagi penulis.

6. Seluruh pihak yang telah membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik

bagi civitas akademika dan pembaca.

Bogor, September 2012

(9)

   

   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN . ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Jeruk Keprok Garut ... 4

. Morfologi Tumbuhan ... 5

Klasifikasi Tumbuhan ... 5

Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat ... 6

Pasca Panen dan Kualitas Buah ... 7

BAHAN DAN METODE ... 13

Tempat dan Waktu ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Keadaan Umum ... 17

Hasil ... 18

Pembahasan ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

Kesimpulan ... 32

Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(10)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Luas Daerah Menurut Tingkat Kemiringan ... 6

2. Kondisi Lahan dan Agroklimat ... 7

3. Spesifikasi Teknik Budidaya ... 14

4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ... 19

5. Rata-rata Perubahan Bobot Buah Jeruk Keprok Garut ... 20

6. Perubahan Warna Buah Jeruk Keprok Garut ... 20

7. Rata-rata Perubahan Kelunakan Buah Jeruk Keprok Garut .... 21

8. Rata-rata Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut ... 22

9. Rata-rata Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Jeruk Keprok Garut ... 22

10.Rata-rata Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Buah Jeruk Keprok Garut ... 23

11.Pengujian Rasa Terhadap Buah Jeruk Keprok Garut ... 23

12.Pengujian Aroma Terhadap Buah Jeruk Keprok Garut ... 24

(11)

   

   

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Cioyod ... 17

2. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Cimencek ... 17

3. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Rancabeet ... 17

4. Buah Jeruk Keprok Garut Segar ... 18

(12)

 

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Tanah ... 38

2. Lembar Kuisioner Pengujian Organoleptik ... 39

3. Kenampakan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan ... 40

4. Proses Pengujian Bobot Buah Jeruk Keprok Garut ... 41

5. Proses Pengujian Kekerasan Buah Jeruk Keprok Garut ... 41

6. Proses Pengujian Padatan Terlarut Total (PTT)... 41

7. Proses Pengujian Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut ... 42

(13)

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan

alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menjadi andalan dalam

menggerakkan perekonomian Indonesia. Salah satu sub-sektor pertanian yang

memiliki peranan penting adalah hortikultura. Buah-buahan merupakan salah satu

komoditas hortikultura yang menjadi unggulan Indonesia. Data Badan Pusat

Statistika (2010) menunjukkan adanya peningkatan ekspor buah-buahan pada

tahun 2009 hingga 2010. Tercatat jumlah ekspor buah-buahan pada tahun 2009

sebesar 101.129 ton, dengan nilai sebesar US$ 49,0 juta. Sedangkan pada tahun

2010 jumlah ekspor buah-buahan sebesar 105.672 ton, dengan nilai sebesar US$

59,2 juta. Umar (2008) menyatakan bahwa salah satu komoditas buah-buahan

yang menguntungkan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah jeruk.

Jeruk banyak dimanfaatkan sebagai buah segar atau makanan olahan,

karena cita rasa dan kandungan vitamin C yang cukup tinggi (29 mg/100 g).

Bahkan di beberapa negara telah memproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk

serta gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Jeruk

merupakan tanaman yang mempunyai penyebaran yang luas mulai dari daerah

subtropis sampai tropis (Murata, 1988). Beberapa sentra produksi jeruk di

Indonesia tersebar meliputi daerah Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa

Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan),

Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Salah satu spesies

tanaman jeruk yang banyak dibudidayakan dan memiliki tingkat konsumsi yang

tinggi di Indonesia adalah Citrus reticulata Lour. atau jeruk keprok (Ashari,

1995).

Menurut Gardjito dan Saifudin (2011), jeruk keprok berkulit tebal dan

buahnya agak besar. Misalnya jeruk keprok Garut, keprok Grabag, keprok

Tawangmangu, keprok Tejakula dari Bali, keprok Kacang dari Sumatera Barat,

dan keprok Soe dari NTT. Kategori keprok unggul adalah kulit buahnya mudah di

kupas, kulit daging buahnya mudah dipisah-pisahkan, daging buahnya lembut,

(14)

 

Sejak tahun 1950-an Kabupaten Garut merupakan sentra produksi jeruk

terkemuka di Jawa Barat yang terkenal dengan jenis “Jeruk Keprok Garut”. Data luas panen komoditas buah-buahan di Kabupaten Garut pada tahun 2009 sebesar 8

792 563 pohon dengan produksi mencapai 2 955 801 kwintal. Jenis buah dengan

produksi tertinggi adalah jeruk (107 581 kwintal). Akibat serangan penyakit

Citrus Vien Phloem Degeneration (CVPD) kurun waktu lima tahun populasi

tanaman dan produksi jeruk menurun tajam, dimana pada akhir tahun 1992 hanya

tinggal 32 000 pohon, dengan jumlah produksi sebanyak 520 ton per tahun atau

senilai Rp. 520 000 000. Sebagai gambaran pada akhir tahun 1987 populasi jeruk

masih tercatat ± 1,3 juta pohon (± 2 600 Ha) dengan jumlah produksi yang

dihasilkan ± 26 000 ton per tahun senilai ± 13 milyar rupiah. (Dinas Tanaman

Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2011).

Buah umumnya merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga

memerlukan penanganan ekstra hati-hati setelah buahnya dipanen, agar mutunya

tetap terjaga. Kegiatan pasca panen buah sangat penting karena akan menentukan

mutu dan kualitas buah yang dihasilkan. Umumnya kualitas sangat berperan

dalam pemasaran sebab akan memberikan harga yang cukup berarti. Teknologi

pasca panen selain menentukan mutu juga akan menentukan jumlah kehilangan.

Di dalam tahapan pasca panen selalu terjadi kehilangan dan kerusakan hasil,

sehingga dapat mengurangi jumlah dan mutu produksi. Santoso dan Purwoko

(1995) menyatakan bahwa komoditas hortikultura merupakan jaringan hidup yang

terus melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Untuk itu diperlukan teknik

penanganan pasca panen yang tepat. Tujuan penanganan pasca panen buah jeruk

adalah mengusahakan agar kemunduran nilai buah sekecil mungkin, sehingga

mutu segarnya tetap dipertahankan.

Kualitas buah jeruk sangat ditentukan oleh penanganan sejak penanaman

bibit sampai perlakuan pasca panen. Kegiatan pasca panen buah jeruk terdiri dari

sortasi, pengemasan, penyimpanan pengangkutan dan pengolahan yang

kesemuanya saling berhubungan. Salah satu faktor yang berhubungan erat dengan

kualitas dan nilai jual jeruk di pasaran adalah daya simpan. Semakin tinggi daya

simpan buah jeruk, pedagang dan konsumen akan semakin diuntungkan. Kualitas

(15)

3   

   

mengetahui kesesuaian lahan budidaya jeruk. Salunkhe et al (1991) menyatakan

bahwa faktor ekologi, budidaya dan fisik sangat berpengaruh terhadap kualitas

buah yang dihasilkan. Beberapa faktor budidaya yang mempengaruhi kualitas

buah adalah pemupukan, jarak tanam dan umur tanaman. Sebagai pedoman dalam

penentuan kualitas buah jeruk adalah dari sifat fisik, kimia dan uji organoleptik,

khususnya adalah nisbah kandungan gula dan asam (Yuniarti, et al., 1991).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi perbedaan kualitas

buah jeruk keprok Garut dari tiga lokasi berbeda berdasarkan karakteristik

ketinggian dan teknik budidaya yang berbeda dan daya simpan serta perubahan

kualitas buah tersebut yang terjadi selama penyimpanan.

Hipotesis

Karakteristik lokasi yang berbeda dari tiga daerah sentra produksi jeruk

keprok Garut berpengaruh nyata terhadap mutu dan daya simpan buah jeruk

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Jeruk Keprok Garut

Tanaman jeruk secara garis besar terdiri atas 2 jenis yaitu eucitrus dan

papeda. Jenis eucitrus paling banyak dan paling luas dibudidayakan karena

buahnya enak dimakan, misalnya Jeruk Sitrun (Citrus medica L.), Jeruk Besar

(Citrus maxima), Grape Fruit (Citrus paradisi), Jeruk Manis (Citrus sinensis L.),

Jeruk Keprok (Citrus nobilis), Jeruk Siam (Citrus reticulata), Jeruk Kasturi

(Citrus mitis) dan lain-lain. Jenis papeda buahnya tidak enak dimakan karena

dagingnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras,

sebagai contoh jeruk purut (Citrus hystrise) yang digunakan untuk bumbu sayur

atau untuk mencuci rambut (Akyas, et al., 1994).

Jeruk Keprok Garut banyak dijumpai di daerah Garut, Jawa Barat.

Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan yang halus. Ukuran buah umumnya

sekitar 5,6 x 5,9 cm. Ujung buahnya bulat dan tidak memiliki pusar buah. Tangkai

buahnya pendek. Kulit buah matang berwarna kuning dengan ketebalan 3 mm.

Daging buah bertekstur lunak dan berair banyak dengan rasa yang manis. Setiap

buah rata-rata berbobot 62,5-70 g. Jumlah biji sekitar tujuh per buah dengan

ukuran sekitar 0,8 x 0,4 cm. Permukaan bijinya halus dengan urat biji yang

hampir tidak tampak. Bijinya berwarna krem dan berbentuk oval. Jeruk Keprok

tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi antara 2-8 m (Balai

Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005)

Jeruk Keprok Garut sudah ditetapkan sebagai varietas unggulan khas

Kabupaten Garut. Selain itu, citra Kabupaten Garut sebagai sentra produksi jeruk

di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat

Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999

tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional

dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Adapun deskripsi varietas jeruk keprok Garut

1 adalah bentuk buah bulat agak gepeng bagian ujung menjorok ke dalam, di

bagian dalam terdapat puting, memiliki lingkar buah 26-30 cm, penampang

melintang 7-9 cm, tebal kulit buah 3-5 mm, berpori-pori nyata, bobot rata-rata

150-200 g/buah, warna kulit buah hijau kekuning-kuningan, warna daging buah

(17)

5   

   

bentuk tajuk tanaman kerucut terbalik/sapu, lebar tajuk tanaman 3,5-4 m, panjang

sayap daun 1-1,5 cm, lebar sayap daun 1-3 cm, bentuk daun lonjong

bergelombang dan tepi bergerigi, umur awal produksi 3-4 tahun, kapasitas

produksi awal 15-20 kg/pohon, umur produksi optimal 10 tahun, dan

produktivitas tanaman 50 kg/pohon (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan

Perkebunan Kabupaten Garut, 2006)

Akhir tahun 2004 populasi jeruk di Kabupaten Garut berjumlah 349 461

pohon (699 ha) yang terdiri atas jeruk keprok Garut sebanyak 113 678 pohon

(33%), jeruk siam dan lainnya sebanyak 235 783 pohon (67%). Sedangkan kurun

waktu lima tahun terakhir tahun 2010 produksi jeruk di Kabupaten Garut

sebanyak 9 180 ton per tahun dengan luas panen hampir 200 922 pohon dari

sejumlah sisa tanaman akhir 662 592 pohon dengan produktivitas 45,69

kg/pohon/tahun (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan

Kabupaten Garut, 2006).

Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan ini merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Tangkai

daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang

0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk

lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit

sangat lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5

cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan

dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya berwarna

orange. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-1,5 mm (Van

Steenis, 1975).

Klasifikasi Tumbuhan

Klasifikasi Citrus reticulata dalam sistematika tumbuhan (Van Steenis, 1975)

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Rutales

(18)

 

Genus : Citrus

Spesies : Citrus reticulata

Nama latin : Citrus reticulata

Sinonim : Citrus nobilis, C. deliciosa, C. Chrysocarpa

Nama lokal : jeruk Keprok, jeruk Jepun, jeruk Maseh (Verheij dan Coronel,

1992)

Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat Lokasi Penelitian

Wilayah Kabupaten Garut meliputi areal seluas 306.579 Ha, terdiri dari 42

Kecamatan, yang masing-masing memiliki ciri khusus sebagai potensi wilayah.

Ciri-ciri yang dimaksud adalah meliputi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya

Manusia. Luas daerah Kabupaten Garut menurut tingkat kemiringan disajikan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Daerah Kabupaten Garut Menurut Tingkat Kemiringan

No Tingkat

Kemiringan

Luas Daerah

(%)

Luas Daerah

(Ha)

1 0 – 2% 10,52 32 229

2 3% - 5% 12,43 38 097

3 15% - 40% 35,99 110 326

4 ≥ 40% 41,06 125 867

Jumlah 100,00 306 519

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2009)

Berdasarkan pada Tabel 1, Kabupaten Garut berada pada ketinggian 25

sampai 3 000 mdpl, dengan topografi terdiri dari dataran rendah hingga dataran

tinggi, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 sampai 40%. Secara geografis

Kabupaten Garut termasuk daerah agraris di Jawa Barat terletak pada lintang

6º57’34” - 7º44’57” Lintang Selatan (LS) dan 10º24’3” - 108º7’34” Bujur Timur

(BT) dan termasuk daerah beriklim tipe C dengan curah hujan 2 589 mm per

(19)

7   

   

Tabel 2. Kondisi Lahan dan Agroklimat Tiga Lokasi Penelitian

Cioyod Cimencek Rancabeet

Ketinggian 700-1200 m dpl 800-1000 m dpl 650-1000 m dpl

Jenis tanah Liat berdebu Liat berpasir Pasir berdebu

Topografi Berbukit Berbukit Berbukit

Curah hujan 1250 mm/tahun 1600 mm/tahun 1500 mm/tahun

Suhu rata-rata 25-30ºC 24-27ºC 22-28ºC

pH tanah 4,8-5,5 5,4-6,1 5,8-6,6

Sumber : Data Sekunder (2012)

Pasca Panen dan Kualitas Buah

Pascapanen atau lepas panen merupakan suatu periode yang dilewati oleh

organ panenan suatu komoditi hortikultura setelah pemetikan (dipanen). Setelah

memasuki periode tersebut, pada organ panenan mengalami perubahan

metabolisme akibat dari terlepasnya hubungan dengan tanaman induk dan akibat

lingkungan yang dihadapinya. Masih adanya proses-proses metabolisme

dikarenakan organ panenan hortikultura bersangkutan masih merupakan organ

atau bahan yang hidup. Namun demikian, periode kehidupan tersebut memiliki

batasan waktu yang singkat, yaitu selama cadangan makanan masih cukup mampu

mendukung proses metabolisme seperti respirasi. Cadangan makanan tersebut

tentunya akan habis seiring dengan waktu, dan pada saat cadangan makanan telah

habis, maka organ panenan mengalami senesen dan kemudian diakhiri dengan

kerusakan berupa pembusukan. Teknologi pasca panen meliputi mempertahankan

kondisi fisik, kimia dan organoleptik, memperpanjang daya simpan,

mempersiapkan untuk pengolahan selanjutnya, dan menjaga kesegaran (untuk

pasaran segar). Kerusakan pada pasca panen diantaranya kerusakan fisik (pecah,

memar,dll), kerusakan fisiologi karena reaksi biokimia (terjadi perubahan rasa,

warna, tekstur, dll), kerusakan karena serangan serangga, kerusakan karena proses

(20)

 

Perlakuan pascapanen dilakukan dengan tujuan memberikan penampilan

yang baik, melindungi produk serta memperpanjang daya simpan. Buah-buahan

merupakan komoditas yang ringkih sehingga diperlukan penanganan pascapanen

yang memadai agar dapat dipertahankan mutunya, ditingkatkan daya simpan dan

daya gunanya (Broto, 1993). Banyak teknologi pasca panen buah-buahan sudah

diterapkan seperti pelilinan, modifikasi atmosfir atau atmosfir terkondisi dalam

kemasan. Akan tetapi, keseragaman kualitas dan kemasakan buah-buahan tersebut

tetap menjadi faktor penentu pada semua tahapan berikutnya. Parameter kualitas

yang pertama dinilai adalah keseragaman dan kebersihan warna kulit buah, karena

secara langsung dapat mempengaruhi selera konsumen untuk mengkonsumsinya

atau tidak (Ahmad, et al., 2008).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pascapanen

1. Respirasi

Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang

tersimpan (katabolisme) seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bahan

sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Oksigen digunakan dalam proses

ini, dan karbondioksida dikeluarkan/dihasilkan. Makna dari terjadinya respirasi

pada organ panenan adalah :

• Senesen dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi untuk mempertahankan kehidupan komoditi secara bertahap akan habis,

• Kehilangan nilai gizi bagi konsumen dan berkurangnya mutu rasa, khususnya rasa manis, dan

• Kehilangan bobot kering ekonomis.

Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan

erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai

nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa (Utama, 2004).

2. Transpirasi atau hilangnya air

Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak

saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga

(21)

9   

   

pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas nutrisi. Laju

transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam atau faktor komoditi (sifat morfologi

dan anatomi) dan faktor luar (suhu, kelembaban relatif, tekanan atmosfir dan

kecepatan gerakan udara). Terkait dengan faktor-faktor tersebut dan bahwa

transpirasi adalah proses fisika yang dapat dikendalikan maka pengurangan atau

penekanan proses transpirasi pada komoditi panenan dapat pula dilakukan.

Upaya-upaya tersebut meliputi pembungkusan atau penyelaputan, pengemasan

ataupun manipulasi lingkungan yang tidak menguntungkan menjadi lingkungan

yang nyaman bagi komoditi selama dalam penyimpanan.

Utama (2004) menyatakan bahwa laju kehilangan air tergantung pada ke

alamiahan dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume

produk, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban.

3. Etilen

Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar

berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan

penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen

adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan

sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya

sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan

secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses

pematangan buah dalam fase klimaterik. Klimaterik merupakan suatu fase yang

banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai

suatu keadaan auto stimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang

disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase

peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi

tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein

dan RNA (Heddy, 1989). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik

bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai

dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan

CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik.

Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi

(22)

 

sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap

yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun.

Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat,

mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan

adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah

yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun,

anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).

4. Perubahan Warna

Proses metabolisme dapat menyebabkan perubahan pada warna sayur dan buah

sebagai berikut :

• Kerusakan klorofil : kerusakan klorofil menyebabkan bahan kehilangan warna hijau yang dikehendaki pada buah dan tidak dikehendaki pada

sayur.

• Pembentukan karotenoid : pembentukan karotenoid ditandai dengan munculnya warna kuning dan orange yang seringkali dikehendaki seperti

pada pisang, jeruk, pepaya, markisa, nenas dan tomat.

• Pembentukan antosianin : pembentukan antosianin ditandai dengan munculnya warna merah dan biru seperti yang terjadi pada terung dan

apel.

• Perubahan antosianin dan senyawa fenolik : perubahan ini menyebabkan terjadinya pencokelatan pada sayur dan buah.

5. Perubahan Komposisi

Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah

panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi

panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya

apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi.

Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung walaupun organ panenan

tersebut telah terpisah dari tanamannya baik dikehendaki ataupun tidak

dikehendaki. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa

karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran menjadi

(23)

11   

   

Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada

umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia

maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas

terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu

perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Wills et

al., 1981). Perubahan tingkat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi

aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu

mengkatalis degradasi protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang

larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan

buah-buahan.

Mutu adalah sesuatu hal yang memberikan nilai dan biasanya menjadi

keunggulan suatu komoditas. Winarno (1986) menyatakan bahwa mutu dapat

didefinisikan sebagai kombinasi sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang

menyebabkan suatu komoditas memiliki harga daya guna yang dikehendaki.

Menurut Kader (1992) mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari

karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan

makanan dan bahan kesenangan. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan

bahwa kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri,

sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas yang

diinginkan berbeda oleh setiap orang baik itu petani produsen, penerima dan

distributor pasar, dan konsumen. Petani produsen menghendaki kultivar yang

berdaya hasil tinggi, tahan penyakit, mudah dipanen, dan tahan untuk dikirim

jauh. Distributor menginginkan kualitas penampilan, kekerasan, dan daya simpan

yang panjang. Konsumen lebih memperhatikan tingkat kekerasan buah,

penampilan buah, rasa buah dan nilai gizi buah.

Kualitas buah meliputi kualitas rasa, kualitas penampilan, kualitas tekstur,

dan nilai nutrisi. Kualitas buah sangat dipengaruhi oleh faktor pra panen dan

pasca panen. Menurut Pantastico (1989) faktor-faktor pra panen yang

mempengaruhi kualitas buah yaitu varietas, kemasakan, faktor-faktor lingkungan

dan pembudidayaan. Faktor-faktor pasca panennya meliputi pemanenan,

(24)

 

Kualitas buah jeruk yang baik diantaranya memiliki kandungan PTT

(25)

 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pada bulan Desember 2011

sampai Januari 2012.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah hand refraktometer, pnetrometer, timbangan,

kertas label, kantong keresek, gelas ukur, tissue, penggaris, buret, corong,

erlenmeyer, labu takar dan pipet tetes. Bahan yang digunakan adalah buah jeruk

keprok Garut segar, phenolfptalin (PP), NaOH 0,1 N.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan

perlakuan lokasi yang berbeda. Terdapat tiga lokasi dalam penelitian ini. Pada

masing-masing lokasi diambil 10 tanaman yang sehat dan berbuah lebat. Dari

masing-masing tanaman, di ambil 6 buah jeruk sehingga terdapat 60 buah jeruk

dari masing-masing lokasi. Penelitian ini terdapat 6 ulangan yang masing-masing

ulangan terdiri dari 2 buah jeruk, sehingga dalam penelitian ini terdapat 90 satuan

percobaan dengan total buah jeruk yang diamati sebanyak 180 buah. Jika hasil

analisis ragam berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan

Multiple Range Test) dengan taraf 5%.

Model linear yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah :

Yij= µ + αi + εij

Dimana : Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j

Untuk data non parametrik dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal

(26)

 

organoleptik terhadap rasa, aroma dan tingkat kesukaan. Rumus uji Kruskal

Wallis adalah sebagai berikut :

H =

Ket: H = nilai Kruskal Wallis dari hasil perhitungan

Ri = jumlah ranking dari perlakuan ke i (mean rank)

ni = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i

k = banyaknya perlakuan (i=1,2,3,...,k)

N = jumlah seluruh data (N=n1+n2+n3+...+nk)

Pelaksanaan

Penelitian ini menggunakan buah jeruk keprok Garut yang dipetik dari

tanaman yang berumur 7-9 tahun masing- masing di kampung Cioyod, Cimencek,

dan Rancabeet. Buah yang dipanen dengan kriteria kulit buah berwarna hijau

kekuningan dan cukup empuk. Buah diseleksi dengan ukuran yang seragam

selanjutnya dibawa ke Bogor dan disimpan dalam suhu kamar untuk mengetahui

perubahan kualitas yang terjadi selama penyimpanan.

Tabel 3. Spesifikasi Karakteristik Tiga Lokasi Penelitian

Lokasi Keting gian Tem pat (m dpl) Pemupukan Jarak Tanam (m²) Umur Tanaman (tahun) Jenis dan Dosis Waktu (bulan)

NPK (g/tanaman) Pupuk Kandang (kg/tana man)

NPK Pupuk

Kandang

Cioyod 700 250 50 2 6 3 x 3 9

Cimencek

800 250 25 3 6 4 x

3.75 7

Rancabeet 650 300 150 3 12 2 x 3 7

Sumber : Data Sekunder (2012)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah penyimpanan

(MSP). Faktor-faktor kualitas yang diamati adalah sifat fisik dan kimia buah serta

(27)

15   

   

Pengamatan sifat kimia meliputi padatan terlarut total (PTT), kandungan total

asam tertitrasi (TAT), dan kadar jus. Untuk menunjang penelitian, dilakukan juga

analisis tanah dari masing-masing lokasi. Pengamatan dimulai pada dua hari

setelah panen. Peubah yang diamati antara lain:

1. Bobot Buah

Bobot buah diukur dengan menggunakan timbangan kasar (dalam satuan

gram). (Gambar Lampiran 2).

2. Warna Buah

Perubahan warna kulit buah diukur dengan metode skor warna yang

dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon yaitu : 1. Hijau, 2. Hijau

kekuningan, 3. Kuning kehijauan, 4. Kuning, 5. Kuning jingga, 6. Jingga,

7. Jingga tua.

3. Tingkat Kekerasan Buah

Kelunakan buah diukur dengan menggunakan pnetrometer. Buah

diletakkan sedemikian rupa sehingga stabil lalu jarum pnetrometer

ditusukkan pada tiga bagian buah yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung

(Gambar Lampiran 3). Hasil dari ketiga bagian yang diuji diambil

rata-ratanya (dalam satuan mm/150g/5det).

4. Kadar Jus

Buah jeruk dibelah dan diambil sarinya untuk mengetahui kadar jus yang

ada pada buah jeruk tersebut (dalam satuan ml).

5. Padatan Terlarut Total (PTT)

Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) dilakukan dengan meneteskan

air perasan jeruk diatas permukaan lensa hand refraktometer. Kadar PTT

dapat dilihat pada alat dalam satuan ºBrix (Gambar Lampiran 4). Sebelum

dan sesudah digunakan, terlebih dahulu lensa refraktometer dibersihkan

dengan aquades atau di lap dengan menggunakan tissue.

6. Total Asam Tertitrasi (TAT)

Kadar asam diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa kuat

NaOH. TAT diukur dengan mengambil sari buah jeruk sebanyak 10 g,

kemudian di tera sampai 100 ml dengan menambahkan aquades ke dalam

(28)

 

sebanyak 10 ml dan ditambahkan indikator phenolfptalin (PP) sebanyak 2

tetes yang kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai larutan

berubah warna menjadi merah muda (Gambar Lampiran 6). Kandungan

TAT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

TAT (%) = x 100 %

Keterangan : Fp : faktor pengenceran (100 ml/10 ml)

BE : Bobot Equivalent (64)

7. Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik meliputi pengujian terhadap rasa, aroma, dan

(29)

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk

yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian

ini buah jeruk yang diambil dari tiga lokasi di Kabupaten Garut yaitu dari Cioyod,

Cimencek, dan Rancabeet. Lokasi kebun berada pada kisaran ketinggian 650-800

m dpl dengan suhu rata-rata 24-27ºC. Keadaan kebun pada masing-masing lokasi

memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan diantaranya kurangnya perawatan

kebun, jarak tanam yang terlalu rapat sehingga menyebabkan kebun menjadi

sangat rimbun, namun lokasi-lokasi tersebut masih mampu menghasilkan buah

jeruk keprok Garut pada setiap tahunnya dan setidaknya masih ada yang konsisten

untuk tetap menanam jeruk keprok Garut.

 

Gambar 1. Kondisi Kebun Cioyod Gambar 2. Kondisi Kebun Cimencek

 

(30)

  Bu kekuninga baik dan dibawa ke mengetahu dan analis Pe pada mala malam ha 28ºC sehi signifikan mengalam yang terla

disekitar p

yang lain k

Re dilihat pad jeruk kepr MSP, PTT memberik uah yang

an dan cuku

segar. Bua

e Bogor, s

ui perubaha

sis buah jeru

G

ngamatan d

am hari puk

ari disebabk

ingga peng

n. Pada pen

mi pembusu

alu berdek

penyimpana

karena bany

ekapitulasi

da Tabel 2.

rok Garut p

T pada 3 d

kan pengaru

dipanen m

up empuk. S

ah yang te

selanjutnya

an kualitas

uk dilakukan

Gambar 4. B

dan pengujia

kul 20.00 W

kan suhu rua

garuh suhu ngamatan ukan. Pemb atan denga an menjadi yaknya buah hasil sidik . Pengaruh

pada 4 MSP

dan 4 MSP,

uh yang sa

memiliki k

Secara umu

lah dipanen

buah jeruk

yang terjad

n di Labora

Buah Jeruk K

an buah jeru

WIB. Pengu

angan pada

terhadap p

minggu ke

usukan bua

an sumber

lembab. B

h pada saat

Hasil ragam pad nyata perla P, kekerasan dan tingka angat nyata kriteria ku

um buah me

n kemudian

k disimpan

di selama p

atorium Pasc

Keprok Garu

uk dilakuka

ujian buah

a malam har

pengamatan

etiga (3MS

ah terjadi k

air sehing

Buah yang b

penyimpan

l

da setiap p

akuan terjad

n pada 1 M

at kesukaan

a pada peu

ulit buah

emiliki kon

n diseleksi

dalam suh

penyimpana

ca Panen IP

ut Segar

an setiap sat

jeruk yang

ri relatif sta

n buah jer

SP) buah j

karena posi

gga menyeb

busuk digan

nan sengaja

peubah yan

di pada peu

MSP, kadar j

n pada 0-4

ubah warna

berwarna

ndisi yang s

ukurannya

hu kamar u

an. Penyimp

PB.

tu minggu s

g dilakukan

abil yaitu se

ruk tidak te

jeruk cende isi penyimp babkan kea nti dengan dilebihkan. ng diamati ubah bobot

jus pada 3 d

MSP. perla

(31)

19   

   

kekerasan pada 0 dan 2 MSP, kadar jus pada 0 MSP, PTT pada 0-2 MSP, TAT

[image:31.595.104.494.138.805.2]

pada 0,1 dan 4 MSP, rasa 4 MSP, serta tingkat kesukaan pada 4 MSP.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-Peubah yang Diamati pada

Pengamatan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan

No Peubah Umur (MSP) Pengaruh Penyimpanan

1 Bobot 0-3

4

tn **

2 Warna 0-2; 4

3

tn **

3 Kekerasan 0; 2

1 3-4

** * tn

4 Kadar Jus 0-2

3-4

tn *

5 PTT 0-3

4

** *

6 TAT 0-1

2-4 ** tn 7 Organoleptik: Rasa Aroma Tingkat Kesukaan 0-3 4 0-4 0-3 4 tn ** tn * ** Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%

** = berbeda sangat nyata pada taraf 5% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Bobot

Bobot buah jeruk keprok Garut seperti dapat dilihat pada tabel 5

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyimpanan terhadap bobot buah jeruk.

Bobot buah jeruk memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai rata-rata bobot

buah jeruk mengalami penurunan setiap minggu pengamatan. Hal tersebut diduga

karena buah mengalami kehilangan bobot akibat dari proses kehilangan air selama

penyimpanan dan adanya perombakan gula menjadi senyawa CO2 dan H2O

(32)

 

penurunan sebesar 2,36 %, dari Cimencek sebesar 1,35% dan dari Rancabeet

sebesar 2,06 %.

Tabel 5. Rata-rata Perubahan Bobot Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Warna

Perubahan warna kulit buah jeruk diukur dengan menggunakan metode

skoring warna yang dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon. Hasil analisis

sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata

terhadap perubahan warna kulit buah jeruk, kecuali pada 3 MSP hasil analisis

ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan warna kulit

buah jeruk (Tabel 6). Buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami

peningkatan skor perubahan warna yang signifikan pada setiap minggunya. Buah

jeruk keprok Garut dari Cimencek menunjukkan perubahan warna yang lebih baik

daripada Cioyod dan Rancabeet.

Tabel 6. Perubahan Warna Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di

Kabupaten Garut

Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, ** = P value < 0.01, tn = P value > 0.05

Lokasi Bobot (gram)

0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Cioyod 146.23 145.55 144.47 143.08 142.78 a

Cimencek 131.43 131.05 130.13 129.79 129.66 b

Rancabeet 137.26 136.05 135.33 134.48 134.43 b

Warna

Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Skor Skor skor Skor Skor

Cioyod 2 3.5 4 4 4.5

Cimencek 2 3 4 5 5

Rancabeet 2 3.5 3.5 4 4

H 1.81 0.33 3.88 9.89 0.88

(33)

21   

   

Perubahan Kelunakan

Kelunakan buah jeruk diukur menggunakan pnetrometer dengan satuan

mm/150 g/5 det. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 7) menunjukan bahwa daya

simpan buah jeruk pada 0 dan 2 MSP memberikan pengaruh yang sangat nyata

terhadap kelunakan buah jeruk, serta berpengaruh nyata pada 1 MSP, sedangkan

pada 3 dan 4 MSP tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan buah jeruk. Nilai

rata-rata tingkat kelunakan buah jeruk keprok Garut mengalami peningkatan pada

setiap minggunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelunakan buah jeruk

juga semakin besar yang menyebabkan buah jeruk menjadi lunak.

Tabel 7. Rata-rata Perubahan Kelunakan Buah Jeruk Keprok Garut dari

Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Lokasi Kelunakan Buah (mm/150 g/5 det)

0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Cioyod 12.45 a 17.97 a 22.58 a 29.36 29.40

Cimencek 11.42 a 13.14 b 15.32 b 24.81 25.82

Rancabeet 6.71 b 11.90 b 20.93 a 27.76 27.99

Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Kadar Jus

Hasil analisis sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa lamanya

penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar jus pada buah

jeruk keprok Garut pada 3 dan 4 MSP. Nilai rata-rata kadar jus paling tinggi yaitu

jeruk dari Cioyod sebesar 69,91 ml/100 g yang terdapat pada pengamatan 0 MSP.

Nilai kadar jus buah jeruk keprok Garut mengalami penurunan setiap minggunya

seiring dengan penurunan bobot buah yang disebabkan oleh kehilangan air

(34)

 

Tabel 8. Rata-rata Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Lokasi Kadar Jus (ml/100 g buah)

0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Cioyod 69.91 69.87 67.09 65.34 a 64.60 a

Cimencek 65.78 65.20 64.80 58.15 ab 56.94 ab

Rancabeet 66.44 64.92 63.19 54.85 b 46.99 b

Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT)

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa proses penyimpanan

mempengaruhi kandungan padatan terlarut total (PTT) pada buah jeruk keprok

Garut dimana kadarnya cenderung mengalami peningkatan seiring lamanya

penyimpanan (Tabel 9). Hasil uji F memberikan pengaruh yang sangat nyata pada

0 sampai 3 MSP dan memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai PTT

tertinggi jeruk Cimencek mencapai nilai sebesar 10,94 ºBrix pada 1 MSP yang

merupakan nilai rata-rata terbesar, sedangkan nilai PTT terkecil terdapat pada

pengamatan 0 MSP yaitu jeruk Rancabeet dengan nilai PTT sebesar 8,56 ºBrix.

Kadar gula buah jeruk keprok Garut dari Cimencek telah mengalami kadar gula

maksimum pada 1 MSP, sehingga pada 2 MSP mengalami penurunan secara

bertahap.

Tabel 9. Rata-rata Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Lokasi PTT (˚brix)

0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Cioyod 9.75 b 9.81 b 9.97 a 10.27 a 10.52 a

Cimencek 10.85 a 10.94 a 10.60 a 10.58 a 10.56 a

Rancabeet 8.56 c 8.65 c 8.78 b 9.27 b 9.35 b

Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT)

Berdasarkan hasil analisis ragam (tabel 10) dapat diketahui bahwa

(35)

23   

   

TAT tertinggi adalah jeruk keprok Garut dari Cimencek sebesar 0,71 %

sedangkan yang terendah adalah jeruk keprok Garut dari Cioyod sebesar 0,38%.

Nilai rata-rata kadar asam mengalami penurunan setiap minggunya seiring dengan

peningkatan kadar gula buah jeruk keprok Garut.

Tabel 10. Rata-rata Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Lokasi TAT (%)

0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Cioyod 0.51 b 0.46 b 0.42 0.40 0.39

Cimencek 0.71 a 0.61 a 0.50 0.48 0.46

Rancabeet 0.45 b 0.45 b 0.43 0.43 0.41

Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen

Perubahan Rasa

Berdasarkan hasil pengujian rasa, diketahui bahwa pada pengamatan

terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek lebih enak daripada jeruk dari

daerah Cioyod dan Rancabeet. Pada pengamatan awal (0 MSP) sampai

pengamatan 3 MSP jeruk dari Cioyod dan Cimencek memiliki skor yang sama

kecuali pada 4 MSP yang mencapai 4 (Tabel 11). Angka skor 3 menunjukkan

bahwa probandus mengakui rasa jeruk tersebut enak sedangkan skor 4

menunjukkan bahwa jeruk tersebut sangat enak. Hasil uji Kruskal Wallis ini

menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap rasa buah

jeruk keprok Garut pada 4 MSP.

Tabel 11. Uji Organoleptik (Rasa) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Rasa

Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Skor Skor Skor Skor Skor

Cioyod 3 3 3 3 3

Cimencek 3 3 3 3 4

Rancabeet 2 2 2 2 2

H 3.62 3.38 5.46 5.80 9.68

P tn tn tn tn **

(36)

 

Perubahan Aroma

Berdasarkan hasil pengujian aroma (Tabel 12), diketahui bahwa secara

keseluruhan dari pengamatan 0 sampai 4 MSP jeruk Cimencek memiliki skor 3

yang artinya wangi. Buah jeruk keprok Garut dari Cioyod lebih terasa aromanya

pada 1 MSP, sedangkan buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet terasa aromanya

pada pengamatan 4 MSP. Secara keseluruhan buah jeruk keprok Garut dari

masing-masing lokasi memiliki aroma yang wangi pada akhir pengamatan (4

MSP). Hasil uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan tidak

berpengaruh nyata terhadap aroma buah jeruk keprok Garut.

Tabel 12. Uji Organoleptik (Aroma) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Aroma

Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Skor Skor Skor skor Skor

Cioyod 2 3 3 3 3

Cimencek 3 3 3 3 3

Rancabeet 2 2 2 2 3

H 2.94 5.42 5.66 5.42 1.00

P tn tn tn tn tn

Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, tn = P value > 0.05

Perubahan Tingkat Kesukaan

Berdasarkan hasil pengujian tingkat kesukaan, diketahui bahwa pada

pengamatan terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek dengan skor 4

walaupun pada pengamatan awal (0 MSP) jeruk dari Cioyod yang lebih disukai

(Tabel 13). Buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet kurang disukai pada

pengamatan awal dan tidak disukai seiring dengan lamanya penyimpanan. Hasil

uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata pada

0-3 MSP dan berpengaruh sangat nyata pada 4 MSP terhadap tingkat kesukaan

(37)

25   

[image:37.595.108.509.105.789.2]

   

Tabel 13. Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut

Tingkat Kesukaan

Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP

Skor Skor Skor Skor Skor

Cioyod 4 3 3 3 3

Cimencek 3 3 3 3 4

Rancabeet 2 1 1 1 1

H 6.66 9.05 8.72 8.01 10.50

P * * * * **

(38)

 

Pembahasan

Perubahan Fisik

Perubahan bobot menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi kualitas

buah jeruk keprok Garut. Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan bahwa

penurunan bobot pada buah jeruk terjadi akibat kehilangan air melalui proses

respirasi dan transpirasi yang terjadi selama proses penyimpanan buah. Buah

jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses

hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses

pematangan buah. Menurut Sutopo (2011), laju respirasi dapat digunakan sebagai

petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen.

Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses

respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi

pembusukan yang sehingga zat gizi hilang. Lehningger (1994) menambahkan

bahwa selama aktivitas respirasi berjalan, maka produk akan mengalami proses

pematangan dan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan.

Kecepatan respirasi produk tergantung pada temperatur penyimpanan dan

ketersediaan oksigen untuk respirasi. Makin banyak oksigen yang digunakan

maka makin aktif respirasinya.

Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.

Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat

dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya

dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah

karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi

maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada

kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika

tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering

digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pasca panen

produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Transpirasi atau penguapan air dapat

terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan

uap air di udara. Proses transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan

(39)

27   

   

disimpan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tepat. Purwoko dan

Magdalena (1999) menyatakan bahwa peningkatan susut bobot selain disebabkan

oleh proses transpirasi yaitu hilangnya air dari permukaan buah juga adanya

proses respirasi yaitu perubahan gula menjadi senyawa sederhana CO2 dan H2O.

Perubahan warna kulit buah terjadi karena adanya perombakan klorofil

yang dipengaruhi oleh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung selama

proses penyimpanan. Winarno (2002), Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan

bahwa adanya warna buah disebabkan oleh kandungan pigmen yang dapat dibagi

menjadi tiga kelompok yaitu klorofil, antosianin (flavonoid) dan karotenoid, atau

dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non

polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik). Perubahan warna

tersebut disebabkan oleh klorofil yang terdegradasi menjadi pigmen warna kuning

hingga merah (karotenoid). Klorofil umumnya menghilang selama pematangan

buah di pohon, namun klorofil juga terdegradasi selama penanganan dan

penyimpanan. Perubahan yang terlihat jelas pada buah jeruk adalah semakin lama

warna kulit buah jeruk yang awalnya berwarna hijau (0 MSP) berubah menjadi

kuning dan semakin mendekati jingga pada akhir pengamatan (4 MSP). Purba

(2006) menyatakan bahwa semakin lama waktu panen dan waktu simpan maka

persentase warna kulit buah yang berwarna kuning semakin besar. Senyawa etilen

yang timbul selama proses penyimpanan buah juga berpengaruh pada proses

degreening. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perubahan warna kulit buah.

Pracaya (1999) menyatakan bahwa semakin bertambah ketinggian lahan maka

intensitas sinar semakin bertambah sehingga buah jeruk yang dipanen dari daerah

pegunungan berwarna lebih cerah. Hasil penelitian Sulistyaningrum dan Susanto

(2004) menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian lahan berpengaruh terhadap

warna kulit buah yang dihasilkan, semakin tinggi ketinggian lahan warna jingga

semakin menonjol. Biale dan Young (1947) melaporkan bahwa perubahan warna

lemon dari hijau menjadi kuning adalah nyata dipercepat oleh tingkat O2 yang

tinggi. Selanjutnya Sutopo (2011) menambahkan bahwa terjadinya respirasi dapat

menyebabkan buah mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologi antara

lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan,

(40)

 

Kelunakan buah merupakan salah satu indikator kerusakan buah karena

berpengaruh langsung terhadap penampilan buah yang berujung pada kelayakan

buah tersebut diterima oleh konsumen. Data kelunakan buah yang diperoleh

(Tabel 8) secara keseluruhan buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami

peningkatan kelunakan. Menurut Broto (2003) dan Mattoo et al (1997) senyawa

pektin merupakan derivat asam poligaratukronat dan terdapat dalam bentuk

protopektin (pektin yang tidak larut), asam pektinat, dan asam pektat (pektin yang

larut). Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan buah. Saat buah

matang maka kandungan protopektin dan pektinat secara keseluruhan jumlahnya

akan menurun, perubahan pektin yang larut menjadi pektat tersebut menyebabkan

kekerasan buah dan daya kohesi dinding sel menurun. Penurunan kekerasan buah

selama penyimpanan terjadi karena adanya perombakan komponen penyusun

dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menjelaskan bahwa

proses transpirasi berpengaruh terhadap kelayuan dan kelunakan buah.

Perubahan Kimia

Penyimpanan mempengaruhi kandungan PTT jeruk keprok Garut dimana

kadarnya cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan meskipun

tidak terlalu besar.Menurut Santoso dan Purwoko (1995)peningkatan PTT antara

lain terjadi karena perubahan kandungan asam organik menjadi gula melalui

proses respirasi.

Pengujian padatan terlarut total (PTT) dapat dijadikan sebagai indikator

tingkat kemanisan pada buah. Kadar gula yang terkandung dalam buah

merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan rasa buah yang baik

melalui perimbangan gula dan asam. Pemasakan buah dapat meningkatkan jumlah

gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan

senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam. Selama

pemasakan buah, zat pati terhidrolisis dan terbentuk sukrosa (Matto et. al., 1984).

Susanto (2004) menyatakan bahwa selama proses pemasakan buah, kandungan

pati menurun dan kandungan PTT meningkat oleh konsentrasi senyawa-senyawa

terlarut dalam buah terutama gula. Nilai PTT tertinggi adalah jeruk dari Cimencek

(41)

29   

   

berasal dari jeruk Rancabeet dengan derajat kemanisan sebesar 8,56 ºBrix. Pada

jeruk keprok yang berasal dari Cimencek nilai PTT tertinggi diperoleh pada

pengamatan 1 MSP, hal tersebut disebabkan peningkatan kadar gula total tidak

berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum kadar gula total secara

bertahap akan mengalami penurunan kembali (Pantastico, et al., 1986). Helmiyesi

et. al., (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa persentase kadar gula pada

penyimpanan 15 hari tidak mengalami perubahan dibandingkan kontrol tetapi

mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penyimpanan 5 hari dan 10 hari.

Penurunan tersebut dikarenakan cadangan polisakarida yang terbentuk tinggal

sedikit. Pada awal penyimpanan kadar gula masih tinggi meskipun aktivitas

respirasi tetap berlangsung. Hal ini disebabkan karena polisakarida yang terbetuk

masih banyak dan pada penyimpanan 15 hari kadar gula mulai menurun karena

polisakarida yang ada tinggal sedikit. Pada jeruk keprok yang berasal dari Cioyod

dan Rancabeet nilai PTT terus meningkat seiring dengan proses pemasakan

selama penyimpanan. Ting dan Rouseff (1986) dalam Mbogo et. al., (2010)

menyatakan bahwa gula dalam jeruk sebagian besar terdiri dari glukosa, fruktosa

dan sukrosa dalam rasio sekitar 01:01:02. Isi dari gula-gula pereduksi, total gula

dan padatan terlarut dalam varietas jeruk dipelajari meningkat selama

pematangan.

Kandungan Total Asam Tertitrasi (TAT) merupakan salah satu indikator

penentu kematangan buah. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa

masing-masing nilai TAT secara umum mengalami penurunan. Penurunan kadar

asam yang terjadi selama penyimpanan menunjukkan bahwa asam organik buah

semakin rendah sejalan dengan proses pematangan buah tersebut. Asam organik

pada buah klimaterik menurun jumlahnya segera setelah proses klimaterik terjadi.

Semakin rendah nilai asam tertitrasi menunjukkan asam yang terkandung di dalam

buah semakin sedikit (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Menurut Baldwin

(1993), penurunan kandungan asam organik buah disebabkan penggunaan asam

organik dalam siklus Kreb dan konversi asam organik membentuk gula untuk

memproduksi energi. Terhambatnya respirasi dan transpirasi buah yang disimpan

pada suhu dingin menghambat pula proses perombakan asam organik pada buah

(42)

 

tertitrasi terutama karena katabolisme asam sitrat [asam organik utama sari jeruk

(Monselise, 1986)] dan peningkatan gula, biasanya dinyatakan sebagai padatan

terlarut total. Rasio padatan terlarut total dengan total asam tertitrasi umumnya

dikenal sebagai indeks kematangan (Iglesias, et al., 2007). Herdiasti (2008)

menyatakan bahwa nilai TAT yang masih tinggi pada saat pengamatan terakhir

menunjukkan bahwa buah masih dapat disimpan lebih lama untuk menunggu

buah menjadi manis.

Kandungan jus pada buah jeruk terus mengalami penurunan selama

penyimpanan. Nilai kadar jus tertinggi adalah sebesar 69,91 ml/100 g sedangkan

yang terkecil adalah sebesar 46,99 ml/100 g. Penurunan nilai kadar jus terjadi

seiring dengan penurunan bobot buah jeruk keprok Garut selama penyimpanan

yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan air selama proses penyimpanan.

Kehilangan air dapat menjadi penyebab utama deteriorasi karena berpengaruh

langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) dan menyebabkan kehilangan

kualitas dalam penampilannya (layu dan pengkerutan) serta kehilangan kualitas

tekstur dan nutrisi (Santoso dan Purwoko, 1995).

Pengujian Organoleptik

Pengujian Organoleptik seperti pengujian aroma memainkan peranan

penting dalam perkembangan kualitas pada bagian buah yang dapat dikonsumsi

(edible portion). Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik

yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile

yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen sebesar 50 –75% dari total

karbon. Buah yang tergolong non klimaterik juga menghasilkan volatile selama

perkembangannya, namun tidak sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini

sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan

suatu komoditi panenan seperti buah. Hasil uji Kruskal Wallis pengujian

organoleptik (Tabel 11-13) menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata

terhadap kualitas buah jeruk keprok Garut. Pengujian organoleptik ini meliputi

pengujian rasa, aroma dan tingkat kesukaan terhadap buah jeruk keprok Garut dari

lima probandus. Berdasarkan skor dari pengujian rasa, aroma dan tingkat

(43)

31   

   

Cioyod lebih diminati pada awal pengamatan (0 MSP) daripada jeruk Cimencek

dan Rancabeet, akan tetapi pada pengamatan minggu keempat (4 MSP) buah jeruk

keprok Garut dari Cioyod mengalami penurunan kualitas dalam hal rasa dan

aroma. Penurunan kualitas rasa dan aroma berpengaruh terhadap tingkat kesukaan

probandus terhadap buah jeruk keprok Garut, sehingga penurunan minat (tingkat

kesukaan) sering terjadi seiring dengan penurunan kualitas rasa dan aroma buah

jeruk tersebut. Buah jeruk keprok Garut dari Cimencek perlahan mengalami

peningkatan kualitas, hal tersebut dibuktikan dengan skor dan peringkat yang

terus naik sampai pada akhir pengamatan (4 MSP). Angka skor terkecil pada

pengujian organoleptik ini ada pada pengujian aroma dan tingkat kesukaan yaitu

jeruk keprok Garut dari Rancabeet dengan skor 1 yang menyatakan tidak wangi

dan tidak suka, sedangkan angka skor terbesar adalah 4 pada pengujian rasa dan

tingkat kesukaan yang menyatakan sangat enak dan sangat suka.

Daya simpan buah merupakan kemampuan buah dalam mempertahankan

kualitas mutu buah selama penyimpanan sehingga buah masih layak untuk

dikonsumsi. Daya simpan buah dapat dilihat dari kelayakan mutu buah yang

meliputi kesegaran buah, kelunakan buah dan rasa manis daging buah dalam

jangka waktu tertentu (Peter, Sudher, dan Indira, 2007). Berdasarkan data yang

diperoleh, dapat diketahui bahwa buah jeruk keprok Garut memiliki daya simpan

yang relatif lama yaitu sekitar lima minggu. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa buah jeruk keprok Garut dari Cimencek dan Rancabeet memiliki masa

simpan sekitar 4-5 minggu. Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) menyatakan

bahwa buah jeruk kultivar mandarin mempunyai daya simpan sekitar satu bulan.

Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Ashari (1992) yang menjelaskan bahwa

(44)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Kriteria kualitas buah jeruk yang diinginkan oleh konsumen antara lain

buah jeruk dengan warna hijau kekuningan atau kuning, memiliki rasa yang

manis, tidak terlalu lunak, bijinya sedikit, dan berukuran sedang. Buah jeruk

keprok Garut yang memiliki kriteria kualitas tersebut adalah buah jeruk keprok

Garut dari Cimencek. Buah jeruk keprok Garut dari ketiga lokasi mempunyai

masa simpan selama 5 minggu. Kondisi PTT meningkat, kemudian terjadi

penurunan yang ditunjukkan oleh bobot, kadar jus dan peningkatan nilai

kelunakan buah.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan berbagai perlakuan untuk

(45)

 

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, U., Rudy T., Mardison S. 2008. Perancangan dan konstruksi mesin sortasi dan pemutuan buah jeruk dengan sensor kamera CCD. Jurnal Keteknikan Pertanian. 22 (1) : 1-8.

Ashari, S. 1992. Citrus reticulata Blanco. In : RE Coronel, E. W. M. Verheij (eds). Plant Resources of South East Asia. No. 2, Edible Fruits and Nuts. 1992. PROSEA. Bogor. P. 135-138.

________. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 310-312.

Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005.Teknologi Budidaya Tanaman Pangan: Jeruk Keprok Garut avalaible at: http: //www.iptek.net.id /ind/teknologi_pangan/index.php?id=174 (diakses tanggal 21 Februari 2011).

Biale, J.B., Young, R.E., 1947. Critical oxygen concentrations for the respiration of lemons. Am. J. Bot. 34, 301–309. In Kader, A.A. and S. Ben-Yehonshua. 2000. Effects of superatmospheric oxygen levels on postharvest physiology and quality of fresh fruits and vegetables. Postharvest Biology and Technology. 20:1–13.

Broto, W. 1993. Metode penanganan segar buah-buahan dan sayuran dalam skala industri. Info Hortikultura Vol.1 (1):26-37

________. 2003. Mangga: Budidaya, Pascapanen dan Tata Niaganya. Agromedia Pustaka. Tangerang. 115 hal.

________. 2009. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk Pasar. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 102 hal.

Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut. 2006. Jeruk Garut available at: http: //www.garut.go.id /static /khas /produk /jeruk.php. [21 Februari 2011]

Herdiasti, M.N. 2008. Pengaruh Bahan Pencuci dan Waktu Pencucian Terhadap Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Helmiyesi, R.B. Hastuti, dan E. Prihastanti. 2008. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Bul. Anatomi dan Fisiologi. 16 (2):4

(46)

 

Jannah, U.F. 2008. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kader, A.A. 1985. Postharvest Biology and Thecnology. In A.A. Kader, R.F. Kasmire, G. Mitchel, M.S. Reid, N.F. Somer, and J.F. Thompson (Eds.) Postharvest Thecnology of Horticulture Crops. Cooperative Extension Univesity of California. Division of Agricultur and Natural Resources. 169p.

Lehningger. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Masano. 1984. Pengaruh Sistem Penanaman dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan P. merkusii, E. deglupta dan E. alba di Padang Alangalang Kemampo, Sumatera Selatan. Laporan No. 452. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.

Mattoo, A.K, E.B. Pantastico, and C.T. Phan. 1997. Peran Etilen pada Pemasakan

Dalam Pantastico, E.B. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan

Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. (Terjemahan dari : Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Ttopical Fruits and Vegetables, penerjemah : Kamariyani). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 906 hal.

Morris, R. 2004. Citrus spp. http://www.pfaf.org/database/plants.php?citrus+spp. [30 Juni 2010]

Muchtadi, D. 1992. Fisiologi Pascapanen Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 189 hal.

Pamungkas, K.D. 2008. Penanganan Pasca Panen Buah Manggis (Garcinia

mangostana L.) Menggunakan Giberelin. Skripsi. Program Sarjana,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pantastico, E.B., A.K. Mattoo., dan C.T. Phan. 1986. Peran etilena dalam pemasakan, hal 120-135. Dalam E.B Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. (Terjemahan dari : Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Ttopical Fruits and Vegetables, penerjemah : Kamariyani). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

(47)

35   

   

Peter, K.V., K.P. Sudheer, and V. Indira. 2007. Postharvest Technology of Horticultural Crops. New India Publishing Agency. India. 450p. <

Gambar

Gambar 3. Kondisi Kebun Rancabeet
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-Peubah yang Diamati pada
Tabel 13. Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan) Buah Jeruk Keprok Garut dari
Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan eksperimen yang telah dilakukan dalam menguji performa kolektor surya tipe parabollic trough sebagai pengganti sumber pemanas pada generator sistem

Variabel yang di DIM sebagai Public pada bagian general declarations dari suatu Module adalah tersedia bagi seluruh module dan form dalam project tersebut. Mengapa saya

Wawancara keenam dilakukan dengan AP (dayak) dilaksanakan pada hari jumat tanggal 27 november 2015, pada pukul 14.15- 15.22 hasil wawancara yang dilakukan dengan AP, AP sangat

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Penerapan

6 Dalam penelitian ini peneliti akan mengeksplorasi data kualitatif yang terkait dengan dari mana data dapat.. diperoleh, adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian

Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012 yang terlihat keselarasan realisasi fisik dan realisasi dana yang mencapai realisasi target 91,67

[r]

Dalam keseharian siswa diajak menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kegiatan seperti berdoa sebelum memulai kegiatan belajar, peduli pada teman yang