KAJ
r
DE
JIAN KU
reticulata
EPARTEM
IN
UALITAS
L.) PADA
KAB
ENDA
MEN AGR
FAKU
NSTITUT
S JERUK
A TIGA L
BUPATEN
AH SRY
A24080
RONOMI
ULTAS PE
T PERTA
2012
KEPROK
LOKASI
N GARUT
RAHAYU
0128
I DAN HO
ERTANIA
ANIAN BO
2
K GARU
BERBED
T
U
ORTIKU
AN
OGOR
T (
Citrus
DA DI
Quality Study of the Garut Keprok Fruits (Citrus reticulata L.) from Three Different Locations in Garut Regency
Endah Sry Rahayu1 dan Slamet Susanto2
1
Mahasiswa, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24080128) 2
Staf Pengajar, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB
Abstract
The objective of the research is to get information of the fruit quality difference of Garut keprok fruits (Citrus reticulata L.) from three different locations in Garut Regency is Cioyod, Cimencek and Rancabeet. Research was carried out in the Production and Post-harvest Laboratory-IPB in December 2011 until January 2012, used the Completely Randomized Design with 90 trial units of 6 replicates. The variables that observed covering the decline in the weight, juice content, total titratable acidity, total soluble solids, peel colour, and fruit firmness. Result of this research is to indicate the citrus fruit quality criteria desired by consumers such as citrus fruit with a yellowish or yellow green color, sweet taste, not too soft, a little seed, and of medium size. Garut keprok fruit with quality criteria are Garut keprok fruit of Cimencek. Garut keprok fruit of the three locations have the shelf life for 5 weeks. Conditions PTT increased, then decreased indicated by weight, juice content and an increase in fruit softness.
RINGKASAN
ENDAH SRY RAHAYU. Kajian Kualitas Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Pada Tiga Lokasi Berbeda Di Kabupaten Garut. (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO).
Kabupaten Garut merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Jawa
Barat, yaitu yang dikenal dengan jeruk keprok Garut. Jeruk keprok Garut
memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki cita rasa yang khas,
aromanya yang wangi, rasanya menyegarkan, warna kulit hijau kekuningan,
warna daging buah kuning hingga jingga. Penelitian ini dilaksanakan untuk
mengetahui informasi kualitas buah jeruk keprok Garut dari tiga lokasi berbeda.
Analisis buah dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen IPB pada bulan
Desember 2011 – Januari 2012.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan
lokasi yang berbeda. Terdapat tiga lokasi dalam penelitian ini yaitu Cioyod,
Cimencek dan Rancabeet. Buah jeruk yang dipanen disimpan pada suhu ruang
sesuai dengan asal daerah dari masing-masing lokasi. Pengamatan buah jeruk
dilakukan selama 5 minggu, buah jeruk selanjutnya diuji setiap minggu untuk
mengetahui perubahan yang terjadi selama penyimpanan.
Karakteristik lokasi yang berbeda berpengaruh terhadap kualitas buah
jeruk yang dihasilkan. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap kualitas warna
kulit buah, sedangkan teknik budidaya yang berbeda dari masing-masing lokasi
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman dan kualitas buah yang dihasilkan, akan
tetapi tidak berpengaruh terhadap produksi buah tersebut. Berdasarkan nilai PTT,
kadar gula Cimencek pada 0-4 MSP masih diatas 10 ºBrix walaupun kadar gula
tertinggi terjadi pada 1 MSP. Warna kulit buah jeruk dari Cimencek menunjukkan
perubahan warna yang lebih baik daripada Cioyod dan Rancabeet. Hasil uji
organoleptik menunjukkan pada akhir pengamatan (4 MSP) buah jeruk keprok
Garut dari Cimencek lebih disukai dan lebih memiliki rasa yang enak serta aroma
Buah jeruk keprok Garut mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan
seiring dengan penurunan bobot, kadar jus dan peningkatan nilai kelunakan buah.
KAJIAN KUALITAS JERUK KEPROK GARUT (
Citrus
reticulata
L.) PADA TIGA LOKASI BERBEDA DI
KABUPATEN GARUT
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
ENDAH SRY RAHAYU
A24080128
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul :
KAJIAN KUALITAS JERUK KEPROK GARUT
(
Citrus reticulata
L.) PADA TIGA LOKASI
BERBEDA DI KABUPATEN GARUT
Nama
: ENDAH SRY RAHAYU
NIM
: A24080128
Menyetujui, Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc. NIP 19610202 198601 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, Msc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 24 Desember
1990. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari Bapak Cartim dan
Ibu E. Tarminah.
Tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Sugihharti Sumedang, kemudian
pada tahun 2005 penulis menyelesaikan studi di SMPN 1 Malangbong, Garut.
Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Malangbong, Garut (sekarang SMAN
9 Garut). Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas pertanian IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis diberi kesempatan untuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu
Tanaman Pangan dan menjadi penerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul Kajian Kualitas Jeruk Keprok Garut (Citrus reticulata L.) Pada Tiga Lokasi Berbeda Di Kabupaten Garut bertujuan untuk mendapatkan informasi perbedaan kualitas buah jeruk keprok Garut yang dipanen dari tanaman yang
ditanam berdasarkan teknik budidaya (jarak tanam, pemupukan, dan umur
tanaman) yang berbeda dan daya simpan serta perubahan kualitas buah tersebut
yang terjadi selama penyimpanan.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas
arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Sintho W. Ardie, SP. MSi. dan Dr. Ir. Sudrajat, MS. selaku Dosen
Penguji atas kritik dan saran serta arahan yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. Ir. M. Syukur, MS. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama menempuh perkuliahan.
4. Keluarga tercinta terutama Mamah, Abah, Kakak dan Kakanda (Nazar)
tercinta atas doa, kasih sayang, dan motivasi yang diberikan bagi penulis.
5. Sahabat dan teman-teman indigenous 45, Ray, Ami, Bayu, Fani, Iwan,
Samsu, Bush, Aline, Tama, Ika, Kak Arif, Puspa, Mia atas bantuan dan
motivasi yang diberikan bagi penulis.
6. Seluruh pihak yang telah membantu penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang baik
bagi civitas akademika dan pembaca.
Bogor, September 2012
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN . ... xi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 3
Hipotesis ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Jeruk Keprok Garut ... 4
. Morfologi Tumbuhan ... 5
Klasifikasi Tumbuhan ... 5
Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat ... 6
Pasca Panen dan Kualitas Buah ... 7
BAHAN DAN METODE ... 13
Tempat dan Waktu ... 13
Bahan dan Alat ... 13
Metode Penelitian ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 14
Pengamatan ... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
Keadaan Umum ... 17
Hasil ... 18
Pembahasan ... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
Kesimpulan ... 32
Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Luas Daerah Menurut Tingkat Kemiringan ... 6
2. Kondisi Lahan dan Agroklimat ... 7
3. Spesifikasi Teknik Budidaya ... 14
4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ... 19
5. Rata-rata Perubahan Bobot Buah Jeruk Keprok Garut ... 20
6. Perubahan Warna Buah Jeruk Keprok Garut ... 20
7. Rata-rata Perubahan Kelunakan Buah Jeruk Keprok Garut .... 21
8. Rata-rata Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut ... 22
9. Rata-rata Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Jeruk Keprok Garut ... 22
10.Rata-rata Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Buah Jeruk Keprok Garut ... 23
11.Pengujian Rasa Terhadap Buah Jeruk Keprok Garut ... 23
12.Pengujian Aroma Terhadap Buah Jeruk Keprok Garut ... 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Cioyod ... 17
2. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Cimencek ... 17
3. Kondisi Kebun Jeruk Keprok Garut di Rancabeet ... 17
4. Buah Jeruk Keprok Garut Segar ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Analisis Tanah ... 38
2. Lembar Kuisioner Pengujian Organoleptik ... 39
3. Kenampakan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan ... 40
4. Proses Pengujian Bobot Buah Jeruk Keprok Garut ... 41
5. Proses Pengujian Kekerasan Buah Jeruk Keprok Garut ... 41
6. Proses Pengujian Padatan Terlarut Total (PTT)... 41
7. Proses Pengujian Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut ... 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki kekayaan
alam dan keanekaragaman hayati yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.
Pertanian merupakan salah satu sektor penting yang menjadi andalan dalam
menggerakkan perekonomian Indonesia. Salah satu sub-sektor pertanian yang
memiliki peranan penting adalah hortikultura. Buah-buahan merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang menjadi unggulan Indonesia. Data Badan Pusat
Statistika (2010) menunjukkan adanya peningkatan ekspor buah-buahan pada
tahun 2009 hingga 2010. Tercatat jumlah ekspor buah-buahan pada tahun 2009
sebesar 101.129 ton, dengan nilai sebesar US$ 49,0 juta. Sedangkan pada tahun
2010 jumlah ekspor buah-buahan sebesar 105.672 ton, dengan nilai sebesar US$
59,2 juta. Umar (2008) menyatakan bahwa salah satu komoditas buah-buahan
yang menguntungkan dan berpotensi untuk dikembangkan adalah jeruk.
Jeruk banyak dimanfaatkan sebagai buah segar atau makanan olahan,
karena cita rasa dan kandungan vitamin C yang cukup tinggi (29 mg/100 g).
Bahkan di beberapa negara telah memproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk
serta gula tetes, alkohol dan pektin dari buah jeruk yang terbuang. Jeruk
merupakan tanaman yang mempunyai penyebaran yang luas mulai dari daerah
subtropis sampai tropis (Murata, 1988). Beberapa sentra produksi jeruk di
Indonesia tersebar meliputi daerah Garut (Jawa Barat), Tawangmangu (Jawa
Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan),
Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara). Salah satu spesies
tanaman jeruk yang banyak dibudidayakan dan memiliki tingkat konsumsi yang
tinggi di Indonesia adalah Citrus reticulata Lour. atau jeruk keprok (Ashari,
1995).
Menurut Gardjito dan Saifudin (2011), jeruk keprok berkulit tebal dan
buahnya agak besar. Misalnya jeruk keprok Garut, keprok Grabag, keprok
Tawangmangu, keprok Tejakula dari Bali, keprok Kacang dari Sumatera Barat,
dan keprok Soe dari NTT. Kategori keprok unggul adalah kulit buahnya mudah di
kupas, kulit daging buahnya mudah dipisah-pisahkan, daging buahnya lembut,
Sejak tahun 1950-an Kabupaten Garut merupakan sentra produksi jeruk
terkemuka di Jawa Barat yang terkenal dengan jenis “Jeruk Keprok Garut”. Data luas panen komoditas buah-buahan di Kabupaten Garut pada tahun 2009 sebesar 8
792 563 pohon dengan produksi mencapai 2 955 801 kwintal. Jenis buah dengan
produksi tertinggi adalah jeruk (107 581 kwintal). Akibat serangan penyakit
Citrus Vien Phloem Degeneration (CVPD) kurun waktu lima tahun populasi
tanaman dan produksi jeruk menurun tajam, dimana pada akhir tahun 1992 hanya
tinggal 32 000 pohon, dengan jumlah produksi sebanyak 520 ton per tahun atau
senilai Rp. 520 000 000. Sebagai gambaran pada akhir tahun 1987 populasi jeruk
masih tercatat ± 1,3 juta pohon (± 2 600 Ha) dengan jumlah produksi yang
dihasilkan ± 26 000 ton per tahun senilai ± 13 milyar rupiah. (Dinas Tanaman
Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2011).
Buah umumnya merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga
memerlukan penanganan ekstra hati-hati setelah buahnya dipanen, agar mutunya
tetap terjaga. Kegiatan pasca panen buah sangat penting karena akan menentukan
mutu dan kualitas buah yang dihasilkan. Umumnya kualitas sangat berperan
dalam pemasaran sebab akan memberikan harga yang cukup berarti. Teknologi
pasca panen selain menentukan mutu juga akan menentukan jumlah kehilangan.
Di dalam tahapan pasca panen selalu terjadi kehilangan dan kerusakan hasil,
sehingga dapat mengurangi jumlah dan mutu produksi. Santoso dan Purwoko
(1995) menyatakan bahwa komoditas hortikultura merupakan jaringan hidup yang
terus melakukan perubahan fisiologi setelah panen. Untuk itu diperlukan teknik
penanganan pasca panen yang tepat. Tujuan penanganan pasca panen buah jeruk
adalah mengusahakan agar kemunduran nilai buah sekecil mungkin, sehingga
mutu segarnya tetap dipertahankan.
Kualitas buah jeruk sangat ditentukan oleh penanganan sejak penanaman
bibit sampai perlakuan pasca panen. Kegiatan pasca panen buah jeruk terdiri dari
sortasi, pengemasan, penyimpanan pengangkutan dan pengolahan yang
kesemuanya saling berhubungan. Salah satu faktor yang berhubungan erat dengan
kualitas dan nilai jual jeruk di pasaran adalah daya simpan. Semakin tinggi daya
simpan buah jeruk, pedagang dan konsumen akan semakin diuntungkan. Kualitas
3
mengetahui kesesuaian lahan budidaya jeruk. Salunkhe et al (1991) menyatakan
bahwa faktor ekologi, budidaya dan fisik sangat berpengaruh terhadap kualitas
buah yang dihasilkan. Beberapa faktor budidaya yang mempengaruhi kualitas
buah adalah pemupukan, jarak tanam dan umur tanaman. Sebagai pedoman dalam
penentuan kualitas buah jeruk adalah dari sifat fisik, kimia dan uji organoleptik,
khususnya adalah nisbah kandungan gula dan asam (Yuniarti, et al., 1991).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi perbedaan kualitas
buah jeruk keprok Garut dari tiga lokasi berbeda berdasarkan karakteristik
ketinggian dan teknik budidaya yang berbeda dan daya simpan serta perubahan
kualitas buah tersebut yang terjadi selama penyimpanan.
Hipotesis
Karakteristik lokasi yang berbeda dari tiga daerah sentra produksi jeruk
keprok Garut berpengaruh nyata terhadap mutu dan daya simpan buah jeruk
TINJAUAN PUSTAKA
Jeruk Keprok Garut
Tanaman jeruk secara garis besar terdiri atas 2 jenis yaitu eucitrus dan
papeda. Jenis eucitrus paling banyak dan paling luas dibudidayakan karena
buahnya enak dimakan, misalnya Jeruk Sitrun (Citrus medica L.), Jeruk Besar
(Citrus maxima), Grape Fruit (Citrus paradisi), Jeruk Manis (Citrus sinensis L.),
Jeruk Keprok (Citrus nobilis), Jeruk Siam (Citrus reticulata), Jeruk Kasturi
(Citrus mitis) dan lain-lain. Jenis papeda buahnya tidak enak dimakan karena
dagingnya terlalu banyak mengandung asam dan berbau wangi agak keras,
sebagai contoh jeruk purut (Citrus hystrise) yang digunakan untuk bumbu sayur
atau untuk mencuci rambut (Akyas, et al., 1994).
Jeruk Keprok Garut banyak dijumpai di daerah Garut, Jawa Barat.
Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan yang halus. Ukuran buah umumnya
sekitar 5,6 x 5,9 cm. Ujung buahnya bulat dan tidak memiliki pusar buah. Tangkai
buahnya pendek. Kulit buah matang berwarna kuning dengan ketebalan 3 mm.
Daging buah bertekstur lunak dan berair banyak dengan rasa yang manis. Setiap
buah rata-rata berbobot 62,5-70 g. Jumlah biji sekitar tujuh per buah dengan
ukuran sekitar 0,8 x 0,4 cm. Permukaan bijinya halus dengan urat biji yang
hampir tidak tampak. Bijinya berwarna krem dan berbentuk oval. Jeruk Keprok
tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi antara 2-8 m (Balai
Pengkajian dan Penerapan Teknologi, 2005)
Jeruk Keprok Garut sudah ditetapkan sebagai varietas unggulan khas
Kabupaten Garut. Selain itu, citra Kabupaten Garut sebagai sentra produksi jeruk
di Jawa Barat khususnya dan nasional pada umumnya, diperkuat melalui Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 760/KPTS.240/6/99 tanggal 22 Juni 1999
tentang Jeruk Garut yang telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional
dengan nama Jeruk Keprok Garut I. Adapun deskripsi varietas jeruk keprok Garut
1 adalah bentuk buah bulat agak gepeng bagian ujung menjorok ke dalam, di
bagian dalam terdapat puting, memiliki lingkar buah 26-30 cm, penampang
melintang 7-9 cm, tebal kulit buah 3-5 mm, berpori-pori nyata, bobot rata-rata
150-200 g/buah, warna kulit buah hijau kekuning-kuningan, warna daging buah
5
bentuk tajuk tanaman kerucut terbalik/sapu, lebar tajuk tanaman 3,5-4 m, panjang
sayap daun 1-1,5 cm, lebar sayap daun 1-3 cm, bentuk daun lonjong
bergelombang dan tepi bergerigi, umur awal produksi 3-4 tahun, kapasitas
produksi awal 15-20 kg/pohon, umur produksi optimal 10 tahun, dan
produktivitas tanaman 50 kg/pohon (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan
Perkebunan Kabupaten Garut, 2006)
Akhir tahun 2004 populasi jeruk di Kabupaten Garut berjumlah 349 461
pohon (699 ha) yang terdiri atas jeruk keprok Garut sebanyak 113 678 pohon
(33%), jeruk siam dan lainnya sebanyak 235 783 pohon (67%). Sedangkan kurun
waktu lima tahun terakhir tahun 2010 produksi jeruk di Kabupaten Garut
sebanyak 9 180 ton per tahun dengan luas panen hampir 200 922 pohon dari
sejumlah sisa tanaman akhir 662 592 pohon dengan produktivitas 45,69
kg/pohon/tahun (Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan
Kabupaten Garut, 2006).
Morfologi Tumbuhan
Tumbuhan ini merupakan jenis pohon dengan tinggi 2-8 meter. Tangkai
daun bersayap sangat sempit sampai boleh dikatakan tidak bersayap, panjang
0,5-1,5 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur memanjang, elliptis atau berbentuk
lanset dengan ujung tumpul, melekuk ke dalam sedikit, tepinya bergerigi beringgit
sangat lemah dengan panjang 3,5-8 cm. Bunganya mempunyai diameter 1,5-2,5
cm, berkelamin dua daun mahkotanya putih. Buahnya berbentuk bola tertekan
dengan panjang 5-8 cm, tebal kulitnya 0,2-0,3 cm dan daging buahnya berwarna
orange. Rantingnya tidak berduri dan tangkai daunnya selebar 1-1,5 mm (Van
Steenis, 1975).
Klasifikasi Tumbuhan
Klasifikasi Citrus reticulata dalam sistematika tumbuhan (Van Steenis, 1975)
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rutales
Genus : Citrus
Spesies : Citrus reticulata
Nama latin : Citrus reticulata
Sinonim : Citrus nobilis, C. deliciosa, C. Chrysocarpa
Nama lokal : jeruk Keprok, jeruk Jepun, jeruk Maseh (Verheij dan Coronel,
1992)
Kondisi Umum Wilayah dan Agroklimat Lokasi Penelitian
Wilayah Kabupaten Garut meliputi areal seluas 306.579 Ha, terdiri dari 42
Kecamatan, yang masing-masing memiliki ciri khusus sebagai potensi wilayah.
Ciri-ciri yang dimaksud adalah meliputi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Manusia. Luas daerah Kabupaten Garut menurut tingkat kemiringan disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Daerah Kabupaten Garut Menurut Tingkat Kemiringan
No Tingkat
Kemiringan
Luas Daerah
(%)
Luas Daerah
(Ha)
1 0 – 2% 10,52 32 229
2 3% - 5% 12,43 38 097
3 15% - 40% 35,99 110 326
4 ≥ 40% 41,06 125 867
Jumlah 100,00 306 519
Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Garut (2009)
Berdasarkan pada Tabel 1, Kabupaten Garut berada pada ketinggian 25
sampai 3 000 mdpl, dengan topografi terdiri dari dataran rendah hingga dataran
tinggi, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 sampai 40%. Secara geografis
Kabupaten Garut termasuk daerah agraris di Jawa Barat terletak pada lintang
6º57’34” - 7º44’57” Lintang Selatan (LS) dan 10º24’3” - 108º7’34” Bujur Timur
(BT) dan termasuk daerah beriklim tipe C dengan curah hujan 2 589 mm per
7
Tabel 2. Kondisi Lahan dan Agroklimat Tiga Lokasi Penelitian
Cioyod Cimencek Rancabeet
Ketinggian 700-1200 m dpl 800-1000 m dpl 650-1000 m dpl
Jenis tanah Liat berdebu Liat berpasir Pasir berdebu
Topografi Berbukit Berbukit Berbukit
Curah hujan 1250 mm/tahun 1600 mm/tahun 1500 mm/tahun
Suhu rata-rata 25-30ºC 24-27ºC 22-28ºC
pH tanah 4,8-5,5 5,4-6,1 5,8-6,6
Sumber : Data Sekunder (2012)
Pasca Panen dan Kualitas Buah
Pascapanen atau lepas panen merupakan suatu periode yang dilewati oleh
organ panenan suatu komoditi hortikultura setelah pemetikan (dipanen). Setelah
memasuki periode tersebut, pada organ panenan mengalami perubahan
metabolisme akibat dari terlepasnya hubungan dengan tanaman induk dan akibat
lingkungan yang dihadapinya. Masih adanya proses-proses metabolisme
dikarenakan organ panenan hortikultura bersangkutan masih merupakan organ
atau bahan yang hidup. Namun demikian, periode kehidupan tersebut memiliki
batasan waktu yang singkat, yaitu selama cadangan makanan masih cukup mampu
mendukung proses metabolisme seperti respirasi. Cadangan makanan tersebut
tentunya akan habis seiring dengan waktu, dan pada saat cadangan makanan telah
habis, maka organ panenan mengalami senesen dan kemudian diakhiri dengan
kerusakan berupa pembusukan. Teknologi pasca panen meliputi mempertahankan
kondisi fisik, kimia dan organoleptik, memperpanjang daya simpan,
mempersiapkan untuk pengolahan selanjutnya, dan menjaga kesegaran (untuk
pasaran segar). Kerusakan pada pasca panen diantaranya kerusakan fisik (pecah,
memar,dll), kerusakan fisiologi karena reaksi biokimia (terjadi perubahan rasa,
warna, tekstur, dll), kerusakan karena serangan serangga, kerusakan karena proses
Perlakuan pascapanen dilakukan dengan tujuan memberikan penampilan
yang baik, melindungi produk serta memperpanjang daya simpan. Buah-buahan
merupakan komoditas yang ringkih sehingga diperlukan penanganan pascapanen
yang memadai agar dapat dipertahankan mutunya, ditingkatkan daya simpan dan
daya gunanya (Broto, 1993). Banyak teknologi pasca panen buah-buahan sudah
diterapkan seperti pelilinan, modifikasi atmosfir atau atmosfir terkondisi dalam
kemasan. Akan tetapi, keseragaman kualitas dan kemasakan buah-buahan tersebut
tetap menjadi faktor penentu pada semua tahapan berikutnya. Parameter kualitas
yang pertama dinilai adalah keseragaman dan kebersihan warna kulit buah, karena
secara langsung dapat mempengaruhi selera konsumen untuk mengkonsumsinya
atau tidak (Ahmad, et al., 2008).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kerusakan Pascapanen
1. Respirasi
Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang
tersimpan (katabolisme) seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi bahan
sederhana dan produk akhirnya berupa energi. Oksigen digunakan dalam proses
ini, dan karbondioksida dikeluarkan/dihasilkan. Makna dari terjadinya respirasi
pada organ panenan adalah :
• Senesen dipercepat karena cadangan makanan yang diubah menjadi energi untuk mempertahankan kehidupan komoditi secara bertahap akan habis,
• Kehilangan nilai gizi bagi konsumen dan berkurangnya mutu rasa, khususnya rasa manis, dan
• Kehilangan bobot kering ekonomis.
Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan
erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai
nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa (Utama, 2004).
2. Transpirasi atau hilangnya air
Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak
saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga
9
pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas nutrisi. Laju
transpirasi dipengaruhi oleh faktor dalam atau faktor komoditi (sifat morfologi
dan anatomi) dan faktor luar (suhu, kelembaban relatif, tekanan atmosfir dan
kecepatan gerakan udara). Terkait dengan faktor-faktor tersebut dan bahwa
transpirasi adalah proses fisika yang dapat dikendalikan maka pengurangan atau
penekanan proses transpirasi pada komoditi panenan dapat pula dilakukan.
Upaya-upaya tersebut meliputi pembungkusan atau penyelaputan, pengemasan
ataupun manipulasi lingkungan yang tidak menguntungkan menjadi lingkungan
yang nyaman bagi komoditi selama dalam penyimpanan.
Utama (2004) menyatakan bahwa laju kehilangan air tergantung pada ke
alamiahan dan kondisi dari permukaan produk, rasio luas permukaan dan volume
produk, kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban.
3. Etilen
Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar
berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Etilen
adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan auksin, giberellin dan
sitokinin. Dalam keadaan normal, etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya
sangat sederhana sekali. Di alam etilen akan berperan apabila terjadi perubahan
secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses
pematangan buah dalam fase klimaterik. Klimaterik merupakan suatu fase yang
banyak sekali perubahan yang berlangsung. Klimaterik juga diartikan sebagai
suatu keadaan auto stimulation dalam buah sehingga buah menjadi matang yang
disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi. Klimaterik merupakan fase
peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi
tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein
dan RNA (Heddy, 1989). Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik
bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai
dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan
CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah klimaterik.
Bila pola respirasi berbeda karena setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi
sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap
yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun.
Buah-buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat,
mangga, pepaya, peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan
adanya peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Buah-buah
yang mengalami pola berbeda dengan pola diatas diantaranya yaitu ketimun,
anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei (Kusumo, 1990).
4. Perubahan Warna
Proses metabolisme dapat menyebabkan perubahan pada warna sayur dan buah
sebagai berikut :
• Kerusakan klorofil : kerusakan klorofil menyebabkan bahan kehilangan warna hijau yang dikehendaki pada buah dan tidak dikehendaki pada
sayur.
• Pembentukan karotenoid : pembentukan karotenoid ditandai dengan munculnya warna kuning dan orange yang seringkali dikehendaki seperti
pada pisang, jeruk, pepaya, markisa, nenas dan tomat.
• Pembentukan antosianin : pembentukan antosianin ditandai dengan munculnya warna merah dan biru seperti yang terjadi pada terung dan
apel.
• Perubahan antosianin dan senyawa fenolik : perubahan ini menyebabkan terjadinya pencokelatan pada sayur dan buah.
5. Perubahan Komposisi
Tidak saja perubahan fisik yang terjadi selama proses pemasakan setelah
panen. Perubahan kimiawi yang sekaligus merupakan komposisi dari komoditi
panenan juga mengalami perubahan. Keduanya terjadi secara simultan, artinya
apabila terjadi perubahan fisik pasti disertai terjadinya perubahan kimiawi.
Perubahan-perubahan tersebut terus berlangsung walaupun organ panenan
tersebut telah terpisah dari tanamannya baik dikehendaki ataupun tidak
dikehendaki. Pada proses pematangan biasanya terjadi perubahan senyawa
karbohidrat menjadi gula yang menyebabkan rasa buah ataupun sayuran menjadi
11
Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada
umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia
maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas
terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu
perubahan kandungan asam-asam organik, gula dan karbohidrat lainnya (Wills et
al., 1981). Perubahan tingkat keasaman dalam jaringan juga akan mempengaruhi
aktivitas beberapa enzim diantaranya adalah enzim-enzim pektinase yang mampu
mengkatalis degradasi protopektin yang tidak larut menjadi substansi pektin yang
larut. Perubahan komposisi substansi pektin ini akan mempengaruhi kekerasan
buah-buahan.
Mutu adalah sesuatu hal yang memberikan nilai dan biasanya menjadi
keunggulan suatu komoditas. Winarno (1986) menyatakan bahwa mutu dapat
didefinisikan sebagai kombinasi sifat-sifat dan karakteristik dari komoditas yang
menyebabkan suatu komoditas memiliki harga daya guna yang dikehendaki.
Menurut Kader (1992) mutu hasil hortikultura segar merupakan kombinasi dari
karakteristik dan sifat-sifat yang memberikan nilai komoditas sebagai bahan
makanan dan bahan kesenangan. Santoso dan Purwoko (1995) menambahkan
bahwa kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri,
sifat dan nilai harga yang mencerminkan nilai komoditi tersebut. Kualitas yang
diinginkan berbeda oleh setiap orang baik itu petani produsen, penerima dan
distributor pasar, dan konsumen. Petani produsen menghendaki kultivar yang
berdaya hasil tinggi, tahan penyakit, mudah dipanen, dan tahan untuk dikirim
jauh. Distributor menginginkan kualitas penampilan, kekerasan, dan daya simpan
yang panjang. Konsumen lebih memperhatikan tingkat kekerasan buah,
penampilan buah, rasa buah dan nilai gizi buah.
Kualitas buah meliputi kualitas rasa, kualitas penampilan, kualitas tekstur,
dan nilai nutrisi. Kualitas buah sangat dipengaruhi oleh faktor pra panen dan
pasca panen. Menurut Pantastico (1989) faktor-faktor pra panen yang
mempengaruhi kualitas buah yaitu varietas, kemasakan, faktor-faktor lingkungan
dan pembudidayaan. Faktor-faktor pasca panennya meliputi pemanenan,
Kualitas buah jeruk yang baik diantaranya memiliki kandungan PTT
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Pada bulan Desember 2011
sampai Januari 2012.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah hand refraktometer, pnetrometer, timbangan,
kertas label, kantong keresek, gelas ukur, tissue, penggaris, buret, corong,
erlenmeyer, labu takar dan pipet tetes. Bahan yang digunakan adalah buah jeruk
keprok Garut segar, phenolfptalin (PP), NaOH 0,1 N.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
perlakuan lokasi yang berbeda. Terdapat tiga lokasi dalam penelitian ini. Pada
masing-masing lokasi diambil 10 tanaman yang sehat dan berbuah lebat. Dari
masing-masing tanaman, di ambil 6 buah jeruk sehingga terdapat 60 buah jeruk
dari masing-masing lokasi. Penelitian ini terdapat 6 ulangan yang masing-masing
ulangan terdiri dari 2 buah jeruk, sehingga dalam penelitian ini terdapat 90 satuan
percobaan dengan total buah jeruk yang diamati sebanyak 180 buah. Jika hasil
analisis ragam berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan
Multiple Range Test) dengan taraf 5%.
Model linear yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah :
Yij= µ + αi + εij
Dimana : Yij = respon pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = pengaruh acak percobaan perlakuan ke-i, ulangan ke-j
Untuk data non parametrik dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal
organoleptik terhadap rasa, aroma dan tingkat kesukaan. Rumus uji Kruskal
Wallis adalah sebagai berikut :
H =
Ket: H = nilai Kruskal Wallis dari hasil perhitungan
Ri = jumlah ranking dari perlakuan ke i (mean rank)
ni = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i
k = banyaknya perlakuan (i=1,2,3,...,k)
N = jumlah seluruh data (N=n1+n2+n3+...+nk)
Pelaksanaan
Penelitian ini menggunakan buah jeruk keprok Garut yang dipetik dari
tanaman yang berumur 7-9 tahun masing- masing di kampung Cioyod, Cimencek,
dan Rancabeet. Buah yang dipanen dengan kriteria kulit buah berwarna hijau
kekuningan dan cukup empuk. Buah diseleksi dengan ukuran yang seragam
selanjutnya dibawa ke Bogor dan disimpan dalam suhu kamar untuk mengetahui
perubahan kualitas yang terjadi selama penyimpanan.
Tabel 3. Spesifikasi Karakteristik Tiga Lokasi Penelitian
Lokasi Keting gian Tem pat (m dpl) Pemupukan Jarak Tanam (m²) Umur Tanaman (tahun) Jenis dan Dosis Waktu (bulan)
NPK (g/tanaman) Pupuk Kandang (kg/tana man)
NPK Pupuk
Kandang
Cioyod 700 250 50 2 6 3 x 3 9
Cimencek
800 250 25 3 6 4 x
3.75 7
Rancabeet 650 300 150 3 12 2 x 3 7
Sumber : Data Sekunder (2012)
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 0, 1, 2, 3, dan 4 minggu setelah penyimpanan
(MSP). Faktor-faktor kualitas yang diamati adalah sifat fisik dan kimia buah serta
15
Pengamatan sifat kimia meliputi padatan terlarut total (PTT), kandungan total
asam tertitrasi (TAT), dan kadar jus. Untuk menunjang penelitian, dilakukan juga
analisis tanah dari masing-masing lokasi. Pengamatan dimulai pada dua hari
setelah panen. Peubah yang diamati antara lain:
1. Bobot Buah
Bobot buah diukur dengan menggunakan timbangan kasar (dalam satuan
gram). (Gambar Lampiran 2).
2. Warna Buah
Perubahan warna kulit buah diukur dengan metode skor warna yang
dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon yaitu : 1. Hijau, 2. Hijau
kekuningan, 3. Kuning kehijauan, 4. Kuning, 5. Kuning jingga, 6. Jingga,
7. Jingga tua.
3. Tingkat Kekerasan Buah
Kelunakan buah diukur dengan menggunakan pnetrometer. Buah
diletakkan sedemikian rupa sehingga stabil lalu jarum pnetrometer
ditusukkan pada tiga bagian buah yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung
(Gambar Lampiran 3). Hasil dari ketiga bagian yang diuji diambil
rata-ratanya (dalam satuan mm/150g/5det).
4. Kadar Jus
Buah jeruk dibelah dan diambil sarinya untuk mengetahui kadar jus yang
ada pada buah jeruk tersebut (dalam satuan ml).
5. Padatan Terlarut Total (PTT)
Kandungan Padatan Terlarut Total (PTT) dilakukan dengan meneteskan
air perasan jeruk diatas permukaan lensa hand refraktometer. Kadar PTT
dapat dilihat pada alat dalam satuan ºBrix (Gambar Lampiran 4). Sebelum
dan sesudah digunakan, terlebih dahulu lensa refraktometer dibersihkan
dengan aquades atau di lap dengan menggunakan tissue.
6. Total Asam Tertitrasi (TAT)
Kadar asam diukur berdasarkan netralisasi ekstrak buah oleh basa kuat
NaOH. TAT diukur dengan mengambil sari buah jeruk sebanyak 10 g,
kemudian di tera sampai 100 ml dengan menambahkan aquades ke dalam
sebanyak 10 ml dan ditambahkan indikator phenolfptalin (PP) sebanyak 2
tetes yang kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai larutan
berubah warna menjadi merah muda (Gambar Lampiran 6). Kandungan
TAT dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
TAT (%) = x 100 %
Keterangan : Fp : faktor pengenceran (100 ml/10 ml)
BE : Bobot Equivalent (64)
7. Uji Organoleptik
Pengujian organoleptik meliputi pengujian terhadap rasa, aroma, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk
yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian
ini buah jeruk yang diambil dari tiga lokasi di Kabupaten Garut yaitu dari Cioyod,
Cimencek, dan Rancabeet. Lokasi kebun berada pada kisaran ketinggian 650-800
m dpl dengan suhu rata-rata 24-27ºC. Keadaan kebun pada masing-masing lokasi
memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan diantaranya kurangnya perawatan
kebun, jarak tanam yang terlalu rapat sehingga menyebabkan kebun menjadi
sangat rimbun, namun lokasi-lokasi tersebut masih mampu menghasilkan buah
jeruk keprok Garut pada setiap tahunnya dan setidaknya masih ada yang konsisten
untuk tetap menanam jeruk keprok Garut.
Gambar 1. Kondisi Kebun Cioyod Gambar 2. Kondisi Kebun Cimencek
Bu kekuninga baik dan dibawa ke mengetahu dan analis Pe pada mala malam ha 28ºC sehi signifikan mengalam yang terla
disekitar p
yang lain k
Re dilihat pad jeruk kepr MSP, PTT memberik uah yang
an dan cuku
segar. Bua
e Bogor, s
ui perubaha
sis buah jeru
G
ngamatan d
am hari puk
ari disebabk
ingga peng
n. Pada pen
mi pembusu
alu berdek
penyimpana
karena bany
ekapitulasi
da Tabel 2.
rok Garut p
T pada 3 d
kan pengaru
dipanen m
up empuk. S
ah yang te
selanjutnya
an kualitas
uk dilakukan
Gambar 4. B
dan pengujia
kul 20.00 W
kan suhu rua
garuh suhu ngamatan ukan. Pemb atan denga an menjadi yaknya buah hasil sidik . Pengaruh
pada 4 MSP
dan 4 MSP,
uh yang sa
memiliki k
Secara umu
lah dipanen
buah jeruk
yang terjad
n di Labora
Buah Jeruk K
an buah jeru
WIB. Pengu
angan pada
terhadap p
minggu ke
usukan bua
an sumber
lembab. B
h pada saat
Hasil ragam pad nyata perla P, kekerasan dan tingka angat nyata kriteria ku
um buah me
n kemudian
k disimpan
di selama p
atorium Pasc
Keprok Garu
uk dilakuka
ujian buah
a malam har
pengamatan
etiga (3MS
ah terjadi k
air sehing
Buah yang b
penyimpan
l
da setiap p
akuan terjad
n pada 1 M
at kesukaan
a pada peu
ulit buah
emiliki kon
n diseleksi
dalam suh
penyimpana
ca Panen IP
ut Segar
an setiap sat
jeruk yang
ri relatif sta
n buah jer
SP) buah j
karena posi
gga menyeb
busuk digan
nan sengaja
peubah yan
di pada peu
MSP, kadar j
n pada 0-4
ubah warna
berwarna
ndisi yang s
ukurannya
hu kamar u
an. Penyimp
PB.
tu minggu s
g dilakukan
abil yaitu se
ruk tidak te
jeruk cende isi penyimp babkan kea nti dengan dilebihkan. ng diamati ubah bobot
jus pada 3 d
MSP. perla
19
kekerasan pada 0 dan 2 MSP, kadar jus pada 0 MSP, PTT pada 0-2 MSP, TAT
[image:31.595.104.494.138.805.2]pada 0,1 dan 4 MSP, rasa 4 MSP, serta tingkat kesukaan pada 4 MSP.
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Peubah-Peubah yang Diamati pada
Pengamatan Buah Jeruk Keprok Garut Selama Penyimpanan
No Peubah Umur (MSP) Pengaruh Penyimpanan
1 Bobot 0-3
4
tn **
2 Warna 0-2; 4
3
tn **
3 Kekerasan 0; 2
1 3-4
** * tn
4 Kadar Jus 0-2
3-4
tn *
5 PTT 0-3
4
** *
6 TAT 0-1
2-4 ** tn 7 Organoleptik: Rasa Aroma Tingkat Kesukaan 0-3 4 0-4 0-3 4 tn ** tn * ** Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf 5%
** = berbeda sangat nyata pada taraf 5% tn = tidak berbeda nyata pada taraf 5% MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Bobot
Bobot buah jeruk keprok Garut seperti dapat dilihat pada tabel 5
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh penyimpanan terhadap bobot buah jeruk.
Bobot buah jeruk memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai rata-rata bobot
buah jeruk mengalami penurunan setiap minggu pengamatan. Hal tersebut diduga
karena buah mengalami kehilangan bobot akibat dari proses kehilangan air selama
penyimpanan dan adanya perombakan gula menjadi senyawa CO2 dan H2O
penurunan sebesar 2,36 %, dari Cimencek sebesar 1,35% dan dari Rancabeet
sebesar 2,06 %.
Tabel 5. Rata-rata Perubahan Bobot Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Warna
Perubahan warna kulit buah jeruk diukur dengan menggunakan metode
skoring warna yang dimodifikasi dari Color Chart Index for Lemon. Hasil analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap perubahan warna kulit buah jeruk, kecuali pada 3 MSP hasil analisis
ragam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perubahan warna kulit
buah jeruk (Tabel 6). Buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami
peningkatan skor perubahan warna yang signifikan pada setiap minggunya. Buah
jeruk keprok Garut dari Cimencek menunjukkan perubahan warna yang lebih baik
daripada Cioyod dan Rancabeet.
Tabel 6. Perubahan Warna Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di
Kabupaten Garut
Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, ** = P value < 0.01, tn = P value > 0.05
Lokasi Bobot (gram)
0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Cioyod 146.23 145.55 144.47 143.08 142.78 a
Cimencek 131.43 131.05 130.13 129.79 129.66 b
Rancabeet 137.26 136.05 135.33 134.48 134.43 b
Warna
Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Skor Skor skor Skor Skor
Cioyod 2 3.5 4 4 4.5
Cimencek 2 3 4 5 5
Rancabeet 2 3.5 3.5 4 4
H 1.81 0.33 3.88 9.89 0.88
21
Perubahan Kelunakan
Kelunakan buah jeruk diukur menggunakan pnetrometer dengan satuan
mm/150 g/5 det. Hasil analisis sidik ragam (Tabel 7) menunjukan bahwa daya
simpan buah jeruk pada 0 dan 2 MSP memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap kelunakan buah jeruk, serta berpengaruh nyata pada 1 MSP, sedangkan
pada 3 dan 4 MSP tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan buah jeruk. Nilai
rata-rata tingkat kelunakan buah jeruk keprok Garut mengalami peningkatan pada
setiap minggunya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelunakan buah jeruk
juga semakin besar yang menyebabkan buah jeruk menjadi lunak.
Tabel 7. Rata-rata Perubahan Kelunakan Buah Jeruk Keprok Garut dari
Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Lokasi Kelunakan Buah (mm/150 g/5 det)
0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Cioyod 12.45 a 17.97 a 22.58 a 29.36 29.40
Cimencek 11.42 a 13.14 b 15.32 b 24.81 25.82
Rancabeet 6.71 b 11.90 b 20.93 a 27.76 27.99
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Kadar Jus
Hasil analisis sidik ragam (Tabel 8) menunjukkan bahwa lamanya
penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar jus pada buah
jeruk keprok Garut pada 3 dan 4 MSP. Nilai rata-rata kadar jus paling tinggi yaitu
jeruk dari Cioyod sebesar 69,91 ml/100 g yang terdapat pada pengamatan 0 MSP.
Nilai kadar jus buah jeruk keprok Garut mengalami penurunan setiap minggunya
seiring dengan penurunan bobot buah yang disebabkan oleh kehilangan air
Tabel 8. Rata-rata Kadar Jus Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Lokasi Kadar Jus (ml/100 g buah)
0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Cioyod 69.91 69.87 67.09 65.34 a 64.60 a
Cimencek 65.78 65.20 64.80 58.15 ab 56.94 ab
Rancabeet 66.44 64.92 63.19 54.85 b 46.99 b
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa proses penyimpanan
mempengaruhi kandungan padatan terlarut total (PTT) pada buah jeruk keprok
Garut dimana kadarnya cenderung mengalami peningkatan seiring lamanya
penyimpanan (Tabel 9). Hasil uji F memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
0 sampai 3 MSP dan memberikan pengaruh nyata pada 4 MSP. Nilai PTT
tertinggi jeruk Cimencek mencapai nilai sebesar 10,94 ºBrix pada 1 MSP yang
merupakan nilai rata-rata terbesar, sedangkan nilai PTT terkecil terdapat pada
pengamatan 0 MSP yaitu jeruk Rancabeet dengan nilai PTT sebesar 8,56 ºBrix.
Kadar gula buah jeruk keprok Garut dari Cimencek telah mengalami kadar gula
maksimum pada 1 MSP, sehingga pada 2 MSP mengalami penurunan secara
bertahap.
Tabel 9. Rata-rata Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Lokasi PTT (˚brix)
0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Cioyod 9.75 b 9.81 b 9.97 a 10.27 a 10.52 a
Cimencek 10.85 a 10.94 a 10.60 a 10.58 a 10.56 a
Rancabeet 8.56 c 8.65 c 8.78 b 9.27 b 9.35 b
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT)
Berdasarkan hasil analisis ragam (tabel 10) dapat diketahui bahwa
23
TAT tertinggi adalah jeruk keprok Garut dari Cimencek sebesar 0,71 %
sedangkan yang terendah adalah jeruk keprok Garut dari Cioyod sebesar 0,38%.
Nilai rata-rata kadar asam mengalami penurunan setiap minggunya seiring dengan
peningkatan kadar gula buah jeruk keprok Garut.
Tabel 10. Rata-rata Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Lokasi TAT (%)
0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Cioyod 0.51 b 0.46 b 0.42 0.40 0.39
Cimencek 0.71 a 0.61 a 0.50 0.48 0.46
Rancabeet 0.45 b 0.45 b 0.43 0.43 0.41
Ket : Angka rataan yang diikuti huruf yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5 %, MSP = Minggu Setelah Panen
Perubahan Rasa
Berdasarkan hasil pengujian rasa, diketahui bahwa pada pengamatan
terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek lebih enak daripada jeruk dari
daerah Cioyod dan Rancabeet. Pada pengamatan awal (0 MSP) sampai
pengamatan 3 MSP jeruk dari Cioyod dan Cimencek memiliki skor yang sama
kecuali pada 4 MSP yang mencapai 4 (Tabel 11). Angka skor 3 menunjukkan
bahwa probandus mengakui rasa jeruk tersebut enak sedangkan skor 4
menunjukkan bahwa jeruk tersebut sangat enak. Hasil uji Kruskal Wallis ini
menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap rasa buah
jeruk keprok Garut pada 4 MSP.
Tabel 11. Uji Organoleptik (Rasa) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Rasa
Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Skor Skor Skor Skor Skor
Cioyod 3 3 3 3 3
Cimencek 3 3 3 3 4
Rancabeet 2 2 2 2 2
H 3.62 3.38 5.46 5.80 9.68
P tn tn tn tn **
Perubahan Aroma
Berdasarkan hasil pengujian aroma (Tabel 12), diketahui bahwa secara
keseluruhan dari pengamatan 0 sampai 4 MSP jeruk Cimencek memiliki skor 3
yang artinya wangi. Buah jeruk keprok Garut dari Cioyod lebih terasa aromanya
pada 1 MSP, sedangkan buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet terasa aromanya
pada pengamatan 4 MSP. Secara keseluruhan buah jeruk keprok Garut dari
masing-masing lokasi memiliki aroma yang wangi pada akhir pengamatan (4
MSP). Hasil uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan tidak
berpengaruh nyata terhadap aroma buah jeruk keprok Garut.
Tabel 12. Uji Organoleptik (Aroma) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Aroma
Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Skor Skor Skor skor Skor
Cioyod 2 3 3 3 3
Cimencek 3 3 3 3 3
Rancabeet 2 2 2 2 3
H 2.94 5.42 5.66 5.42 1.00
P tn tn tn tn tn
Ket: H = nilai uji Kruskal Wallis, tn = P value > 0.05
Perubahan Tingkat Kesukaan
Berdasarkan hasil pengujian tingkat kesukaan, diketahui bahwa pada
pengamatan terakhir (4 MSP) jeruk dari daerah Cimencek dengan skor 4
walaupun pada pengamatan awal (0 MSP) jeruk dari Cioyod yang lebih disukai
(Tabel 13). Buah jeruk keprok Garut dari Rancabeet kurang disukai pada
pengamatan awal dan tidak disukai seiring dengan lamanya penyimpanan. Hasil
uji Kruskal Wallis ini menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata pada
0-3 MSP dan berpengaruh sangat nyata pada 4 MSP terhadap tingkat kesukaan
25
[image:37.595.108.509.105.789.2]
Tabel 13. Uji Organoleptik (Tingkat Kesukaan) Buah Jeruk Keprok Garut dari Beberapa Lokasi di Kabupaten Garut
Tingkat Kesukaan
Lokasi 0 MSP 1 MSP 2 MSP 3 MSP 4 MSP
Skor Skor Skor Skor Skor
Cioyod 4 3 3 3 3
Cimencek 3 3 3 3 4
Rancabeet 2 1 1 1 1
H 6.66 9.05 8.72 8.01 10.50
P * * * * **
Pembahasan
Perubahan Fisik
Perubahan bobot menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi kualitas
buah jeruk keprok Garut. Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan bahwa
penurunan bobot pada buah jeruk terjadi akibat kehilangan air melalui proses
respirasi dan transpirasi yang terjadi selama proses penyimpanan buah. Buah
jeruk segar setelah dipetik masih melangsungkan proses hidup. Beberapa proses
hidup yang penting pada buah jeruk adalah respirasi, transpirasi, dan proses
pematangan buah. Menurut Sutopo (2011), laju respirasi dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen.
Semangkin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses
respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi
pembusukan yang sehingga zat gizi hilang. Lehningger (1994) menambahkan
bahwa selama aktivitas respirasi berjalan, maka produk akan mengalami proses
pematangan dan kemudian diikuti dengan cepat oleh proses pembusukan.
Kecepatan respirasi produk tergantung pada temperatur penyimpanan dan
ketersediaan oksigen untuk respirasi. Makin banyak oksigen yang digunakan
maka makin aktif respirasinya.
Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya.
Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat
dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah
karbondioksida (CO2), uap air (H2O) dan panas. Semakin tinggi laju respirasi
maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada
kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika
tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering
digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pasca panen
produk segar (Ryal dan Lipton, 1972). Transpirasi atau penguapan air dapat
terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman dengan tekanan
uap air di udara. Proses transpirasi akan menyebabkan susut bobot pada buah dan
27
disimpan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tepat. Purwoko dan
Magdalena (1999) menyatakan bahwa peningkatan susut bobot selain disebabkan
oleh proses transpirasi yaitu hilangnya air dari permukaan buah juga adanya
proses respirasi yaitu perubahan gula menjadi senyawa sederhana CO2 dan H2O.
Perubahan warna kulit buah terjadi karena adanya perombakan klorofil
yang dipengaruhi oleh perubahan kimiawi dan fisiologis yang berlangsung selama
proses penyimpanan. Winarno (2002), Santoso dan Purwoko (1995) menyatakan
bahwa adanya warna buah disebabkan oleh kandungan pigmen yang dapat dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu klorofil, antosianin (flavonoid) dan karotenoid, atau
dibagi menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non
polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik). Perubahan warna
tersebut disebabkan oleh klorofil yang terdegradasi menjadi pigmen warna kuning
hingga merah (karotenoid). Klorofil umumnya menghilang selama pematangan
buah di pohon, namun klorofil juga terdegradasi selama penanganan dan
penyimpanan. Perubahan yang terlihat jelas pada buah jeruk adalah semakin lama
warna kulit buah jeruk yang awalnya berwarna hijau (0 MSP) berubah menjadi
kuning dan semakin mendekati jingga pada akhir pengamatan (4 MSP). Purba
(2006) menyatakan bahwa semakin lama waktu panen dan waktu simpan maka
persentase warna kulit buah yang berwarna kuning semakin besar. Senyawa etilen
yang timbul selama proses penyimpanan buah juga berpengaruh pada proses
degreening. Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perubahan warna kulit buah.
Pracaya (1999) menyatakan bahwa semakin bertambah ketinggian lahan maka
intensitas sinar semakin bertambah sehingga buah jeruk yang dipanen dari daerah
pegunungan berwarna lebih cerah. Hasil penelitian Sulistyaningrum dan Susanto
(2004) menunjukkan bahwa perlakuan ketinggian lahan berpengaruh terhadap
warna kulit buah yang dihasilkan, semakin tinggi ketinggian lahan warna jingga
semakin menonjol. Biale dan Young (1947) melaporkan bahwa perubahan warna
lemon dari hijau menjadi kuning adalah nyata dipercepat oleh tingkat O2 yang
tinggi. Selanjutnya Sutopo (2011) menambahkan bahwa terjadinya respirasi dapat
menyebabkan buah mengalami proses perubahan fisik, kimia dan biologi antara
lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan,
Kelunakan buah merupakan salah satu indikator kerusakan buah karena
berpengaruh langsung terhadap penampilan buah yang berujung pada kelayakan
buah tersebut diterima oleh konsumen. Data kelunakan buah yang diperoleh
(Tabel 8) secara keseluruhan buah jeruk dari masing-masing lokasi mengalami
peningkatan kelunakan. Menurut Broto (2003) dan Mattoo et al (1997) senyawa
pektin merupakan derivat asam poligaratukronat dan terdapat dalam bentuk
protopektin (pektin yang tidak larut), asam pektinat, dan asam pektat (pektin yang
larut). Jumlah zat-zat pektat bertambah selama perkembangan buah. Saat buah
matang maka kandungan protopektin dan pektinat secara keseluruhan jumlahnya
akan menurun, perubahan pektin yang larut menjadi pektat tersebut menyebabkan
kekerasan buah dan daya kohesi dinding sel menurun. Penurunan kekerasan buah
selama penyimpanan terjadi karena adanya perombakan komponen penyusun
dinding sel sehingga buah semakin melunak. Winarno (2002) menjelaskan bahwa
proses transpirasi berpengaruh terhadap kelayuan dan kelunakan buah.
Perubahan Kimia
Penyimpanan mempengaruhi kandungan PTT jeruk keprok Garut dimana
kadarnya cenderung meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan meskipun
tidak terlalu besar.Menurut Santoso dan Purwoko (1995)peningkatan PTT antara
lain terjadi karena perubahan kandungan asam organik menjadi gula melalui
proses respirasi.
Pengujian padatan terlarut total (PTT) dapat dijadikan sebagai indikator
tingkat kemanisan pada buah. Kadar gula yang terkandung dalam buah
merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan rasa buah yang baik
melalui perimbangan gula dan asam. Pemasakan buah dapat meningkatkan jumlah
gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan
senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam. Selama
pemasakan buah, zat pati terhidrolisis dan terbentuk sukrosa (Matto et. al., 1984).
Susanto (2004) menyatakan bahwa selama proses pemasakan buah, kandungan
pati menurun dan kandungan PTT meningkat oleh konsentrasi senyawa-senyawa
terlarut dalam buah terutama gula. Nilai PTT tertinggi adalah jeruk dari Cimencek
29
berasal dari jeruk Rancabeet dengan derajat kemanisan sebesar 8,56 ºBrix. Pada
jeruk keprok yang berasal dari Cimencek nilai PTT tertinggi diperoleh pada
pengamatan 1 MSP, hal tersebut disebabkan peningkatan kadar gula total tidak
berlangsung lama karena setelah mencapai maksimum kadar gula total secara
bertahap akan mengalami penurunan kembali (Pantastico, et al., 1986). Helmiyesi
et. al., (2008) dalam penelitiannya melaporkan bahwa persentase kadar gula pada
penyimpanan 15 hari tidak mengalami perubahan dibandingkan kontrol tetapi
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penyimpanan 5 hari dan 10 hari.
Penurunan tersebut dikarenakan cadangan polisakarida yang terbentuk tinggal
sedikit. Pada awal penyimpanan kadar gula masih tinggi meskipun aktivitas
respirasi tetap berlangsung. Hal ini disebabkan karena polisakarida yang terbetuk
masih banyak dan pada penyimpanan 15 hari kadar gula mulai menurun karena
polisakarida yang ada tinggal sedikit. Pada jeruk keprok yang berasal dari Cioyod
dan Rancabeet nilai PTT terus meningkat seiring dengan proses pemasakan
selama penyimpanan. Ting dan Rouseff (1986) dalam Mbogo et. al., (2010)
menyatakan bahwa gula dalam jeruk sebagian besar terdiri dari glukosa, fruktosa
dan sukrosa dalam rasio sekitar 01:01:02. Isi dari gula-gula pereduksi, total gula
dan padatan terlarut dalam varietas jeruk dipelajari meningkat selama
pematangan.
Kandungan Total Asam Tertitrasi (TAT) merupakan salah satu indikator
penentu kematangan buah. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa
masing-masing nilai TAT secara umum mengalami penurunan. Penurunan kadar
asam yang terjadi selama penyimpanan menunjukkan bahwa asam organik buah
semakin rendah sejalan dengan proses pematangan buah tersebut. Asam organik
pada buah klimaterik menurun jumlahnya segera setelah proses klimaterik terjadi.
Semakin rendah nilai asam tertitrasi menunjukkan asam yang terkandung di dalam
buah semakin sedikit (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Menurut Baldwin
(1993), penurunan kandungan asam organik buah disebabkan penggunaan asam
organik dalam siklus Kreb dan konversi asam organik membentuk gula untuk
memproduksi energi. Terhambatnya respirasi dan transpirasi buah yang disimpan
pada suhu dingin menghambat pula proses perombakan asam organik pada buah
tertitrasi terutama karena katabolisme asam sitrat [asam organik utama sari jeruk
(Monselise, 1986)] dan peningkatan gula, biasanya dinyatakan sebagai padatan
terlarut total. Rasio padatan terlarut total dengan total asam tertitrasi umumnya
dikenal sebagai indeks kematangan (Iglesias, et al., 2007). Herdiasti (2008)
menyatakan bahwa nilai TAT yang masih tinggi pada saat pengamatan terakhir
menunjukkan bahwa buah masih dapat disimpan lebih lama untuk menunggu
buah menjadi manis.
Kandungan jus pada buah jeruk terus mengalami penurunan selama
penyimpanan. Nilai kadar jus tertinggi adalah sebesar 69,91 ml/100 g sedangkan
yang terkecil adalah sebesar 46,99 ml/100 g. Penurunan nilai kadar jus terjadi
seiring dengan penurunan bobot buah jeruk keprok Garut selama penyimpanan
yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan air selama proses penyimpanan.
Kehilangan air dapat menjadi penyebab utama deteriorasi karena berpengaruh
langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) dan menyebabkan kehilangan
kualitas dalam penampilannya (layu dan pengkerutan) serta kehilangan kualitas
tekstur dan nutrisi (Santoso dan Purwoko, 1995).
Pengujian Organoleptik
Pengujian Organoleptik seperti pengujian aroma memainkan peranan
penting dalam perkembangan kualitas pada bagian buah yang dapat dikonsumsi
(edible portion). Aroma terjadi karena adanya sintesis banyak senyawa organik
yang bersifat mudah menguap (volatile) selama fase pemasakan. Senyawa volatile
yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen sebesar 50 –75% dari total
karbon. Buah yang tergolong non klimaterik juga menghasilkan volatile selama
perkembangannya, namun tidak sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini
sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan
suatu komoditi panenan seperti buah. Hasil uji Kruskal Wallis pengujian
organoleptik (Tabel 11-13) menunjukkan bahwa penyimpanan berpengaruh nyata
terhadap kualitas buah jeruk keprok Garut. Pengujian organoleptik ini meliputi
pengujian rasa, aroma dan tingkat kesukaan terhadap buah jeruk keprok Garut dari
lima probandus. Berdasarkan skor dari pengujian rasa, aroma dan tingkat
31
Cioyod lebih diminati pada awal pengamatan (0 MSP) daripada jeruk Cimencek
dan Rancabeet, akan tetapi pada pengamatan minggu keempat (4 MSP) buah jeruk
keprok Garut dari Cioyod mengalami penurunan kualitas dalam hal rasa dan
aroma. Penurunan kualitas rasa dan aroma berpengaruh terhadap tingkat kesukaan
probandus terhadap buah jeruk keprok Garut, sehingga penurunan minat (tingkat
kesukaan) sering terjadi seiring dengan penurunan kualitas rasa dan aroma buah
jeruk tersebut. Buah jeruk keprok Garut dari Cimencek perlahan mengalami
peningkatan kualitas, hal tersebut dibuktikan dengan skor dan peringkat yang
terus naik sampai pada akhir pengamatan (4 MSP). Angka skor terkecil pada
pengujian organoleptik ini ada pada pengujian aroma dan tingkat kesukaan yaitu
jeruk keprok Garut dari Rancabeet dengan skor 1 yang menyatakan tidak wangi
dan tidak suka, sedangkan angka skor terbesar adalah 4 pada pengujian rasa dan
tingkat kesukaan yang menyatakan sangat enak dan sangat suka.
Daya simpan buah merupakan kemampuan buah dalam mempertahankan
kualitas mutu buah selama penyimpanan sehingga buah masih layak untuk
dikonsumsi. Daya simpan buah dapat dilihat dari kelayakan mutu buah yang
meliputi kesegaran buah, kelunakan buah dan rasa manis daging buah dalam
jangka waktu tertentu (Peter, Sudher, dan Indira, 2007). Berdasarkan data yang
diperoleh, dapat diketahui bahwa buah jeruk keprok Garut memiliki daya simpan
yang relatif lama yaitu sekitar lima minggu. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa buah jeruk keprok Garut dari Cimencek dan Rancabeet memiliki masa
simpan sekitar 4-5 minggu. Spiegel-Roy dan Goldschmidt (1996) menyatakan
bahwa buah jeruk kultivar mandarin mempunyai daya simpan sekitar satu bulan.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Ashari (1992) yang menjelaskan bahwa
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Kriteria kualitas buah jeruk yang diinginkan oleh konsumen antara lain
buah jeruk dengan warna hijau kekuningan atau kuning, memiliki rasa yang
manis, tidak terlalu lunak, bijinya sedikit, dan berukuran sedang. Buah jeruk
keprok Garut yang memiliki kriteria kualitas tersebut adalah buah jeruk keprok
Garut dari Cimencek. Buah jeruk keprok Garut dari ketiga lokasi mempunyai
masa simpan selama 5 minggu. Kondisi PTT meningkat, kemudian terjadi
penurunan yang ditunjukkan oleh bobot, kadar jus dan peningkatan nilai
kelunakan buah.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan berbagai perlakuan untuk
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, U., Rudy T., Mardison S. 2008. Perancangan dan konstruksi mesin sortasi dan pemutuan buah jeruk dengan sensor kamera CCD. Jurnal Keteknikan Pertanian. 22 (1) : 1-8.
Ashari, S. 1992. Citrus reticulata Blanco. In : RE Coronel, E. W. M. Verheij (eds). Plant Resources of South East Asia. No. 2, Edible Fruits and Nuts. 1992. PROSEA. Bogor. P. 135-138.
________. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. 310-312.
Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005.Teknologi Budidaya Tanaman Pangan: Jeruk Keprok Garut avalaible at: http: //www.iptek.net.id /ind/teknologi_pangan/index.php?id=174 (diakses tanggal 21 Februari 2011).
Biale, J.B., Young, R.E., 1947. Critical oxygen concentrations for the respiration of lemons. Am. J. Bot. 34, 301–309. In Kader, A.A. and S. Ben-Yehonshua. 2000. Effects of superatmospheric oxygen levels on postharvest physiology and quality of fresh fruits and vegetables. Postharvest Biology and Technology. 20:1–13.
Broto, W. 1993. Metode penanganan segar buah-buahan dan sayuran dalam skala industri. Info Hortikultura Vol.1 (1):26-37
________. 2003. Mangga: Budidaya, Pascapanen dan Tata Niaganya. Agromedia Pustaka. Tangerang. 115 hal.
________. 2009. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk Pasar. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 102 hal.
Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Garut. 2006. Jeruk Garut available at: http: //www.garut.go.id /static /khas /produk /jeruk.php. [21 Februari 2011]
Herdiasti, M.N. 2008. Pengaruh Bahan Pencuci dan Waktu Pencucian Terhadap Kualitas Buah Mangga (Mangifera indica L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Helmiyesi, R.B. Hastuti, dan E. Prihastanti. 2008. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Bul. Anatomi dan Fisiologi. 16 (2):4
Jannah, U.F. 2008. Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permanganat Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kader, A.A. 1985. Postharvest Biology and Thecnology. In A.A. Kader, R.F. Kasmire, G. Mitchel, M.S. Reid, N.F. Somer, and J.F. Thompson (Eds.) Postharvest Thecnology of Horticulture Crops. Cooperative Extension Univesity of California. Division of Agricultur and Natural Resources. 169p.
Lehningger. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Masano. 1984. Pengaruh Sistem Penanaman dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan P. merkusii, E. deglupta dan E. alba di Padang Alangalang Kemampo, Sumatera Selatan. Laporan No. 452. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan. Bogor.
Mattoo, A.K, E.B. Pantastico, and C.T. Phan. 1997. Peran Etilen pada Pemasakan
Dalam Pantastico, E.B. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan
Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. (Terjemahan dari : Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Ttopical Fruits and Vegetables, penerjemah : Kamariyani). Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 906 hal.
Morris, R. 2004. Citrus spp. http://www.pfaf.org/database/plants.php?citrus+spp. [30 Juni 2010]
Muchtadi, D. 1992. Fisiologi Pascapanen Sayuran dan Buah-Buahan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 189 hal.
Pamungkas, K.D. 2008. Penanganan Pasca Panen Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.) Menggunakan Giberelin. Skripsi. Program Sarjana,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pantastico, E.B., A.K. Mattoo., dan C.T. Phan. 1986. Peran etilena dalam pemasakan, hal 120-135. Dalam E.B Pantastico (Ed.). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. (Terjemahan dari : Postharvest Physiology, Handling and Utilization of Tropical and Sub-Ttopical Fruits and Vegetables, penerjemah : Kamariyani). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
35
Peter, K.V., K.P. Sudheer, and V. Indira. 2007. Postharvest Technology of Horticultural Crops. New India Publishing Agency. India. 450p. <