Sirih Merah (Piper crocatum)
Tumbuhan sirih dikenal sebagai antiseptik sejak 600 SM. Sirih termasuk famili Piperaceae yang merambat dan bersandar di batang pohon lain (Duryatmo 2005). Salah satu jenis sirih adalah sirih merah. Klasifikasi ilmiah dari sirih merah ini adalah kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, super divisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, subkelas Magnoliidae, bangsa Piperales, suku Piperaceae, genus Piper, spesies Piper crocatum. Sirih merah tumbuh menjalar seperti sirih hijau, batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm dengan setiap buku tumbuh bakal akar. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, mengkilap atau tidak berbulu, dan mempunyai warna yang khas yaitu permukaan atas hijau gelap berpadu dengan tulang daun dan bagian bawah daun berwarna merah hati keunguan, daun berasa pahit, berlendir, serta mempunyai bau tidak khas seperti sirih.
Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak kena sinar matahari. Jika terlalu sering kena sinar matahari maka warna merah daunnya bisa menjadi pudar, buram, kurang menarik dan batangnya cepat mengering. Sirih merah akan tumbuh baik jika mendapatkan 60-75% cahaya matahari sehingga tempat tumbuh yang paling cocok untuk sirih merah adalah lingkungan berhawa dingin (Gambar 1).
Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu jenis sirih yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias pada tahun 1900-an namun sekarang mengalami perubahan fungsi menjadi tanaman obat sejak dikenalkan oleh Bambang Sudewo, seorang produsen tanaman obat di Bulnyahrejo (Duryatmo 2005). Daun sirih merah ini dapat digunakan untuk mengobati diabetes mellitus, maag, tekanan darah tinggi, asam urat, batu ginjal, dan ambeien. Selain itu sirih merah dapat digunakan secara bersama dengan tanaman obat lainnya untuk mengobati penyakit (Sudewo 2005). Secara ilmiah, air rebusan daun sirih merah dengan dosis pemberian 20 g/kg bobot badan dapat berfungsi sebagai antihiperglikemia (Safithri & Fahma 2005), tidak memiliki efek toksik (Salim 2006), dapat memperbaiki pankreas terhadap tikus hiperglikemia (Permata 2006), dan memiliki potensi sebagai hepatoprotektor (Windyagiri 2006). Selain itu, air rebusan daun sirih merah mempunyai aktivitas antioksidasi dalam menghambat oksidasi asam lemak (Alfarabi 2008).
Diabetes Mellitus
Beberapa proses metabolisme di dalam tubuh akibat adanya senyawa- senyawa xenobiotik yang dapat berupa senyawa logam berat atau radikal bebas dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit tersebut adalah diabetes mellitus. Penyakit ini biasa disebut dengan penyakit kencing manis karena memiliki karakteristik tingginya kadar glukosa darah dan adanya glukosa di dalam air seni (Purwakusumah 2003). Keadaan hiperglikemia dapat terjadi karena kurangnya sekresi insulin, menurunnya aktivitas insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis dalam jangka waktu lama akan menyebabkan komplikasi penyakit lain seperti tidak berfungsinya organ mata, ginjal, dan jantung (The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 2003). Secara etiologi diabetes mellitus dibagi menjadi empat kelompok, yaitu diabetes mellitus tipe 1, tipe 2, tipe spesifik akibat kelainan genetik, dan akibat kehamilan. Namun yang banyak diderita adalah diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit diabetes mellitus yang tergantung dengan insulin. Tipe ini sangat tergantung dengan insulin dari luar tubuh untuk menurunkan kadar glukosa darah karena sel-β pankreas penderita tidak memiliki
kemampuan untuk memproduksi insulin. Peristiwa ini terjadi akibat rusaknya sel-
β pankreas akibat proses autoimun tubuh atau serangan virus. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit diabetes mellitus yang tidak tergantung dengan insulin. Penyakit jenis ini diasumsikan bahwa penderita mampu memproduksi insulin tetapi kerja insulin tidak maksimal (The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus 2003). Kerja insulin ini dapat diganggu dengan terjadinya stress oksidatif sehingga terbentuk radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas tersebut akan mengganggu kerja insulin sehingga insulin tidak maksimal menurunkan kadar glukosa darah (Ceriello 2000).
Keadaan hiperglikemia akan memproduksi banyaknya radikal bebas (Ceriello 2003). Hiperglikemia kronis pada diabetes dapat juga menyebabkan autooksidasi glukosa (Dobretsov et al. 2007). Banyaknya terbentuk senyawa radikal bebas akan meningkatkan stress oksidatif dan banyak merusak senyawa- senyawa makromolekul lainnya seperti lipid dan protein. Kerusakan makromolekul tersebut akan menyebabkan penurunan fungsi kerja organ sehingga terjadi penyakit lainnya seperti kebutaan, gagal ginjal, dan aterosklerosis (Maritim
et al. 2003). Oleh karena itu, usaha untuk menjaga tidak terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus sangat penting. Usaha tersebut selain menggunakan obat yang bersifat hipoglikemik, dapat juga dengan mengkonsumsi tumbuhan berkhasiat antidiabetes. Penggunaan herbal Cina yang terdiri dari Radix Astragali (akar dari Astragalus membranaceus yang dikeringkan) dan Radix Rehmanniae (rhizoma dari Rehmania glutinosa yang dikeringkan) mempunyai efek antidiabetes (Lau 2009). Penggunaan senyawa kuarsetin (flavonoid) dari daun Annona squamosa juga memiliki efek antidiabetes pada tikus yang menderita diabetes mellitus (Panda & Kar 2007). Selain itu, senyawa pycnogenol (flavonoid) dari ekstrak Pinus maritima mempunyai efek antidiabetes dan mampu menurunkan stress oksidatif tikus yang menderita diabetes mellitus, sehingga senyawa tersebut dapat menghambat terjadinya komplikasi penyakit pada penderita diabetes mellitus (Jankyova et al. 2009).
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron sehingga molekul tersebut tidak stabil dan sangat reaktif berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain (Betteridge 2000). Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh seperti hasil oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di mitokondria, atau oksidasi ion-ion logam transisi. Selain itu, radikal bebas dapat berasal dari luar tubuh seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, hasil penyinaran sinar ultra violet, bahan kimia dalam makanan, dan polutan lainnya (Murray 2003).
Contoh akibat adanya radikal bebas dari luar tubuh adalah terkenanya lapisan kulit oleh sinar UV. Peristiwa ini bila terjadi dalam jangka waktu lama akan membentuk lapisan atau titik hitam pada kulit akibat rusaknya lapisan kulit yang terdiri dari senyawa lipid dan protein (Nakayama et al. 2003). Beberapa contoh lain kerusakan di dalam tubuh yang dapat timbul akibat radikal bebas dari luar tubuh adalah kerusakan protein, DNA, peroksidasi lipid, kerusakan membran sel. Kerusakan tersebut menyebabkan penyakit yang bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu untuk penyakit tersebut menjadi nyata (terjadi akumulasi dalam tubuh). Radikal bebas yang biasa terdapat di dalam tubuh dan dapat merusak berasal dari turunan oksigen reaktif. Contoh oksigen reaktif ini mencakup superoksida (O2`), hidroksil (`OH), peroksil (ROO`), hidrogen peroksida (H2O2),
singlet oksigen (O`), oksida nitrit (NO`), peroksinitrit (ONOO`) dan asam hipoklorit (HOCl) (Murray 2003).
Radikal bebas, baik dari dalam maupun luar tubuh terjadi melalui tahap- tahap mekanisme reaksi dan menimbulkan reaksi berantai sehingga radikal bebas yang terbentuk semakin banyak. Tahap pertama adalah pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir (terminasi), yaitu pemusnahan atau pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tak reaktif. Mekanisme reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut (Hart et al. 2003):
Inisiasi
Propagasi
R* + O2 ROO-
ROO- + RH ROOH + R* Terminasi
ROO- + ROO- ROOR + O2
ROO- + R* ROOR R* + R* RR
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak dengan cara melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas sehingga senyawa radikal bebas tersebut stabil dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukkan radikal bebas. Berdasarkan cara kerjanya, antioksidan terbagi menjadi dua bagian, yaitu antioksidan pelindung merupakan antioksidan yang mereduksi rantai inisiasi radikal bebas, kemudian yang kedua antioksidan pemutus rantai propagasi radikal bebas. Selain itu, berdasarkan sumbernya, antioksidan terbagi menjadi antioksidan dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Antioksidan endogen contohnya seperti superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx). Enzim-enzim ini bekerja menetralkan senyawa-senyawa radikal bebas hasil metabolisme tubuh atau radikal bebas dari luar tubuh. Antioksidan eksogen
contohnya berupa vitamin dan senyawa bioaktif dari tumbuhan, seperti α- tokoferol (vitamin E), beta karoten (vitamin A), dan asam askorbat (vitamin C) (Murray 2003) (Gambar 2).
Gambar 2 Beberapa senyawa antioksidan eksogen (Murray 2003, Hans & Heldt 2005)
Secara umum, senyawa bioaktif dari tumbuhan yang memiliki aktivitas antioksidasi merupakan golongan flavonoid (Harborne & William 2000). Namun selain flavonoid, golongan tanin dan alkaloid juga mempunyai aktivitas antioksidasi. Senyawa-senyawa tersebut banyak terdapat di sayuran dan buah (Hans & Heldt 2005). Oleh karena itu, mengkonsumsi buah dan sayuran yang cukup akan membantu kerja tubuh untuk menurunkan kadar senyawa-senyawa radikal bebas. Bagi penderita diabetes mellitus, hal tersebut akan menurunkan tingkat peroksidasi lipid, karena terdapat banyak kasus diabetes mellitus yang terjadi peningkatan lipid peroksida (Kalaivanam et al. 2006). Penelitian dengan menggunakan kuarsetin (flavonoid) dari daun Annona squamosa memiliki efek antioksidasi dengan menurunkan kadar lipid peroksida pada tikus yang menderita diabetes mellitus (Panda & Kar 2007). Selain itu, senyawa polifenol dari Citrus sinensis mampu menurunkan kadar lipid peroksida (Parmar & Kar 2007).
Inhibitor α-glukosidase
Senyawa yang dapat menghambat kerja katalisis enzim disebut dengan inhibitor. Senyawa ini merupakan bagian dari modulator enzim yang memberikan efek negatif terhadap kerja katalisis enzim. Terdapat dua jenis inhibitor, yaitu yang bersifat reversible dan irreversible. Inhibisi reversible merupakan jenis inhibisi enzim yang tidak merusak gugus fungsi dari enzim tersebut, hanya menghambat proses katalisis. Jenis inihibisi reversibel dibagi menjadi tiga jenis, yaitu competitive, noncompetitive, dan uncompetitive. Inhibisi competitive
merupakan proses inhibisi dengan senyawa inhibitor yang mempunyai tempat ikatan yang sama dengan tempat ikatan substrat pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat dikurangi dengan menambah jumlah substrat dibandingkan jumlah inhibitor karena jenis inhibisi ini bersifat kompetisi antara substrat dengan inhibitor. Jenis yang kedua adalah noncompetitive, merupakan proses inhibisi dengan senyawa inhibitor yang mempunyai tempat ikatan yang berbeda dengan tempat ikatan substrat pada enzim. Jenis inhibisi ini dapat terjadi walaupun enzim telah berikatan dengan substrat karena tidak bersifat kompetisi. Jenis yang terakhir adalah uncompetitive, yaitu jenis inhibisi yang dapat terjadi bila suatu enzim telah berikatan dengan substrat. Ketiga macam jenis inihibisi reversible ini dapat
diketahui bila reaksi enzim dengan dan tanpa inhibitor diplotkan ke grafik Lineweaver-Burk (Gambar 3). Jenis inhibisi kedua adalah inhibisi irreversible. Jenis inhibisi ini merupakan inhibisi yang dapat merusak struktur atau gugus fungsi dari enzim sehingga enzim tersebut menjadi tidak aktif. Mekanisme inhibisi ini merupakan mekanisme yang dimiliki oleh obat-obat tertentu seperti obat kanker (Stryer 2000). Proses inhibisi ini dapat membantu penderita diabetes mellitus untuk mengurangi kadar gula darah yang tinggi dengan cara menghambat kerja enzim yang berperan membantu penyerapan karbohidrat, yaitu enzim α- glukosidase.
α-glukosidase (EC 3.2.1.20) merupakan enzim dari golongan hidrolase. Enzim ini berfungsi mengkatalisis reaksi akhir dari proses penyerapan karbohidrat di usus. Enzim ini mengkatalisis hidrolisis ikatan α-1,4 sehingga menghasilkan α- D-glukosa (Stuart et al. 2004). Terhambatnya kerja enzim α-glukosidase menyebabkan berkurangnya glukosa yang diserap oleh usus sehingga berkurangnya sumber glukosa yang masuk ke dalam aliran darah. Peristiwa ini mampu membantu menurunkan keadaan hiperglikemia sehingga penderita diabetes dapat mengatur kadar glukosa darahnya. Saat ini banyak obat-obat yang dibuat untuk menghambat (inhibitor) kerja α-glukosidase. Beberapa obat inhibitor
enzim α-glukosidase dapat ditemukan dengan mudah seperti, acarbose, miglitol, dan voglibose. Namun, saat sekarang banyak penelitian yang telah melaporkan bahwa banyak ekstrak tumbuhan yang berkhasiat sebagai inhibitor α-glukosidase. Salah satu penelitian melaporkan bahwa asam triterpen yang diisolaasi dari daun
Gambar 3 Grafik Lineweaver-Burk: (a) inhibisi competitive, (b) noncompetitive, (c) uncompetitive (Illanes A 2008)
Lagerstroemia speciosa mampu sebagai inhibitor α-glukosidase (Wenli et al.
2009). Selain itu, beberapa ekstrak tumbuhan asal Meksiko yang mengandung kaempferol seperti Cecropia obtusifolia, Equisetum myriochaetum, Acosmium panamense, dan Malmea depressa dapat menghambat kerja α-glukosidase secara
in vitro dan in vivo (Cetto et al. 2008).
Analisis Aktivitas Antioksidasi dan Inhibisi α-glukosidase
Analisis aktivitas antioksidasi yang dilakukan dalam percobaan ini menggunakan dua metode, yaitu metode DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hydrazyl) dan TBA (thiobarbituric acid). Kedua metode ini digunakan karena dapat menunjukkan aktivitas dari ekstrak daun sirih merah sebagai penangkap senyawa radikal bebas dan penghambat terjadinya peroksidasi lipid. Prinsip metode DPPH adalah menguji kemampuan penangkapan senyawa radikal bebas (DPPH) oleh senyawa ekstrak daun sirih merah (Aqil et al. 2006), kemudian prinsip metode TBA adalah untuk menguji kemampuan ekstrak daun sirih merah menghambat proses terjadinya peroksidasi lipid (Kikuzaki & Nakatani 1993). Adanya aktivitas antioksidasi dengan cara menangkap senyawa radikal bebas pada ekstrak daun sirih merah ini dapat mencegah radikal bebas dari dalam dan luar tubuh untuk mengganggu proses metabolisme tubuh sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyakit diabetes mellitus. Selain itu, kemampuan ekstrak daun sirih merah menghambat terjadinya proses lipid peroksida dapat membantu penderita diabetes mellitus kronis yang terjadi komplikasi dengan meningkatnya kadar lipid peroksida di dalam tubuh. Selain itu, penggunaan konsentrasi yang sama untuk kedua metode tersebut adalah untuk mempermudah melihat aktivitas ekstrak daun sirih merah sebagai penangkap senyawa radikal bebas dan penghambat proses peroksidasi lipid. Penggunaan α-tokoferol (vitamin E) dalam metode ini bertujuan sebagai pembanding karena α-tokoferol telah diketahui merupakan senyawa antioksidan (Linder 2006). Konsentrasi yang digunakan adalah 200 ppm berdasarkan jumlah maksimum dalam makanan yang diperbolehkan dalam peraturan Uni Eropa (Pokorny et al. 2001).
Selain aktivitas antioksidasi, ekstrak daun sirih merah dianalisis aktivitasnya sebagai inhibitor α-glukosidase. Terhambatnya kerja enzim ini akan membantu
mengurangi penyerapan glukosa oleh usus sehingga tingginya kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus dapat diturunkan. Senyawa pembanding menggunakan acarbose, yaitu senyawa aktif dari obat diabetes mellitus yang berperan sebagai inhibitor α-glukosidase dengan konsentrasi 1% b/v (Suteja L 2003).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat ekstrak daun sirih merah adalah daun sirih merah 25 gram dan etanol 100 mL. Bahan-bahan untuk analisis aktivitas antioksidasi metode DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hydrazyl) adalah larutan DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hydrazyl) (Sigma Aldrich), metanol, dan α- tokoferol (vitamin E) (Sigma Aldrich). Bahan-bahan untuk penentuan waktu inkubasi asam linoleat, analisis aktivitas antioksidasi, dan pembuatan kurva standar metode TBA adalah buffer fosfat 0,1 M pH 7, asam linoleat 50 mM (Sigma Aldrich), etanol absolut, α-tokoferol (vitamin E) (Sigma Aldrich), TCA (trichloroacetic acid) 20%, TBA (tiobarbituric acid) 1% (Sigma Aldrich), asam asetat 50%, dan TMP (1,1,3,3-tetrametoksipropana) (Sigma Aldrich). Bahan- bahan untuk analisis inhibisi dan kinetika inhibisi enzim α-glukosidase adalah
enzim α-glukosidase (Sigma Aldrich), 0,1 M buffer fosfat pH 7, DMSO, 0,02 M p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (Sigma Aldrich), 0,2 M Na2CO3, dan acarbose.
Bahan-bahan untuk analisis komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah adalah larutan pendukung perangkat GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectro).
Alat-alat yang digunakan untuk membuat ekstrak daun sirih merah adalah labu Erlenmeyer, rotavapor, lemari pendingin, dan freeze dryer. Alat-alat untuk analisis aktivitas antioksidasi metode DPPH adalah autopipet, tabung reaksi, gelas ukur, batang pengaduk, labu Erlenmeyer, sudip, corong, botol gelap, vortex, kuvet, dan spektrofotometer (Hitachi U-2800). Alat-alat penentuan waktu inkubasi asam linoleat, analisis aktivitas antioksidasi, dan pembuatan kurva standar metode TBA adalah autopipet, tabung reaksi, penangas air, gelas ukur, batang pengaduk, labu Erlenmeyer, sudip, pemanas, termometer, neraca analitik, gelas piala, botol gelap, vortex, kuvet, spektrofotometer (Genesys 10 UV 190- 1100 nm), sentrifus (Hettich Universal Sentrifuse, 0-6000 rpm), dan tabung sentrifus. Alat-alat untuk analisis inhibitor enzim α-glukosidase adalah autopipet, tabung reaksi, pemanas, gelas ukur, batang pengaduk, labu Erlenmeyer, sudip, termometer, neraca analitik, gelas piala, vortex, kuvet, dan spektrofotometer. Alat-
alat untuk analisis komponen senyawa ekstrak etanol 70% daun sirih merah adalah kolom, detektor, dan perangkat pendukung GC-MS (Agilent 6890N).
Metode Penelitian
Ekstraksi Daun Sirih Merah Cara Maserasi (Harborne 1987)
Daun sirih merah sebanyak 25 g diekstrak dengan 100 mL etanol 70% dan dimaserasi pada suhu ruang selama 24 jam. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring, kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 50 °C sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar tersebut dikeringkan dengan freeze dryer dengan suhu – 50 °C dan tekanan 8 mBar. Rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rendemen (%) = bobot ekstrak x 100% bobot daun
Analisis Aktivitas Antioksidasi Ekstrak Daun Sirih Merah dengan Metode TBA (thiobarbituric acid) (Kikuzaki & Nakatani 1993)
Penentuan waktu inkubasi asam linoleat ditentukan dengan menggunakan 6 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7, kemudian ditambah 6 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99,8%, dan 3 mL air bebas ion dicampurkan. Sebanyak 1 mL campuran ditempatkan di botol gelap kemudian campuran diinkubasi pada suhu 40 °C. Pengukuran intensitas serapannya dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL campuran asam linoleat yang telah diinkubasi ditambahkan 2 mL larutan TCA 20% dan 2 mL larutan TBA 1% dalam asam asetat 50%. Campuran reaksi diletakkan dalam penangas air 100°C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifus dengan kecepatan 15,5 g selama 15 menit. Kemudian panjang gelombangnya diukur pada panjang gelombang 532 nm. Pengukuran dilakukan setiap hari hingga tercapai serapan maksimum. Larutan blanko digunakan 1 mL campuran 3 mL etanol 99.8 % dan 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7.0, kemudian ditambahkan 2 mL TCA 20 % dan 2 mL TBA 1 % dalam asetat 50 %. Larutan blanko tersebut diletakkan dalam penangas air 100°C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifus dengan kecepatan 15,5 g selama 15 menit.
Analisis antioksidasi ekstrak daun sirih merah sebagai larutan sampel dibuat dalam konsentrasi 25, 50, 75, 100, dan 200 ppm. Masing-masing sampel diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 mL bufer fosfat 0,1 M pH 7 dan 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8%. Larutan kontrol positif digunakan 1 mL
α-tokoferol, 2 mL bufer fosfat 0,1 M pH 7 dan 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99,8%, sedangkan larutan kontrol negatif ditambahkan 1 mL air bebas ion, 2 mL bufer fosfat 0.1 M pH 7 dan 2 mL asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8%.
Semua larutan ini kemudian dimasukkan dalam botol gelap dan diinkubasi di penangas 40°C selama waktu inkubasi optimum dari metode TBA. Pada hari waktu inkubasi optimum, dilakukan pengukuran MDA (malondialdehida) melalui metode TBA dengan mengambil 1 mL dari setiap larutan, kemudian ditambahkan 2 mL larutan TCA 20% dan 2 mL larutan TBA 1% dalam asam asetat 50%. Campuran reaksi diletakkan dalam penangas air 100°C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifus dengan kecepatan 15,5 g selama 15 menit. Kemudian panjang gelombangnya diukur pada panjang gelombang 532 nm. Larutan blanko digunakan 1 mL campuran 3 mL etanol 99,8 % dan 2 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7, kemudian ditambahkan 2 mL TCA 20 % dan 2 mL TBA 1 % dalam asetat 50 %. Larutan blanko tersebut diletakkan dalam penangas air 100°C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifus dengan kecepatan 15,5 g selama 15 menit. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan larutan 1,1,3,3- tetrametoksipropana (TMP) dengan konsentrasi 1, 2.5, 5, 7.5, dan 10 µM. Tiap larutan dipipet 1 mL dan ditambahkan 2 mL larutan TCA 20% dan 2 mL larutan TBA 1% dalam asam asetat 50%. Campuran reaksi diletakkan dalam penangas air 100°C selama 10 menit. Setelah dingin larutan disentrifus dengan kecepatan 15,5 g selama 15 menit. Serapannya diukur pada panjang gelombang 532 nm. Larutan blanko menggunakan 1 mL akuades yang diberi perlakuan seperti larutan konsentrasi TMP lainnya (konsentrasi 0 TMP). Persentase daya hambat ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% daya hambat = [MDA] kontrol negatif – [MDA] ekstrak x 100% [MDA] kontrol negatif
Analisis Aktivitas Antioksidasi Ekstrak Daun Sirih Merah dengan Metode DPPH (2,2-diphenil-1-picryl hydrazyl) (Aqil et al. 2006)
Penentuan aktivitas antioksidasi dengan metode DPPH menggunakan 2 mL ekstrak 70% daun sirih merah dengan berbagai konsentrasi (25, 50, 75, 100, 200 ppm). Ekstrak tersebut dicampurkan dengan 0,1 mM DPPH 2 mL (larutan DPPH di dalam metanol). Larutan kontrol adalah 2 mL larutan DPPH dicampurkan dengan 2 mL metanol. Selanjutnya diinkkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Reduksi dari sejumlah konsentrasi DPPH dihitung serapannya dengan panjang gelombang 517 nm. Senyawa α-tokoferol dengan berbagai konsentrasi (1, 2.5, 5, 7.5, 10 ppm)digunakan sebagai pembanding. Persentase daya hambat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% daya hambat = absorban kontrol – absorban ekstrak x 100% absorban kontrol
Analisis Ekstrak Daun Sirih Merah Sebagai Inhibitor Enzim α-glukosidase (Suteja L 2003)
Enzim α-glukosidase sebanyak 0,5 mg dilarutkan dengan 0,1 M buffer fosfat pH 7 yang mengandung 100 mg BSA (Bovine Serum Albumin). Sebelum digunakan enzim diencerkan 25 kali dengan 0.1 M buffer fosfat pH 7. Selanjutnya untuk sistem reaksi enzim terdiri dari 500 µL 20 mM p-nitrofenil-α- D-glukopiranosida (substrat), 980 µL buffer fosfat 0,1 M pH 7, 20 µL ekstrak dengan konsentrasi 0,1%, 0,25%, 0,5%, 0,75%, dan 1% b/v dalam DMSO (dimethylsulfoxide). Campuran reaksi diinkubasi suhu 37 °C selama 5 menit. Reaksi enzimatis dimulai dengan mencampurkan 500 µL enzim dengan pereaksi lainnya dan diinkubasi 37 °C selama 15 menit. Produk yang terbentuk dari reaksi enzimatis tersebut adalah p-nitrofenol (pNP). Reaksi dihentikan dengan penambahan 2 mL 200 mM Na2CO3 dan diukur serapannya dengan panjang
gelombang 400 nm. Larutan pembanding menggunakan acarbose dengan konsentrasi 1%. Analisis kinetik inhibisi menggunakan dua sistem reaksi, yaitu substrat dengan konsentrasi berbeda (5, 10, 15, 20, 25 mM) dicampurkan dengan enzim dan yang kedua menggunakan ekstrak daun sirih merah sebagai inhibitor (konsentrasi ekstrak 1%). Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan larutan p-nitrofenol (pNP) dengan konsentrasi 1, 2,5, 5, 7,5, 10,
12,5, dan 15 µM. Larutan blanko menggunakan larutan buffer fosfat 0,1 M pH 7 (pelarut larutan standar p-nitrofenol) Serapannya diukur pada panjang gelombang 400 nm. Persentase daya hambat ekstrak dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% daya hambat = [pNP] kontrol negatif – [pNP] ekstrak x 100% [pNP] kontrol negatif
Analisis Komponen Senyawa Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih Merah MenggunakanGC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)
Ekstrak etanol 70% daun sirih merah dideteksi komponen senyawanya dengan GC-MS. Ekstrak etanol 70% sebanyak 842,1 mg dilarutkan dengan 1 mL
etanol 99% dan diinjeksikan sebanyak 1 µL. Kondisi GC-MS menggunakan kolom kapiler HP-5 (Agilent 19091J-433: 0,25 mm x 30 m x 0,25 µm mengandung 5% difenil 95% dimetilpolisilosan), laju alir yang digunakan adalah 1,0 mL/menit dengan suhu injeksi 300 °C mode split, dan tekanan 10,47 psi. Gas pembawa yang digunakan adalah He (Helium). Parameter MS yang digunakan adalah mendeteksi senyawa dengan massa 50-800. Kondisi MS adalah suhu MS
quad 150-200 °C dan suhu MS source 250-300 °C. Hasil kromatogram dianalisis dengan database, untuk menentukan komponen senyawa yang terdapat di dalam ekstrak.
Analisis Data
Pengolahan data dari pengukuran aktivitas antioksidasi dan analisis inhibitor
enzim α-glukosidase dilakukan dengan Anova (Analysis of Variance) dengan model rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap). Selanjutnya bila terdapat perbedaan yang nyata dilakukan dengan uji lanjut Duncan. Model rancangan tersebut adalah:
Yij= + + εij
keterangan:
= Pengaruh rataan umum
λi = Pengaruh perlakuan (konsentrasi ekstrak) ke-i, i = 1,2,3,..,6 ij= Pengaruh galat perlakuan ke-i dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Sirih Merah