• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Perkembangan Teknologi Penginderaan Jauh di Indonesia

Teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan wahana satelit untuk kepentingan nonmiliter telah berkembang sejak diluncurkannya ERS-1 pada bulan Juli 1972. Perkembangan ini semakin pesat dengan ditempatkannya satelit-satelit seperti Lansat, SPOT, dan NOAA-AVHRR pada akhir 1970-an dan dekade 1980-an. Pada dekade 1990-an, perkembangan tersebut semakin marak dimana teknologi yang awalnya hanya didominasi negara adidaya seperti Amerika Serikat dan Uni Sovyet, sekarang mulai dikuasai oleh Negara-negara maju di Eropa, Kanada, Jepang, maupun Negara-negara-Negara-negara berkembang seperti Cina dan India.

Teknologi penginderaan jauh atau remote sensing (RS) sebagai salah satu jenis teknologi luar angkasa memainkan peranan penting dalam pengembangan pendataan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Para arkeolog memanfaatkannya untuk mengetahui situs kerajaan masa lalu di Bumi Nusantara. Dari hasil pemotretan melalui satelit, terlihat saluran-saluran kuno dengan pola saling tegak lurus di bekas ibu kota kerajaan Majapahit, yang pernah berjaya sekitar abad ke-9 Masehi.

Di sektor kelautan, Departemen Kelautan dan Perikanan mulai memperkuat sistem pemantauan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan penangkapan ikan canggih mulai dilengkapi Global Positioning System (GPS) dan digital mapping.

Penginderaan jauh (inderaja) khususnya satelit semakin banyak digunakan oleh berbagai negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia dan pihak swasta. Selain itu, satelit masa datang akan mempunyai karakteristik yang berbeda dari satelit yang ada sekarang, baik resolusinya yang makin baik, download bit rate-nya yang juga makin besar, dan jumah kanal spektral makin banyak (hyper spectral).

Inderaja sebagai suatu alat pemantauan kondisi sumber daya alam dan lingkungan telah terbukti cukup efektif dan sangat penting perannya bagi negara seperti Indonesia. Oleh karena itu, kegiatan pembangunan dan

pemanfaatan teknologi penginderaan jauh perlu terus didorong dengan melakukan berbagai langkah tindak lanjut strategis seperti merevitalisasi penelitian dan pengembangan yang berorientasi kepada kebutuhan pasar (pengguna), meningkatkan kemampuan SDM pelaksana program pengolahan sumber daya alam dan lingkungan di daerah sehingga memberikan daya dan hasil guna yang tinggi.

2.2. Pengertian Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (inderaja) adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Sutanto,1994). Alat yang dimaksud adalah alat pengindera atau sensor. Pada umumnya sensor dipasang pada wahana (platform) yang berupa pesawat terbang, satelit, pesawat ulang-alik, atau wahana lainnya. Objek yang diindera atau yang ingin diketahui berupa objek permukaan bumi, di dirgantara, atau di antariksa. Penginderaannya dilakukan dari jarak jauh sehingga disebut penginderaan jauh.

2.3. Pengertian Citra (Image)

Ada lima pengertian tentang citra menurut Hornby dalam Sutanto (1994), tiga diantaranya adalah:

a. Keserupaan atau tiruan seseorang atau sesuatu barang, terutama yang dibuat dari kayu, batu, dan sebagainya.

b. Gambaran mental atau gagasan, konsep tentang sesuatu barang atau seseorang.

c. Gambaran yang tampak pada cermin atau melalui lensa kamera.

Citra penginderaan jauh yang selanjutnya disingkat citra, termasuk dalam artian ketiga menurut Hornby. Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau oleh sensor lainnya.

Interpretasi citra merupakan suatu proses mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan nilai arti pentingnya objek tersebut. Di dalam interpretasi citra, penafsir citra mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan menilai arti pentingnya objek yang tergambar pada citra. Dengan kata lain

penafsir citra berupaya untuk me ngenali objek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi, dan disiplin ilmu lainnya.

2.4. Pengertian dan Perbedaan Peta Citra dan Peta Garis

Peta citra adalah gambaran permukaan bumi yang diperoleh dari hasil pemotretan citra satelit yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan skala tertentu. Sedangkan peta garis adalah gambaran permukaan bumi yang diperoleh dari hasil pemotretan citra atau foto atau pengukuran langsung atau melalui alat GPS (Global Positioning System) atau dari peta lain yang diproyeksikan ke dalam bidang datar, selanjutnya dilakukan proses seperti dijitasi, toponimi, generalisasi, dan sebagainya, dan dibuat dengan skala tertentu (hasil wawancara dengan pihak Bidang Pemetaan Dasar Kedirgantaraan Bakosurtanal).

Perbedaan antara peta citra dan peta garis dapat dibedakan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Peta Citra dan Peta Garis

Peta Citra Peta Garis

b. tidak ada proses selanjutnya setelah proyeksi.

c. gambar yang disajikan dalam peta merupakan gambaran sebenarnya permukaan bumi (relatif sama), sehingga apa yang dilihat di peta akan sama dengan keadaan yang sebenarnya.

a. ada proses lain setelah proyeksi seperti dijitasi, toponimi, generalisasi, dan lain-lain.

b. gambar yang disajikan berupa garis, dan ada proses seleksi atau penyederhanaan, sehingga tidak semua informasi yang dicari ada di peta.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Bakosurtanal, Peta Citra Kawasan Ibadah Haji adalah hasil pemotretan citra satelit yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan skala tertentu, di daerah-daerah dimana dilaksanakan ibadah haji dengan menambahkan keterangan-keterangan agar lebih jelas dan memudahkan penggunaannya.

2.5. Produk Baru

Jika perusahaan telah menentukan segmen pasar, memilih target konsumen, mengidentifikasi kebutuhan, dan memosisikan pasar, perusahaan tersebut mampu lebih baik untuk mengembangkan produk baru. Pengembangan produk meliputi pembuatan produk yang baru atau penyempurnaan dari produk yang sudah ada. Setiap perusahaan harus mengembangkan produk baru. Tugas dunia usaha adalah mengandung ide, melahirkan ide, dan membantu ide tersebut tumbuh. Pengembangan produk baru membentuk masa depan perusahaan (Kotler, dkk 2005).

Proses pengembangan produk baru juga disertai dengan berbagai risiko kegagalan. Risiko tersebut dapat diperkecil dengan membuat konsep produk yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan permintaan konsumen serta dapat menciptakan kepuasan bagi konsumen.

Terdapat enam kategori produk baru dalam hal tingkat kebaruannya bagi perusahaan dan pasar (Kotler, 1997), yakni :

a. Produk baru bagi dunia, yaitu produk baru yang menciptakan suatu pasar yang sama sekali baru.

b. Lini produk baru, produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki pasar yang telah mapan untuk pertama kalinya.

c. Tambahan pada lini produk yang telah ada, yaitu produk-produk baru yang melengkapi suatu lini produk perusahaan yang telah mantap.

d. Perbaikan dan revisi produk yang telah ada, yakni produk baru yang memberikan kinerja lebih baik atau niai yang dianggap lebih hebat dan menggantikan produk yang telah ada.

e. Penentuan kembali posisi (repositioning), yaitu produk yang telah ada diarahkan ke pasar atau segmen baru.

f. Pengurangan biaya, yaitu produk baru yang menyediakan kinerja serupa dengan harga yang lebih murah.

2.6. Kebutuhan Konsumen

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen tidak selalu sederhana. Beberapa konsumen memiliki kebutuhan yang tidak sepenuhnya mereka sadari, atau mereka tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata kebutuhannya itu, atau mereka menggunakan kata-kata yang memerlukan penafsiran. Kebutuhan yang dirasakan konsumen (felt need) bisa dimunculkan oleh faktor diri konsumen sendiri (fisiologis), misalnya rasa lapar, haus. Kebutuhan juga bisa dimunculkan oleh faktor luar konsumen, misalnya aroma makanan yang datang dari restoran sehingga konsumen terangsang ingin makan. Iklan dan komunikasi pemasaran lainnya bisa membangkitkan kebutuhan yang dirasakan konsumen (Sumarwan, 2003)

Selain kebutuhan primer, ada juga kebutuhan sekunder atau motif. Kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan tersebut biasanya bersifat psikologis karena berasal dari sikap subjektif konsumen dan dari lingkungan konsumen.

Identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen dapat dilakukan dengan mengukur preferensi konsumen terhadap merk-merk produk yang ada. Preferensi menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan relatif yang penting setiap atribut yang terdapat pada produk.

2.7. Perilaku Konsumen

Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli, kapan mereka membeli, dimana mereka memb eli, seberapa sering mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya.

Menurut Nugroho (2002), perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan aktivitas masing-masing individu yang dilakukan dalam rangka evaluasi, mendapatkan, penggunaan, atau mengatur barang-barang dan jasa.

Kotler (2005) berpendapat bahwa perilaku konsumen adalah mempelajari cara individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli, memakai,serta memanfaatkan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman dalam rangka memuaskan kebutuhan dan hasrat mereka.

Faktor utama yang mempengaruhi perilaku pembelian:

a. Faktor budaya, terdiri dari budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. b. Faktor sosial, terdiri dari kelompok acuan, keluarga, peran dan status. c. Faktor kepribadian, terdiri dari usia dan tahap siklus hidup; pekerjaan;

keadaan ekonomi; gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri

d. Faktor kejiwaan, terdiri dari motivasi, persepsi, pengetahuan, serta keyakinan dan pendirian (sikap).

2.8. Sikap Konsumen

Selain identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, pemasar berkepentingan dengan peramalan perilaku pembelian. Jika sebuah perusahaan baru saja mengembangkan produk baru dan ingin menentukan apakah ada permintaan dan potensi yang cukup di pasar, maka dapat dilakukan pasar percobaan. Tetapi tes tersebut merupakan biaya yang sangat mahal untuk menemukan bahwa produk memiliki sedikit daya tarik.

Salah satu alternatif lain untuk mengetahui apakah produk pantas atau layak mendapatkan peluang untuk masuk ke dalam pasar percobaan dengan mempertimbangkan sikap kosumen terhadap produk tersebut (Engel,dkk 1994). Sikap menempatkan mereka dalam sebuah kerangka pemikiran yang menyukai atau tidak menyukai suatu objek, bergerak mendekati atau menjauhi objek tersebut. Sikap mengarahkan orang-orang berperilaku secara cukup konsisten terhadap objek yang serupa serta menghemat tenaga dan pikiran. Karena itu, sikap sangat sulit berubah. Sikap seseorang membentuk suatu pola yang konsisten, dan untuk mengubah satu sikap mungkin mengharuskan penyesuaian besar dalam sikap-sikap lain (Kotler, 1997).

Sikap seringkali sebagai prediktor dari perilaku. Dalam perilaku konsumen, sikap bisa digunakan untuk memprediksi keputusan membeli (Nugroho, 2002). Konsumen dari pasar target akan diminta untuk menunjukkan minat mereka untuk membeli produk tersebut. Jika hanya sedikit konsumen yang menyatakan berminat, produk tersebut harus ditinggalkan atau dimodifikasi dan diuji ulang. Sebaliknya, bila konsumen sangat tertarik pada produk tersebut, maka pemasar dapat mempertimbangkan kegiatan peluncuran produk (Engel,dkk 1994).

2.9. Riset Pemasaran

Maholtra (2005) mendefinisikan riset pemasaran sebagai fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan, dan masyarakat dengan pemasar melalui informasi-informasi digunakan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan peluang dan masalah pemasaran; membuat, memperbaiki, dan mengevaluasi tindakan pemasaran, memantau kinerja pemasaran; serta memperbaiki pengertian mengenai pemasaran sebagai sebuah proses.

Menurut Umar (2003) riset pemasaran merupakan suatu kegiatan yang sistematik dan mempunyai tujuan dalam hal pengidentifikasian masaalah dan peluang, pengumpulan data,pengolahan dan penganalisaan data, penyebaran informasi yang bermanfaat untuk membantu manajemen dalam rangka pengambilan keputusan identifikasi dan solusi yang efektif dan efisien di bidang pemasaran perusahaan.

Riset pemasaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rangkuti, 1997):

a. Riset identifikasi masalah, yaitu riset yang diadakan untuk mengidentifikasi masalah. Masalah ini tidak harus ada saat ini, tetapi kemungkinan besar akan muncul di masa yang akan datang.

b. Riset untuk pemecahan masalah, riset yang diadakan untuk menolong memecahkan masalah yang lebih spesifik di dalam pemasaran.

Tabel 2. Riset untuk identifi kasi dan pemecahan masalah Riset untuk Identifikasi Masalah Riset Untuk Pemecahan

Masalah - Riset potensi pasar

- Riset pangsa pasar - Riset kesan

- Riset karakteristik pasar - Riset mengenai penjualan - Riset trend bisnis

- Riset peramalan

- Riset segmentasi - Riset mengenai produk - Riset mengenai harga - Riset mengenai promosi - Riset mengenai distribusi

Dokumen terkait